🌟TUJUH🌟
Tandai Typo
Happy reading
.
.
.
.
🌟Savita POV
Gue sampai dirumah sakit bersama dengan Fabian. Jengekel juga sama Avi, kenapa dia gak mau nganterin gue dulu sih, terus dia lanjut ke rumah Omanya.
"Napa lo? Gak dianter Avi kok muke lo kecut amat"
Asem nih Fabian.
"Ketek lo bau asem"
Fabian tertawa terbahak-bahak. Kami berjalan beriringan masuk le rumah sakit yang udah sangat hafal bangey tata letaknya, bahkan interior rumah sakit ini kami hafal diluar kepala gaes. Saking seringnya kita kesini.
"Lo tuh lagi pdkt sama Avi apa sama dokter muda?"
"Ih kepo lo. Udah yuk ah"
Gue gak mau kasih tahu Avi yang sebenarnya. Gue berusaha menjaga persahabatan kami agar tetap utuh. Dan gue gak ingin persahabatan kami rusak karena gue.
Samudra, dia lagi pdkt dengan gue satu minggu ini. Mencoba untuk merasakan dekat dengan lelaki lain selain Avi, tetap sama. Hambar gaes. Avi bisa bikin gue spot jantung, bahkan gue sampai ingin periksakan jantung gue pake ekg.
"Lho Cantik, akhirnya kamu jalan juga sama Bian" gue tertawa bareng Fabian. Mamak lo nih Bi. "Tante seneng lho, kamu putus sama Avi"
"Saya sama Avi gak jadian lho Tante. Kita sahabatan, sama kayak Bian juga"
"Ah gagal deh punya mantu kamu" gue kembali tertawa. "Ayo kita makan siang bareng"
Gue mengikuti langkah tante Dinda bersama Fabian. Di kantin, gue bisa lihat Bunda bersama Samudra duduk bersama disana.
Gue duduk dekat Bunda, sedangkan Samudra duduk di dekatku. Tapi kenapa gak ada getaran apapun ya?.
"Sama siapa tadi kesini dek?"
"Sama Bian bun"
"Avi kemana? Kok tumben gak nganterin kamu?"
"Kerumah Omanya. Ya udah, adek nitip brownies buat Oma"
Bunda hanya mengangguk dan meneruskan makannya bersama tante Dinda yang juga sedang bercerita tentang pasien mereka. Gue mendengarkan dengan seksama, karena gue belum tahu bagaimana nanti saat gue koas.
"Cantik, kamu sama anak tante aja Bian, gak usah sama Avi"
"Saya sama Avi cuma sahabatan dari bayi lho tante"
"Gak percaya gue. Taruhan kuy, pasti si Avi cinta sama lo"
Emang. Tapi gue gak mungkin ceplos sana sini untuk masalah itu. Cukup gue aja yang tahu.
"Sok tahu lo. Bukan dukun juga"
"Mau taruhan gak? Gue pastiin si Avi cinta mati sama lo"
"Gue lebih sayang duit gue"
"Resek lo Ta"
Gue dan Bian hanya tertawa. Memang gue suka sama Avi, tapi gue takut untuk mengatakan ke Avi kalau gue juga cinta dia.
⭐⭐⭐
Gue berjalan di koridor bersama dengan Samudra. Bian ikutan tante Dinda ke ruangannya, sedangkan Bunda, lagi ada pasien yang harus dioperasi.
"Besok ada seminarnya dokter Kananta dari Melbourne"
"Serius?" Dia mengangguk. "Wah, saya salah satu penggemar beliau. Saya juga suka baca novel beliau"
"Besok datang ya, jangan lupa"
Gue hanya memberikan jempol buat dia. Samudra berpamitan pergi menuju ruangannya dan meninggalkan Gue sendirian.
Tring
Notif hape kesayangan gue berbunyi. Tanda ada pesan masuk khusus dari Avi. Emang gue sengaja memberikan notif khusus untuknya.
Avi caldokmil
Dimana Dhe?
Browniesnya udah gus kasih Oma
Oma bilang enak, makasih
Savita
Masih di RS
Ah Oma bisa aja
Kapan pulang Vi? Kangen lo
Avi caldokmil
Baru beberapa jam udah kangen
Lo kan sama Bian
Savita
Bian gak asyik
Gue di gangguin mulu
Avi caldokmil
Ntar gue jitak dia
Savita
Harus
Besok ikut seminar kuy
Avi caldokmil
Oke
Gus jemput di rumah
Savita
Ah sayang Avi
Avi caldokmil
Sini peluk🤗
Bundaaa Avi bikin adek baper
⭐⭐⭐
Avi menuhin janjinya, dia udah rapi dengan kemeja jeans yang dia gulung sampai siku. Oh damn! Gantengnya tiada tara kalau begini.
Dia duduk dan bercanda santai dengan ayah. Selama berteman dengan cowok, hanya Avi yang duduk dengan santai dan bercanda ria dengan Ayah. Mereka gak ada yang berani mendekat.
"Sana buruan berangkat. Ntar ketinggalan seminarnya"
Gue dan Avi bergantian menyalami ayah. Lalu ayah mengantarkan kami sampai ke garasi, dimana mobil Mamaknya Avi berada.
"Tumbenan bawa mobil tante?"
"Disuruh Mama. Papa lagi pengen kencan sama Mama nanti"
Gue ketawa bareng dia. Bercerita tentang kepikunan Omanya Avi. Yang bikin gue ketawa adalah saat Omanya Avi lupa akan pernikahan Tante Lala dan Om Bagas. Bisa ya seperti itu?.
Kami udah sampai di parkiran RS. Disana kami bertemu dengan Bian, dia langsung memeluk leher gue erat. Gue Toyor kepalanya.
"Bege, gue gak bisa nafas bege. Lo mau matiin gue, hah?"
Bian hanya ketawa kampret. Ajegile emang si Bian. Gue memilih menggandeng lengan Avi daripada dicekek Bian.
Deg
Deg
Duh Jantung, yang tabah ya. Jangan keras-keras kalau mau detak, suara lo jangan sampai kedengaran Avi. Hancur sudah kejaiman gue nanti.
"Gue ke toilet dulu ya. Kalian duluan aja cari kursi kosong"
Mereka berdua mengangguk, lalu gue berlari ke toilet di dekat tempat diadakannya seminar ini.
Ah leganya gue. Gue rogoh hape gue yang bergetar di tas sling bag gue.
Avi Caldokmil
Buruan
Mau dimulai
Gue berlari secepat kilat, tanpa memperhatikan sekitar gue ada orang atau gak, yang penting gue terus lari.
Brukk
Gue jatuh terduduk dengan tidak anggunnya. Aduh bokong indah gue sakit. Gue meringis kesakitan.
"Are you okay?"
Gue mendongak menatap lelaki tampan yang setengah bule di depan gue. Alamak rejeki anak Sholehah ini mah, bisa ketemu lelaki tampan yang walaupun jongkok aja tetep tampan.
"I help you stand up"
"Thanks"
Krek
Gue lihat kearah kaki gue, ya Tuhan. Cobaan apalagi ini. Buket bunga mawar cantik itu gue injak, gue menatap kearah lelaki didepan gue yang juga sama memperhatikan buket bunga di kaki gue.
"Sorry" cicit gue.
Dia menghela nafas, dan menatap gue intens. "This flower is for my mom"
Matek lo Vita
Gue rogoh tas gue dan menemukan dua batang coklat yang diiklan tv rame-rame itu, dan untungnya coklat itu masih terbungkus manis berpita pink.
"To compensate your interest. Forgive me" dia mengangguk. Sorry, I'm in a hurry"
Gue kembali berlari menuju aula tempat diadakannya seminar itu. Duduk dekat Avi, kepala gue sandarkan ke bahu dia. Gue bercerita sedikit tentang insiden tadi ke Avi.
"Coklat dari siapa?"
Matek
"Samudra, makanya gue kasih ke orang lain" Avi hanya geleng-geleng kepala.
Selama seminar ini gue sangat antusias banget. Siapa sih yang gak kenal dokter Kananta, siapa sih yang gak mengidolakan beliau. Duh dokter Indonesia yang berkarier cemerlang di Melbourne itu sangat membanggakan. Dokter bertangan emas, julukan yang selalu gue dengar dari para dokter-dokter Indonesia untuknya.
"Vi, gue mau minta tanda tangannya"
Avi mengangguk, bersama dengan Avi dan Bian, gue menuju dokter Kananta yang sedang ngobrol bersama Bunda dan Tante Dinda.
"Ini anak saya, Savita. Dia penggemar anda"
"Haiy cantik"
"Boleh minta tanda tangan dan foto bareng dok?"
Dokter Kananta mengangguk. Dan selanjutnya jangan ditanya lagi, Avi udah jadi fotografer dadakan gue.
⭐⭐⭐
Gue menjemput Rachmi di kosannya yang berada di belakang kampus. Menjemputnya bersama dengan ajudan Ayah menuju rumah kontrakan Khiran. Gue, Khiran dan Rachmi satu kelompok hari ini.
Terlihat wajah kaget Rachmi saat gue menunggunya di dalam mobil dengan lelaki berbaju doreng.
"Kamu anaknya tentara?"
Gue cuma nyengir dan mengangguk, lalu mengajak Rachmi untuk langsung masuk ke dalam dan menuju rumah Khiran.
Di perjalanan gue menceritakan tentang kedua orang tua gue ke Rachmi, dan tanpa disangka juga, Rachmi ini anak dari kedua dokter di Jogja.
"Assalamualaikum. Khiraaannnn"
Ceklek
"Lho"
"You're the girl give me chocholate, right?" Gue mengangguk bego. Dia bersidekap dada menatap gue. "So, what's wrong with you in here?"
"Khiran's friend"
Dia mengangguk dan membuka pintu lebar. Gue bergandengan tangan dengan Rachmi untuk masuk ke dalam.
"Savita? Anaknya dokter Kirana?" Gue mengangguk dan tersenyum kearah perempuan yang menjadi idola gue. "Saya ini tantenya Khiran, bahkan nama keponakan tante mirip Mama kamu ya namanya"
"Ah iya tante"
Lalu Khiran ke ruang tamu dengan membawa beberapa minuman dan cemilan. Gue keluarkan laptop gue untuk mengerjakan tugas yang lumayan puyeng. Tugas tentang Anestesi ini beneran bikin rambut indah gue bisa rontok.
Khiran kebagian mencari penjabaran tentang anestesi spinal, udah mulai frustasi, dia mengacak rambutnya.
"Nyerah gue nyerah"
Rachmi mengambil bukunya, tanpa banyak bicara. Dia lalu memandang gue saat menemukan tentang penjabaran anestesi spinal.
"Anestesi spinal adalah alternatif dari anestesi umum yang dilakukan untuk sebagian operasi.Anestesi spinal berfungsi sebagai penghilang rasa sakit di area bawah pinggang, serta memungkinkan pasien tetap terjaga selama operasi"
Gue mengetik sesuai kata yang Rachmi ucapkan. Dan mengalirlah penjelasan Rachmi mengenai Pengertian, tindakan, proses, perawatan, efek samping dll.
"Gila ya, lo berdua kenapa gak ada pusingnya sama sekali sih?. Otak gue panas"
"Lo cerita kan,kalau bokap dan keluarga lo dokter semua, kenapa elo ngeluh Marimar?"
"Heiy Cassandra, gue juga manusia. Kalau gue boleh nikah muda, gue milih nikah deh, daripada puyeng"
Gue dan Rachmi hanya geleng-geleng kepala doang. Ada ya manusia seperti Khiran.
"Mau nikah sama siapa?" Tanya Rachmi dengan halus. Dari awal berteman, Rachmi nih kalau ngomong alus banget, gak kek gue.
"Avilash mau gak ya gue ajakin nikah muda?"
Nyutt
Itu yang gue rasakan kala Khiran menyebut nama Avi tentang obsesinya untuk menikah muda. Tuhan, please. Jangan biarkan Khiran menikah dengan Avi.
"Vita, kita nanti dijemput siapa? Jam berapa?"
Pertanyaan Rachmi membuyarkan lamunan gue. Gue melihat Rachmi yang memandang gue dengan rasa khawatirnya.
"Kamu kan ada acara sama Ayah kamu kan?"
"Ah iya benar. Kita pulang naik taxi online aja yuk Mi"
Rachmi mengangguk. Padahal dia tahu kalau Ayah dan bunda sedang berada di luar kota, dan gue hanya sendirian.
Gue bereskan semua perlengkapan gue bersama Rachmi. Gue segera memesan taxi online agar segera sampai di rumah.
"Pulang dulu ya Ran, sampaikan salam gue sama tante lo"
Lalu ku dengan Rachmi segera masuk ke taxi yang sudah menunggu kami di luar rumah Khiran.
"Mi, nginap rumah gue ya. Gue mau curhat"
"Iya. Udah jangan sedih. Mampir ke kos dulu ya,ambil baju ganti" gue mengangguk.
Taxi yang kami tumpangi udah membawa kami ke rumah pribadi Ayah dan Bunda. Rumah yang selalu gue rindukan kalau gue pergi.
"Mau curhat tentang hubungan kamu dan Avi?"
Gue mengangguk, dan mulai menceritakan ke Rachmi bagaimana perasaan gue ke Avi selama ini.
"Kamu jatuh cinta sama Avi, tapi kamu gengsi mengakuinya Ta"
"Ya sih, jadi gimana?"
"Kalau saja Avi ungkapin perasaan dia ke kamu, kamu bilang aja kalau kamu juga sama merasakannya"
Gue mengangguk dan memeluk Rachmi, ah senangnya gue andaikan Rachmi bisa jadi kakak ipar gue, bukan mbak Narita yang cuek dan gak pernah ngobrol dengan gue.
"Mi, lo mau gak sih nikah sama tentara?"
"Hah?"
"Kalau lo mau, kalau Abang gue udah putus dari ceweknya, gue kenalin ke elo ya Mi"
Rachmi hanya tertawa kecil menanggapi ucapan gue tadi. Tuhan, semoga Engkau jodohkan perempuan baik seperti Rachmi ini untuk abang hamba.
⭐⭐⭐
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top