[5]
***
Balqis masih betah dengan aksi ngambeknya, dia tidak menghiraukan sama sekali Alma dan Fania yang mengoceh di sampingnya.
"Balqis cantik deh," bujuk Fania menyodorkan yogurt ke hadapannya.
Balqis tetap tidak bergeming dia hanya diam sambil memain-mainkan handpohonenya.
Alma menghela napas antara kasal dan gemas dengan sikap Balqis yang sedang ngambek. "Kita pergi," ujar Alma. Balqis segera menoleh ke arah mereka. "Kenapa?" tanya Fania tersenyum sinis karena tangannya dicekal oleh Balqis.
"Ikut," ucap Balqis menatap Alma dan Fania bergantian.
"Hmm," gumam Alma dan malah duduk di samping Balqis.
"Kemana?"
"Kan ...."
"Kayangan?" jawab Fania duduk di bangku depan mereka.
"Benaran?" tanyaa Balqis membuat Alma mengangguk.
"Iya."
"Oke." Alma dan Fania saling tatap mereka melongong dengan respon Balqis barusan.
"Kalian kalau mau pergi, pergi aja nggak usah ngajak-ngajak atau pamit sekalian," ujarnya menggelamkan wajahnya dilipatan tangan di atas meja.
"Ngambek!" gumam Alma 'tak habis pikir dengan sahabatnya yang kelewatan baperan.
"Alma dipanggil ama ketos," panggil Randi muncul dari balik pintu.
"Ngapain?" tanya Fania menatap Rendi curiga.
"Mana gue tau," jawabnya memicingkan mata menatap Balqis.
"Napa lagi tuh sama bocah?" tanyanya mendekat ke arah mereka.
"Perkara kemarin," jawab Fania, Rendi hanya mengangguk dan menyentil jidat Alma.
"Aduh!" ringisnya menatap Rendi tajam.
"Pergi sana," suruhnya.
"Malas," ketus Alma karena ia tahu Kak Hafis memanggilnya karena bukan karena ada urusan.
"Kalau Qadafi yang manggil?" tanya Rendi menaik-naikan alismya menatap Alma.
"Nggak!"
"Nantinya juga bakal dipanggil," gumam Rendi sambil memain-mainkan rambut Balqis.
Alma mendengkus kesal kenapa ia harus berada di antara kedua orang itu, menyebalkan.
"Rendi jangan!" kesal Balqis karena merasa terganggu karena ulah Rendi memainkan rambutnya.
"Ileran lo," ucapan Rendi membuat Balqis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Mana ada," gumamnya.
"Itu," tunjuk Rendi menyengikirkan tangan Balqis dari wajahnya.
"Rendi, Balqis malukan!" rengeknya membuat Rendi tertawa terpingkal-pingkal karena gemes dengan sikap Balqis.
"Alma." Semua dibuat menoleh ke arah pintu terdapat dua orang pria jakung masuk ke kelas mereka.
"Apa lagi ini Tuhan," gumam Alma 'tak habis pikir sama mereka berdua. Dalam sehari bisa tidak mereka berdua tidak ada disekeliling dirinya.
"Bisa ikut saya?" tanya Qadafi.
"Nggak Alma sama gue!" ketus Hafis membuat yang ada di sana kebingungan dengan kehadiran mereka.
"Gue ada urusan sama dia," ujar Qadafi menatap Alma yang juga tengah mematap dirinya.
"Modus," celetuk Hafis.
Mereka saling menatap tajam. "Nggak Alma lagi ada urusan sama Pak Irwan," tolak Alma metah-mentah karena pusing harus meneladani mereka berdua.
Mereka hanya diam setelah mendengar tuturan Alma, tampak raut tidak suka dari wajah mereka berdua.
"Ngapain?" tanya Qadafi menatap Alma tidak suka karena akan menemukan guru muda itu.
Alma memicingkan matanya manatap Qadafi. "Kenapa?" tanyanya balik.
"Kak Qadafi suka sama Alma ya?" celetuk Balqis membuat semua menoleh ke arahnya kecuali Qadafi.
"Hayoo ngaku aja, Kak Hafis juga," ujar Balqis menatap mereka berdua.
"Ngaku aku, hayoo," ujarnya hingga wajah merea merona karena ketahuan.
"Nggak!" bantah mereka berbarengan membuat Balqis makin percaya bahwa mereka sama-sama menyukai Alma.
"Oh yaa," ledek Balqis hingga centilan dari tangan Randi mendarat di atas dahinya.
"Shutt! Anak kecil ndak boleh ikut campur," ujarnya hingga mendapatkan pukulan dari Balqis.
"Aduh sakit Yang," ringis Rensdi mengusap tangannya yang dipukul dengan penggaris oleh Balqis.
"Yang-yang pala lo!" ketus Balqis menatap tajam.
"Sensian amat sih lo," dumel Rendi membalas tatap tajam Balqis.
"Apa!"
"Ngapain masih di sini?" tanya Alma menatap dua orang di depannya itu hanya diam.
Qadafi hanya diam dan pergi begitu saja tanpa bersuara. "Kak Hafis juga ndak pergi," usir Balqis tersenyum manis.
Hafis mengangguk singkat dan memilih menyusul Qadafi yang sudah pergi duluan.
"Baperan mereka," celetuk Balqis memanyumkan mulutnya.
Alma dan Fania saling tatap, sepertinya otak Balqis sekarang tambah geser. "Lo ngapain di sini?" tanya Balqis menatap sinis Rendi.
Rendi tersenyum davil. "Macan lagi PMS ya?" tanyanya balik.
"Nggak!" ketus Balqis padahal wajahnya sudah merah.
"Oh, kirain."
"Sana-sana pergi dari kelas gue," usirnya.
"Bukannya Rendi sekelas sama kita ya?" tanya Fania bingung.
"Nah, trus gue harus pindah kelas gitu?" tanya Rendi balik menatap mereka bergantian.
Alma mengedikkan bahu tanda tidak tahu, ia memilih memainkan handphonenya dari pada membuat dirinya pusing karena mereka.
"Sekalian pindah sekolah," celetuk Balqis tersenyum sinis kepada Rendi.
"Seram kalau cewek PMS ya," gumam Rendi bergigik ngeri menatap Balqis.
***
Alma menyusuri koridor sepi, sekarang sudah menunjukkan pukul 15.00 dan sekolah sudah bubar sekitar 30 menit yang lalu.
"Alma!"
"Iya, Pak?"
"Kebetulan ketemu dengan kamu di sini," ujar Pak Irwan tanpak menghela napas lelah.
"Saya mau minta tolong, besok kamu bisa ikut dengan saya," ujarnya.
"Kemana Pak?" tanya Alma bingung.
"Sekolah kita diminta perwakilan untuk penelitian dengan patner guru dan murid dan kebetulan saya yang ditunjuk menjadi perwakilan dari sekolah kita. Dan kamu patner saya," jelas Pak Irwan.
"Kenapa saya?" tanya Alma 'tak habis pikir. Di sini banyak muridnya bukan tapi kenapa harus ia.
Pak Irwan hanya diam, dia tanpak ikut berfikir. "Besok siap-siap saja," ujarnya.
"Eh."
Setelah Pak Irwan hilang dari penglihatan Alma, ia menghela napas. Baru beberapa hari ia bergabung dikolompok penelitian ilmiah sekolah ini. Otaknya sudah ruweh sekali dengan posisinya yang bisa dibilang tidak menguntungkan dirinya.
"Oke Alma, tugas lo hanya mengikuti perintah, menyusahkan diri sendiri kapan lagikan?" gumamnya tersenyum masam.
Kakinya langsung membawanya ke pakiran. Di gerbang sudah terlihat mobil Dafa sudah terpakir di sana. "Tumben sekali miskan," gumamnya langsung mempercepat jalannya.
"Assalamualaikum," ucap Alma membuka pintu mobil dan langsung duduk di bangku sebelah kemudi. Alma menjabat tangan Dafa dan menempelkanya ke keningnya.
"Kusut banget wajah kamu," saut Dafa menjalankan mobilnya.
"Tumben Abang cepat pulang?" tanya Alma tanpa menghiraukan perkataannya sebelumnya.
"Kenapa?" tanya Dafa balik.
Alma mengdengkus. "Nggak ada, nanya doang selagi nanya masih gratis," sautnya.
Dafa mangut-mangut, dia tidak menyaut apa yang disampaikan Alma. Dia malah fokus mengemudi mobil.
"Makan dulu yuk," ajak Dafa membuat Alma mengaguk cepat, kebetulan cacing di perutnya juga udah demo dari tadi.
"Maka -"
"Serah aja, yang penting kenyang," sela Alma memperlihatkan giginya. Dafa mendengkus kesal, kebiasan adik tengilnya memotong perkataan orang lain. Nggak sopan memang.
Dafa langsung menancap gas, tujuan mereka bukan balik ke rumah namun sekarang singgah di warung soto.
"Makan soto?" tanya Dafa. Alma mengangguk dan langsung membuka pintu untung saja dia tidak menggunakan sabuk pengaman jadi gerakannya lebih cepat turun dari Dafa.
"Bang ce-"
"Alma?" Sontak membuat gadis itu membulatkan matanya menatap siapa yang tak jauh berdiri darinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top