30. Emulgator (1)
Belum juga genap 1 minggu Ramy van Dijk bertugas di site Jakarta. Tapi intensitas rapatnya dengan Lidya sudah luar biasa. Hampir tiap hari ia datang ke ruangan Lidya, atau memanggil Lidya ke ruangannya. Padahal dengan manajer yang lain, diskusinya tidak seintens itu.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir dengan akal sehat, wajar saja jika Ramy lebih banyak berdiskusi dengan Lidya. Karena meski semua manajer di masing-masing departemen di Factory/Manufacturing adalah selevel, namun harus diakui bahwa departemen Quality Assurance adalah jantung dari rangkaian produksi di industri farmasi. Sebab seluruh prosedur, kegiatan, perencanaan, perubahan di industri farmasi harus ditelaah dan mendapat persetujuan Quality Assurance. Dengan demikian, dengan meeting bersama QA Managernya, orang bisa langsung mendapatkan gambaran tentang sistem mutu dan segala sesuatu terkait proses produksi di industri farmasi tersebut.
Tapi itu kan kalau dipikir dengan akal sehat. Masalahnya, akalnya Randu kan memang ga sehat. Apalagi sejak ia menyadari perasaannya pada Lidya, Randu jadi makin sering tidak bisa menggunakan akal sehatnya. Jadi ketika melihat Lidya terlalu sering rapat dengan Ramy, alih-alih memahami hal tersebut sebagai suatu kewajaran, Randu malah cemburu.
Tapi sebenarnya yang kehilangan akal sehat karena kedekatan Ramy dan Lidya bukan hanya Randu. Fakta bahwa Ramy, meskipun berkewarganegaraan Belanda, namun seorang muslim, membuat perempuan-perempuan di GPU jadi punya crush bersama. Oleh karenanya, seringnya Ramy rapat dengan Lidya menimbulkan gosip diantara Ramy Fans Club.
"Aduh, belum sempat kita godain, udah dimonopoli duluan sama Bu Lidya."
"Bu Lidya bukannya sama Pak Haris? Udah sih, cepetan diresmiin. Biar Ramy buat kita aja."
"Janda yang satu ini laris ya Sis. Kemana-mana nempel. Yang single sampai yang duda semuanya pilih janda. Yang kayak begini nih, yang bikin perawan cem kita ga dilirik. Pake susuk apa sih dia?"
"Gayanya aja sok galak. Padahal mungkin itu cara supaya laki-laki penasaran sama dia. Susah lah kita bersaing sama janda, mereka udah lebih berpengalaman memuaskan rasa penasaran laki-laki."
"Gercep banget ya Bu Lidya. Tahu banget ada duda potensial, langsung dia prospek. Huh!"
Gosip memang kadang bisa sejahat itu. Apalagi karena status Lidya yang seorang janda, dan kebetulan sifat Lidya yang tegas, tidak selalu disukai semua pihak, sehingga mereka menggunakan status janda Lidya untuk menjelekkannya. Sebab mereka tidak bisa menemukan hal lain yang bisa dijelek-jelekkan dari diri Lidya.
* * *
Karena banyak waktunya di jam kerja yang dihabiskan untuk meeting dengan Ramy beberapa hari ini, Lidya jadi harus menggunakan waktu setelah jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan rutinnya. Seperti halnya hari itu, setelah weekly meeting selesai dan para manajer satu per satu pulang, Lidya masih lanjut bekerja hingga malam tiba.
Randu yang sudah selesai sholat Maghrib dan bersiap pulang, ketika melewati koridor menuju Departemen QA masih melihat cahaya terang benderang, jadi memutuskan untuk mampir ke departemen tersebut. Dan ternyata benar dugaannya, Lidya masih bekerja. Dan kasihannya, dia lembur sendirian. Tidak ada staf QA lain yang sedang lembur hari itu.
"Kerjaan masih banyak, Mbak?" sapa Randu ketika memasuki ruang kerja Lidya yang memang tidak ditutup.
Mendengar suara Randu, Lidya yang awalnya sedang fokus menatap layar laptopnya langsung mengangkat kepalanya. "Eh, Mas Randu!" Lidya membalas sapaan Randu. "Udah mau pulang?"
"Tergantung," jawab Randu sambil duduk di kursi, di seberang meja kerja Lidya, berhadapan dengan perempuan itu.
"Tergantung apa?"
"Tergantung Mbak Lidya udah mau pulang atau belum. Kalau Mbak udah mau pulang, saya pulang. Kalau Mbak belum mau pulang, saya buka laptop lagi."
Lidya tertawa. "Nyari temen lembur nih? Takut ya sendirian di ruangan? Yang lain udah pada pulang?"
Yah! Gagal gombal! Maksud hati pengen ngerayu, malah diledek penakut. Sial!
"Pulangnya masih lama, Mbak?" tanya Randu, mengalihkan topik, supaya ledekan Lidya tidak berlanjut.
"Nggak kok. Sebentar lagi pulang, Mas."
Setelah mengatakan itu, Lidya mematikan laptopnya. Selagi menunggu laptopnya mati, ia meraih tas kerjanya di bawah laci meja.
"Mbak lagi kurang sehat?" tanya Randu hati-hati. Sebab wajah Lidya tampak agak pucat, tidak secerah biasanya. Tawanya tadi pun tidak seceria biasanya.
Lidya menatap Randu dan tersenyum. "Kelihatan ya Mas? Hehehe. Iya nih, perut lagi kurang enak dan badan pegal-pegal."
Setelah laptopnya mati, Lidya bangkit dari duduk, menutup laptopnya dan memasukkan ke dalam tasnya. Ia berbalik dan mengemas beberapa dokumen yang berada di meja di belakang kursinya tadi.
Saat itulah mata Randu tertumbu pada satu hal.
"Mbak..." panggil Randu pelan-pelan.
"Ya?" jawab Lidya. Perempuan itu tidak menoleh karena masih menimbang dokumen mana yang perlu ia bawa pulang, agar bisa ia telaah di rumah.
"Mbak lagi datang bulan?" tanya Randu hati-hati.
"Nggak kok___" Sontak Lidya membalikkan tubuh, menghadap Randu. "Eh? Maksudnya?" Wanita itu memandang Randu dengan ngeri.
"Ada noda di rok Mbak," lirih Randu. "Sori," ia menambahkan karena sungkan membicarakan hal sensitif seperti itu dengan wanita.
"Huft!" Lidya menghembuskan nafas kasar dan memejamkan mata sesaat ketika menyadari maksud Randu. Seperti menahan diri dari rasa malu dan mencoba bersikap tenang.
Ia segera kembali membalikkan tubuh hingga kini tidak lagi membelakangi Randu, agar pria itu tidak melihat noda di roknya. Ia kemudian mengambil tasnya dan mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.
"Mbak bawa pembalut?" tanya Randu hati-hati.
"Biasanya selalu bawa. Tapi tadi siang Mbak Asti minta karena dia mendadak datang bulan." Lidya kemudian terkekeh miris. "Ternyata saya cuma bawa 1. Sekarang pas saya sendiri yang perlu, malah nggak ada. Hehehe."
Lidya kemudian menutup tasnya dan bersiap pergi.
"Yaudah saya langsung pulang aja kalau gitu Mas. Mas juga udah mau pulang kan?" kata Lidya pada Randu.
Randu bangkit dari duduknya. Tapi alih-alih mengiringi Lidya pulang, ia justru melangkah keluar lebih dulu.
"Mbak jangan kemana-mana ya. Tunggu sebentar! Jangan tinggalin saya! Awas lho!" kata Randu cepat. Secepat langkah kakinya yang berderap keluar dari Departemen QA.
Lidya bahkan tidak sempat merespon apapun. Ia hanya bisa mangap, melihat Randu yang pergi begitu saja meninggalkan tas ranselnya di ruang kerja Lidya. Hal itu memastikan Lidya tidak akan pulang lebih dahulu tanpa menunggu Randu kembali.
Setelah kekagetannya mereda, Lidya hanya bisa bersungut-sungut sambil memasukkan dokumen-dokumen yang akan ia bawa pulang untuk ia kerjakan di rumah selama akhir pekan. Masalahnya, kali ini ia tidak bisa menunggu sambil duduk. Ia hanya bisa menunggu sambil berdiri, dengan perut yang makin keram dan rasa yang makin tidak nyaman di roknya. Hal ini menambah kekesalan Lidya pada Randu.
Tapi kekesalan tersebut berubah menjadi perasaan yang nano-nano ketika 10 menit kemudian Randu kembali muncul dengan sebuah tas belanja berlogo minimarket di berada di dekat Gezonde. Randu mengulurkan tas belanja tersebut kepada Lidya sambil berkata, "Pakai ini dulu, Mbak. Supaya nyaman selama di mobil. Jumat malem gini, jalanan macet. Bakal nggak nyaman banget kalau harus nunggu sampai rumah Mbak."
Lidya melongok ke dalam tas belanja tersebut dan wajahnya memerah. Saking malunya, Lidya hanya diam saja ketika membawa tas belanja tersebut ke toilet kantor.
Lidya membongkar isi tas belanja tersebut setelah berada di toilet. Ada 1 botol minuman herbal kunyit-asem, 1 buah roti coklat, 1 strip tablet pereda nyeri haid, 1 bungkus pembalut bersayap. Dan yang paling membuat wajah Lidya makin memerah adalah karena ia juga menemukan 1 bungkus celana dalam wanita.
"Dia tahu darimana ukuran gue?!!!"
* * *
Meanwhile, banyak laki-laki lain yang merasa harga dirinya jatuh saat diminta beli pembalut, atau berpikir perempuan kok nggak risih merepotkan lelaki untuk urusan pribadi....
Emang kayaknya nih, salah satu hal yang layak dilakukan untuk mengetes apakah seorang lelaki itu suami-able atau tdk, adalah dengan cara memintanya membelikan pembalut.
Untung suami saya lulus tes tersebut. Terbukti, saat saya melahirkan, dia bahkan nggak risih ketika harus mencuci sarung/daster saya yang terkena darah nifas.
Pacar/suami Kakak2 gimana?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top