23. Diluent (2)
Bab kemarin pendek. Tapi ternyata tetap banyak Kakak2 pembaca setia yang menyambut bab tsb dan bersemangat komen.
Makasih byk ya Kak, selalu sabar menunggu, komen dan vote cerita ini. Mohon maaf karena saya blm sempat balas2 komen (krn abis klik post, saya lgsg kerja lg hehehe).
Terima kasih byk utk dukungan Kakak2 semua. Saya jd terharu. Dan karenanya, bab kali ini saya post hari ini, alih2 weekend depan. Semoga Kakak2 suka.
* * *
Seperti sudah diagendakan oleh HRD bahwa pada office gathering Gezonde Pharma kali ini sekaligus digunakan untuk perpisahan bagi Rajesh, keturunan India yang berkewarganegaraan Singapura, yang selama 10 tahun ini telah menjadi Plant Director mereka. Acara makan malam bersama berlangsung dengan meriah, karena disertai acara menyanyi bersama (tentu dengan Rajesh yang diminta mempertunjukkan tarian India) dan pemberian kesan-pesan dari staf yang sering berinteraksi dengannya.
"Barangkali di antara semua orang, saya adalah orang yang paling sering beradu argumen dengan Rajesh," kata Lidya (dalam bahasa Inggris, tentunya. Namun penulisnya terlalu malas menulis translasinya hahaha) sambil menatap Rajesh. Rajeshpun balas menatap Lidya dan tertawa. Begitupun dengan banyak staf lain yang hadir pada acara makan malam bersama itu, ikut tertawa mendengar kalimat pembuka Lidya. "Tapi ternyata saat Rajesh akan pergi, saya merasa sedih juga. Kami sama-sama berzodiak Leo, sama-sama bergolongan darah A, sama-sama keras kepala. Jadi saat saya yakin pendapat saya benar, di saat yang sama Rajesh juga yakin dirinya benar. Dan itu membuat kami sering berdebat. Ternyata memiliki terlalu banyak kesamaan tidak selalu berarti makin banyak kecocokan ya."
Lagi-lagi para staf tertawa mendengar cerita Lidya. Saat mereka mengalaminya sendiri, menyaksikan perdebatan Lidya dan Rajesh yang sengit, tentunya itu pengalaman mendebarkan. Bikin deg-degan banget. Tapi saat kini mendengar cerita yang sama, saat keduanya justru sedang saling tertawa, para staf mulai merasa hal itu lucu juga untuk diingat.
Dalam hidup, banyak hal seperti itu. Saat menjalaninya, kita merasa hal tersebut berat sekali dan kita tidak akan bisa menghadapinya. Tapi ketika akhirnya kita berhasil menaklukan tantangan tersebut, cerita-cerita di masa perjuangan itu kadang membuat kita tersenyum atau tertawa juga. Ternyata kini kita sudah menjadi lebih kuat, hingga bisa menertawakan kelemahan kita dulu.
"Saya mungkin bisa sangat keras saat berdebat dengan Rajesh, tapi setelahnya, kadang saya harus mengakui bahwa pendapatnya yang benar. Pengalaman tidak berbohong. Pengalaman Rajesh yang jauh lebih banyak membuat Rajesh lebih bijak dalam mengambil keputusan. Hal itu yang diam-diam, terpaksa saya akui sekarang, bahwa saya belajar banyak dari Rajesh. Terima kasih banyak, Rajesh, selama ini sudah bertahan menghadapi saya."
Tawa Rajesh makin lebar, namun wajah pria 55 tahun itu melembut ketika menatap Lidya.
"Saya pasti akan merindukan Anda dan perdebatan-perdebatan kita, Rajesh!"
Rajesh berdiri dan menyambut Lidya yang baru saja menyelesaikan pidato perpisahannya untuk Rajesh. Lalu pria itu memeluk Lidya dan menepuk-nepuk punggung Lidya dengan sepenuh hati. Pun begitu, Lidya membalas memeluk dan menepuk-nepuk punggung pria itu.
Sebagai balasan atas kata-kata manis Lidya, Rajeshpun menyebut nama wanita itu saat diminta kesan-kesannya selama bekerja di Indonesia.
"Pada awalnya, dulu, saya sering iri pada Haris Hananjaya Medika Farma. Karena di mata saya, Lidya lebih menganggap Haris sebagai atasannya dan lebih sering patuh pada Haris dibanding mematuhi pendapat saya. Padahal Haris cuma rekanan subkontraktor kita," kata Rajesh. Tentu saja kalimat itu menggelitik semua pendengarnya.
Randu sendiri ketika melirik Lidya, ia melihat wanita itu mengulum senyum mendengar kata-kata Rajesh. Wajar saja jika banyak yang berspekulasi tentang hubungan Haris-Lidya, karena sepertinya memang sejelas itu kedekatan mereka, bahkan meski mereka tidak sekantor lagi.
"Tapi, setelah makin lama berinteraksi dengan Lidya, saya makin sadar. Lidya bukan keras kepala. Dia cuma terlalu berterus terang. Sampai dia tidak peduli bahwa saya adalah atasannya. Kalau menurutnya saya salah, dia tidak segan untuk bilang. Awalnya saya menganggap itu sebagai tindakan membangkang. Tapi lama-lama, saya pikir saya lebih memilih sikap Lidya seperti itu, dibanding kalau dia pura-pura menerima pendapat saya, tapi menggerutu di belakang saya."
Lidya tersenyum lebar mendengar pengakuan itu.
"Saya juga akan merindukan kamu, Lidya."
* * *
Bukan hanya para staf yang sudah lama berinteraksi dengan Rajesh yang diminta memberi kesannya pada acara makan malam perpisahan itu. Ternyata staf yang baru bergabung, seperti Randu, juga diminta memberikan kesan perpisahan.
Ketika Randu berdiri dan melangkah ke depan ruangan, Lidya mendengar Yudha berbisik-bisik geli dengan Pak Yohan.
"Pak, itu yakin nyuruh Mas Randu ngasih kesan perpisahan?" tanya Yudha sambil terkekeh geli. "Bukannya ngasih kesan perpisahan yang mengharukan, seperti orang lain, jangan-jangan dia malah stand-up comedy, Pak."
Pak Yohan tertawa mendengar prediksi Yudha tersebut. Tapi sepertinya beliau tidak khawatir sama sekali. Alih-alih, Pak Yohan justru seperti sedang menantikan Randu melakukan stand-up comedy itu.
Tapi ternyata, dugaan Yudha terbantahkan ketika Randu memulai kalimatnya dengan, "Salah satu eksipien/bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan tablet adalah bahan pengisi. Disebut juga filler atau diluent..."
Lidya mendengus geli mendengar intro itu. Kali ini bukannya stand-up comedy, alih-alih, Randu malah memberi kuliah Filosofi Eksipien.
"Eksipien ini digunakan untuk menambah bobot massa tablet sehingga dapat dicetak. Kita tidak mungkin bisa mencetak tablet yang hanya berisi zat aktif klorfeniramin maleat seberat 4 mg kan? Oleh karena itu, diperlukan eksipien diluent agar diperoleh bobot total 100 atau 200 mg, dan campuran tersebut dapat dicetak menjadi tablet.
Dalam hidup kita, ada orang-orang yang seperti itu. Kehadirannya mengisi kekosongan yang ada. Barangkali kelihatannya hanya sebagai rekan kerja yang lembur bersama, teman kuliah tempat berbagi gosip, driver ojek online yang mengantar makanan pesanan kita atau orang asing yang sambil-lalu kita temui di tempat umum. Tapi sebenarnya orang-orang itu mengisi diri kita dengan pengalaman. Tanpa mereka, hidup kita barangkali seperti rutinitas yang membosankan. Tanpa mereka, kita hanya menjadi cangkang yang kosong, tanpa pengalaman.
Bagi saya, Rajesh adalah filler/diluent itu. Beliau memberi kesempatan saya untuk bergabung di Gezonde, dan mengisi saya dengan banyak pengalaman. Thank you so much!"
Randu kembali ke kursinya setelah saling berpelukan dengan Rajesh, diiringi tepuk tangan staf yang hadir dan tatapan kagum Lidya.
Kalau mendengar Randu menghubungkan segala macam hal dengan eksipien, Lidya sih sudah biasa mendengarnya. Meski selalunya disampaikan dengan gaya bercanda sehingga dianggap seperti bualan semata, sebenarnya kalau diingat-ingat lagi analoginya masuk akal juga. Tapi kali ini, Randu menyampaikannya kepada Rajesh dengan ekspresi yang tulus, sehingga rasanya bukan hanya Lidya yang terharu, sepertinya Rajesh dan semua orang yang hadir di acara makan malam ini juga bisa merasakan ketulusan kata-katanya.
Randu duduk kembali di kursinya dan disambut oleh Yudha dan Pak Yohan yang tadi memang duduk di sampingnya.
"Kirain mau stand-up comedy, Bro. Ternyata bisa juga bikin speech yang mengharukan," puji Yudha.
Saat itu juga, ketika Lidya melihat Randu cengengesan menanggapi pujian Yudha sambil menyugar rambutnya dengan gaya tengil, Lidya langsung melengos mengalihkan tatapannya dari sosok itu.
Rugi banget tadi sempat terharu sama orang tengil satu itu, pikir Lidya, sambil memutar matanya dengan ekspresi malas.
* * *
Bab Diluent ini agak panjang. Kalau nungguin selesai diketik semuanya baru publish, nanti ga publish2. Jadi sedikit2 aja ya Kak.
Kalau responnya (vote dan komen) seru, bab selanjutnya bisa langsung dipublish segera 😘
Terima kasih tetap mendukung cerita ini Kak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top