CHAPTER 7

"Apa?" Castro terkejut. "Aku tidak main-main, Eira. Kau tidak boleh menggunakannya pada dirimu."

"Aku tidak main-main." Secara sembunyi-sembunyi, Eira menunjukkan tangan yang terhiasi cincin Andveranaut pada Castro, yang sekarang terkejutnya melebih Eira saat dia tahu cincin itu terkutuk.

Alunan musik sudah berganti lagi, namun kali ini tidak ada yang menari. Dari arah pintu masuk, Eira melihat seorang penjaga masuk, berjalan mendekati Raja Castor dan Jendral Kilorn yang berdiri di sisinya. Sebuah isyarat bahwa Eira dan Nimue harus segera pergi sebelum Raja mengetahui bahwa salah satu hartanya telah hilang.

"Aku harus pergi." Eira menelusur sekitar, mencari Nimue dalam ruangan penuh sesak.

Saat dia baru saja akan menyusul Nimue yang sudah berada di depan pintu, Castro menahan lengannya. "Biarkan aku ikut bersamamu," pintanya.

Pencarian yang bahkan Eira sendiri belum dapat raba apa yang akan dia hadapi, dia tidak bisa mengambil risiko untuk membawa seorang pangeran. Untuk keselamatan dirinya saja Eira tidak dapat menjaminnya, apalagi harus menjamin keselamatan Castro. "Tidak, kau tidak bisa ikut," katanya seraya melepaskan lengan dari lelaki itu.

Kekecewaan muncul dari raut wajah Castro, untuk kedua kalinya Eira menolak niat tulusnya untuk membantu. Tidak ingin menahan Eira lebih lama, Castro melepaskan lengan dhampir itu. "Lewati alun-alun, penjagaan di sana lebih sedikit karena banyak orang yang ingin masuk ke istana, kalian akan lolos lewat sana," katanya.

Eira mengangguk pelan. "Terima kasih, Castro."

Nimue yang sudah tidak sabar menunggu di pintu cepat-cepat mengisyaratkan Eira untuk segera pergi. Baru saja mereka berhasil keluar dari pintu saat Jendral Kilorn memerintahkan penjaga di dekat pintu untuk menyuruh mereka masuk kembali. Jika mereka tidak pergi sekarang, cepat atau lambat Raja akan tahu bahwa cincin Andvaranaut menghiasi jari Eira jika mereka digeledah. Satu-satunya hal yang seharusnya mereka lakukan saat ini adalah kabur dan membiarkan para penjaga mengejarnya. Lebih baik seperti itu daripada harus masuk kembali tanpa perlawanan.

Sesaat, Eira melirik Nimue untuk menyisyaratkan mereka harus lari setelah Eira menghajar si penjaga. Kurang dari tiga detik, Eira sudah berhasil membuat penjaga roboh ke lantai, bersamaan dengan itu, Nimue telah berlari memimpin pelarian mereka yang diikuti sekumpulan penjaga di belakang.

Jendral Kilorn yang geram langsung meneriaki para bawahannya untuk mengejar mereka, terutama pembalasan dendamnya pada Eira, seolah inilah yang dia sangat nanti-nantikan. "Tangkap mereka!"

Langkah-langkah kaki berderap begitu ramai, berusaha menangkap dua penyusup yang mencuri harta raja. Eira mengekor Nimue yang tidak peduli pada apa pun lagi selain terbebas dari para penjaga yang mengejar mereka. Beberapa penjaga yang berada di depan berusaha untuk menangkap mereka, namun dengan sigap Eira merobohkan mereka satu-persatu. Nimue hanya bisa menghindar dan menyerahkan perkelahian sepenuhnya pada Eira.

Lorong demi lorong mereka lewati, namun jalan keluar tidak terlihat di mana pun. Eira yang sejak tadi meraba-raba kalungnya untuk memanggil Nero tidak kunjung mendapatkan jawaban. "Lakukan sesuatu, Nimue! Gunakan sihirmu!" tukas Eira.

"Tidak bisa, tenaga sihirku habis karena terpakai untuk penyamaran tadi," timpalnya.

Sekumpulan penjaga muncul dari depan mereka, Eira mulai menghajar mereka untuk menyingkir dari jalan. Nimue yang tidak bisa membantu Eira cukup baik, menyambar sebuah tombak yang menghiasi dinding untuk melawan para penjaga. Beberapa gerakan berhasil membuat tumbang para penjaga, namun dengan banyaknya penjaga mereka tidak akan bisa keluar dari istana dengan selamat.

Eira yang mulai kewalahan dengan banyaknya serangan secara bersamaan, mulai tumbang. Seorang penjaga berhasil melumpuhkannya dan ditambahkan dengan serangan lain mengenai perut, kaki, hingga kepalanya yang mengakibatkan Eira terkapar di lantai. Matanya sayup-sayup melihat Nimue yang masih melawan, dia ingin bangkit, namun matanya dihadapkan oleh Jendral Kilorn yang akhirnya meninju wajah dhampir itu hingga tidak sadarkan diri.

***

Sebuah pesan mendadak dari istana dwarf di Troan membuat Elias harus segera melesat dengan phoenix-nya. Raja Castor mengadakan pertemuan 7 kerjaan yang mengatakan bahwa mereka harus memutuskan untuk menghakimi Eira si Dhampir Terkahir.

Saat sampai di istana, Elias adalah orang pertama yang sampai, disusul oleh Ratu Calliope dan Raja Dellinger dan setelahnya sampai semua perawakilan. Raja Castor yang menjadi tuan rumah, muncul paling terakhir dengan sang anak yang mengekor.

Elias jadi bertanya-tanya apakah ini ada hubungannya dengan perbincangan Eira dan Pangeran Dwarf yang dia lihat waktu itu. Namun, alih-alih mengamati Castro, Elias akhirnya mulai bicara. "Apa sebenarnya yang ingin kau bahas, Castor?" tanya Elias, nada bicaranya setenang air di tepi sungai, namun dingin bagaikan es di musim salju.

"Hari ini aku disusupi oleh Eira si Dhampir, dia mengambil cincin Andvaranaut dari ruang harta milikku, bukan hanya itu dia juga menggoda putraku," kata Raja Castor.

"Ayah, dia tidak menggodaku, aku yang mengajaknya untuk menari bersamaku," bantah Castro.

Elias yang melihat perselisihan ini mulai angkat bicara. "Eira bukan seseorang yang seperti itu, jika dia melakukannya pasti karena suatu alasan," belanya.

"Ya, dia mengatakan padaku bahwa dia melakukannya untuk melindungi banyak nyawa." Castro menambahkan.

Ratu Elf, Calliope yang masih bingung dengan titik pengubung pembicaran menanyakan perihal cincin yang mereka bicarakan. "Apa itu cincin Andvaranaut?" selanya.

"Cincin Andvaranaut adalah cincin untuk mencari emas yang tersembunyi. Itu lebih berharga dari harta apa pun yang kalian miliki," jelas Raja Castor menyombongkan harta kepunyaannya.

"Pantas saja kau memiliki gunung emas," timpal Raja Eros.

Raja Castor yang merasa tersinggung, mengalihkan wajahnya pada satu-sataunya Druid di ruangan. "Gunung emas itu sudah ada bahkan sebelum nenek moyang kalian lahir. Dan kami tidak pernah menggunakan cincin Andvaranaut untuk mencari emas, cincin itu terkutuk."

"Lalu untuk apa Eira mengambilnya?" tanya Elias.

"Aku tidak tahu, yang jelas, dia mencurinya dan menggunakan cincin itu," jawab Raja Castor.

"Meminjamnya." Castro mengoreksi.

Sang ayah melirik anaknya yang sejak tadi terus membela perempuan yang sekarang berada di penjara bawah tanah miliknya. "Karena cincin itu dikutuk, orang yang menggunakannya juga dikutuk, dan demi keselamatan kita semua, Dhampir itu harus dihukum mati, atau kita akan terkena imbasnya."

Castro yang mendengar usulan ayahnya untuk menghukum mati Eira langsung menolak mentah-mentah hal itu, begitu juga Elias yang tidak menyetujuinya.

"Eira adalah ras terkahir dhampir, satu-satunya yang memiliki darah keturunan manusia. Walau hanya setengah, dia bisa saja jadi penyelamat kita. Ayah tidak ingat siapa yang bisa menarik pedang Excalibur dari batunya? Hanya manusia. Dan walaupun Eira belum bisa menariknya, mungkin saat ini dia sedang berusaha untuk mencari cara agar dia dapat menarik pedang itu." Dengan penuh emosi yang meluap-luap, Castro membantah habis-habisan gagasan sang ayah.

"Ya, Castor. Aku juga tidak menyetujui usulan itu. Eira berhak mendapatkan kehidupan yang sama dengan yang lainnya," tambah Elias.

Raja Castor yang seolah tidak mau kalah, mulai memprovokasi perwakilan 7 kerajaan. "Kalian tahu sendiri bagaimana dia menyusup pada setiap pertemuan, dhampir itu adalah ancaman, jika kita biarkan, lama-kelamaan dia akan akan mulai mencari kelemahan kita, dan kemudian mengambil alih kerajaan."

Satu-persatu perwakilan mulai mengangguk-angguk dan terprovokasi. Mereka menyetujui gagasan Raja Castor untuk menghukum mati Eira dan menghapus satu-satunya ras dhampir yang tersisa.

"Kalau begitu, kita ambil suara saja. Siapa yang setuju denganku untuk menghukum mati Eira si Dhampir, angkat tangan kalian," ujar Raja Castor.

Enam dari tujuh mengangkat tangan mereka, kecuali Elias yang tidak menyetujui gagasan itu sama sekali. Jika Castro dapat dihitung, dia sudah pasti tidak akan mengangkat tangannya dan tidak berpihak pada sang ayah. Sayangnya, Castro belum bisa dihitung sebagai suara karena posisinya yang hanya seorang pangeran, bukan Raja. Bahkan, walaupun Castro mendapatkan suara, mereka masih kalah jumlah untuk memenangkannya.

"Sungguh suatu hal yang sangat lucu, kalian yang memiliki kekuasaan dan memiliki ribuan pasukan yang bisa dengan mudahnya menaklukkan kerajaan lain di Afemir, malah takut dengan seorang perempuan yang tidak memiliki pasukan apapun. Jika 6 kerajaan besar saja takut padanya yang hanya bermodal dua pedang, aku tidak bisa membayangkan apa yang bisa dia lakukan jika dapat menarik pedang Excalibur dari batunya," Castro kemudian terkekeh. "Sudah pasti menguasai seluruh daratan di Gaia."

Dengan kesal, Castro membanting pintu tepat saat 7 perwakilan terdiam mendengar kalimat terakhirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top