⭐TIGA⭐

Happy reading
.
.
.
.

⭐Savita POV

Sebagai mahasiswa FK tahun ke empat, layaknya mahasiswa pada umumnya, puyeng. Tugas banyak banget, belum lagi kuis, presentasi dan persiapan untuk skripsi.

Gue dan Avi sohib tersayang gue punya projects berdua. Kami menjadi selebgram, kami juga punya vlog di YouTube. Gue menyanyi dan Avi mengiringi dengan gitar kesayangannya yang dia kasih nama Dhevi. Sampai saat ini gue gak tahu maknanya apa, dia kasih nama Dhevi. Avi ini kalau manggil gue Dhea, sedari kecil. Pernah dulu saat kami masih piyik, gue suruh dia panggil Savita yang ada Sapita. Huruf V berubah jadi P. Ya terserahlah Avi mau manggil gue apaan.

Sejak masuk kuliah, gue lebih milih diantar jemput Avi. Gue menghindari diantar jemput Om Guntoro ajudan ayah atas titah ayah. Gue memang merahasiakan kalau gue anak abdi negara, mereka hanya tahu pekerjaan bunda sebagai dokter.

Gue keluar kamar dan turun ke bawah dengan pakaian casual gue untuk berangkat kuliah.

"Pagi semuanya" gue mengecup Pipi bunda dan ayah, tak lupa abang tersayang yang baru pulang dari tugas. "Halo abangku sayang" abang menepuk puncak kepala gue lembut.

Gue melihat abang sudah rapi, biasanya kalau di rumah tuh abang cuma pakai kaos oblong dan celana bola doang, lha ini udah rapi aja, pakai kemeja dan celana jeans, wangi lagi.

"Abang mau kemana? Rapi bener? Wangi lagi. Udah mandi?" Abang menarik hidung gue sampai memerah. "Sakit ih"

"Anterin kamu lah. Motor Avi biar taruh sini aja, abang yang anterin kalian" gue melotot ke abang.

"Demi?" Abang diam aja, menyendok nasi goreng buatan bunda ke dalam mulutnya. "Ayah, bunda" rengek gue.

"Gak papa Dek, Avi sendiri juga udah setuju kok. Udah makan" gue kicep. Bapak negara sudah bertitah, apalah anak buah ini yang tidak bisa membantah.

Om Guntoro masuk ke ruang makan menghampiri Ayah. "Ijin Komandan. Ada Avilash didepan" Ayah mengangguk.

"Tolong suruh masuk saja. Terimakasih" Om Guntoro mengangguk.

"Ijin mendahului" lalu tak lama Avi datang dan bersalaman dengan Ayah, bunda dan abang. Gue masih memandangnya tajam.

"Duduk Vi, ayo makan" titah Ayah. Avi duduk dan mengambil roti tawar lalu mengolesi selai kacang dan tersenyum kearah gue. Gue cubit juga pipi Lo pakai garpu.

For Your information gaes, sarapan di rumah gue itu, tersedia nasi goreng buatan bunda tersayang, roti tawar dan selai. Secangkir kopi susu untuk Ayah, buatan Bunda Kirana cintanya Ayah Abimanyu. Ayah dan abang perlu makanan yang mengandung karbohidrat untuk melakukan latihan pagi. Kalau gue perlu mengisi perut biar ada tenaga untuk menghadapi dia yang tidak peka. Eakk.

"Lo kenapa gak bilang sama gue semalam, hah?" Geram gue sama muka polos Avi saat ini.

"Lupa" astaga, pengen gue kunyah tuh ginjalnya. "Kan bang Zaqi pengen nganterin lo juga Dhe, ya why not" lanjutnya dengan disertai senyuman manis yang bisa bikin gue spot jantung karena mendapat vitamin senyuman dari Avi.

"Udah dek, lanjutkan makannya Vi, gak usah dengerin Vita ngomel" Avi tersenyum atas perkataan Ayah, gue yang cemberut.

⭐⭐⭐

Mobil abang sudah berhenti di parkiran FK. Gue dan Avi bersiap untuk turun, kalau saja abang tidak bersuara lagi.

"Ingat ya Vi, jagain adek gue. Jangan sampai dia dekat sama cowok lain" Avi memberi hormat pada abang.

"Siap komandan" lalu mendorong bahu gue pelan untuk masuk ke kelas.

Kampret

Gue cuma bisa mengumpat dalam hati. Kalau saja Ayah dan bunda tahu anak manjanya ini mengumpat, bisa gue pastikan, bunda bakalan jahit mulut gue.

Gue dan Avi jalan bersisian, tak ada pembicaraan antara kita. Gue lagi malas sama Avi yang bisa menyanggupi permintaan abang.

Dikelas yang masih sepi, gue melihat teman-teman gue pada ngumpul. Rachmi tersenyum dan melambaikan tangan ke gue agar mendekat.

Rachmi ini asalnya dari Jogja, dia berkerudung syar'i. Khiran asal dari Bandung, dan
ada si kembar Aliana dan Aliando sepupu Khiran.  Eh tunggu, masih ada satu orang lagi harusnya, gue belum mencium baunya tuh anak.

Tiba-tiba ada yang memeluk leher gue, siapa lagi kalau bukan si kampret Fabian. Fabian ini anaknya tante Dinda sahabat Bunda di rumah sakit. Gue berdecak kala Avi juga ikutan menjadikan bahu gue sebagai sandaran mereka.

"Vita" Rachmi kembali melambaikan tangannya ke gue, gue menunduk dan melepaskan tangan mereka berdua dari lengan gue. Gue duduk dengan Rachmi.

"Pagi semuanya" Avi menoyor kepala gue. Gue menatapnya tajam.

"Tadi aja lo marah-marah" bodo amat.

"Ba to the cot" semuanya tertawa kala melihat wajah Avi yang kecut.

Gue dan Avi duduk bersama di deretan nomor 2 bersama dengan Fabian juga di sebelah Avi. Sebelah gue Rachmi. Sedangkan Khiran dan si kembar A di belakang gue.

Sinta masuk dan membawa kertas berlipat berwarna pink, dan menyerahkan ke gue.

"Buat lo Vit, dari kak Jonas" gue mengernyit bingung, Sinta berdecak sebal. "Kak Jonas, yang dulu pernah bantuin lo dan gue di perpus".

Ah lelaki itu, ya gue ingat. Lelaki yang berani sekali mengajak gue berkenalan. Gue mengangguk mengerti, lalu membuka surat yang terlipat itu. Avi ikutan membacanya bersama Rachmi.

Haiy Savita, apa kabar?

Senang sekali bisa lihat kamu baik-baik aja. Entah kenapa aku ingin kamu tahu satu hal. Sejak pertemuan kita saat itu, aku jatuh cinta sama kamu.

Jonas

Gue meremas kertas tadi dan menyembunyikannya dibawah buku gue. Apa-apaan Jonas, dia gak tahu apa kalau ngasih beginian bisa menimbulkan masalah baru buat gue.

Avi menyenggol lengan gue saat dosen sudah masuk ke kelas. "Lo suka Monas?" Gue mengernyit bingung. Monas?

"Yang kasih lo surat bege" gue berdecak, ya mana gue tahu kalau Lo plesetin namanya Bambang. Gue kunyah juga ginjal lo. Gue cuma menggedikkan bahu acuh. Kembali membuka buku untuk memulai pelajaran hari ini.

Setelah berkutat pelajaran yang menguras otak cantik gue selama dua jam. Kita sekarang pergi ke kantin untuk mengisi perut yang mulai berdisko. Avi dan Fabian lagi pergi ke kantor buat ngumpulin tugas tadi.

"Mana bakso gue Dhe?" Avi sudah duduk di samping gue. Gue mengangusurkan mangkok berisi bakso pesanan Avi tadi.

Saat enak-enaknya makan, manusia yang tadi mengirimkan gue surat ada disamping gue dengan seorang temannya yang bernama Bisma kalau gue gak salah ingat.

Avi menyenggol siku gue dan mengisyaratkan dengan dagunya agar gue pindah duduk dengannya. Oke gue pindah.

"Lho kenapa pindah?" Jonas yang bertanya. Avi memandangnya dengan wajah datar khas para tentara pada umumnya.

"Bukan mahramnya" jawaban Avi bikin Jonas cengo.  Gue dan yang lainnya menahan tawa kami melihat wajah Jonas yang konyol menurut gue.

Gue tertarik memandang wajah Avi disamping gue. Rahang yang tegas, hidung yang mancung. Wajah ini sudah berubah semenjak masa SMA dulu. Entahlah, tapi gue merasa kalau Avi lebih ganteng saat ini. Astaga! Apa tadi gue bilang Avi ganteng? Sadar Vita, dia sohib lo dari orok, gak lebih. Gue selalu menginterupsi diri gue sendiri. Gue sadar siapa gue yang cuma sohib dia doang, tapi gak menutup kemungkinan didalam hati gue, gue jatuh cinta padanya sejak SMA. Avilash Sandria.

Gue menggeleng untuk menepis semua pikiran itu tadi. Gue menoleh mendapati Avi melotot kearah Jonas yang juga sama-sama melotot.

"Pergi lo" desis Avi. Ya gue tahu Avi gak suka gue dekat dengan lelaki lain.

"Oke gue pergi" Jonas dan Bisma berdiri. Jonas tersenyum ke gue dan mengedipkan matanya ke gue, hingga gue bergidik ngeri. Genit banget. Avi menoleh ke gue yang meringis, dan memandang Jonas tajam seakan mengulitinya.

Setelah dari kantin, kami memilih pulang. Matkul hari ini hanya ada 2, dan sekarang sudah jam 12, waktunya bang Zaqi jemput kami.

Gue dan Avi jalan beriringan dan tertawa bersama, menertawakan raut wajah Jonas yang sedang di tatap tajam oleh Avi tadi. Dari kejauhan gue bisa lihat bang Zaqi tersenyum kearah kami, tapi para mahasiswi menjerit tertahan karena melihat bang Zaqi yang jarang tersenyum.

"Kalian cocok nih, kenapa gak pacaran aja sih?"

Gue dan Avi saling pandang. Abang gue kejedot atau apa sih?. Gue hanya menggeleng dan memilih masuk ke kursi belakang, membiarkan para lelaki di depan.

"Abang serius lho dek, kalau kamu pacaran sama Avi, abang restuin lho, abang juga yang akan ijinkan ke Ayah dan Bunda"

"Apaan sih" kata gue sewot. Gue berusaha menyamarkan senyum gue. Aneh. Tapi kenyataannya gue jatuh cinta ke Avi.

Gue menyumbat telinga gue dengan earphone, memilih memejamkan mata lebih dulu. Saat gue akan menekan tombol musik, gue mendengar Avi menjawab pertanyaan bang Zaqi yang bisa membuat gue mematung dan jantung gue melompat ke bawah.

"Harusnya tuh lo pacarin adek gue, jangan biarkan adek gue dekat sama orang lain. Kalau masalah restu, lo tenang aja. Ayah dan Bunda pasti restuin kok"

"Dhea gak suka sama gue bang"

"Yakin lo? Jangan pesimis lah, paling elo yang gak suka adek gue"

"Aku jatuh cinta sama Dhea bang. Tapi sepertinya, Dhea gak ada hati sama aku" bang Zaqi menepuk pundak Avi.

"Tenang aja, lo coba deh serius dikit dan ungkapin perasaan lo ke adek gue. Gue yakin pasti cinta lo terbalaskan"

Jadi jadi Avi cinta gue. Oh Tuhan, mimpikah ini? Kalau mimpi, please jangan bangunkan hamba.

⭐⭐⭐

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top