⭐DUA BELAS⭐

Tandai typo
Jan lupa vote🌟

Happy reading
.
.
.
.

🌟Zaqi POV

Hal yang paling gue benci adalah dikhianati. Dan apa yang gue dapat hari ini sungguh membuat gue yakin bahwa tidak ada manusia yang bisa dipercaya.

Gue shock mendengar penjelasan Tante Lala tentang hubungan Narita dan Vino yang berjalan sekitar 9 bulan, tepat sekali dengan hubungan gue dan Narita berlangsung.

Niat hati ingin membuat kejutan dan minta pajak ke adek sendiri karena udah pacaran diam-diam sama Avi, malah gue sendiri yang terkejut dengan kenyataan yang membuat gue memilih memutuskan hubungan pertemanan kami.

Gak ada lagi BFF yang tersemat diantara gue dan Vino. Harusnya gue sadar Waktu ngajakin Narita jadian dan dia minta untuk backstreet dari kedua orangtuanya. Dan begonya lagi, ayah udah nentang apa keinginan gue untuk ngelamar Narita.

Gue masih ingat apa yang ayah omongin waktu aku masih di luar kota saat itu.

"Tolong dong Yah, lamarin Narita ke Om Adil"

"Ayah gak mau ngelamar anak orang bang, kamu mantepin dulu hati kamu, tunggu kebenaran terungkap. Kamu harusnya sholat istikharah dulu bang"

Dan apa yang ayah dan bunda sarankan ke gue tentang sholat istikharah, gue lakuin selama gue bertugas di luar kota selama 7 bulan itu. Dan apa yang gue mimpikan, gue melihat Narita menjauh dan dia melihat gue dengan wajah bersedih. Saat itu gue sedang duduk dengan perempuan berjilbab syar'i yang sangat gue kenali wajah ayunya. Siapa lagi kalau bukan Rachmi.

Gue memimpikan Rachmi duduk dengan tersenyum manis dengan gue yang sedang duduk di depannya.

Dan gue menceritakan mimpi itu di depan ayah tadi sore saat ayah menanyakan tentang sholat istikharah gue selama 7 bulan itu.

"Berarti Narita bukan jodoh kamu bang. Ayah sih bersyukur aja bukan Narita yang jadi mantu ayah, ayah lebih senang Rachmi yang jadi mantu ayah. Kamu tahu bang,adek pernah rengek-rengek ke ayah nyuruh ayah gak restuin hubungan kamu dan Narita. Karena Narita seolah-olah menutupi sesuatu dari keluarga kita"

Gue menghela nafas berat, sesak rasanya di khianati seperti itu. Entah kenapa rasanya melihat Narita dengan Vino membuat sisi ketertarikan gue dulu ke dia mendadak sirna. Gak ada lagi rasa ingin bertanya apa maksudnya menduakan gue.

"Bang"

Gue melihat wajah khawatir Savita yang sedari tadi diam dengan mata berkaca-kaca. Apa gue keterlaluan ya udah misahin dia sama Avi.

Gue peluk adek kesayangan gue itu erat,dia menangis di pelukan gue. Gue merasa bersalah atas dirinya.

"Abang minta maaf dek"

Savita hanya diam tak menjawab apapun. Gue membelai lembut rambutnya yang halus. Adek kecil gue sudah tumbuh dewasa ternyata.

"Ayo masuk"

Savita mengajak gue masuk ke rumah yang sedang kedatangan tamu. Disana duduklah om Adil dan tante Aqilah. Gue merasa kejadian tak menyenangkan itu kembali hadir di depan gue. Bayangan akan pengkhianatan Vino dan Narita.

Gue memilih masuk ke kamar tanpa menyapa mereka. Biarkanlah jika gue dianggap tidak sopan, tapi paling tidak sopan anak mereka.

"Zaqi kenapa? Sepertinya ada masalah ya mbak?"

Tanya Tante Aqilah ke Bunda. Gue gak mendengar suara bunda dan ayah. Yang gue dengar cuma suara Savita yang masuk mengucapkan salam.

"Iya tante benar, abang memang ada masalah sama anak tante. Maaf kalau saya kurang sopan"

"Dek" peringat bunda.

"Kenapa bun? Adek bicara kenyataannya kok. Abang tuh terluka bun hatinya, lihat bang Vino tunangan sama Mbak Narita, padahal mbak Narita ngajakin abang backstreet dari Tante dan Om. Dan apa yang dilakukan mbak Narita? Dia yang khianati abang"

Good girl

Gak sia-sia gue ajarin dia untuk mengungkapkan argumen di depan orang lain dengan tenang tanpa terbawa arus.

"Tante dan Om nggak ngerti masalah ini. Mbak, maafin kelakuan anak saya, saya beneran gak ngerti. Saya kira memang Narita jalani hubungan sama Vino"

"Udah biarkan, saya gak ikut campur masalah mereka kok. Itu urusan mereka, bukan urusan saya"

Seperti itulah sifat bunda, tidak ingin ikut campur masalah anak-anaknya, membebaskan anak-anaknya untuk menyelesaikan semuanya sendiri.

Gue lemparkan botol parfum itu ke dinding. Pengkhianatan paling brengsek.

Pyarrr

Tok tok tok

"Bang.. buka bang.. ini adek"

"Gue mau sendiri"

Gue denger Savita menangis di depan pintu. Ku dengar suara lain disana, kemungkinan ada tante Aqilah juga disana.

"Dek, udah biarkan abang sendiri dulu, kamu masuk kamar aja. Sana bun, temeni adek masuk kamar"

Dan setelah itu kamar gue rasanya sepi sunyi. Gue lihat kembali beberapa lembar foto antara gue dan Vino saat kami sama-sama menjalani Akmil, dan foto gue dengan Narita saat anniversary bunda dan ayah.

Gue merasa kenangan gue dan Narita harusnya memang akan dihapus, tidak seharusnya gue dan Narita menjalin hubungan. Gue bakar foto itu sampai jadi abu.

⭐⭐⭐

Paginya saat gue keluar kamar, niatnya cuma untuk olahraga karena ini baru jam 5:30, tapi meja makan sudah siap dengan nasi goreng buatan bunda dan roti tawar di meja, tak lupa susu dan kopi susu untuk ayah. Dan mereka bertiga sudah terlihat rapi.

"Pagi Yah, bun, dek"

"Pagi bang" jawab ketiganya yang masih tak menengok kearah gue sama sekali.

Gue segera mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng buatan bunda yang selalu gue rindukan rasanya, menikmati susu vanilla yang setiap pagi selalu tersuguh buat gue dan Savita.

"Mau kemana sih? Rapi bener?"

"Mau kasih abang waktu sendirian di rumah, jadi ayah ajak bunda dan adek berlibur ke puncak sama temennya"

Gue ditinggal?

"Dan abang ditinggal sendirian yah?"

"Semalam kan abang bilang perlu waktu sendiri, ya udah ayah kasih kan sekarang"

Sialan! Kenapa semalam gue ngomong gak dipikir dulu sih. Ayah kan emang gak pernah main-main sama ucapannya.

"Ikutan dong yah"

"Kamu nanti sendirian lho, bunda sama ayah dan adek sama temannya"

"Siapa? Avi?"

"Ih lupa ya? Yang kemarin nyuruh Avi buat jauhin adek siapa? Yang nyuruh adek buat putus sama Avi siapa?" Gue meringis. "Gak perlu berlagak amnesia, adek jedotin kepalanya tahu rasa"

Heh? Kasar sekali savita, gegara gue yang emosi dan sekarang gue yang dibalas dengan kata-kata pedasnya.

"Beneran bang?" Gue hanya mengangguk saat bapak negara bertanya. "Apa hak kamu nyuruh adek putus dari Avi? Kamu gak tahu kan kalau Avi itu serius sama adek kamu?" Gue hanya menggeleng.

Begonya gue.

"Avi ngajak pacaran adek kamu itu bilangnya ke ayah bukan ke adek kamu kayak remaja labil pada umumnya"

Astaga.

"Begonya natural"

Pedas.

"Dek" Savita hanya nyengir di depan ayah, lalu melanjutkan menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. "Cepet habisin dek, kita berangkat"

"Bun, adek bawa roti diolesi selai ya bun"

"Bawa aja, bunda ambilkan kotak makannya dulu"

"Lho Yah, jangan tinggalin Abang dong Yah, abang juga mau ikutan"

"Kamu nanti sendirian di sana, adek sama Rachmi lho"

Deg

Deg

Rachmi, gadis berjilbab yang ada dalam mimpi gue itu akan ikut hari ini. Gue memandang ayah untuk meminta penjelasan lebih, tapi sayangnya ayah hanya memasang wajah datarnya, enggan untuk menjelaskan lebih.

"Ya udah abang pokoknya ikutan, abang yang nyetir"

"Bagus, ayah gak perlu capek-capek buat nyetir nanti"

Sial! Gue kemakan jebakan ayah.

⭐⭐⭐

Mobil pribadi ayah sudah berada di depan kosan wanita di belakang kampus adek gue. Keluarlah savita bersama gadis berjilbab yang memakai gamis pink bercorak bunga dan jilbab syar'i berwarna pink.

"Matanya di jaga, kecolok jari ayah nih"

Gue sedikit mundur kala dua jari ayah berada tepat di depan mata gue saat gue asyik memandang kebelakang, memperhatikan Rachmi yang duduk dengan Savita dan Bunda.

"Rachmi sudah ijin orang tua kamu nak?"

"Sudah tante"

"Eh jangan tante dong. Panggil Bunda ya"

Hah?. Selama gue pacaran dengan Narita, gue gak pernah denger Narita di suruh manggil Bunda. Dan sekarang suatu keajaiban yang sangat langkah bunda menyuruh Rachmi.

Sesekali gue tengok ke belakang melalui spion tengah wajah teduh gadis berjilbab itu yang sedang berbicara dengan Savita.

"Tidur gih Mi kalau ngantuk, gue tahu tugas elo dan gue sama kok"

"Tidur aja nak di belakang, biar Savita tidur di sini sama Bunda"

"Tapi bun--"

"Istirahat nak, gak usah mikirin Abang, dia masih kuat buat nyetir kok. Patah hati aja kuat apalagi nyetir sampai puncak, kuat-kuat aja dia"

Setip aja telinga abang bun setip ake ketapel kalau perlu, jangan ungkit patah hati di depan Rachmi dong bun. Ayah hanya tertawa terbahak-bahak.

"Adek sama Rachmi tidur di belakang ya bun, ayah biar pindah sini"

"Pinter banget anak ayah. Berhenti bang, ayah mau pindah sama Bunda, kamu diem disini nyetir yang bener"

Bossy sekali bapak negara ini.

Dan benar adanya, Rachmi di belakang dengan Savita tertidur pulas karena begadang sampai jam 3 pagi, dan melihat mesranya bunda dan ayah yang seakan mengejek gue yang jones.

"Udah nyetir aja yang bener, anaknya tidur itu"

Jleb

Ngena banget sih bapak negara ini. Gue ketahuan lagi kalau emang curi-curi pandang kearah Rachmi.

"Buruan halalin, biar gampang dipandangnya" lalu gue melihat ayah mengecup pipi Bunda seperti biasanya.

Iri abang yah iri.

"Jangan lupa satukan lagi hubungan Avi dan adek kamu. Awas kamu pisahin mereka"

"Siap komandan"

⭐⭐⭐

Perjalanan selama dua jam ke puncak telah berakhir. Kami sudah sampai di villa yang di sewa ayah sampai besok siang.

Gue menurunkan tas yang gue bawa dan beberapa bahan makanan yang sengaja di bawa bunda kemari. Disana Savita dan Rachmi juga menunggu untuk mengambil ranselnya.

"Udah kenal abang gue kan?" Rachmi mengangguk dan tersenyum kecil. "Dia lagi jones Mi, lo juga jones, nikah gih"

Hah?

"Biar abang gue yang ngelamar ke rumah lo"

Lalu Savita pergi gitu aja tanpa dosa. Adek gue itu niru ayah banget kalau ngomong suka ceplas-ceplos, mungkin dulu Bunda ngidam makan Lombok deh waktu hamil dia.

"Permisi mas"

Duh denger suara lembutnya aja bikin jantung gue kebut-kebutan gak jelas, apalagi jalan bersisian seperti ini. Serasa ada yang nyorakin gue, Halalin halalin halalin.

Gue langsung ke kamar yang berada di sebelah Savita dan Rachmi. Gue menaruh ransel gue dan segera ke gazebo belakang dimana Ayah dan bunda bermesraan.

"Yah"

"Mau ngelamar sekarang? Ntar aja tunggu pulang dari sini, lusa orang tuanya datang kok"

Gue pun hanya bisa menunduk disaat Ayah dan Bunda menggoda gue. Gue lihat Savita datang bersama Rachmi, Savita mengalungkan stetoskop miliknya di leher. Rachmi tersenyum manis ke arah gue.

Deg

Deg

Tuhan, jantung gue bisa bereaksi secepat ini cuma lihat senyumannya aja.

Gue lihat Savita menempelkan ujung stetoskopnya di jantung gue, lalu dia memejamkan matanya.

"Bun, kita perlu ekg deh buat lihat jantung abang yang sedang jatuh cinta cuma dengan senyuman Rachmi"

Dan berikutnya gue mendengar Ayah dan bunda tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Rachmi hanya menunduk dengan pipi yang merona malu.

Ya Tuhan, manis sekali gadis ini jadi gemas pengen cepet halalin.

"Rachmi, saya mau khitbah kamu"

⭐⭐⭐

Wuih gercep babang Zaqi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top