10. Polimer mukoadhesif (1)
Meeting sudah selesai sejak 30 menit lalu, tapi kelima orang manajer di ruangan tersebut tidak ada yang beranjak dari ruang meeting. Hari sudah beranjak petang, barangkali para staff di departemen mereka masing-masing sudah banyak yang pulang, dan karenanya ruang kerja mereka barangkali sudah sepi. Itu mengapa para manajer itu lebih memilih melanjutkan pekerjaan mereka di ruang meeting tersebut. Setidaknya mereka saling menemami dalam kerja lembur.
"Mbak Lid Sabtu kemarin nggak dateng ke nikahan anaknya Pak Yohan ya?" tanya Yudha, Manajer PPIC, memecah keheningan ruang meeting.
"Dateng kok Mas," jawab Lidya sambil menoleh sesaat pada Yudha, selagi jemarinya masih menari di atas keyboard laptop.
"Ah masa? Kok kita nggak ketemu ya?"
Baru saja Randu ingin nimbrung menanggapi, Hanif sang Manajer Produksi, sudah duluan nyeletuk. "Mas Yudha telat dateng barangkali? Saya lihat Mbak Lid disana kok."
"Saya juga sempet ngobrol sama Mbak Lid dan partner," Asti, Manajer QC, mengimbuhi. "Aduh, serasi banget! Kapan sih Mbak, bakal diresmiin?"
Lidya hanya tertawa menanggapi.
"Partner? Kemarin dateng bareng Pak Haris, Mbak?" tanya Yudha.
Meski dirinya dan Haris tidak datang bersama, Lidya tidak menolak dugaan tersebut. Lagi-lagi ia hanya tertawa.
"Tapi, abis ngucapin selamat ke pengantin, Mbak Lid dan Pak Haris langsung pulang ya kayaknya? Soalnya, kayaknya langsung hilang gitu," tanya Asti. "Kemarin nggak makan dulu ya Mbak? Kok langsung pulang?"
"Kami memang berencana makan di luar, Mbak," jawab Lidya, menanggapi ke-kepo-an Asti.
"Oh, abis kondangan, langsung nge-date malem mingguan, Mbak? Romantis amat deh," komentar Asti sambil senyum-senyum menggoda.
"Wah, ini sih tinggal nunggu undangan Mbak Lid aja nih," goda Yudha.
Meski matanya masih fokus pada layar laptopnya, Randu mendengar Lidya terkekeh pelan menanggapi godaan Asti dan Yudha.
"... jadi bisa cepet nyusul Pak Angga. Kemarin saya ketemu sama Pak Angga dan istrinya lho Mbak."
Mendengar nama seseorang yang tidak ia kenal dalam percakapan itu, Randu sedikit melirik pada Lidya dan Yudha bergantian. Yudha masih lanjut bercerita dengan antusias. Lidya sudah tidak terkekeh lagi, tapi masih tersenyum menanggapi Yudha.
"Oh iya, saya juga ketemu Pak Angga," celetuk Hanif menimpali. "Saya kira cuma sekedar karena Pak Yohan masih kontak sama Pak Angga, makanya Pak Yohan ngundang Pak Angga. Tapi ternyata catering pesta anak Pak Yohan kemarin itu cateringnya Pak Angga juga. Jadi kemarin Pak Angga dateng sebagai tamu sekaligus memantau stafnya."
"Sejak nikah sama Mbak Lidya, resign dari sini dan mulai wiraswasta di bidang kuliner, usaha Pak Angga maju pesat kayaknya ya," imbuh Asti.
Oh, jadi mantan suami Lidya yang kemarin di resepsi itu namanya Angga?, pikir Randu. Dan dia pernah kerja disini? Lalu sekarang jadi pengusaha kuliner? Hebat juga ya! Tapi ini orang-orang disini kok enak banget ya ngomongin mantannya Lidya di depan Lidya langsung tanpa sungkan dan takut Lidya tersinggung atau baper?
"Mas Randu serius banget kelihatannya. Tumben dari tadi diam aja," celetuk Yudha tiba-tiba.
Mendengar namanya disebut, akhirnya Randu menegakkan kepala dan mengangkat wajahnya dari laptop. Ia lalu terkekeh kecil.
Biasanya, tiap kali ada obrolan seru, Randu tidak pernah ketinggalan sebagai tim hore yang makin memeriahkan suasana ghibah. Ia pasti selalu ada untuk ikut menggerecoki, menggoda, mengomentari dan bahkan menyoraki. Tapi kali itu Randu tidak berkomentar apapun, baik mengenai gosip Lidya dan Haris, maupun tentang mantan suami Lidya.
Pertama, karena Randu tidak merasa ikut bahagia mendengar hubungan Lidya dan Haris. Sehingga dia tidak merasa berselera ikut menggoda Lidya tentang Haris.
Dirinya pernah menduga bahwa Haiva menolaknya karena gadis itu menyukai lelaki lain. Kuat dugaan Randu bahwa lelaki yang disukai Haiva adalah Haris. Dan Randupun merasa bahwa Haris menyukai Haiva. Terbukti, lelaki itu selalu bersikap tidak ramah padanya tiap kali ia dekat dengan Haiva.
Dengan asumsi bahwa Haiva dan Haris saling menyukai, maka jika kini ternyata Haris malah berhubungan dengan Lidya, maka apa yang terjadi pada Haiva? Apakah Haris hanya mempermainkan Haiva? Atau justru mempermainkan Lidya? Apakah dirinya harus mengatakan kecurigaannya, tentang Haris yang mendua, kepada Haiva atau kepada Lidya?
Yang jelas, kali ini Randu tidak merasa senang mendengar orang-orang mendukung hubungan Haris dan Lidya.
Kedua, dia karyawan baru dan baru mengenal Lidya selama beberapa bulan. Ia tidak kenal dengan mantan suami Lidya yang sepertinya dikenal oleh manajer-manajer lain di Gezonde ini. Ekspresi Lidya memang tampak biasa saja mendengar komentar teman-temannya tentang mantan suaminya. Jadi barangkali memang membicarakan mantan suami Lidya di depan Lidya langsung adalah sesuatu yang biasa saja dilakukan dan tidak menyinggung wanita itu. Tapi Randu tetap menahan diri untuk berkomentar tentang hal yang tidak ia pahami.
Ketiga...
"Pasti lagi pusing bikin risk assessment penggantian eksipien tuh," ejek Lidya.
Sontak saja kekehan pelan Randu berubah menjadi suara tawa.
Ya, alasan ketiga mengapa ia dari tadi diam saja, adalah karena memang dirinya sedang berusaha fokus menyusun risk assesment.
"Kalau salah nyusun risk assessment, nanti film-nya nggak nempel nih," seloroh Randu. "Trus nanti saya yang dimarahin Mbak Lidya."
Komentar Randu yang seperti gerutuan itu segera mengundang tawa dari manajer lain. Padahal yang disampaikan Randu barusan itu serius, tapi entah mengapa kalau Randu yang ngommong, orang lain selalu merasa itu cuma candaan.
Produk film transdermal yang akan ditransfer proses produksinya ke site Indonesia, dan disub-kontrakkan ke Medika Farma, menggunakan eksipien/bahan tambahan berupa polimer mukoadhesif/ polimer bioadhesif. Bahan ini adalah jenis polimer yang dapat membentuk ikatan dengan jaringan tubuh (misal mukosa) sehingga bisa menempel dengan baik pada jaringan tubuh yang ditarget. Dengan kemampuannya menempel lebih lama pada jaringan yang dituju, obat di dalamnya dapat lebih banyak bekerja pada jaringan tujuannya.
Tiap produk yang pindah sarana produksi harus divalidasi proses produksinya. Dan tiap produk yang bahan-bahannya berubah juga harus divalidasi proses produksinya. Oleh karena itu, mumpung produk tersebut akan ditransfer ke Medika Farma, Mother Plant di Jerman sekaligus mengusulkan untuk mengubah pemasok bahan baku produk tersebut ke pemasok yang lebih murah. Dengan demikian, validasi proses dapat dilakukan sekaligus untuk dua alasan.
Mengubah pemasok bahan baku adalah hal yang wajar dan sering terjadi di industri farmasi. Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan. Hanya karena mengejar harga yang lebih murah, bukan berarti suatu industri farmasi bisa memilih bahan atau pemasok sembarangan. Setiap perubahan yang akan dilakukan terhadap produk (baik komposisi, bahan, proses produksi maupun proses analisisnya) perlu ditelaah terlebih dahulu. Dan itulah yang sedang dilakukan Randu.
Risk assessment, dilakukan untuk menilai apakah perubahan yang akan dilakukan atau proses yang akan dilakukan pada suatu produk akan mengubah kualitas produk tersebut atau tidak. Juga menilai seberapa besar risiko perubahan kualitas produk serta seberapa besar risiko dampaknya bagi produk dan pasien. Jika perubahan dan proses yang akan dilakukan tidak berisiko atau risikonya kecil menurunkan kualitas produk dan keamanan pasien, barulah hal tersebut dapat dilakukan. Namun jika tidak, hal tersebut tidak dapat dilakukan, meski untuk alasan penghematan biaya produksi.
Ini bukan seperti kita bisa mengganti tepung bermerek dengan tepung curah agar biaya produksi bakwan menjadi lebih murah. Karena produk obat sangat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pasien.
Seperti kata Randu tadi, jika ia tidak cermat melakukan assesment, dia bisa saja melakukan kesalahan saat memutuskan apakah Gezonde boleh mengganti pemasok eksipien mereka menjadi yang harganya lebih murah. Dan kalau dia salah menentukan eksipien pengganti, bisa saja eksipien baru yang lebih murah tersebut daya adhesinya juga lebih lemah dan kurang bisa menempel dengan baik pada jaringan tubuh. Hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas dan efektivitas terapi produk yang dihasilkan.
Risk assessment ini sebenarnya bukan tugas Randu semata. Karena sebenarnya assesment ini perlu dirapatkan bersama dengan Lidya sebagai QA Manager juga. Tapi Randu kan tengsin kalau hasil risk assesment-nya tidak cukup baik dibanding penilaian yang dilakukan Lidya. Perempuan yang satu itu bukan cuma kecantikannya yang sering mengintimidasi para perempuan lain, tapi kecerdasannya juga tidak jarang mengintimidasi rekan-rekannya yang lain. Termasuk Randu, yang merasa terintimidasi dan khawatir jiper kalau hasil assesment-nya ditolak mentah-mentah oleh Lidya.
"Lho, saya kan nggak pernah marah-marahin Mas Randu," elak Lidya, "... palingan langsung saya tolak aja hasil assessment-nya."
Nah kan! Benar prediksi Randu!
Komentar itu langsung disambut tawa Lidya dan rekan manajer lainnya. Randu sendiri ikut tertawa.
Memang sejak Randu bergabung di Gezonde Pharma, dia telah resmi menjadi sosok penggembira diantara para manajer yang lain. Sosoknya memang bully-able dan sering mengundang gelak tawa rekan manajer yang lain.
"Mungkin stafnya Mas Randu bisa bantu untuk buat assesment-nya, nanti Mas Randu tinggal periksa dan memperdalam kalau ada yang terlewat dianalisis," Lidya kemudian memberi usul, meski masih mengulum senyum.
"Saya cuma punya 2 staf, Mbak. Dua-duanya juga lagi sibuk sama empat produk yang sekarang lagi trial di produksi," jawab Randu. "Mau minta tambah staf kan nggak mungkin juga."
Perusahaan multinasional seperti Gezonde Pharma memang sangat ketat dalam hal rekrutmen pegawai. Proses transfer produk dari site Filipina ke Indonesia memang cukup menyita sumber daya. Namun proyek ini hanya akan berlangsung 1-2 tahun, sehingga memang tidak mungkin untuk meng-hire karyawan tetap untuk project yang hanya berlangsung 2 tahun. Dengan demikian, Randu hanya mendapatkan 2 orang karyawan dengan status kontrak untuk membantunya.
"Eh Manajer HRD kemarin baru ngabarin bahwa akan ada mahasiswa PKPA nih minggu depan," sambut Lidya, "Mungkin Mas Randu bisa minta ke Manajer HRD supaya ada mahasiswa PKPA yang di-assign ke departemen Mas, supaya bisa bantuin Mas."
Mata Randu langsung berbinar-binar menerima info tersebut.
Setiap mahasiswa pada Program Studi Profesi Apoteker pasti diwajibkan untuk menjalani PKPA (Praktik Kerja Profesi Apoteker) di sejumlah fasilitas kesehatan, antara lain rumah sakit, apotek, PBF, dan industri farmasi. PKPA tersebut dimaksudkan agar mahasiswa lebih memahami fungsi dan peran apoteker di fasilitas kesehatan tersebut. Sehingga setelah lulus nanti lebih siap untuk langsung bekerja di fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut.
Di tempat PKPA yang ditunjuk, mahasiswa akan mendapatkan tugas khusus yang harus mereka selesaikan selama program PKPA tersebut. Hal ini dimanfaatkan pula oleh wahana PKPA (seperti industri farmasi Gezonde Pharma) untuk mendapatkan sumber daya tambahan pada project-project reguler maupun project khusus mereka. Jadi ketika mendengar bahwa akan ada mahasiswa PKPA yang akan magang di kantornya mulai pekan depan, Randu langsung merasakan angin surga. Jika ia bisa mendapatkan 1 atau 2 orang mahasiswa, akan sangat membantu menyelesaikan load pekerjaannya saat ini.
"Wah! Thank you infonya, Mbak Lidya! Langsung eksekusi ah ke Manajer HRD!" kata Randu bersemangat. Ia segera meraih ponselnya di meja, untuk menghubungi Manajer HRD dan meminta 1 atau 2 orang mahasiswa PKPA untuk ditugaskan di departemennya.
"Minta yang cantik sekalian, Mas," celetuk Yudha.
Riuh rendah tawa menggoda para manajer kembali terdengar.
Orang lain barangkali bisa saja merasa dirinya dibully terus-terusan masalah jodoh. Tapi Randu, yang anti baper-baper club, satu kalipun tidak pernah merasa tersinggung dengan sindiran dan candaan seperti itu. Alih-alih, ia malah makin mengipasi candaan seperti itu dengan candaannya juga.
"Pasti dong Mas Yudha," timpal Randu. "Kali aja abis selesai PKPA, langsung bisa dilamar."
Dan ruang meeting kembali ramai dengan candaan kelima manajer itu.
* * *
Randu sih tidak benar-benar serius ingin ngecengin mahasiswa PKPA. Tapi refleks saja, Senin pagi itu sebelum keluar dari mobilnya, Randu memastikan penampilannya terlebih dahulu di kaca mobil.
Jodoh kan nggak ada yang tahu ya. Meski Randu tidak benar-benar serius ingin mengincar mahasiswa PKPA, tapi kalau ternyata ada mahasiswa PKPA yang cantik, kan sayang kalau nggak diprospek ya.
Dengan senyum yang ia pasang semenawan mungkin, ia keluar dari mobilnya dan melangkah memasuki gedung office 9 lantai tersebut. Kantornya ada di lantai 4, jadi ia menunggu di depan elevator utama bersama beberapa orang karyawan lain.
Saat itulah ia melihat 4 orang pemuda, 2 orang lelaki dan 2 orang perempuan, dengan kemeja putih dan celana panjang/rok hitam. Khas anak magang. Jadi Randu langsung mengenali keempat pemuda itu sebagai mahasiswa PKPA yang mulai magang pekan ini. Ia berharap Manajer HRD akan mengabulkan permohonannya untuk menugaskan 2 orang diantara pemuda-pemuda itu di departemennya.
Tidak berapa lama, elevator sebelah kiri berdenting dan terbuka. Beberapa karyawan yang telah mengantri lebih lama masuk lebih dulu. Setelah pintu elevator kiri menutup, tinggal tersisa Randu, dua orang karyawan wanita dan keempat pemuda berpakaian putih-hitam tersebut. Melihat sign elevator yang menurun, Randu dan keenam orang lainnya merapat ke elevator kanan, bersiap untuk naik begitu elevator tersebut terbuka.
Sign elevator sudah menunjukkan angka 1. Randu sudah mengantisipasi bunyi denting terdengar, tapi yang ia dengar justru sebuah bisikan lembut.
"Alohomora!"
Refleks Randu menoleh pada suara bisikan lembut itu dan menemukan seorang gadis berpakaian putih-hitam, menggerakkan bibirnya. Dan tepat saat itu elevator berdenting. Gadis itu tersenyum diam-diam sambil mengikuti ketiga temannya yang lain masuki elevator.
Seperti polimer mukoadhesif yang langsung berinteraksi saat bertemu dengan mukus pada jaringan tubuh dan menempel dengan kuat, seperti itu pula hati Randu yang langsung berdesir saat mendengar suara bisikan lembut gadis cantik dengan rambut sebahu tersebut, dan tatapan Randu yang langsung lekat pada sosok gadis itu.
"HRD di lantai berapa ya, Ran?"
Randu mendengar gadis lain yang berjilbab bertanya pada sosok Hermione Granger barusan. Dan gadis itu menjawab dengan suara merdunya. "Lantai 3 kan katanya."
Ran?
Kalau tadi temannya memanggilnya Ran, apa itu artinya gadis itu bernama Rani? Atau Rana? Atau Ranu? Yang jelas, bukan Rano kan?
Ah, yang manapun, namanya cocok sekali dengan nama Randu. Ini pertanda baik, jangan-jangan gadis itu akan menjadi jodohnya.
Senyum Randu langsung semringah di hari Senin pagi yang hectic itu.
* * *
Halo Kakak2!
Selamat berakhir pekan, Kakak2 😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top