CHAPTER 6
Sesuai perkiraan Nimue, mereka sampai di Troan tepat malam hari dengan mengendarai Nero. Selama perjalanan, Nimue masih terkesan dengan Nero yang untuk pertama kalinya, dia dapat melihat hewan itu. Dia juga terus membicarakan rencana mereka, mulai dari jalan memutar melewati gunung, masuk melalui menara tertinggi istana, dan menjadi seorang dwarf untuk menipu penjaga. Rencana yang kedengarannya mudah, namun yang terakhir hampir tidak masuk akal.
"Bagaimana cara menipu mereka menjadi seorang dwarf? Tinggi kita saja sudah tidak meyakinkan," komentar Eira.
"Apakah kau tidak ingat aku seorang peri? Walaupun sihirku kebanyakan berasal dari alam, aku belajar beberapa mantra dari seorang witch," kata Nimue meyakinkan bahwa rencana mereka akan berhasil.
Istana dwarf di Troan terletak tepat di bawah kaki gunung Dunburg, saat Nimue mengatakan mereka harus lewat jalan memutar dari arah gunung, dikarenakan dari arah sana penjagaan tidak terlalu ketat.
"Di sana. Turunkan kami di sana Nero," pinta Eira saat melihat puncak menara tertinggi.
Setelah Nero menurunkan dua penyusup itu, dia pergi menjauh dari istana. Hewan itu seolah tidak ingin mengambil risiko ketahuan pada rencana berbahaya yang kedua perempuan itu akan lakukan.
Di atas menara, terdapat sebuah pintu yang mengarah ke tangga melingkar menuju istana. Eira yang baru akan membuka pintu di tahan oleh Nimue untuk melakukan penyamaran terlebih dahulu. "Kita harus menyamar dahulu," katanya, memegang lengan Eira kuat-kuat.
Eira mengangguk. Nimue kemudian mulai merapalkan mantra untuk mengubah wujud mereka menjadi seorang dwarf. Tidak lama berselang, suara langkah kaki dari arah tangga membuat keduanya intens saling bertatapan, sedangkan Nimue masih terus merapalkan mantra.
"Bisakah kau lebih cepat sedikit?" komentar Eira yang mulai cemas.
"Diam, aku sedang berkonsentrasi," timpal Nimue.
Lama-kelamaan, langkah itu semakin terdengar jelas dan pada saat pintu terbuka di depan mereka, seketika Eira mematung, bersiap untuk menghajar siapa pun yang muncul, sedangkan Nimue sudah tidak berkomat-kamit lagi. Seorang dwarf memandangi mereka sedikit kebingungan. Namun tidak seperti yang Eira duga, dwarf itu malah menanyakakan apakah mereka sudah mampir ke pesta yang diakan Raja Castor.
"Jauhi si Bofeag dan Dotholin jika tidak ingin kena bogem mentahnya, mereka sedang mabuk berat," katanya sesaat sebelum mereka menuruni tangga.
"Aye," sahut Eira.
Kedua perempuan itu akhirnya menuruni tangga terburu-buru. "Ini hanya bertahan 7 menit, kita harus cepat." Nimue memperingatkan sambil berbisik.
Eira memimpin jalan menuju ruang harta, di belakangnya Nimue mengekor. Sebagai seseorang yang sering menyusup, tentunya Eira tahu betul di mana letak ruang harta. Dia bahkan sudah menyusupi istana 7 kerajaan dan mengingat semua letak ruangannya. Secara teknis, mereka seharusnya bisa keluar tanpa ketahuan, namun karena mereka harus mencuri harta berharga kerajaan, hal itu harus diperhitungkan baik-baik oleh Eira.
Saat sampai di tikungan yang tepat menuju ruang harta, soerang dwarf berdiri di depan pintu sambil menoleh ke arah kedua perempuan itu. "Pergantian penjaga, kau bisa istirahat dan menikmati pesta, Raja Castor benar-benar tahu caranya berpesta." Nimue mulai berbicara agar penjaga itu pergi.
"Ah, terima kasih." Bahkan dwarf itu percaya tanpa bertanya apa-apa.
"Oh, ya, jauhi Bofeag dan Dotholin jika kau tidak ingin terkena tinjunya, mereka mabuk berat," tambah Eira sebelum penjaga itu pergi.
Penjaga itu tertawa. "Justru di sana keseruannya, 'kan?" Dan dia pergi menyerahkan shif jaganya pada Eira dan Nimue.
"Kau jaga di sini, aku yang akan cari cincin itu. Berikan sinyal jika seseorang datang." Eira kemudian membuka pintu ruang harta dan masuk dengan teperangah. Bagaimana tidak, ruangan yang sebegitu lebarnya dipenuhi oleh gundukan emas dan berbagai harta berharga lainnya yang diletakkan dalam kotak-kotak kaca. Membuatnya pusing bukan kepalang harus mulai dari mana.
Cincin itu merupakan benda yang cukup unik, jadi untuk memulainya, Eira memeriksa kotak-kotak kaca terlebih dahulu. Sepenglihatan dia sejauh ini, setiap kotak kaca yang berisi benda-benda berhaga dilabeli dengan nama bendanya dan asalnya. Setelah berkeliling hingga kotak kaca terakhir, Eira tidak menemukan satu pun cincin yang disebutkan oleh Eira, yang namanya bahkan tidak dia ingat, namun di dalam kotak kaca yang dia periksa, tidak ada benda berbentuk cincin juga.
Setelah berputar-putar pada beberapa gundukan emas lainnya, Eira berhenti pada sebuah kotak kaca yang menempel pada dinding dan dibatasi dengan garis-garis penghalang. "Benar juga, cincin itu adalah peta emas, yang pasti lebih berharga dari setiap emas di sini," ujar Eira yang melihat cincin itu diperlakukan istimewa.
Perlahan-lahan Eira memasuki batas untuk mencapai kotak cincin. dia memandang sekilas cincin itu sesaat sebelum mengeluarkannya dari dalam kotak kaca. Terpantul wajah yang tidak dia kenali dari kotak kaca, Eira sempat melompat terkejut. Dia kira, seorang dwarf berdiri di belakangnya, padahal itu pantulan dirinya yang saat ini menyamar menjadi dwarf.
Suara ketukan di pintu mengisyaratkan Eira harus cepat-cepat keluar, yang sudah pasti itu adalah Nimue memperingatinya bahwa seseorang sedang menuju ke arah mereka. Cepat-cepat, Eira mengambil cincin dalam kotak kaca dan mengenakannya di jari, takut kalau-kalau cincin itu terjatuh atau hilang jika dimasukkan ke dalam saku bajunya. Sebuah sensasi mengejutkan muncul saat Eira menjejalkan cincin ke jarinya.
Dengan tergesa-gesa, Eira berlari mencapai pintu. Sebelum dia keluar, diliriknya kotak pantulan dirinya yang telah kembali normal, yang berarti mantra Nimue telah hilang. Di luar, Nimue telah menunggunya dengan gelisah, tergambar dari ekspresinya yang mulai pucat.
"Kenapa kau lama sekali?"
"Kau saja yang coba mencarinya di dalam sana," sindir Eira.
Tidak mau berdebat, Nimue memalingkan wajah hanya untuk mendengar langkah kaki mendekati mereka. "Mana cincinnya?" tanyanya.
Eira menyodorkan tangannya yang dihiasi oleh cincin Andvaranaut. Nimue yang melihatnya, langsung terkejut bukan main. "Apa yang kau lakukan? Cepat lepaskan cincin itu!" perintahnya.
"Aku kenakan agar tidak hilang atau terjatuh." Eira yang tidak tahu apa-apa mulai mencurigai gelagat Nimue. "Ada hal lain apa yang kau belum katakana padaku?" Matanya mengintrogasi.
Nimue menggigit bibir bawahnya, tanda bahwa dia merasa bersalah. "Aku lupa memberi tahumu kalau cincin itu dikutuk, siapa pun yang mengenakannya akan mendapat kutukan kesengsaraan," tuturnya.
Eira baru saja akan melontarkan kata-kata makian saat langkah kaki di balik tikungan terdengar lebih keras. "Kita harus keluar dari tempat ini dulu," katanya dengan kesal.
Eira memimpin untuk mencari jalan keluar. Mereka tidak bisa pergi melewati menara tertinggi, seorang dwarf sudah berjaga di sana. Jalan keluar lain adalah melalui bagian barat istana, di mana Raja Castor sedang melangsungkan pesta yang meriah, karena dari sana akan banyak orang yang berlalu-lalang, membuat mereka tidak terlalu dicurigai.
Seingat Eira, mereka harus berbelok ke kanan dua kali, kemudian melewati lorong penghubung istana bagian barat dan timur. Namun saat baru akan menyebrangi istana, seseorang berpapasan dengan mereka, membuat keduanya mematung untuk beberapa saat.
"Eira? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Castro, rambutnya diikat menjadi buntalan, pakaiannya bukan lagi seperti seorang prajurit yang terakhir Eira jumpai, kali ini dia terlihat layaknya seorang pangeran,dengan jubah sutra yang menghiasi punggungnya.
"Castro," seru Eira. "Aku di sini untuk menemuimu."
Nimue yang semula kebingungan dengan perkataan Eira, langsung mengerti seketika. Ini sebuah pengalihan yang cukup bagus, beruntung Eira mengenal lelaki yang baru saja berpapasan dengan mereka.
Castro memberikan senyuman dengan sedikit kebingungan. "Mencariku?" tanyanya, lengannya dilipat di dada seolah mengintrogasi.
"Ya," jawab Eira santai. Dia bukan pembohong ulung, tapi dia cukup baik dalam menyembunyikan ekspresinya.
Castro mengerutkan keningnya, dia kemudian melirik Nimue yang masih mematung seolah tidak ingin ikut campur dalam percakapannya dengan Eira. "Dan yang bersamamu?" tanyanya lagi.
Akibat terlalu fokus pada kehadiran Castro, Eira hampir lupa mengenai Nimue yang berdiri di sampingnya. "Oh, ya, ini temanku, Nimue." Eira kemudian mendekat pada Castro untuk berbisik. "Dia di sini untuk menemui Bofeag, mereka sedang jatuh cinta," katanya berbohong agar lelaki itu tidak mencurigainya.
Castro tertawa, sebuah tawa yang mengingatkan siapa pun pada hangatnya cahaya matahari di pagi hari, dengan udara gunung yang menyejukkan. "Ayo, aku antar kalian ke ruang pesta," katanya kemudian.
Eira dan Nimue tidak menyangka rencana mereka akan semulus ini, namun mereka tetap belum sampai pada jalan keluar. Sedangkan sekarang, mereka harus ikut dalam acara pesta yang diadakan Raja Castor. Suara keramaian dan nyanyian musik sudah terdengar bahkan sebelum mereka masuk ke ruangan. Suara itu tumpah ruah saat mereka berada di dalamnya.
"Berikan cincinnya padaku, kita akan berpencar," bisik Nimue.
Eira mengangguk sambil menarik cincin terkutuk itu dari jarinya, namun bukannya cincin yang dia dapatkan, melainkan kesakitan karena tidak bisa melepaskan cincin yang menghiasinya jarinya itu. "Aku tidak bisa melepaskannya," bisiknya balik.
"Apa?"
"Aku tidak bisa melepaskannya," ujar Eira lagi. Kali ini, Nimue yang mencoba untuk melepaskannya, namun alhasil gagal, mereka harus menyembunyikan cincin itu tanpa harus melepaskannya dari jari Eira.
"Tetap waspada dan sembunyikan tanganmu," kata Nimue akhrinya, sebelum dia berbaur pada kerumunan orang.
Eira mengamati ruangan, takut kalau-kalau mereka menyadari sesuatu hilang dari ruang harta, namun sejauh yang dia lihat, para penjaga tidak menunjukkan adanya penyusup, begitu juga raja yang sedang meminum bir kesepuluhnya. Sedangkan Castro sudah berada tepat di sisi ayahnya sambil duduk dengan begitu elegannya. Jika boleh dikatakan, sang raja sangat berbeda dengan putranya dari segi sikap. Castor lebih terlihat seperti raja yang lebih mementingkan urusan pribadi ketimbang kepentingan rakyat, sedangkan anaknya seseorang yang terlihat mementingkan kepentingan rakyat dahulu, baru dirinya.
Eira memalingkan wajahnya saat Castro mendapatinya mengamati, yang berakhir pada seorang dwarf yang menatapnya penuh kecurigaan. Dwarf itu kemudian menghampiri Eira. "Huh, sebuah kebetulan tidak terduga bertemu denganmu lagi," katanya sinis.
"Jendral." Eira memberi salam. Bahkan setelah dia menghadiahi sang Jendral dengan luka goresan di wajahnya, Eira tidak takut sama sekali. "Bagaimana wajahmu?" sindirnya.
Sang Jendral tidak mengatakan apa-apa, kesal karena cibiran telak yang Eira lontarkan. Namun kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga Eira sambil berbisik. "Aku tidak percaya kebetulan, akan kuawasi kau." Dan dia berpaling untuk menghampiri Raja Castor.
Memang bukan kebetulan dia berada di sini, namun sampai saat ini situasi masih aman-aman saja. Dialihkannya pikiran pada alunan musik yang berangsur-angsur berubah, menjadi nyanyian menyenangkan dan membuat beberapa dwarf menunjukkan kebolehan menari mereka. Para laki-laki, menarik para perempuan untuk diajak menari bersama. Bukan seperti tarian yang Eira sering lihat dahulu saat di istana Failos yang begitu intens. Tarian para dwarf lebih seperti kesenangan dan kebagagian.
Castro yang berada di ujung ruangan, melirik Eira, dia kemudian berjalan menghampirinya sambil mengulurkan tangan untuk ikut menari bersama. "Aku tidak pandai menari," tolak Eira.
"Kau telah menolakku untuk ikut bersamamu, jangan menolakku untuk yang kedua kalinya," katanya, masih mengulurkan tangan.
Sejujurnya, Eira bisa saja menolak lagi, namun sebagai balasan karena Castro telah menolongnya, dia meraih tangan pemuda itu yang menariknya ke tengah ruangan. Hentakan kaki, saling menyialangkan tangan, berputar, melompat, begitulah tarian yang diajarkan Castro padanya. Tidak mudah bagi Eira, namun kaki-kakinya yang lincah seolah berkata lain.
"Sekarang kau bisa katakan padaku yang sebenarnya, kenapa kau ke sini?" bisik Castro.
"Aku datang untuk menemuimu," jawabnya, tidak berubah sedikit pun dari jawaban sebelumnya.
Castro tersenyum. "Aku tahu kau ke sini bukan untuk menemuiku, Eira. Aku tidak bodoh, kecuali jika kau beranggapan begitu," ujarnya.
Eira terdiam, walaupun tubuhnya masih bergerak mengikuti alunan musik bersama Castro. Dia menimbang-nimbang untuk mengatakan yang sejujurnya, namun Eira bukan seseorang yang mudah memercayai orang lain, begitu juga dengan Nimue yang telah membawanya ke dalam rencananya. Namun, kadang-kadang dia memang harus mempercayai instingnya ketimbang otaknya, seperti dia mempercayai Nimue, instingnya yang telah mendorong Eira untuk ikut bersamanya.
"Aku meminjam Andvaranaut dari ruang harta raja," bisik Eira yang akhirnya dia berkata jujur.
Castro mengerutkan keningnya. "Untuk apa?" tanyanya, lebih kepada penasaran daripada terkejut.
"Untuk itu aku tidak bisa katakan, yang jelas aku membutuhkannya," jawab Eira yang kali ini memilih untuk merahasiakan mengenai pencarian pedang Gram.
"Kau tahu cincin itu dikutuk, 'kan? Kau tidak bisa sembarangan menggunakannya hanya untuk mencari emas. Dan jika itu yang kau inginkan, aku bisa memberikannya padamu, berapa pun yang kau minta." Simpati Castro terhadap dirinya merupakan hal lain yang sudah lama sekali dia tidak pernah dapati, kemewahan yang hanya dirasakan oleh seseorang dengan banyak kasih sayang dalam hidupnya, bukan untuk dirinya.
"Ini bukan soal emas atau pun harta, Castro. Aku melakukannya untuk menyelamatkan banyak nyawa." Kendati demikian, Eira tetap tidak mengatakan kebenarannya.
Kali ini Castro yang terdiam, hingga irama musik berhenti. "Aku percaya padamu, tapi berjanjilah padaku jangan menggunakannya pada dirimu," pintanya.
Bukan pilihannya untuk menggunakan cincin itu, jika bukan karena Nimue yang lupa mengingatkan hal sepenting itu, cincin Andvaranaut tidak akan berakhir di jarinya. "Terlambat, aku sudah dikutuk."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top