5. Polimer enterik
Pertemuan Randu dan Haiva dengan Haris dan Lidya malam itu bukan hanya mengubah hubungan Haris-Haiva. Ternyata, kejadian malam itu juga mengubah jalan karir Randu.
Beberapa pekan setelah malam itu, Randu diminta untuk datang ke Gezonde Pharma untuk membantu proses transfer produk baru perusahaan tersebut. Gezonde Pharma adalah perusahaan farmasi yang berpusat di Jerman dan memiliki sejumlah site produksi di Thailand, Filipina, Vietnam dan Indonesia untuk mensuplay kebutuhan produk di regional Asia Tenggara. Namun mempertimbangkan efisiensi dan kondisi ekonomi global terkini, Gezonde Pharma memutuskan untuk memfokuskan site produksi di Filipina untuk produk-produk biosimilar dan bioteknologi. Oleh karena itu, sebagian produk lain dialihkan untuk diproduksi di Indonesia, Thailand dan Vietnam. Salah satu produk Gezonde Pharma yang akan dipindahkan produksinya ke Indonesia adalah granul enterik yang menggunakan eksipien dari PharmExcipt.
Dikarenakan perbedaan fasilitas peralatan yang dimiliki site Filipina dan site Indonesia, tentunya site Indonesia perlu melakukan optimasi dan validasi proses produksi. Karena itulah Gezonde Pharma meminta bantuan PharmExcipt dalam optimasi proses pembuatan granul enterik tersebut. Dan sebagai Technical Support Manager PharmExcipt, tentu Randu yang turun tangan.
"Ini produk pertama yang ditranfer ke site Indonesia, Mas Randu," Pak Hanif, Manajer Produksi Gezonde Pharma, menjelaskan di awal meeting mereka. "Selanjutnya kami akan menerima 10 produk transfer secara bertahap."
"Wah, bakal jadi tahun yang sibuk ya Pak," kata Randu menanggapi.
"Betul, Mas. Dan meski peralatan yang digunakan di Filipina mirip dengan yang kami gunakan disini, tapi tetap perlu penyesuaian dan optimasi kan."
Randu mengangguk. "Iya, yang untuk penyalutan granul ini aja, fluidized bed drier yang dipakai spec-nya beda ya Pak. Saya sudah pelajari sih, dan ini suggestion saya untuk parameter yang bisa kita aplikasikan di site ini."
Granul enterik merupakan produk obat yang disalut dengan polimer enterik sehingga memiliki profil pelepasan obat yang khusus. Biasanya zat aktif yang diformulasi menjadi produk enterik adalah zat aktif yang bisa mengiritasi lambung atau zat aktif yang rusak oleh asam lambung. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, zat aktif obat disalut dengan polimer enterik. Produk yang disalut dengan polimer enterik tidak akan terlarut dan mengeluarkan zat aktif obat selama berada di lambung. Namun saat obat berpindah ke usus halus, barulah obat tersebut akan hancur dan mengeluarkan zat aktifnya untuk diabsorbsi di usus halus.
Untuk menghasilkan profil pelepasan yang diinginkan, zat aktif harus tersalut/terlapisi sempurna oleh polimer enterik. Dan oleh karena itu, proses dan parameter penyalutan perlu dioptimasi dengan baik untuk menghasilkan produk yang tersalut sempurna.
Sudah sedemikian upaya yang dilakukan industri farmasi untuk menghasilkan produk yang tersalut sempurna, kadang masih ada saja pasien yang nekat menggerus produk enterik ini menjadi serbuk/puyer dengan alasan tidak bisa menelan tablet. Bikin para formulator obat pengen ngelus-ngelus dada (Refal Hady) deh.
Pak Hanif menerima berkas yang diangsurkan oleh Randu, dan memelajarinya. Lalu mengangguk-angguk. Tapi belum sempat beliau berkomentar, seseorang mengetuk pintu ruangan Pak Hanif dan menyelipkan kepalanya diantara celah pintu.
"Meeting Risk Assessment sekarang, Pak?" tanya seorang wanita dengan pakaian produksi. Saat itu Hanif dan Randu memang sedang rapat di ruang Production Manager di dalam gedung produksi, sehingga mereka menggunakan pakaian khusus ruang produksi.
Awalnya Randu tidak mengenali sosok wanita tersebut, karena rambutnya tertutup hair cover. Tapi tidak lama, ia menyadari juga siapa wanita itu.
"Pagi, Bu Lidya!" sapa Randu, ramah.
"Eh? Pagi! ____ Mas Randu ya?" Sang wanita mencoba mengingat.
"Wah, alhamdulillah kali ini Ibu inget sama saya," ujar Randu cengengesan.
Wajar jika seorang wanita terlihat cantik dan menawan dalam balutan pakaian kerja formal yang elegan. Namun bahkan dalam balutan pakaian produksi yang nggak ada elegan-elegannya, Randu tetap merasa kecantikan Lidya memancar menyilaukan.
Luar biasa perempuan satu ini, pikir Randu spontan.
"Bu Lidya dan Mas Randu udah kenal ya? Pasti pernah ketemu pas audit supplier ya?" ujar Hanif.
"Hehehe, iya, Pak," jawab Randu.
"Wah kebetulan!" kata Lidya antusias. "Kita meetingnya bisa bareng sama Mas Randu juga kan Pak Hanif? Bisa dapet insight juga dari Mas Randu."
"Iya nih Bu. Emang sengaja saya undang Mas Randu juga kesini. Ini belum saya minta, Mas Randu malah udah bikin risk assessment untuk tahap penyalutan produk baru kita. Lumayan banget kan."
"Great!" puji Lidya sambil tersenyum lebar.
Ia masuk ke ruang kerja Hanif sambil memeluk laptopnya, lalu duduk di sebelah Randu, berseberangan dengan Hanif.
"Saya tiba-tiba kepikiran," celetuk Lidya. "Rajesh lagi nyari Technical Manager for Transfer Products kan?" Rajesh yang dimaksud adalah pria berkebangsaan India yang menjadi Site Head Gezonde Pharma Indonesia.
Mendengar nama Rajesh, Randu mati-matian menahan diri untuk tidak menggoyangkan lehernya. Acha-acha-nehi-nehi.
Dahi Hanif berkerut sesaat ketika mendengar kata-kata Lidya. Tapi kemudian matanya berbinar ketika bertukar tatap dengan Lidya.
"How about we suggest Mas Randu to be the candidate?" usul Lidya, dengan bersemangat. "Minat nggak, Mas?" Lidya menoleh pada Randu.
Randu bingung karena ditanya tiba-tiba. Membuatnya secara refleks menjawab, "Eh? Gimana, Bu?"
Tapi alih-alih menjawab, Lidya malah tertawa. Diikuti oleh tawa Hanif juga.
"Bu Lidya ini ya, kalo ngomong suka straightforward. Bikin kaget aja. Mas Randu langsung syok tuh dilamar gitu."
Mendengar kalimat Hanif yang ambigu, bukannya terganggu, Lidya malah tertawa lebih lebar. Sejak itu, karir Randu memasuki babak baru.
* * *
Di industri farmasi, setelah formula produk baru dioptimasi di laboratorium, maka departemen riset dan pengembangan (R&D) akan bekerjasama dengan departemen produksi dan departemen penjaminan mutu (Quality Assurance) untuk melakukan optimasi dan validasi proses pada skala produksi. Namun demikian, di industri farmasi multinasional, biasanya departemen R&D hanya ada di kantor pusat. Formula yang berhasil diproduksi di mother plant dan ditransfer ke fasilitas produksi di banyak negara cabang biasanya hanya dioptimasi dan validasi oleh departemen produksi dan QA. Tapi pada kasus Gezonde Pharma baru-baru ini, akibat dilakukan transfer terhadap 10 produk sekaligus dalam setahun, perlu ada departemen tambahan yang bisa me-manage proses transfer teknologi tersebut dan berkoordinasi dengan departemen produksi dan QA di negara/site penerima untuk melakukan optimasi, validasi, produksi hingga registrasi. Departemen ini sekaligus menggantikan peran departemen R&D di kantor pusat, meski perannya tidak sama persis.
Disitulah peran Randu saat ini. Randu telah resmi mengundurkan diri dari PharmExcipt, perusahaan pemasok polimer penyalut untuk produk farmasi. Dan kini ia telah aktif bekerja sebagai Tecnical Manager for Transfer Products di Gezonde Pharma. Ia bertanggung jawab langsung kepada Rajesh, sang Plant Director Gezonde Pharma site Indonesia, dengan posisi yang setara dengan Manager Produksi, Manager QA dan Manager lain di Manufacturing Plant.
Berbeda dengan tanggung jawabnya sebagai Technical Support Manager di PharmExcipt yang hanya fokus untuk membantu perusahaan klien untuk melakukan optimasi dan validasi saat menggunakan bahan polimer penyalut dari PharmExcipt, di posisinya saat ini Randu bertanggung jawab terhadap seluruh rangkaian transfer teknologi suatu produk hingga dapat diproduksi dengan baik di Indonesia. Mulai dari proses seleksi pemasok hingga penyiapan data untuk registrasi produk ke BPOM.
Dalam hal menyeleksi pemasok untuk bahan baku produk yang sedang ditanganinya saat ini, tentu saja ia harus berkoordinasi dengan departemen QA.
"Dulu waktu saya di PharmExcipt, Mbak Arum yang biasanya audit ke kantor saya," kata Randu. "Sekarang kok Bu Lidya sendiri yang audit supplier bareng saya? Kenapa bukan Mbak Arum?"
Arum adalah Supervisor QA, salah seorang anak buah Lidya, yang salah satu tugasnya melakukan audit supplier. Hasil audit terhadap supplier/pemasok tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyeleksi dan menetapkan pemasok bahan baku yang digunakan untuk memproduksi produk-produk Gezonde.
Seingat Randu, sepanjang karirnya di PharmExcipt, selama ini Arum yang lebih sering melakukan audit ke kantornya. Lidya juga pernah melakukan audit sih, tapi hanya sekali.
"PharmExcipt kan di Jakarta. Kalau untuk audit di luar kota, saya spesialisnya, Mas," jawab Lidya sambil tersenyum. "Anaknya Arum masih kecil. Jadi suaminya keberatan kalau Arum harus tugas ke luar Jakarta."
Kali itu Randu dan Lidya memang sedang ngobrol di pesawat, dalam perjalanan untuk mengaudit pemasok bahan kemas yang berada di Surabaya. Gezonde Pharma sebenarnya selama ini sudah membeli bahan kemas dari pemasok ini. Namun untuk produk baru yang akan ditransfer dari Filipina, mereka membutuhkan bahan kemas dengan spesifikasi yang berbeda dengan yang selama ini mereka pesan. Oleh karena itu, kedatangan Randu dan Lidya ke Surabaya bukan hanya untuk melakukan audit reguler, tapi juga untuk menjajaki pemesanan bahan kemas baru.
Mendengar jawaban Lidya barusan tentang Arum, Randu agak kaget juga.
"Beruntung banget ya anak-anak QA. Bosnya pengertian banget sama kondisi anak buahnya," komentar Randu.
Lidya terkekeh kecil. "Memang di mata Mas Randu, saya ini bos yang galak banget sama anak buah ya?"
Randu ikut terkekeh. Jujur saja, kesan Randu terhadap Lidya memang seperti itu. Sebab selama sebulan ini ia bekerja di Gezonde Pharma, ia melihat sosok Lidya sebagai pemimpin yang tegas dalam urusan penjaminan kualitas produk. Tapi ternyata dalam hal personal, perempuan itu pengertian juga ya?
"Saya kan galaknya cuma soal quality doang lho Mas," kata Lidya membela diri.
Tapi sebenarnya, tanpa Lidya membela diripun, Randu tahu bahwa perempuan itu hanya tegas jika berurusan dengan kualitas produk. Dalam pergaulan sehari-hari dengan sesama manajer atau dengan anak buahnya di QA, sikap Lidya sebenarnya ramah.
"Arum itu kerjanya bagus. Cuma ya, karena sudah berkeluarga dan punya anak kecil, jadi dalam beberapa hal dia punya keterbatasan. Salah satunya dalam hal tugas ke luar kota. Jadi ya untuk urusan seperti ini, saya yang handle," kata Lidya.
"Tapi Bu Lidya ini bos yang baik lho Bu. Mau memahami kondisi anak buah. Kan ada bos yang nggak peduli sama keadaan anak buah, pokoknya harus profesional bekerja."
"Ya kan saya perempuan juga Mas."
"Kadang bos yang sesama perempuan belum tentu pengertian juga Bu."
Lidya tersenyum. "Meski saya nggak punya anak, saya ngerti tantangan mengurus anak, Mas. Jadi kalau masih memungkinkan, saya berusaha memahami. Lagian, saya kan single, nggak ada ruginya juga buat saya kalau harus tugas ke luar kota gini. Kan saya jadi bisa sekalian jalan-jalan."
Randu mengangguk-angguk sambil tersenyum pada Lidya.
"Ngomong-ngomong, gimana setelah sebulan kerja di Gezonde? Betah nggak Mas?" tanya Lidya, mengalihkan topik pembicaraan.
Kali ini giliran Randu yang terkekeh.
"Kerjaan di Gezonde jelas lebih menantang daripada di PharmExcipt dulu Bu. Tapi saya suka," kata Randu. "Ibarat granul enterik yang baru mengeluarkan zat aktifnya setelah pindah ke usus halus, mungkin saya juga harus pindah dulu ke Gezonde supaya bisa terpacu untuk mengeluarkan kemampuan terbaik saya."
Sontak saja Lidya tertawa. Tapi buru-buru ia membekap mulutnya agar suaranya tidak mengganggu penumpang pesawat yang lain.
"Granul enterik bisa mengajarkan filosofi hidup juga Mas?" tanya Lidya, masih terkekeh.
"Dari semua hal dalam hidup kita, selalu ada filosofi yang bisa kita pelajari, Bu. Tsaaahhh."
Jawaban Randu, ditambah ekspresi "tsaaahhhh" di akhir, membuat Lidya makin geli mendengarnya.
"Dan saya bisa sampai kerja di Gezonde berkat rekomendasi Bu Lidya. Makasih banyak ya Bu."
"Makasih doang nih?" balas Lidya, di sisa tawanya.
"Oh tentu tidak. Kalau Bu Lidya nggak keberatan, saya mau banget traktir Ibu."
Lidya tertawa. "Boleh."
"Kalau gitu, selama di Surabaya, saya yang traktir Ibu makan."
"Lha kok curang? Biaya konsumsi selama kita tugas di Surabaya kan di-cover Gezonde."
Bukannya malu, Randu malah tertawa senang karena berhasil menggoda Lidya. Entah karena dia pelit atau memang nggak tahu malu sih si Randu itu.
"Ngomong-ngomong Mas Randu usianya berapa sih?" tanya Lidya.
"Tiga puluh tiga tahun. Emang kenapa Bu? Muka saya awet muda ya?"
Muka udah mas-mas, kelakuan masih kayak bocah, pikir Lidya geli dalam hati.
"Kalau gitu nggak usah panggil saya Ibu kalau kita lagi berdua. Umur saya nggak terlalu tua dibanding Mas Randu."
"Eh?" Tiba-tiba saja Randu jadi deg-degan. Maksudnya apa nih?
"Manajer Gezonde yang lain, kalau sedang nggak di hadapan anak buah kami, juga manggil saya Lidya atau Mbak Lidya. Mereka cuma manggil saya Bu Lidya kalau sedang meeting formal atau di depan anak buah kami."
"Oh. Hehehe." Randu cengengesan demi menutupi pikirannya yang membuatnya salah tingkah.
Ngakunya playboy, tapi mendengar perempuan cantik ngomong gitu aja, dia udah salah tingkah. Playboy apaan tuh Ndu?
Ya tapi kan Bu Lidya cantiknya bukan cantik biasa lho. Wajar lah kalau gue salting, Randu membela diri dari pikirannya yang mencemoohnya.
"Kalau gitu, saya panggil Mbak Lidya, boleh?" tanya Randu kemudian. Meski Lidya bilang boleh manggil nama saja, tapi kok rasanya kurang sopan ya jika tanpa embel-embel Mbak gitu.
"Boleh," jawab Lidya sambil tersenyum.
"Kalau panggil Sayang, boleh?"
Usia dan pengalaman memang tidak menipu. Beberapa kali Randu menggunakan modus seperti barusan, biasanya cewek-cewek langsung malu-malu dan tampak salah tingkah. Tapi gombalan receh seperti itu tidak berpengaruh terhadap perempuan dewasa seperti Lidya.
Tanpa ekspresi terkejut, tanpa terlihat salah tingkah, dan dengan senyum yang tetap tenang, Lidya menjawab dengan tegas. "Kalau itu, nggak boleh!"
Jleb!
Ndu! Ndu! Kapan kuapokmu?!
* * *
Ada yang inget sama Arum, anak buahnya Bu Lidya? Pernah baca cerita Arum dimana hayoo Kak?
* * *
2000 kata lebih nih Kak. Semoga puas untuk menemani long weekend Kakak2. Ditunggu vote n komennya Kak 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top