⭐SEBELAS⭐

Tandai typo

Happy reading
.
.
.
.


🌟Avilash POV

Hal yang paling gue benci adalah ketika melihat Mama orang yang gue sayangi di dunia ini menitikkan air matanya, dan melihat Dhea menangisi lelaki brengsek yang sudah mempermainkan hatinya.

Gue melihat Dhea berlari dan duduk di taman RS ini. Dia membekap mulutnya agar tangisnya tidak pecah. Seorang lelaki blasteran menghampiri dirinya.

"Are you okay?"

Dhea memandangnya sekilas, lalu mengusap air matanya kasar. Dia berdiri di depan lelaki itu.

"I'm not okay"

Dhea pergi meninggalkan lelaki itu. Langsung saja ku kejar dia dan ku ajak ke masuk ke mobilku.

Dhea menangis membuat hati gue tersayat. Gue benci seperti ini melihat Dhea menangis di depan gue. Gue peluk dia erat.

"Maafin gue Vi"

Gue menguraikan pelukannya, memandang wajah sembabnya yang menangisi hal tak ku mengerti.

"Maaf untuk apa?"

"Maaf udah melukai perasaan lo Vi. Maaf udah pura-pura gak tahu perasaan lo"

Hah?

Dhea ngomong apaan sih. Gue seriusan gak ngerti. Dhea memandang gue dan menyentuh pipi gue.

"Gue tahu tentang ungkapan perasaan lo ke abang waktu itu. Lo tahu Vi, gue juga ngerasain hal yang sama seperti lo"

"Lo Lo juga cinta gue Dhe?" Dhea mengangguk. "Gue juga cinta banget sama lo"

Gue peluk Dhea erat,gue gak mau ngelepasin Dhea sampai kapanpun. Pokoknya Dhea harus sama gue.

"Gue gak akan buat lo sedih Dhe, jangan pergi dari gue, jangan acuhin perasaan gue"

"Gak akan Vi. Cuma lo yang di restuin ayah"

Gue peluk Dhea erat. Gak peduli kalau nanti om Abi marah, yang penting gue bahagia Dhea balas perasaan gue.

⭐⭐⭐

Bang Vino baru aja tiba di rumah setelah masa tugasnya di kota lain selesai. Bang Vino bertugas di Jakarta, tapi dia memilih tinggal di asrama daripada di rumah.

Lelaki yang menjadi abang gue itu, kini sedang seperti orang yang kasmaran, masih mengenakan seragam dorengnya, dia tiduran di depan TV dan asyik berchat ria, kadang ketawa-ketawa sendiri kek orang gila.

"Lo sehat bang?"

Gue tempelkan telapak tangan gue di keningnya, dan alhasil gue dipitingnya yang bau keringat.

"Lepasin gue, lo bau bang"

"Rasain nih bau ketek gue"

Dia tertawa menggelegar. Kurang ajar sekali abang gue ini. Meskipun gue laki, tapi sorry aja gue pecinta kebersihan, gak kayak abang gue yang jorok ini.

"Kalian tuh udah pada gede, udah deh mainnya"

Suara Mama menginterupsi abang untuk melepaskan pitingannya ke gue. Mama duduk di antara kami. Entah kenapa dari kecil saat melihat Mama yang merupakan dokter militer, membuat hati kecil gue tergugah ingin menjadi sosok seperti Mama.

"Tumben ingat pulang bang?"

Sindiran halus Mama membuat abang tertawa. Aku dan abang selalu berebutan untuk tidur di pangkuan Mama.

"Maklum Ma, sekarang abang udah jadi Danton, gak bisa ninggalin tugas gitu aja"

Papa masuk dan duduk di sofa depan TV. Mama masuk ke dapur dan membawakan 4 teh hangat untuk kami dan cemilan.

"Vin, gimana hubungan kamu dengan Narita?"

Hah?

Abang masih berhubungan dengan mbak Narita?. Ya Tuhan,apa-apaan abang ini.

"Lancar Pa. Rencananya Vino mau melamar Narita, sebelum Vino balik tugas Pa"

"Oke. Nanti malam kita kesana"

"Siap Pa. Terimakasih"

Dan malamnya benar terjadi, Papa dan Mama melamar mbak Narita untuk Abang gue. Ini mereka berdua gak merasa bersalah udah nyakitin bang Zaqi apa gimana sih.

"Mbak, mau tanya boleh?" Mbak Narita mengangguk. "Hubungan mbak sama bang Zaqi udah putus apa gimana?"

"Kami udah gak ada hubungannya Vi"

"Gak usah ikut campur lo"

Gue memilih balik ke mobil daripada melihat kedua orang yang kasmaran. Tiba-tiba gue kangen sama Dhea.

Gue lihat instastory milik Fabian, dia memposting video berdurasi pendek yang memperlihatkan dirinya yang sedang mengiringi Dhea bernyanyi lagu jawa yang gak gue mengerti.

Sialan!

Gue mencoba menelpon Dhea tapi gak ada jawaban. Gue segera ijin ke Mama dan Papa untuk pulang duluan, alasan gue supaya gue bisa samperin mereka.

Tiba 30 menit gue di RS AD tempat Dhea koas, gue mencari keberadaan Dhea yang berada di UGD, tapi nihil. Hanya ada Rachmi yang baru saja memeriksa pasien.

"Rah, Dhea kemana?"

Rachmi menunjuk dengan dagu di belakang gue. Disana gue bisa melihat Dhea berjalan beriringan dengan Fabian yang masih menggunakan seragam hijau khas baju khusus operasi.

"Kok telepon gue gak diangkat Dhe?"

"Sorry Vi, gue baru aja kelar as-op. Tumbenan malam kesini?"

"Rah, cari makan yuk laper nih abis as-op" Fabian mengajak Rachmi.

"Ta, ayo barengan. Daripada timbul fitnah"

Itulah Rachmi. Dia menggandeng Savita menuju penjual makanan di luar rumah sakit bareng gue dan Fabian.

Avi
Dhe, kangen

My Dhea
Aku juga kangen

⭐⭐⭐

Sore hari gue sengaja jemput Dhea yang terlihat cantik. Menggunakan dress warna hitam dengan rambut yang di gerai.

"Cantik"

Bisik gue di telinga dia. Savita menunduk dan mengalihkan wajah gue dengan telapak tangannya, tingkahnya yang lucu membuat gue gemas.

Gue segera melajukan mobil gue menuju rumah pribadi Papa. Dhea memandang gue sekilas.

"Kenapa?"

"Enggak, cuma kata Bian, lo cemburu sama Bian itu betul gak sih?"

Jujur sekali Dhea.

"Lo ngerasain gimana?"

"Hmm... Kayaknya sih iya"

Mobil gue sudah berada di halaman rumah Papa. Gue ajak Dhea masuk ke rumah, dia sudah membawa kado khusus untuk Mama dan Papa yang sengaja kami beli bersama waktu itu.

"Happy anniversary pernikahan ya tante, om"

Dhea menyalami Mama dan Papa, lalu datanglah yang membuat Dhea memandang gue tajam, siapa lagi kalau bukan abang gue dengan Narita.

"Lho, kok ada mbak Narita juga?"

"Narita ini tunangannya Vino sayang" jelas Mama

Mbak Narita hanya diam dan menunduk. Dhea yang semula hangat sama gue, kini dia sedikit memberi jarak antara kami.

"Kapan tunangannya? Kok Tante gak cerita sama Vita?"

"Lupa sayang. Tadi malam mereka tunangan, mereka udah jadian selama 9 bulan"

Dhea melotot mendengarnya, karena selama itu semenjak dari rumah Dhea, mbak Narita dekat dengan abang.

"Tante, hmm ada gak sih obatnya untuk orang yang hilang ingatan?"

Pen ngakak boleh gak sih.

"Gak ada sayang, biarkan mereka ingat sendiri"

"Kalau di operasi bisa gak sih OTAKNYA tante? Saya bisa jadi asisten tante"

Gue gigit bibir bawah gue agar tidak tertawa mendengarnya yang sengaja menekankan kata otak.

"Sayangnya gak ada"

Mama membelai lembut rambut Dhea dengan penuh sayang. Mbak Narita yang melihat itu sangat iri dengan Dhea.

"Permisi Ndan, ada kapten Zaqi ingin menjemput adeknya"

Ajudan Papa,Om Jayadi masuk dan memberikan laporan itu pada Papa. Gue lihat keduanya tegang dan gelisah. Abang gue yang gak tahu malu menggenggam tangan mbak Narita erat.

"Suruh masuk aja"

Lalu masuklah bang Zaqi yang masih memakai baju doreng dengan baret merahnya dan ada balok 3 di pundaknya.

"Happy anniversary om, maaf bunda dan ayah hanya nitip kado saja"

Bang Zaqi menyalami Papa dan Mama. Lalu bersalaman dengan gue dan memeluk Dhea.

"Lho Narita?"

Bang Zaqi melihat mereka bergandengan erat dan memperhatikan cincin yang melekat di jari keduanya.

"Tante lupa kasih tahu, Narita ini semalam tunangan sama Vino. Kamu kapan nyusul?"

Greb

Bang Zaqi menarik kerah kemeja abang dan membuatnya berdiri karena tercekik bang Zaqi.

"Temen macam apa lo yang tega khianati gue, hah? Elo gak tahu apa beneran gak tahu kalau Narita pacar gue?"

Bugh

"Mas Vino. Bang Zaqi"

"Apa? Gue kira setelah gue nurutin kemauan lo yang minta backstreet ternyata seperti ini? Dasar rubah"

"Abang sudah, ayo kita pulang bang"

Mama dan Papa dibuat shock dengan pemukulan anak kebanggaan Papa oleh anak sahabatnya sendiri.

"Ayo kita pulang dek"

Bang Zaqi menarik Dhea untuk pulang, gue cegah Dhea yang hanya diam saja.

"Bang tunggu"

"Mulai sekarang jangan deketin adek gue lagi. Gak akan ada hubungan apapun dari kalian"

"Enggak bang, aku cinta Dhea"

Bany Zaqi tertawa mengejek di depanku. Lalu dia mendekat ke arahku dengan tatapan tajamnya yang mampu membuatku takut.

"Gak usah pake cinta kalau akhirnya lo sama seperti mereka berdua"

Tunjuknya pada kedua makhluk tak tahu diri itu. Lalu bang Zaqi membawa Dhea pergi dari hadapan gue.

"Puas lo bang? Puas lo sekarang?" Abang gue hanya diam, Mama memegang lengan gue. "Gue yang terkena imbasnya karena kelakuan gak bermoral yang lo berdua lakuin"

Gue tinggalkan mereka dan memilih meluapkan emosi gue dengan memukuli samsak yang emang gue gantung di halaman belakang.

"Papa bener-bener malu sama keluarga Abi. Ya Tuhan, Vino"

"Kalian harus minta maaf bagaimanapun caranya ke Zaqi. Dan untuk Avi yang gak salah dalam masalah ini, Papa sendiri yang akan maju meminta Savita untuk Avi"

⭐⭐⭐

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top