⭐DUA⭐
Maaf gak bisa update tepat waktu.. mikirin kembali story yang hilang ini rasanya puyeng..
Happy reading
.
.
.
⭐Zaqi POV
Setelah menjalani Akmil di Magelang selama 4 tahun, gue masih punya waktu 3 hari untuk liburan sebelum mengemban tugas pertama gue.
Gue memilih menghabiskan waktu bersama keluarga. Simple kok, cuma pergi berbelanja kebutuhan, jalan-jalan, apalagi nonton. Yang paling gue suka adalah nganterin bunda dan adek gue belanja. Karena gue bisa leluasa memilih cemilan berbahan dasar coklat.
Gue dan Savita berebut cemilan berbahan dasar coklat. Savita melotot ke gue.
"Abang tuh ngalah, udah gede juga" gue cubit aja Pipinya yang sekarang chubby. Dia bilang baru putus sama pacarnya, hell sudah berani pacaran rupanya tanpa gue tahu.
Gue cubit hidungnya yang bangir sampai memerah dan memeluk lehernya erat. Rasain lo dek, emang enak.
"Bundaaaa, tolongin adek bundaaaa" rengek manjanya ke bunda yang kebetulan lewat di depan kami, bunda cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah kami berdua. "Ayaaaahhhh... Abang nih.. yaaahh"
Ayah berdehem dan berhenti didepan kami, memandang dengan tatapan tajam kearah kami berdua. Sebelum berlanjut dengan sikap tobat, gue segera melepaskan adek gue tersayang yang lalu kabur dan memeluk lengan ayah dengan manjanya.
"Dasar manja" ledek gue. Savita malah bomat, dia menjulurkan lidahnya mengejek gue. Awas ya lo, tunggu pembalasan gue.
Gue dan Savita meneruskan memilih beberapa cemilan dan memasukkannya ke troli, dan mendorongnya menuju Ayah dan Bunda yang udah berdiri disana dan ngobrol dengan seseorang yang gue kenal.
"Ini aja bun?" Gue mengambil alih buah yang dipegang bunda dan memasukkannya ke troli.
"Oh ini Zaqi? Apa kabar Zaqi?" Sapa Kolonel Adil ke gue.
"Alhamdulillah baik Om" Ayah pernah bilang, kalau kita sedang tidak memakai seragam kebanggaan kita, itu berarti kita adalah warga sipil biasa, tidak mengenal pangkat. Tapi lain halnya kalau kita sudah memakai seragam doreng kebanggaan, barulah kita menghormati pangkat mereka.
"Lama gak ketemu Zaqi ya, kamu ingat Narita?" Gue mencoba mengingat siapa Narita. "Kalian duku main bertiga dengan Vino juga, ingat?" Tante Aqillah menggandeng seorang perempuan manis.
Oh damn!
Cewek ini manis sekali, apalagi saat tersenyum. Jujur gue sedikit lupa siapa Narita sebenarnya. Karena saat gue kelas 3, Om Adil dipindah tugaskan ke daerah jawa timur. Jadilah hanya gue dan Vino yang kemana-mana berdua dan sebutan BFF itu melekat di diri kita berdua.
"Apa kabar bang?" Sapanya Ramah, suaranya terdengar merdu di telinga gue. Lama gue memandang Narita, terasa ada yang menyenggol perut gue. Adek laknat!.
"Terpesona eh? Kenalan gih, jangan dianggurin" beneran kampret adek gue. Gue sentil jidat dia. "Ayah, bundaa, abang kdrt nih" rengekannya, dan bergelayut manja di lengan bunda.
"Kdrt pale lu pitak"
"Abang" peringat bunda, bunda melotot kearah gue. "Bukan kata yang baik" gue nyengir ke bunda dan memasang kedua jari tanda perdamaian. Bunda kembali berbicara dengan tante Aqillah.
Gue tarik Savita kembali dan memeluk lehernya. Ada seorang cowok yang menata buah, tapi matanya lirik-lirik savita. Gue colok juga tuh mata. Sini adepin gue dulu baru ayah.
⭐⭐⭐
Kami semua berada di restoran di daerah mall. Kami makan malam bersama keluarga om Adil. Gue sibuk makan dan sesekali memperhatikan Narita, entah kenapa rasanya gue ingin dekat dengannya. Narita terlihat cantik, apalagi saat tersenyum.
Keluarga om Adil sudah pamit pulang lebih dulu. Ayah dan bunda sedang ke toko sebelah Untuk mencari kado yang gue gak tahu untuk siapa.
Bego! Kenapa gue baru sadar kalau gue lupa minta nomor hape Narita tadi.
Savita menaik turunkan alisnya didepan gue. Gue memandangnya dengan satu alis terangkat. Pasti nih anak ada yang dia inginkan.
"Apa?" Tanya gue ketus.
"Beliin es krim Vanila dan coklat dong bang" gue menggeleng.
Savita menyodorkan hapenya di depan gue. "Barter nomor mbak Narita"
Gak percaya tapi gue lihata beneran itu foto Narita. Gue sambar hapenya dan segera mengeluarkan uang lima puluh ribu satu lembar.
"Deal" gue segera menyalin nomor Narita.
Gue duduk di seberang Savita, menemaninya menikmati es krim hasil bater nomor Narita tadi. Gue yang ketinggalan perkembangan adek gue apa gimana ya. Adek gue terlihat berbeda sekarang. Dia jadi lebih cantik, terlihat dia juga berdandan meskipun tipis.
"Kamu gak mau curhat apa gitu sama abang?" Savita memicingkan matanya, menatap gue penuh selidik.
"Abang janji ya, jangan jadi ember bocor" gue mengangguk malas. Siapa juga yang ember. "Jangan kasih tahu ayah dan bunda" gue mengangguk lagi.
"Beberapa bulan lalu, aku putus bang, pacarannya gak lama juga sih, cuma satu bulan doang" dia tertawa.
"Pacaran sama siapa? Avi?" Dia menggeleng. Entah kenapa gue lebih suka Avi dengan Savita.
"Nope. Avi cuma sahabat aku bang, Avi sendiri lagi dekat dengan seseorang" gue mengangguk. "Aku jadian sama polisi" gue membola.
"Polisi? Gimana bisa?" Savita tertawa lagi, lalu menggedikkan bahunya.
"Jadian sama dia cuma satu bukan doang, habisnya dia bilang sibuk inilah sibuk itulah. Ya udah, aku milih jalan sama Avi aja"
"Ayah dan bunda?" Savita menggeleng dan nyengir.
"Gak ada yang tahu bang. Putusnya karena fia selingkuh dengan temannya. Ya udah ku bilang putus"
"Kamu.. suka dia?" Savita menggedikkan bahunya. "Maafin abang yang gak bisa jagain kamu 24 jam"
"Santuy bang. I'm fine brotha. Aku bangga sama abangku. I'm proud of you bang" gue memeluknya erat. Adek kecil gue kini sudah dewasa.
⭐⭐⭐
Gue membuka menutup kembali room chat Narita. Gue menghembuskan nafas sejenak, lalu kembali mengetik.
Arizaqqi
Haiy Narita, ini Zaqi
Narita
Haiy abang, dapat nomor Ku dari Vita ya?
Arizaqqi
Ya. Maaf mengganggu waktumu
Narita
Santai bang. Aku suka abang chat aku
⭐⭐⭐
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top