⭐SATU⭐
Happy reading
.
.
.
⭐Shriya Dhea Savita
Happy reading
.
.
.
.
⭐Savita pov
Gue sedang berada di Jogja,disalah satu rumah makan padang, sedang menanti seorang yang sudah lama nggak gue temuin. Seseorang yang bikin gue rindu setengah mati, tapi kalau kita dekat pasti akan buat Ayah dan Bunda pusing tujuh keliling.
Ada aja tingkah jahil gue dan abang gue. Orang yang gue tunggu adalah abang tersayang gur yang sedang menjalani AKMIL.
Selama 4 tahun, gue gak ketemu dia di rumah. Hari ini dia sedang pesiar ke Jogja. Dan gue sekalian liburan semester disini.
Jogja adalah kota kelahiran bunda tersayang gue. Bunda gue seorang dokter bedah di salah datu rumah sakit di Jakarta, dan sangat gue kagumi, namanya Kirana. Dan Ayah gue seorang abdi negara berpangkat Letnan Jenderal namanya Abimanyu. Abang gue yang satu itu namanya Zaqi. Abang memang mengikuti jejak ayah sebagai seorang tentara atas panggilan hatinya sendiri.
"Ehem" suara deheman berasal dari samping gue. Seorang pria berbadan tegap dengan memperlihatkan otot lengannya. Dan menggunakan seragam coklat khas seorang Taruna yang sedang menjalani AKMIL. Gue mengangkat dagu gue bertanya 'ada apa'.
Pria itu mengulurkan tangannya untuk mengajak gue berkenalan.
"Yanuar" katanya. Gue dibuat melongo di depannya. Buset, gini amat ya pengen dapat rekanita?. Gue diam dan kasihan juga kalau gue gak balas kenalan dengannya.
Gue menjabat tangannya. "Savita"
"Ehem Sersan Yanuar" panggilnya dengan nada tegas, sarat akan amarah.
Gue melepaskan jabat tangan kami, dan tersenyum ke orang belakang Yanuar. Dialah abang posesif gue, siapa lagi kalau bukan bang Zaqi.
"Siap Mayor" gue mengulum senyum. Abang gue memang yang terbaik deh, dua jempol untuk abangku tersayang.
Abang mengangguk, dan memandang Yanuar dengan tajam. "Tahu salah kamu apa?"
"Siap tidak. Ijin petunjuk" bang Zaqi menggelengkan kepalanya.
Bang Vino masuk dan berdiri sejajar dengan bang Zaqi. Bang Vino meletakkan lengannya di pundak bang Zaqi.
"Kamu aja dia kenalan?" Tanya bang Vino tegas.
"Siap. Iya bang"
Gue menghela nafas sejenak, selalu kek gini. Gue menghampiri mereka berdua dan berdiri di tengah mereka. Gue merasa kasihan melihat Yanuar seperti itu.
"Udah bang, kasihan itu anak orang" kata gue.
Bang Zaqi memandang bang Vino sekilas dengan alis dia naikkan satu. Bang Vino mengangguk, lengan dia berada di pundak gue. Ngeselin emang mereka berdua.
"Dia ini adik saya, kenapa kamu berani ajak dia kenalan, hah?" Gertak bang Zaqi.
"Siap salah Bang. Saya minta maaf"
Entah gue yang mujur atau gue yang apes ya. Setiap kali cowok yang ngajak gue kenalan, pasti kebanyakan para taruna semua. Ya lord gini amat ya hidup gue. Bagaikan udah dipatri siklus hidup gue, gak jauh-jauh dari para abdi negara. Haduh pusing pala Barbie.
⭐⭐⭐
Gue percaya diri sekali hari ini, memakai kemeja warna putih dan rok span selutut, legging hitam dan sepatu hak 10 cm untuk mencoba menyamai tinggi badan abang gue, tapi tetap aja kalah tinggi. Make up tipis hasil karya tante Kinara dan rambut gue gerai setelah di catok oleh Karina sepupu gue.
Gue digandeng oleh abang gue tersayang untuk datang jadi pasangannya di MPT. Disana gue bertemu dengan bang Vino yang menggandeng seorang cewek yang familiar banget.
"Haiy sob" sapa abang gue ke bang Vino, daj mereka bersalaman layaknya seorang lelaki. "Siapa?"
"Ehem. Kenalin ini Erlina pacar gue dong" Erlina melotot ke bang Vino, gue mengulum senyum.
"Seriusan pacar bang? Bukannya mbak Lina ini ponakannya Tante Lala?" Gue menaik turunkan alis gue.
Bang Zaqi udah ngakak parah kihat ekspresi asem bang Vino. "Kalau jomblo bilang aja jomblo. Duh ngakak bener gue" bang Zaqi menoyor kepala bang Vino.
"Bacot lo Zaq" bang Vino membalas menoyor kepala bang Zaqi.
Gue lihat Yanuar melewati gue dan mengeratkan gandengannya pada rekanitanya. Dia melirik gue sekilas, lalu membuang pandangannya kearah lain. Gue mah bomat banget, gue gak tertarik sama lo.
Gue tuh pengennya dapet pacar dokter gitu, masa abdi negara mulu yang deketin gue.
Cita-cita gue dari dulu pengennya jadi dokter tentara kek Tante Lala, nyokapnya Avi. Tapi ayah gak pernah ijinin gue jadi tentara, karena gue anak satu-satunya ayah dan bunda. Cukup abang yang jadi tentara kata ayah.
Kata ayah, kalau mau cari suami tentara boleh aja. Lha bahasanya suami, pacaran aja gak dibolehin apalagi cari suami, masih jauh lah. Gue mau fokus duli kuliah di kedokteran, biar lulus dapat nilai tertinggi kek bunda gue.
"Jangan lirik-lirik cowok lain, abang colok entar mata kamu"
Astaga abang gue serem bener. "Cari cowok aja gak boleh, pelit"
"Biarin, abang bilangin ayah tahu rasa kamu" gue kicep.
Kalau bapak negara sudah bertitah, apalah anak buah ini hanya bisa diam menuruti perintah. Dan gue bisa pastikan, gak akan pernah ada lelaki yang berani mengajak gue kenalan. Jabatan ayah yang seorang Letnan Jenderal, yang membuat mereka takut.
Pulang pergi kuliah, gue selalu diantar Ayah atau bunda. Gak ada tuh pergi dengan cowok selain Avi. Kalau gak gitu, ajudan Ayah om Guntoro yanga akan menggantikan ayah untuk mengantar jemput gue.
Yang ngerti isi hati gue cuma Avilash sahabat gue dari orok. Bokap dan nyokapnya Avi tuh sahabat ayah dan bunda.
Gue diam dan menikmati acar ini. Gue pengen cepet pulang ke Jakarta. Gue kangen pergi bareng Avi, kangen curhat sama dia, kange kasur gue yang terutama. Gue gak suka ikutan abang kek gini, lirik sana gak boleh, lirik sini gak boleh. Pasangin aja mata gue pake kacamata kuda.
⭐⭐⭐
Moon maap gaess kalau ceritanya gak bisa sama kek yang dulu. Karena story beneran hilang ditelan bumi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top