[6]
Alma menatap Hafis dengan sebelah alis terangkat. Saat ini jalannya di hadang oleh Hafis.
"Mau ngapain?" tanya Alma menatap Hafis berdiri di depannya.
Hafis hanya diam menatap lurus ke arah Alma.
"Kak Ketos, Kak Hafis. Alma mau lewat loh," dengkusnya menatap Hafis jengkel.
"Ke mana?" tanya Hafis datar membuat Alma menjerit heran.
"Kenapa?" tanyanya balik.
Hafis hanya diam sambil menatap Alma. "Bisa nggak dalam sehari itu nggak muncul. Sehari aja deh," pinta Alma.
"Oke," jawab Hafis menghela napas kemudian beranjak dari sana.
Alma tercengang sekarang apakah ia salah ngomong. "Au ah bikin pusing aja," gumamnya dan memilih kembali masuk ke dalam kelasnya.
Karena sekarang masih menunjukan 06.30 dan kebutulan sekolah masih sepi, bukannya pergi ke kelas Alma memilih pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku yang sudah ia incar-incar dari minggu lalu.
"Alma!" Baru saja melangkah tetapi semua itu harus berheti kerena namanya dipanggil.
"Kenapa?" ketusnya menatap Qadafi yang ada di hadapannya saat ini.
"Kamu kenapa?" tanyanya balik.
"Kalian aneh tau," ketus Alma melewati Qadafi begitu saja.
"Mau ke mana?" tanya Qadafi memegang lengan Alma agar tidak jadi pergi.
"Kak Qadafi!" geramnya menatap tajam.
"Bisa nggak, dalam sehari itu kalian nggak ada. Keknya kalian jadi bayang-bayang Alma terus," gerutunya menepis tangan Qadafi dari lengannya.
"Oke," jawab Qadafi menatap Alma.
"Bagus deh," gumam Alma meninggalkan Qadafi yang masih diam mematung.
Alma menoleh ke belakang manatap Qadafi yang masih diam, ada rasa yang tidak rela dihatinya setelah mengatakan itu semua.
"Sekali-kali biar hidup gue tenang seharian," gumamya. Alma terus memikirkan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan waktu bersamaan dua most wanted sekolah ini mendekatinya.
"Gue harap gue nggak akan gila setelah ini," gumam Alma mendorong pintu perpustakaan. Walau masih pagi sekali perpusatkaan tetap buka lebih awal dari jam biasanya.
***
Alma menatap pemandangan luar sana dibalik kaca mobil. Entah sudah berapa kali ia menghela napas karena benar-benar kesal.
"Kenapa saya sih Pak?" tanyanya duduk di sebelah Pak Irwan.
"Mana saya tahu, tanyakan kepada pihak sekolah," jawab Pak Irwan fokus dengan handphonenya.
"Kenapa nggak yang lain aja sih Pak, minsalnya tuh kak Qadafi kan dia juga hebat Kimia," gerutu Alma mengulang pertanyaan dan memberkan siapa seharusnya yang ada di posisinya sekarang.
"Alma-Alma harusnya kamu itu bersyukur, jarang-jarangkan ada kegiatan seperti ini. Dan patner sama guru muda kita juga," ledek Pak Roby. Membuat Alma mengercutkan bibirnya karena kesal.
"Pak Roby fokus nyetir aja deh, Alma belum mau mati muda tau," ujarnya tambah kesal.
"Kenapa? Kan mati sama Pak Irwan tuh," ledeknya lagi membuat Alma semakin kesal.
"Iyain biar Pak Roby senang," ketus Alma.
"Baik, banget sih kamu," kekeh Pak Roby. Pak Roby merupakan guru olahraga di SMA Telaga Sakti.
"Emang kita mau ke mana sih Pak?" tanya Alma mengetuk-ngetuk jendela kaca mobil mengunakan kepalan tangannya.
"Gabutnya jangan kebangetan," celetuk Pak Roby.
"Suka-suka Alma lah, kok Bapak sewot," gerutu Alma. Guru muda itu hanya geleng-geleng kepala.
Tak lama mobil masuk ke halaman gedung. Sudah banyak orang berlalu lalang dan datang dipastikan guru dan siswa dilihat dari penampilan mereka sudah jelas sekali.
"Nanti kita mau ngapain?" pertanyaan itu membuat dahi Alma disentil oleh Pak Roby.
"Ngoceh mulu, kecil-kecil cabe rawit," saut Pak Roby.
Alma menggerutu dibuatnya. Alma dan Pak Irwan langsung memisahkan diri dari Pak Roby mereka langsung masuk ke dalam gedung sesuai dengan arahan panitia yang ada di depan pintu masuk.
***
S
ekarang sudah menunjukan pukul empat sore. Acara sebentar lagi akan selesai, bukannya menunggu penutupan Alma malah duduk di bawah pohon yang ada di luar gedung tersebut.
Saat menatap lapangan netranya tidak sengaja menangkap sosok seseorang yang sangat ia kenali.
"Ka Qadafi?" gumamnya bangkit.
Alma memilih menghapirinya karena penasaran, mengapa Qadafi datang ke sini. "Ka Qadafi?!"
"Alma, ngapain kamu di sini?" tanya Qadafi menatap Alma bingung.
Bukannya menjawab Alma menatap pria jakung yang berdiri di belakang Qadafi. "Abang ngapain di sini?" tanyanya menatap Dafa.
"Eh, kamu."
"Ngapain di sini?" tanya Dafa sambil mencari-cari seseorang.
"Seharusnya Alma yang nanya. Pada ngapain di sini?"
"Nyamperin gebetan Bang Dafa," celetuk Qadafi. Hingga pukulan mendarat di bahunya.
"Anjir lo Bang!"
Alma hanya menatap mereka datar. "Kamu ngapain di sini?"
"Cari pacar," jawab Alma datar hingga keningnya disentil oleh Dafa.
"Sakit!" ringisnya menatap Dafa tajam.
"Ngadi-ngadi, nggak boleh pacar-pacaran," ujar Dafa membuat Alma memanyumkan bibirnya tanda tidak suka.
"Pada ngapain sih ke sini?" Bukannya mereka menjawab, mereka malah menatap papan layar lebar yang menayangkan angka-angka perolehan nilai dari setiap perwakilan sekolah.
SMA 2 TELAGA SAKTI berada diurutan pertama. "Wow," gumam Qadafi menatap perolehan nilai yang bisa dikatakan sempurna itu, 9,89.
"Itu benaran?" tanya Alma tercengang.
"Nggak mimpikan?" tanyanya lgi menatap Daf dan Qadafi bergantian.
Dafa mencubit tangan Alma hingga membuat siempu meringis. "Nggak mimpikan?" tanyanya membuat Alma mengangguk singkat.
"congratulation," ujar Qadafi tersenyum kepada Alma.
Alma tergengung menatap Qadafi yang sedang tersenyum. Ganteng amat sumpah, batinnya.
"Woi, ntar naksir!" goda Dafa membuat Alma salah tingkah karena terlalu dalam menatap Qadafi.
"Ha, nggak," bantah Alma memalingkan wajahnya karena malu.
"Bilang aja naksir. Abang dukung kok." Dafa terus mengoda mereka membuat mereka salah tingkah terutama Alma, karena wajahnya sudah merah karena malu.
"Sana masuk gih, tuh Pak Roby udah nyariin," suruh Qadafi melihat Pak Roby yang sedang celingkukan mencari seseorang.
"Okeh," jawab Alma sambil cengengesan.
"Nanti traktirannya jangan lupa yaa," teriak Dafa kepada Alma yang mulai menjauh.
Alma membalikan badannya dan mengajungkan kedua jempolnya kepeda Dafa dan Qadafi.
"Bisa juga tuh bocah, ngambanggain," decak Dafa kagum kepada adiknya yang biasanya selalu nyusahin siapa saja.
"Makanya gue nggak bisa lepasin dia dari kelompok ilmiah. Ada bakat terpendam dalam dirinya," jelas Qadafi membuat Dafa mengangguk.
"Jadi nyari Kak Dila nggk sih Bang?" tanya Qadafi. Memang awalnya mereka niat untuk menghampiri Kak Dila, gebetan Dafa di sini dan beruntungnya ketemu dengan Alma.
"Tunggu sini aja deh, dia juga lagi ada di dalam," gumam Dafa meperlihatkan chatingannya dengan Dila.
"Oh oke."
Alma menatap piala yang sedang ia pegang saat ini. Rasanya seperti ilusi, ia bahkan tidak percaya bisa berdiri dipanggung ini mewakili sekolahnya.
"Selamat ya," ujar seseorang menghampiri Alma.
"Eh, makasi kak," balas Alma tersenyum manis.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top