17. Glidan


Meski bukan berupa ancaman, tapi sepertinya Randu sudah mengatakan dengan tegas agar Lidya bersikap profesional terhadap Ranu, dengan tidak mencampuradukkan perasaan pribadi dengan keputusan profesional. Dengan pernyataannya, Randu berharap Lidya tidak menyusahkan Ranu selama masa PKPAnya di bawah bimbingan Lidya. Tapi nyatanya, kesibukan Ranu langsung meningkat drastis begitu pindah PKPA ke Departemen QA.

Gadis itu hanya membalas pesan WAnya di pagi hari sebelum jadwal masuk kantor dan saat istirahat siang. Selebihnya selama jam kantor, WhatsApp Ranu sama sekali tidak aktif.

Kok Randu tahu jadwal aktif WA Ranu? Kepo ya? Iya dong! Randu memanfaatkan laporan PKPA Ranu sebagai alibi untuk tetap terus menghubungi gadis itu meski Ranu sudah tidak lagi di departemennya. Makanya Randu jadi tahu bahwa Ranu jadi sibuk sekali di QA, karena WA gadis itu tidak lagi aktif selama jam kantor.

Jadi, karena sulit menghubungi Ranu di jam kantor, dan karena Randu tidak yakin apakah Ranu akan diperbolehkan ijin meninggalkan QA untuk membahas laporan PKPA dengan Randu, jadi Randu yang berinisiatif untuk mengunjungi Ranu di QA.

"Wah, Bapak!" sambut Ranu dengan wajah cerianya. Gadis itu langsung bangkit dari kursinya, dan mengangguk sopan pada Randu. "Bapak nyari Mbak Arum?"

Aslinya, ruang tempat Ranu ditugaskan saat ini memang ruang kerja Arum, sang QA Supervisor. Satu meja dan kursi tambahan diletakkan di ruangan itu, agar Ranu bisa mengerjakan tugasnya, untuk menyusun laporan-laporan untuk BPOM, langsung di bawah bimbingan Arum. Karena itu, sebenarnya wajar saja kalau Ranu mengira Randu ke ruangan tersebut untuk mencari Arum.

Tapi, bisa nggak sih, gadis ini sedikit saja menangkap kode yang Randu kirimkan? Hufftt!

"Bukan," jawab Randu singkat, demi tidak melanjutkan kalimatnya yang malah akan berujung misuh-misuh.

"Kalau bukan nyari Mbak Arum, Bapak nyari Bu Lidya?"

Randu mengerutkan wajah. "Ruangan Bu Lidya kan di sebelah sana. Ngapain saya nyari Bu Lidya kesini?"

"Kirain Bapak mau ketemu Bu Lidya. Tapi karena nggak ketemu beliau, Bapak nyari kesini," jawab Ranu sambil terkekeh.

"Kenapa saya harus nyari Bu Lidya kesini? Memangnya beliau sering kesini?"

"Hmmm... lumayan sering sih Pak."

"Pantes kamu sibuk banget. Sampai nggak sempat buka WA selama jam kerja. Ternyata Bu Lidya bikin kamu bener-bener sibuk ya?"

"Emm, itu... karena emang QA lagi sibuk banget nyiapin laporan buat dikirim ke BPOM, Pak. Makanya saya dipindah kesini, memang untuk bantu QA kan Pak?"

Tambahan satu lagi sisi menarik dari Ranu di mata Randu. Tidak seperti kebanyakan remaja masa kini yang mudah sambat saat mengalami kesulitan, Randu belum pernah mendengar Ranu mengeluh tentang pekerjaannya. Mengeluh gugup saat akan presentasi di hadapan Lidya, memang pernah. Tapi mengeluhkan kesulitan dalam bekerja, belum pernah. Bahkan gadis itu juga tidak memanfaatkan kedekatan mereka untuk meminta atau memanfaatkan bantuan dari Randu. Itu yang membuat Randu makin salut pada Ranu.

"Kalau gitu, Bapak kesini nyari saya?" tanya Ranu. Akhirnya dia paham juga, gumam Randu dalam hati. "Ada apa Pak?" lanjutnya kemudian. Ia menunduk ke kolong meja kerjanya, meraih ranselnya, dan meraih ponsel dari salah satu sakunya. "Bapak tadi WA saya ya Pak?"

Ranu dengan cepat membuka WAnya, dan mendapati ada beberapa pesan yang belum ia baca, termasuk pesan dari Randu. Tapi belum sempat ia membuka chatbox nya dengan Randu, pria itu sudah meletakkan sebuah berkas di meja Ranu.

"Draft laporan PKPA saya udah selesai Bapak periksa?" Mata Ranu membulat antusias. Ia membuka draft laporan PKPAnya yang telah ditandai oleh coretan tangan Randu di beberapa bagian. "Padahal kita lagi sibuk, tapi Bapak masih menyempatkan periksa laporan saya. Makasih banyak ya Pak."

Cengiran Randu terbit lebar sekali. Hampir saja ia nyeletuk, "Buat kamu, apa sih yang nggak." Tapi ia segera mengingatkan dirinya, bahwa ia sudah bertekad untuk berubah, menjadi lebih berwibawa seperti Haris Hananjaya. Jadi ia menelan kembali gombalannya itu.

"Sama-sama," jawab Randu akhirnya, sok cool. "Makin cepat laporan di departemen saya selesai, kamu bisa segera fokus untuk bikin laporan PKPA di QA."

"Eh?"

"Padahal saya sudah bilang, kampus kamu cuma mensyaratkan 1 laporan PKPA. Dan karena kamu sudah menyusun 1 laporan saat bertugas di departemen saya, sebenarnya kamu nggak perlu lagi menyusun laporan PKPA QA meskipun kamu membantu disini. Tapi sepertinya Bu Lidya tetap ingin kamu membuat laporan PKPA di QA. Hhhh. Beliau agak keras. Mungkin agak sulit nego sama Bu Lidya, tapi barangkali nanti saya bisa coba lagi bicara dengan beliau supaya kamu nggak perlu membuat laporan PKPA lagi."

Ranu tampak berdiri salah tingkah di tempatnya. "Emm... Pak..." Ranu menggaruk kepalanya dengan canggung. "Kata Bu Lidya, jadinya saya nggak perlu bikin laporan PKPA di QA."

"Oh? Gitu ya?" Kini gantian Randu yang salah tingkah karena sangkaannya terhadap Lidya meleset, "Kenapa? Kok tiba-tiba berubah?" lanjutnya, bertanya bingung.

"Kurang tahu alasannya sih Pak. Waktu saya konfirmasi lagi ke Bu Lidya tentang laporan PKPA di QA, beliau bilang nggak perlu. Jadi saya hanya perlu menyelesaikan laporan PKPA di Departemen Transfer."

Kaget, Randu sempat bengong sesaat ketika mendengar jawaban Ranu tentang keputusan Lidya yang berubah dengan tidak terduga. Saat itulah Randu dikagetkan sekali lagi oleh pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka.

Orang yang membuka pintu itu, baru satu langkah melalui ambang pintu ketika matanya bersitatap dengan mata Randu. Hal itu membuat orang tersebut menghentikan langkahnya.

"Bu Lidya," sapa Ranu sambil mengangguk sopan pada wanita yang baru masuk ke ruangan tempatnya berada.

Lidya menoleh pada Ranu. Tanpa senyum ia bertanya, "Mbak Arum mana?"

"Oh, katanya Mbak Arum meeting di Regulatory, Bu."

"Oh." Dari ekspresinya kelihatannya Lidya memang sudag tahu bahwa Arum ada meeting tersebut, namun ia baru teringat. "Oke."

Mata Lidya kembali bersitatap dengan Randu. Tapi hanya sedetik, sebelum kemudian wanita itu mengangguk sopan dan berpamitan, "Mari, Pak Randu."

Bahkan tanpa menunggu Randu menjawab, Lidya sudah kembali menutup ruangan tersebut. Tadinya Randu sudah menyiapkan alasan andai Lidya bertanya sedang apa dirinya di sana. Tapi ketika Lidya tidak peduli dan tidak menanyakan hal tersebut, justru malah Randu yang jadi salah tingkah.

Jadi karena itu, Randu segera pamit pada Ranu. "Saya pergi ya. Nanti kirim lagi laporannya setelah kamu revisi ya."

"Siap Pak. Makasih banyak ya Pak."

Dan setelah itu Randu langsung melesat membuka pintu dan keluar dari ruangan Ranu.

Ternyata Lidya belum jauh beranjak dari ruangan Ranu tadi. Wanita itu tampak sedang melangkah pelan menuju ruangannya sendiri, tapi sambil menunduk karena sedang mengetik sesuatu di ponselnya. Mungkin pesan WA untuk seseorang.

Randu melangkah lebar sehingga bisa mensejajari Lidya hanya dalam beberapa langkah.

"WAan sambil jalan, nanti kesandung lho Mbak," tegur Randu.

Lidya menoleh mendengar sapaan Randu. Biasanya satu sapaan sederhana seperti itu menjadi awal untuk perbincangan diantara mereka. Tapi kali itu Lidya menanggapinya dengan dingin.

"Oh, iya, Mas." Hanya itu respon Lidya terhadap sapaan Randu, sebelum ia kembali menunduk pada ponselnya.

Hubungan Randu dan Lidya memang belakangan ini tidak sehangat sebelumnya. Menurut Randu, sejak Lidya menyadari perasaan Randu pada Ranu, Lidya jadi lebih sering bersikap dingin pada Randu dan Ranu. Sebenarnya, hal tersebut wajar saja karena Lidya cemburu padanya. Tapi tetap saja Randu merasa tidak nyaman dengan sikap dingin Lidya.

"Tadi saya cuma sebentar doang kok ketemu Ranu. Cuma buat ngasih revisi laporan PKPAnya," kata Randu. Padahal Lidya tidak bertanya apapun. Tapi justru Randu yang malah merasa harus menjelaskan, jangan sampai Lidya salah paham.

"Oh, oke," jawab Lidya sambil lalu. "Mas Randu nggak perlu menjelaskan ke saya juga sebenarnya."

Randu menggaruk kepalanya, salah tingkah. "Oh, iya sih, Mbak. Saya cuma cerita aja, supaya Mbak nggak salah paham."

"Salah paham apa?" Lidya mengangkat wajah dari ponselnya dan melirik Randu dengan dahi berkerut. "Mas takut saya salah paham bahwa Mas kesini karena khawatir saya akan menyusahkan dia disini?"

"Eh? Bukan gitu maksudnya, Mbak," jawab Randu buru-buru. "Lagian, saya percaya Mbak Lidya profesional. Kata Ranu, Mbak akhirnya nggak minta dia bikin 1 laporan PKPA lagi kan?"

Lidya tersenyum sinis sambil mendengus.

"Kenapa berubah pikiran Mbak?" tanya Randu penasaran.

"Kasus EG-DEG sudah bikin saya cukup sibuk. Saya nggak punya waktu lagi untuk ngoreksi laporan PKPA mahasiswa," jawab Lidya.

Randu tidak tahu apakah itu alasan Lidya yang sebenarnya atau tidak. Yang jelas, Randu merasa tidak enak hati karena sudah terlanjur berburuk sangka pada Lidya. Ia pikir Lidya akan terus menyusahkan Ranu selama gadis itu di QA, dan berkeras agar Ranu juga membuat laporan PKPA tentang tugasnya di QA. Tapi ternyata kini Lidya sudah menarik keputusannya. Randu jadi merasa bersalah karena sudah menuduh Lidya sebagai perempuan yang keras hati.

"Sudah saya duga. Mbak Lidya memang seperti glidan dan lubrikan, yang selalu memudahkan urusan orang lain," kata Randu memuji.

Tapi alih-alih tersenyum mendengar pujian Randu, Lidya malah balik bertanya. "Mas, apa yang terjadi kalau tablet diberi terlalu banyak glidan dan lubrikan?"

Tidak siap dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu, membuat Randu terdiam memandang Lidya beberapa lama sampai menemukan jawabannya.

"Karena glidan dan lubrikan biasanya bersifat hidrofobik, jadi kalau kadarnya terlalu banyak, air di saluran cerna akan sulit masuk ke dalam tablet. Sehingga waktu hancur tablet makin lama dan zat aktif lebih sulit terdisolusi keluar dari dalam tablet."

"Sama seperti manusia," sambung Lidya cepat. "Kalau hidupnya terlalu mudah dan terlalu sering dibantu, seseorang jadi lebih sulit mengeluarkan potensi terbaiknya. Jadi, terlalu berlebihan membantu orang lain, itu juga nggak bagus. Justru akan menjerumuskan orang yang dibantu tersebut menjadi orang yang lemah dan tidak tahan banting."

Barusan itu, Lidya sedang menyindirnya karena terlalu sering membantu Ranu bukan sih?

* * *

Happy weekend, Kakak2 😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top