Only You [Liana] #20180412

Haikyuu!! © Haruichi Furudate

***

Mengapa rasanya hampa bila tidak ada dirimu?

***

Jam sudah menunjukkan waktu larut malam. Sepi. Tidak ada satu pun manusia yang berlalu-lalang. Tapi itu yang membuatnya bersyukur karena tidak akan ada yang melihat sosok menyedihkan seperti dirinya saat ini.

Taman Sakura. Taman yang dikelilingi pohon sakura tersebut, taman yang selalu ramai pada siang hari-apalagi saat bunga sakura bermekaran-kini sepi dan gelap. Yang ada hanyalah suara decit besi ayunan yang berayun, dengan isak tangis seorang pria yang terduduk di atasnya.

"Apa aku terlalu keras padanya?"

Hening sejenak.

"Iya, aku terlalu keras padanya."

Pria itu terus bertanya dan menjawab sendiri pertanyaannya dengan lirih. Meratapi sesuatu yang sudah lalu. Rambut hitam bermodel ekor ayamnya diacak-acak sampai terlihat tambah tidak karuan.

"Aku bahkan tidak punya keberanian untuk mengejarnya. Sungguh, aku memang pria yang menyedihkan," sesalnya lagi.

Pria yang bernama Kuroo itu kemudian berdiri. Berjalan lunglai menuju rumahnya. Menyisakan taman sepi. Yang kini hanya terdengar suara decit besi ayunan yang berayun sendiri.

Beberapa detik kemudian, terdengar kembali isakan di taman tersebut. Suara tangis seorang wanita, lebih lirih dari milik Kuroo tadi. Seakan berhati-hati akan keberadaannya.

***

Kuroo bangun keesokan harinya dengan mata sembab dan bengkak. Terlihat mengerikan. Pria tersebut berjalan malas menuju kamar mandi.

Hari kedua pencarian kekasihnya.

Kalau bukan karena hal tersebut, dirinya tidak akan mau beranjak dari tempat tidur dengan keadaan seperti ini. Setelah menabrak pintu beberapa kali, akhirnya pemuda beriris hazel tersebut sampai di tempat tujuan, kamar mandi.

Mengguyur seluruh tubuh kekarnya dengan air. Tanpa memakai sabun dan shampo, dirinya lantas keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit bagian perut sampai lutut. Berjalan limbung menuju kamarnya.

"Hei, apa kau tidak merindukanku? Egois sekali," lirihnya. Setengah putus asa.

"Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Apa kau baik-baik saja?" lirihnya sekali lagi.

Kuroo mengambil polo putih yang tersedia di lemarinya. Rasanya benda apapun yang dia pegang membuat pikirannya bernostalgia. Teringat saat-saat berdua bersama sang kekasih. Manik hazel-nya kembali berkaca-kaca, walaupun tidak terlalu lama karena sadar harus segera pergi melakukan pencarian kembali.

Setelah siap dengan pakaian yang seadanya, pria tersebut meninggalkan rumahnya. Mengunci pintu dan menaruhnya di saku celana. Sekilas teringat dirinya sering memarahi Liana, sang kekasih, karena lupa mengunci pintu.

Kenapa hal yang terlihat biasa seperti itu bisa jadi sangat menyakitkan jika dikenang?

Tanpa pikir panjang, pria tersebut kini mulai melangkahkan kakinya. Menuju kediaman salah satu sahabat yang sangat dia percaya.

***

Canggung. Sudah beberapa menit Kuroo duduk di kursi berwarna kuning pastel tersebut, tetapi baik dirinya maupun sang pemilik rumah belum memulai pembicaraan. Hanya terdengar suara video game yang menggema di seluruh ruangan yang sangat rapi ini.

"Hei, kau mau apa ke sini?" tanya si pemilik rumah. Mata kucingnya masih tidak lepas dari benda adiktif yang sedang dia mainkan.

"Aku hanya ingin bertanya," jawab Kuroo.

"Liana?" tebak pemilik rumah. Kuroo mengangguk kecil.

"Biar aku tebak, kau sedang ada masalah dengan kekasihmu itu. Kau tidak bisa menyelesaikannya sendiri, kemudian kamu ke sini untuk meminta tolong padaku," lanjut si pemilik rumah. Kali ini dirinya menghentikan aktivitas adiktif yang sejak tadi dia lakukan.

"Iya," jawab Kuroo singkat dan lirih.

"Tolong aku, Kenma, kami bertengkar kemarin pagi dan sampai saat ini dia belum pulang juga. Aku juga sudah mencarinya ke mana-mana, tapi hasilnya nihil," pinta Kuroo. Suaranya kini berganti menjadi sebuah isakan.

Pemuda yang bernama Kenma tersebut tersentak, walau hanya sedikit. Terkejut melihat sahabatnya bisa terisak seperti sekarang ini. Sungguh, peristiwa yang sangat jarang terjadi.

"Sudah kau cari di rumah orang tuanya?" tanya Kenma. Berusaha untuk tetap tenang walau dirinya tadi terkejut.

"Sudah, tapi dia tidak ada di sana," jawab Kuroo, nada bicaranya terdengar bertambah murung.

Kenma memicingkan mata. Heran.

"Dan, apa reaksi orang tuanya?"

"Menyuruhku untuk pulang, dan mencarinya hari ini."

Kenma menjeda sejenak sesi interogasi ini. Berpikir, menirukan pose detektif dalam game yang pernah dia mainkan.

"Aku tahu apa yang harus kau lakukan," kata Kenma kemudian. Sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah sahabatnya. Masih menirukan gaya detektif dalam game. Namun, raut wajahnya tetap datar.

Kuroo memiringkan kepala. Antara bingung dengan tingkah sobatnya yang terbilang sangat aneh bagi seorang Kenma dan penasaran apa yang akan dikatakan si rambut puding tersebut.

"Apa?" tanyanya singkat.

"Sekarang, kau harus kembali ke rumah mertuamu," jelas Kenma.

Wajah Kuroo memanas. Semburat merah timbul di kedua pipinya.

"Heii, kami hanya berpacaran, ya, walaupun sudah tinggal bersama, sih, tapi kami bahkan belum bertunangan!" jerit Kuroo sambil menutupi wajahnya. Malu.

Mendengar jeritan Kuroo, si kepala puding refleks menutup kedua telinganya. Ekspresi yang tadinya serius kini berubah menjadi setengah takut, "Hentikan jeritanmu itu."

"Ah, maaf. Lalu, apa yang harus aku lakukan setelah itu?" tanyanya kemudian. Masih penasaran.

Kenma bergeming.

"Kenapa tidak cari tahu sendiri saja?" ujarnya kemudian.

"Hm, benar ju—Apa?! Maksudmu, kalau aku gagal, aku akan menanggungnya sendiri?!" jerit Kuroo. Lagi-lagi Kenma menempelkan masing-masing telapak tangan di telinganya.

Kesal, sang empunya rumah menghidupkan kembali video game-nya.

"Bukankah seharusnya memang begitu?" Kenma mulai memainkan benda persegi panjang yang berada di tangannya.

"Sudah, sana cari lagi kekasihmu," lanjut Kenma setengah mengusir.

"Kau mengusirku?" geram Kuroo.

"Iya," jawab Kenma datar.

Kuroo ber-sweat drop. Pemuda berambut hitam itu memakai kembali jaketnya dan melangkah ke arah pintu rumah Kenma.

"Kalau begitu, doakan aku," ujarnya setelah membuka pintu. Kenma hanya mengangguk sekali.

Pintu rumah tersebut akhirnya tertutup kembali setelah sang pemuda ke luar rumah. Berlari menuju destinasi selanjutnya. Rumah orang tua Liana.

***

Kuroo mematung di depan pintu. Entah kenapa dirinya menjadi penakut. Menahan jari telunjuknya mengacung di depan bel. Padahal sang pemuda meluapkan emosi saat berjalan ke tempat ini. Dirinya juga sudah merencanakan apa yang akan dilakukan.

Kenapa sekarang dia malah sangat gugup?

Berat rasanya mengeliminasi jarak satu senti antara telunjuk dan bel rumah Liana. Anehnya, mata hazel pemuda tersebut kini terlihat seperti sedang memanjatkan doa, agar sesuatu bisa membantunya saat ini. Apapun itu.

Ha-hachiu!

Ting tong

Kuroo mematung heran. Menjerit pendek kemudian. Memang doanya langsung dikabulkan. Tapi, ayolah, kenapa sekonyol ini. Dan juga, mentalnya belum siap.

Samar-samar terdengar derap langkah tergesa dari dalam rumah. Kuroo malah semakin panik. Khawatir kalau orang itu adalah Liana, apa yang harus dia lakukan? Tapi bukankah tidak sopan jika ia kabur begitu saja?

"Iya, maaf menunggu la—"

Ucapan gadis di balik pintu terhenti ketika dirinya mengetahui identitas tersangka yang membunyikan bel rumahnya. Mematung. Sedetik kemudian, sang gadis menutup pintu rumahnya dengan cepat.

Tidak mau kalah, Kuroo spontan menahan pintu yang sedikit lagi tertutup. Terima kasih kepada tubuh kekarnya, sang pemuda bisa menahan pintu dengan mudah.

"Liana, dengarkan aku, maaf, jangan tutup dulu pintunya!"

Terdengar suara sang pemuda tersengal-sengal. Dirinya menahan malu dan gugup yang sudah meluap-luap sedari tadi.

Manik Liana terlihat membesar. Terkejut. Akhirnya, gadis berambut hitam itu memilih berlari ke dalam rumah. Melihatnya, Kuroo-walaupun terlambat beberapa detik-spontan masuk ke dalam kediaman keluarga kekasihnya. Mengejar sekuat tenaga. Dan mendekap tubuh sang belahan jiwa ketika berhasil meraihnya.

Liana merasakan kehangatan dari tubuh kekar sang kekasih. Sang gadis tidak melawan, hanya terisak kecil sambil memukul pelan bahu sang pemuda.

"Playboy! Player! Sebenarnya, aku ini, siapamu, sampai kau dengan santainya menggandeng tangan gadis itu?!" jerit Liana di tengah isakannya.

Kuroo mengeratkan dekapannya. Berharap perasaan sayangnya dapat menjalar menjadi kehangatan bagi sang belahan jiwa.

"Kau salah paham, bodoh. Kau juga terlalu keras kepala sampai-sampai aku tidak bisa mengontrol emosiku," jawab Kuroo sambil mengelus puncak kepala sang gadis dengan satu tangannya.

"Lalu, apa alasanmu?"

"Hei, apa kau tidak melihat kamera di dekatku? Kami sedang membuat film untuk tugas matkul X," ucap Kuroo, sambil berusaha tersenyum jahil.

Perasaan lega menghampiri batin keduanya. Kuroo sudah meluruskan persepsi sang kekasih. Dan Liana sudah mendapatkan kembali kepercayaannya pada kekasih yang sempat menghilang. Bonus, mereka masing-masing mendapatkan pelukan dari seseorang yang dicintainya.

"Dan Liana, satu lagi yang perlu kau ingat," goda Kuroo tiba-tiba.

"Ap-"

Kuroo tiba-tiba mencium singkat bibir kekasihnya. Membuat Liana merah muka.

"Aku pasti tidak akan melakukan yang seperti ini pada orang lain selain kamu."

_fin_

[A/n] Uwaaaaa, akhirnya selesai, walaupun tadi sempat error dan harus ngulangi lagi:"))

Eh iya, fanfict ini dipersembahkan kepada...mbak Lianakro!! Deng deng deng!! //apaandah

Maaf kalau aneh ceritanya, terima kasih telah membaca~

[Edited A/n] Hai semua. Kira di sini. Aku berusaha produktif lagi setelah sekian lama. Sebenarnya udah dari agak lama sih, tapi aku lupa caranya nulis :( Kemungkinan karena aku udah jarang baca ff atau buku fiksi. Jadi aku akan up buku-buku lamaku (sambil kuedit dan kubaca) biar aku bisa punya gambaran nulis lagi. (Maaf kak Liana, aku malah nge-up ff cringe ini dulu wkwk)

Maafkan kalau karyaku masih banyak salah. Aku masih belajar. Kritik saran kalian akan sangat membantu buatku^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top