🌟TIGA BELAS🌟

Tandai typo....

Maaf part pendek..



Happy Reading

.

.

.

.



🌟Rachmi Pov

"Rachmi, saya mau khitbah kamu".

Deg

Deg

Jantungku bereaksi dengan kata-kata itu. Baru kali ini ada yang berkata seperti itu. Aku mendongak dan menatap wajah tampan di depanku itu. Aku melihat Kedua orang tua Savita seakan mendukung Ku. Mereka mengangguk bersama dengan Savita.

"Saya...".

"Saya akan bicara sendiri dengan orang tua kamu".

Ya Allah, dia lelaki yang baik.

Savita menarikku untuk kembali ke kamar kami. Dia mengunci pintu, dan mengajakku duduk di kasur.

"Jadi?". Tanyanya padaku. Aku masih ingat bagaimana aku pernah bercerita dengannya tentang pertemuan awalku dengan abangnya itu.

"Aku sudah sholat istikharah sesuai anjuran Umi. Dan..".

"Apaan Mi, jangan di gantung deh". Aku terkikik geli.

"Aku mimpi abang kamu duduk di depan orang tuaku dan ada aku juga disana".

Dia terlonjak gembira, membuatku gemas saja ingin cubit pipinya. Dia terlihat bahagia sekali mendengarnya.

"Feeling Gue gak salah. Horeeeee".

Sungguh dia gadis cantik yang menggemaskan dengan tingkah lakunya. Pantas saja Avi sangat posesif sama dia, dia saja mampu membuat orang lain dengan mudahnya jatuh cinta padanya.

🌟🌟🌟

Rasanya jantungku bekerja terlalu cepat jika aku melihat senyum mas Zaqi. Astaghfirullohhaladzim. Ingat dosanya Rachmi. Zinah Zinah. Belum mahram.

Mas Zaqi baru saja duduk di kursi depanku. aku tidak sendiri, ada Savita di samping Ku selalu. Kami berdua memang sedang menunggu abang nasi goreng lewat sini. Rasa dinginnya benar-benar membuat gigiku bergemeletuk.

Aku mendongak kala bang Zaqi ada di depan Ku dengan jarak sedekat ini. Dia melepaskan jaketnya dan menyampirkannya di tubuhku tanpa menyentuh.

"Saya gak ingin kamu sakit". Dengan senyumannya yang selalu membuat hatiku berdetak lebih cepat.

"Tapi mas..".

"Saya bawa lebih. Kalian berdua tunggu disini ya, nanti kalau gak ada lewat, kita cari di depan pakai mobil". Savita mengangguk dan memberi hormat.

"Aye-aye kapten". mas Zaqi mengacak rambut Savita, lalu masuk ke dalam.

"Ciyee jagain mata lo dulu, belum mahram kata Umi". Savita memakaikan kacamata hitamnya padaku. Aku tertawa dan melepaskannya.

Tak lama mas Zaqi keluar dan mengajak kami naik mobil untuk mencari nasi goreng. Savita sedari tadi mengomel karena Kedua orang tuanya tidak ikut.

"Kan Bapak dan Ibu negara lagi bulan madu. Otewe punya adek lagi nih, ya moga aja gak manja kayak kamu".

Ku lihat Savita membalas mas Zaqi dengan cubitan di bahunya. Aku tertawa melihat interaksi mereka yang tidak pernah dibuat-buat.

"Berasa keluarga ya kita bang. Ayah, bunda, aku anak". menunjuk mas Zaqi saat mengatakan ayah dan menunjuk Ku saat mengatakan bunda.

"Gitu ya. Kalau gitu,cepat terima saya jadi suami kamu aja Rachmi".

Oh tidak, jangan bereaksi berlebihan jantung. Savita sangat peka dalam hal ini. Dia malah sudah menggoda Ku karena wajah merahku atas perkataan kakakknya itu.

🌟🌟🌟

Sudah satu minggu sejak mas Zaqi bilang mau khitbah aku, masih belum ada perubahan. Tidak ada komunikasi antara aku dan mas Zaqi. Hanya Savita yang menemaniku seperti biasa. Mas Zaqi harus kembali bertugas di Bogor. Ah ingin sekali berada di Bogor.

Savita sibuk dengan hapenya saat kami berdua telah selesai mengerjakan laporan di stase bedah.

"Assalmualaikum. Molor apa gimana ini pak?". Oh dia video call, lalu Savita menarikku agar duduk di sebelahnya. "Aku kasih vitamin Semangat ya".

Lalu Savita mengarahkan kameranya ke aku, disana ada mas Zaqi yang memakai baju doreng yang sedang tiduran di kasur lantai. Segera bangun seperti orang gelagapan. Savita menarik kembali hapenya lalu tertawa.

"Udah bangun sungguhan. Udah Semangat belum?". Dia mengarahkan kembali kameranya padaku.

"Rachmi?". Sapanya. Aku tersenyum dan Ku lambaikan tangan Ku padanya. "Mimpi apa aku tadi. Bangun-bangun dapat telepon dari bidadari". Aku tersenyum geli.

"Woahhhh udah bisa ngegombal. Halalin segera, for your information ya abang Doreng Ku tersayang. Rachmi sedang di dekati lelaki lain, jadi anda punya saingan".

"Eh enak aja. Siapa yang berani dekati dia, hm?".

"Namanya ada deh, dia getol banget sms dan nyamperin Rachmi di UGD. Adek khawatir Rachmi pindah kelain hati".

"Jangaaaaannnn Jangaaaaannnn Jangaaaaannnn". Aku dan Savita tertawa.

"Udah ah. Assalmualaikum abang". Savita mematikan teleponnya. Dia kembali berkutat dengan Hape kesayangannya itu.

Hapeku berdering menandakan panggilan masuk, tapi aku tidak mengenal nomor itu. Bahkan Savita juga tidak, nomor mas Zaqi sudah tersimpan rapi di hapeku.

"Siapa?". Savita yang menganggkat teleponnya, karena aku tidak akan pernah mau jika tidak ada namanya. "Elo lagi,kurang kerajaan banget sih lo. Gak ada Rachmi,jangan pernah dekati Rachmi lagi. Ngerti lo". Ancaman Savita membuatku tersenyum.

Dia selalu baik padaku. Bahkan Savita sudah menjelma seperti Umi yang selalu mengingatkan aku akan menjauh dari lelaki yang tidak dikenal.

"Dan lo harus belajar beladiri". Aku tersenyum saat Savita mengatakannya. Aku bahkan sudah ngos-ngosan jika berlari.

Umi tiba-tiba masuk ke kamarku. Aku dan Savita bergantian menyalami Umi. Umi terlihat enggan saat melihat Savita. Savita memang tidak berhijab, tapi pakaiannya sangat sopan.

"Saya Permisi tante. Assalmualaikum. Mi,Gue duluan".

"Waalaikum salam, Hati-hati ya Ta". Dia mengangguk.

"Umi gak suka dengan dia, caranya bicara kurang sopan, pakai Bahasa Gue elo lagi". Aku memutar bola mataku malas. Savita adalah teman terbaik. "Umi juga gak suka dia mau ngajarin kamu bela diri. Perempuan itu harus anggun Rachmi".

"Umi,maaf. Tapi sejak kapan Umi merasa jika Savita tidak baik?. Dia gadis baik Umi. Dia selalu menjaga Rachmi selama ini dengan caranya. Bahkan dia menjauhkan Rachmi dari para lelaki yang berniat buruk. Dia gadis baik Umi".

Umi hanya diam dan memilih keluar kamar dan kembali menuju dimana Abi dan Pakde Kiki ada di sana.

🌟🌟🌟

Aku minta tolong pada Savita agar mengantarkan aku ke parkiran mobil yang terlihat sepi. Ini hampir maghrib, saat Umi memintaku untuk keluar.

Lelaki yang selama ini mengusikku menghampiri diriku dan Savita. Dia menarikku agar ikut dengannya. Tapi Savita menendangnya dan dia jatuh tersungkur.

"Kurang ajar". Dia berlari hendak menerjang Savita dengan pukulannya, tapi Savita berhasil menghindar dan menendangnya kembali.

"Tolooooonggggg". Teriakku saat Savita terlibat baku hantam.

Ku lihat Umi dan Abi datang dan melihat sendiri bagaimana Savita terlibat perkelahian dengan Dimas, lelaki yang selalu menggangguku.

"Ingat. Jauhin Rachmi". Savita berhasil, tapi dia tak melihat Dimas bangkit dan menendangnya hingga terjungkal ke tanah dan berdarah.

"Vita". Aku menolongnya berdiri. Lalu kulihat Dimas sudah di bekuk oleh Mas Zaqi.

"Seenaknya nyakitin adek saya. Ikut kamu". Mas Zaqi menariknya masuk ke rumah sakit.

"Dek, kamu baik-baik aja kan dek?". Savita tersenyum kala bunda Kirana memeriksanya. "Ini berdarah lho".

"Adek strong Kok Bunda". Bunda Kirana mencebik dan mencubit pipiku Savita.

"As-op dokter Cinta, Citoooo". Teriakkan Bian menggema dan Savita berlari, tapi ditahan oleh Bunda Kirana.

"Obatin dulu luka kamu". Bunda Kirana melotot kearah Savita yang cuma nyengir.

"Jauh dari nyawa bun. Pasien Citoooo". Lalu dia berlari meninggalkan Kami semua.

Aku mengenalkan Bunda Kirana dan Ayah Abi pada Umi dan Abi. Dan selanjutnya mereka berbicara tentang kehidupan sma mereka yang ternyata sekolah di tempat yang sama, hanya saja berbeda kelas. Umi yang pendiam dan Bunda Kirana yang cuek.

🌟🌟🌟

Aku menceritakan semuanya pada Umi, Abi dan Pakde Kiki tentang sholat istikharah Ku dan tentang khitbah mas Zaqi.

Tringggggg

Fabian Calling...

"Assalmualaikum Fab?".

"..."

"Inalilahi". Tangisku pecah. Gak mungkin kan ini.

"Kenapa Mi?".

"Savita Mi... Savita...hiks...".

🌟🌟🌟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top