CHAPTER 41
Mata semua orang kini terpusat padanya, kemudian beralih pada sosok yang mengenakan tudung dengan sebuah tombak sabit yang dibawanya. Saat sosok itu keluar dari kepulan asap, mereka dapat melihat jelas wajahnya yang seperti terbakar. Kulitnya mengelupas, sedangkan kepulan asap hitam pekat menghiasi setengah wajah.
"Datanglah ke perbatasan Dark Alpen atau seseorang akan mati menggantikan dirimu," ancamnya. Kepulan asap hitam itu kemudian menampilkan sebuah gambaran seorang anak elf yang lehernya tengah dicengkram oleh seorang succubus.
Tentu Eira dapat mengenali dengan mudah jenis iblis itu, dengan tanduk dan warna kulit merahnya. Namun kemudian, matanya tertuju saat seseorang yang belakangan ini membuatnya hampir berpikir bahwa iblis tidak seburuk yang dia pikirkan. Ternyata pikirannya salah dan Nimue benar, Kazimierz hanya melakukan hal yang menguntungkan dirinya. Berusaha membujuknya untuk memihak para iblis.
Sosok itu kemudian masuk kembali pada pusaran dan melebur hingga mengilang. Langit kembali terang, namun hati Eira menjadi gelap karena merasa tertipu. Walau seharusnya dia tidak perlu merasa seperti itu, karena apa yang bisa diharapkan dari seorang iblis? Mereka pintar menipu dan menjerumuskan seseorang dalam kegelapan.
Pasukan Jenderal Kilorn dan dirinya tengah mengalami guncangan hebat. Untuk pertama kalinya, mereka melihat iblis dengan mata kepala sendiri. Castro yang melihatnya langusng menyambar sang jenderal dan menarik kerah pakaiannya. "Dari mana kau tahu keberadaanku?" desaknya. Namun Jenderal Kilorn masih memproses apa yang baru saja dilihatnya.
"Aku yang memberi tahu keberadaanmu," ujar Batara yang muncul dari balik kuda-kudanya.
Tidak percaya, Casto langsung menghampirinya dan melesatkan sebuah pukulan tepat ke wajah lelaki itu. Tidak mengira akan mendapatkan sambutan dari sahabatnya, Batara hanya dapat mengaduh akibat pengkhianatannya terhadap Castro.
"Aku harus ke Dark Alpen," ujar Eira setelahnya.
"Aku akan ikut," sergah Castro.
"Aku juga." Kini, Nimue tidak mau kalah.
"Tidak! Para iblis hanya menginginkan diriku, aku tidak bisa membahayakan kalian." Eira menolak mentah-mentah usulan keduanya untuk ikut. Tentu karena dia tidak menginginkan hal buruk terjadi pada mereka.
Castro yang tidak menerima penolakan langsung membujuk Eira. "Aku tidak akan membiarkan kau pergi sendirian lagi. Kita lebih baik saat bersama, kita adalah tim. Aku, Nimue, Osric, dan Kramor akan membantumu."
"Tidak, tidak! Aku tidak ikut. Tujuanku hanya untuk mendapatkan emas dan aku sudah mendapatkannya." Kramor menggeleng-geleng.
"Oh, ayolah! Aku tahu kau menyukai petualang ini, membunuh para monster dan iblis," bujuk Castro.
Bergeming, Kramor tengah menimbang-nimbang. Memang ada benarnya, dia sedikit menikmati perjalanannya bersama orang-orang itu. Walau tujuan utamanya hanya untuk mendapatkan emas, tapi dia jadi ingat saat Eira menyerang iblis yang hampir memotong tangannya. Jika tidak, mungkin dia akan menggunakan tangan kayu seperti kakinya. "Baiklah," kata Kramor pada akhirnya. "Jangan buat aku menyesal."
Mengingat tentang kunjungan mereka saat bertemu dengan sang naga, Nimue jadi memikirkan perkataannya mengenai darah setengah manusia yang tersisa dua. Lantas, dia menanyakan maksudnya pada Eira yang mungkin saja dapat menjawabnya. "Eira, mengenai perkataan sang naga, apa kau tahu tentang hal itu?" tanyanya.
"Tentang apa?" Dia bersungguh-sungguh tidak mengerti apa yang dimaksudkan.
"Ada seorang lagi yang memiliki darah setengah manusia, apa kau tahu itu?" jelas Nimue.
Menarik Nimue untuk berbisik padanya, Eira tidak ingin orang lain mengetahui hal itu selain dirinya. "Ya, seseorang dengan darah setengah manusia dan setengah iblis."
Terkejut, Eira membungkam mulut Nimue sebelum melontarkan kalimat apa pun. Setelah yakin untuk tidak histeris, dia melepaskan mulutnya. "Oke, sejak kapan kau tahu? Dan kenapa kau tidak memberi tahuku?"
"Pertama aku tidak ingin kau terlalu memikirkannya karena kita sedang fokus pada hal lain saat itu. Kedua, aku tidak begitu yakin dia jahat."
Kali ini Nimue membelalakan matanya tidak percaya. "Dia iblis, kenapa menurutmu dia tidak jahat? Kau jangan sampai tertipu muslihatnya!"
"Lupakan tentang itu, kita punya masalah lebih besar selain itu. Bagaimana kita bisa pergi dengan cepat menuju perbatasan?"
Tidak lama setelah itu, Nero terdengar memekik di atas mereka. Di belakangnya, sosok besar mengikuti. Rupanya sang naga telah diberi tahu oleh Nero untuk membantu Eira dan teman-temanya. Saat naga itu turun, pepohonan runtuh disekitarnya. Jenderal Kilorn dan pasukannya yang masih terkejut dengan kedatangan para iblis kini dikejutkan lagi dengan kehadiran sang naga.
"Demi Raja Cortus Yang Agung." Jenderal Kilorn menyumpah.
"Aku bisa mengantarmu ke Dark Alpen dengan cepat." Lebih terkejut lagi mereka saat mengetahui sang naga dapat berbicara. Menundukkan kepala, dia mengisyaratkan untuk naik.
Setelah menyetujui untuk yang lainnya ikut membantu, mereka akhirnya naik ke punggung sang naga. Batara yang tidak mau ketinggalan dalam pertempuran itu langsung naik tanpa diajak, begitu juga dengan Jenderal Kilorn dan pasukannya. Walau mereka masih sedikit terkejut, ikut bertempur melawan iblis adalah suatu keharusan bagi mereka.
Mengepakkan sayapnya, sang naga melesat dengan cepat menuju perbatasan. Jika dengan Nero mereka membutuhkan waktu seharian, dengan sang naga mereka hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Setelah menurunkan mereka di perbatasan, sang naga pergi kembali. Dia bilang akan berada di sekitar jika membutuhkannya. Tentunya Eira tidak yakin apa yang akan dia hadapi setelah ini.
Mereka masih berada pada sisi terang perbatasan, menunggu Eira untuk memimpin. Castro yang melihatnya agak gusar, menggenggam tangan dhampir itu untuk menenangkan. "Bersamaan," ujarnya.
Mengangguk, mereka akhirnya melangkah menuju sisi gelap. Di mana Asmodeus tengah menunggu mereka di sana. Seperti gambaran yang diperlihatkannya, seroang anak elf tengah dipegangi oleh succubus, Kazimierz berdiri di sampingnya. Saat mata Eira beradu dengannya, lelaki itu tidak menunjukkan ekspresi sedikit pun.
"Apa yang kau inginkan dariku!" cecar Eira tanpa basa-basi. Matanya menoleh pada sang succubus yang memberikan seringaian. Saat Eira perhatikan kembali, dia baru menyadari ada sebuah tanda melingkar mengitari tempat Kazimierz dan sang succubus berdiri.
"Aku ingin kau masuk ke lingkaran dan Kazimierz akan membunuhmu, jika kau menolak maka anak itu yang akan menjadi penggantinya," papar Asmodeus.
Tentunya, Eira tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, dia dapat hidup kembali pikirnya. Namun, apa yang diinginkan iblis itu dari kematiannya? Dari lingkaran yang berada di sana, Eira dapat menyimpulkan mereka tengah melakukan sebuah ritual. Untuk apa? Pikir Eira lagi.
Saat Eira tanpa ragu akan melangkah, Castro meraih tangannya untuk menahan. "Tidak, aku tidak akan membiarkan hal itu."
Menoleh pada lelaki itu, Eira tahu bahwa dia tidak akan membiarkannya begitu saja menyerahkan diri. Namun melirik sang anak elf yang bahkan tidak ada rasa takut sedikit pun dari matanya, Eira tidak dapat membiarkan anak itu mati untuk dirinya.
"Maafkan aku, untuk kali ini aku harus mengikuti firasatku sendiri." Melepaskan lengannya dari Castro, Eira melangkah masuk ke lingkaran.
Kazimierz bergeming, kini gilarannya untuk melancarkan tujuan Asmodeus. Namun, lelaki itu tidak dapat membunuh Eira. Bukan karena tidak tega, melaikan dia takut apa yang akan terjadi setelahnya. Dia sungguh tahu bahwa apa yang Eira rasakan saat kematian merenggut nyawanya, bahwa jiwanya sedikit demi sedikit telah mati. Kazimierz tidak akan sanggup kehilangan sesuatu yang tidak akan pernah dia dapatkan lagi, yaitu cara Eira memandang dirinya.
Menunggu Kazimierz untuk membunuhnya, Eira hanya dapat melirik lelaki itu seolah matanya saja sudah dapat mejelaskan semuanya. Baru saja lelaki itu akan melangkah, dengan cepat dia beralih pada sang anak elf dan merobek lehernya. Darah mengalir deras, mengotori tangan Kazimierz. Dia bahkan tidak berkedip sedikit pun saat membunuh anak malang itu.
Asmodeus menyeringai, dia memang merencakan hal itu untuk terjadi tanpa Kazimierz sadari. Tubuh anak malang itu roboh ke tanah dan secara bersamaan Asmodeus mengetukkan tongkatnya. Cahaya api menyala-nyala muncul kembali seperti saat itu, para iblis bayangan sontak berkumpul membentuk kepulan asap.
Tidak percaya, Eira memandang Kazimierz penuh kebencian. Tepat saat para iblis bergumul di atas mereka, Eira menyerang lelaki itu dengan pedangnya. Mendorong Kazimierz keluar dari lingkaran. "Kenapa kau melakukan itu!" maki Eira penuh emosi.
Angin bertiup dengan sangat kencang, tanah bergoyang, dan kegelapan semakin pekat. Nimue dan yang lainnya berusaha untuk tidak terdorong akibat angin yang menghantam mereka. Sedangkan dari kepulan asap yang berputar-putar, para iblis bermunculan dari sana. Hingga meluasnya kegelapan menuju daerah Afemir. Gunung Nomak yang menandakan perbatasan Afemir kini tertutup oleh kegelapan yang mulai mengarah ke daerah Afemir lainnya.
Eira yang masih menyerang Kazimierz tidak hentinya mengayunkan pedang. Lelaki itu memang melakukannya agar Eira tidak memanangnya berbeda. Namun dia salah, kini dhampir itu sudah memberikan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini, tatapan kebencian memenuhi matanya. Tidak ada lagi rasa keingintahuan, hanya ada sedikit rasa ketakutan, dan murni kebencian.
"Aku melakukan ini untukmu!" ujar Kazimierz, menolak penghakiman.
Sambil menyerang, Eira membalasnya. "Untukku? Aku tidak memintamu untuk membunuh siapa pun!" makinya.
Selagi serangan bertubi-tubi Eira kerahkan, Kazimierz sama sekali tidak memberikan balasan. Dia hanya berusaha menghindar dan menghindar. Hingga Eira mengeluarkan kekuatan apinya dan membakar Kazimierz, namun tetap saja tidak ada perlawanan darinya. Kulit lelaki itu mengelupas dan sembuh kembali, begitu terus-menerus.
"Eira!" Castro berusaha memanggilnya. Namun angin yang berhembus sangat kencang menelan suaranya bulat-bulat.
"Kita harus pergi dari sini!" Batara memperingatkan.
"Tidak tanpa Eira!" bantah Castro. Dia tidak akan meninggalkannya untuk kesekian kali.
Para iblis yang bermunculan mulai menyerang mereka. Namun tidak ada satu pun yang dapat membunuh para iblis, bahkan Eira sendiri yang telah memiliki pedang Gram.
"Kita harus pergi dari sini atau mati di sini!" Kali ini Jenderal Kilorn yang memperingatkan, sembari menghalau para iblis yang berusaha menyerangnya.
Suara teriakan para prajurit mulai terdengar, satu-persatu mereka dibawa oleh para iblis masuk ke pusaran. Castro yang masih bersikukuh untuk tinggal tidak akan pergi sampai Eira ikut bersamanya.
Nimue dan Osric bersamaan melawan iblis-iblis itu sedangkan Kramor di seberangnya juga tengah berjuang untuk tidak tertarik ke dalam puaran. Dalam situasi ini, Castro tidak bisa membiarkan yang lainnya juga terluka. Namun begitu, dia tetap tidak akan meninggalkan Eira. "Nimue! Pergi dari sini!" perintahnya.
"Tidak tanpa Eira!"
Castro sadar bahwa mereka tidak akan membiarkan Eira bertarung sendirian. Tapi mereka juga tidak bisa mati di tempat ini.
Di sisi lain, Eira masih melampiaskan emosinya pada Kazimierz. Namun tiba-tiba, suara jeritan Nimue membuatnya menoleh. Di ujung sana, dia tidak menyadari bahwa para iblis telah muncul dan menyerang teman-temannya. Namun yang menjadi perhatian Eira saat ini adalah Castro. Sebuah tombak sabit bersarang di dadanya. Dengan cepat, Eira berlari menghampirinya sebelum lelaki itu roboh ke tanah. Sedangkan Asmodeus melebur kembali dengan senyuman puas.
"Tidak! Tidak! Jangan Castro!" Menangkap tubuh Castro, dengan gemetaran Eira membaringkan lelaki itu perlahan di tanah sedangkan kepalanya dipangkuan.
Darah membanjirinya pakaiannya, sedangkan Eira yang berusaha menutup luka itu dengan tangannya sudah terlambat. Castro telah meregang nyawa saat Eira menangkap tubuhnya. Tidak ada salam perpisahan, tidak ada kalimat terakhir. Bersamaan dengan itu, seseorang muncul dihadapannya. Dia adalah sang penunggu cermin Merlin yang datang untuk menagih bayarannya.
"Aku datang untuk mengambil kebahagaianmu," ujarnya.
Dalam kesedihannya, kini dia tidak sanggup untuk hal itu. Pikirnya, Castro adalah bayaran atas dirinya yang menggunakan cermin Merlin. Namun, dugaan Eira salah. "Tidak, jangan ambil ingatanku tentang Castro. Hanya itu yang tersisa untukku," mohonnya.
"Bayaran adalah bayaran dan aku tidak bisa menggantinya." Dengan begitu, semua ingatan tentang Castro direnggut darinya. Bukan berarti Eira melupakannya, memori itu tetap ada dalam ingatannya, hanya saja dia tidak dapat merasakan setiap emosi yang datang bersamanya. Tawa, kehangatan senyuman Castro, serta perasaan aneh yang membuat lonjakan di perutnya. Semua itu hilang, meninggalkan emosi kesedihan yang tidak ada habisnya.
Untuk pertama kalinya dalam ratusan tahun, air mata mengalir deras membanjiri Eira. Emosi itu akhirnya memicu untuk mengeluarkan luapan amarah. Seketika, cahaya terang meledak dari tubuhnya, menimbulkan selaput bening yang mendorong para iblis menjauh dan menutup jalan keluar yang Asmodeus ciptakan.
Puluhan kaki jauhnya, daerah perbatasan tidak pernah seterang itu sebelumnya. Namun itu tidak akan bertahan lama, hanya dapat menahan sementara selagi mereka harus pergi lebih jauh dari wilayah Afemir yang sudah sebagian tertutup oleh kegelepan.
Tidak jauh darinya, Eira melihat Batara yang tidak dapat menahan emosi untuk menunjukkan rasa kesedihan. Di belakangnya, Jenderal Kilorn terlihat sama namun dengan tambahan kebecian pada Eira. Baginya, itu adalah isyarat untuk pergi. Mengecup kening Castro untuk terakhir kalinya, Eira akhirnya menjauh. Membiarkan mereka membawa jasad lelaki itu ke peristirahatan terakhir dengan layak.
Sang naga muncul tetap saat Eira tidak sanggup lagi melihat sedikit kebahagiannya direnggut. Nimue yang tidak dapat berbuat apa-apa hanya memberikan tatapan penyesalan. "Bawa mereka keluar dari sini, Nero," pinta Eira pada hewan itu.
Sedangkan dia naik ke punggung sang naga, berniat untuk merencanakan kematian yang menyakitkan. "Ke mana tujuanmu sekarang?" tanyannya.
"Pulang."
~TAMAT~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top