CHAPTER 39
Kazimierz tengah berpikir untuk menemukan seseorang yang cukup kuat untuk membuka segel yang Asmodeus rencanakan saat Xena muncul di hadapannya. "Kau menemukan sesuatu?" tanya lelaki itu.
"Ya, tapi tidak perlu terburu-buru." Iblis itu mendekati Kazimierz. Satu tangannya menyentuh pundak lelaki itu, berusaha menggodanya.
Mata Kazimierz melirik padanya, dia tahu apa yang sedang iblis itu lakukan. Berusaha menggodanya seperti dia menggoda para lelaki busuk itu. Namun Kazimierz tidak meresponnya, bukan berarti dia menolak atau pun menyetujui. Selagi Xena berputar, wujud iblis itu berubah menjadi sosok wanita cantik bagaikan manusia. Tanduknya menghilang, warna kulitnya seputih susu, matanya berwarna zamrud.
Boleh diakui, iblis itu dapat membuat Kazimierz terpesona dengan wujudnya yang sekarang. Namun perasaan lelaki itu sedang tidak ingin meladeni. "Bicara sekarang!" sergahnya.
Xena masih berputa-putar, kakinya yang telanjang berjinjit setiap dia melangkah. Tepat saat berada di belakang Kazimierz, dia mendekatkan bibir ke telinga lelaki itu. Berbisik dengan penuh hasrat. "Atau kau lebih suka dengan wujudku yang seperti ini." Selagi dia mengubah kembali wujudnya, Xena berjalan ke hadapan lelaki itu.
Sedikit terkejut, Kazimierz tidak menyangka bahwa iblis itu mengetahui tentang Eira. Sosok yang berdiri di depannya saat ini adalah perempuan yang membuat perasaannya bercampur aduk. Mendekat, Xena berhasil mendapatkan perhatian lelaki itu dengan wujudnya sekarang.
"Aku tahu apa yang kau inginkan, Kazimierz," gumamnya. Sebuah senyuman menggoda menghiasi bibirnya.
Untuk sesaat, Kazimierz menikmati pemandangan itu. Dia sangat ingin merengkuh perempuan itu lebih dekat dengannya, merasakan napas dan irama jantung yang saling bersahutan. Melirik bibirnya, Kazimierz hampir melupakan bahwa yang dilihatnya saat ini adalah sang sucubbus. Saat lelaki itu melirik ke arah mata, pada saat itu juga dia sadar. Bahwa tidak ada yang dapat memandangnya seperti Eira memandang dirinya.
"Katakan padaku sekarang apa yang kau temukan atau kukirm kau kembali ke neraka," geramnya dengan lirikan tajam.
Xena mundur dengan kesal, dia hampir mengira usahanya akan membuahkan hasil. "Aku kembali ke desa saat kita pertama kali bertemu dan menemukan seseorang strega*, pengguna necromancy alami. Witch yang kau temui waktu itu berusaha menyembunyikan ingatannya yang mengarah pada anak itu."
"Anak?" tanya Kazimierz.
"Ya, anak elf yang merupakan pengguna sihir necromacy alami," simpul Xena mengakhiri penjelasan.
Bergeming, Kazimierz mengingat-ingat saat dia pertama kali sampai di desa itu dan disambut oleh seorang anak elf. Saat itu dia memintanya untuk memilih pada dua tangan yang dia genggam. Lalu kata-kata itu dilontarkan olehnya saat Kazimierz memilih tangan yang terdapat seeokor kupu-kupu. "Kau baru saja menyelamatkannya," gumam lelaki itu, mengulangi perkataan si anak elf padanya. "Bawa anak itu ke perbatasan, aku akan menumui di sana."
Xena mengangguk, dia kemudian menghilang dari hadapannya. Kini, kekhawatiran Kazimierz sedikit berkurang. Pasalnya, seorang strega memiliki kekuatan sihir yang mumpuni. Untuk menjadi seorang necromancer membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memperlajarinya dan karena hal itu cukup terlarang, sesuatu kadang harus dipertaruhkan. Namun tidak dengan strega yang lahir dengan bakat necromancy bahkan sejak dalam kandungan. Seorang strega bisa berasal dari ras mana saja dan masih belum ada kejelasan bagaimana bayi-bayi itu mendapatkan kekuatan.
Saat sampai di perbatasan, bersamaan dengan itu Asmodeus muncul, seolah dia telah mengetahui kedatangan Kazimierz. "Aku sudah menemukan seseorang sesuai dengan keinginanmu, Xena akan membawanya ke sini."
Asmodeus menyunggingkan senyum yang dibuat-buat. "Bagus," ujarnya. Namun ada sesuatu yang membuat Kazimierz sedikit mencurigainya. "Apa dia bisa menciptakan api?"
Mengernyit, Kazimierz tidak mengerti. "Tidak, tapi dia seorang strega."
"Ah," gumam Asmodeus. Dia kemudian mendekat pada Kazimierz. "Berarti ada seseorang yang lebih kuat dari itu."
Masih tidak mengerti, Kazimierz hanya bergeming saat Asmodeus memunggunginya. Iblis itu kemudian menghentak-hentakkan tombak sabitnya ke tanah. Para iblis bayangan muncul berkerumun, mengitari Asmodeus seperti inti pusaran.
"Para iblis bayangan menemukan seseorang yang dapat menciptakan api dan hal itu tentu memerlukan kekuatan sihir yang sangat hebat. Seseorang yang memiliki darah setengah manusia sepertimu dan kau tahu di mana dia berada." Asmodeus menatap tajam Kazimierz dengan penuh emosi.
***
Seketika, serangan mendadak diarahkan kepada Eira. Sontak dia berguling untuk menghindar. Tepat saat Eira akan menyerang balik, makhluk itu menghilang dari pandangan. Matanya menelusur, namun dia tidak dapat menemukan sosok itu di mana-mana. Dikeluarkannya penglihatan kelabu untuk membantunya menemukan makhluk itu. Hingga dia melihat sosok kecil berlari menuju arah Nimue.
"Nimue, awas!" Sambil memperingatkan, Eira berlari.
Saat makhluk itu berubah kembali menjadi ukuran yang besar, dia meraih Nimue dan membopongnya di pundak. "Demi Raja Cortus Yang Agung!" Kramor menyumpah sedangkan Nimue berteriak histeris.
Castro dengan sigap mengayunkan pedangnnya, mengenai kaki makhluk itu. Namun jenis monster seperti itu tidak akan terluka hanya dengan sebuah pedang besi. Eira yang berada tepat di belakang monster itu langsung memberikan sayatan pada sisi kiri. Mengerang, monster itu menjatuhkan Nimue ke tanah.
Saat monster itu berbalik, mata merah menyalanya berapi-api. Dia tidak menyangka akan serangan yang Eira berikan padanya. Monster itu kemudian menghilang kembali, mengubah ukuran tubuhnya menjadi kecil dan menyerang perempuan itu tidak henti. Karena ukurannya yang kecil, Eira jadi susah untuk memberikan serangan balasan. Bahkan dia sudah menggungakan Syn dan Zavtra untuk melihat gerakannya, namun tetap sulit dengan ukuran monster itu.
Beberapa serangan berhasil mengenai Eira, pelindung dadanya mulai bersinar-sinar saat mendapatkan serangan tertentu. Dengan susah payah dia hanya dapat menghindar beberapa kali, hingga monster itu berhasil mengenai bagian atas pahanya. Darah segar keluar dari celananya yang robek, membuat Eira hampir tumbang.
Castro dan Kramor berniat membantu Eira saat monster itu kembali berukuran besar. Matanya tidak lepas dari Nimue yang baru saja mengalami sedikit trauma di pojok ruangan. Kedua lelaki itu berusaha mengalihkan, dengan mengambil obor masing-masing mereka mulai mengecoh monster itu.
Mengubah ukuruannya kembali menjadi kecil, monster itu menyerang keduanya bergantian. Alhasil, luka-luka mereka dapatkan saat makhluk itu dengan gerakan super cepatnya menerjang.
Eira yang berusaha untuk menutup lukanya membakar bagian daging yang terbuka. Dia meringis saat api menutup kembali luka itu. Tepat saat dia menggunakan penglihatan kelabunya kembali, sebuah kekuatan baru muncul dalam kepalanya. Tanpa ragu, dia merapalkan mantra yang sudah berada di ujung lidah, "Traag." Bersamaan dengan itu, gerangkan monster tersebut melambat. Menggunakan bantuan penglihatannya sekarang, dengan mudah Eira dapat memberikan serangan balasan.
Mengayunkan pedang, dia berhasil melontarkan monster itu ke dinding. Saat gerakannya sudah kembali seperti semula, ukurukan tubuh besarnya kini harus dia hadapi. Menukik ke kiri, Eira berhasil menghindari tangan besar yang berusaha melukainya. Tepat saat sang monster berbalik untuk mencari lawannya, pedang Axia berakhir di dadanya memembus jantung. Sambil mendorong ke dinding, Eira menekankan pedangnya lebih dalam. Dengan begitu, pertarungan berakhir.
Menarik pedangnya, Eira memastikan bahwa sang monster benar-benar telah mati. Sembari menyeka darah di pedang ke tubuh berbulu sang monster, dia kini menjejalkan kembali senjatanya ke punggung. Di belakangnya, Nimue masih mengalami syok berat. Dengan tubuh yang masih gemetaran, Castro membantunya untuk berjalan.
"Makhluk apa itu?" tanya Kramor yang menatap pada mayat sang monster.
"Aku pernah mendengar tentang genderuwo*, tapi belum pernah melihat atau membunuh salah satu sebelumnya. Namun dari deskripsi yang kudapatkan, mata merah, berbulu tebal, gigi menjorok ke luar dan ukuran yang besar, cocok dengan gambaran makhluk itu. Dia termasuk salah satu monster langka."
"Langka? Berarti harga untuk kepalanya pasti akan mahal," balas Kramor saat mendengar penjelasan Eira. Dia berniat mendekati monster itu saat sebuah pintu terbuka di belakang mereka.
Eira dan Castro saling melirik satu sama lain, perempuan itu kemudian melangkahkan kaki lebih dulu sebelum semuanya mengikuti. Sebuah lorong gelap berada di balik pintu itu, namun cahaya terang diujungnya membuat Eira yakin bahwa mereka berada di tempat yang benar.
Tepat pada akhir lorong gelap itu, Eira yang sampai lebih dulu terperangah saat matanya menyaksikan ruangan luas dengan tumpukan emas berbagai bentuk. Bahkan emas-emas itu lebih banyak dari yang dia lihat di ruangan harta kerajaan Troan. Tidak ada sisa ruang untuk jalan bagi mereka, satu-satunya jalan adalah dengan menaiki tumpukan emas itu. Kramor yang sampai setelahnya langsung berlari untuk menjarah emas-emas itu dan memasukkannya kekantong-kantong yang dia sudah persiapkan.
Castro dan Nimue muncul belakangan ikut terpana dengan apa yang baru saja mereka temukan. "Aku berani bertaruh, ayahku akan menukar apa pun untuk mengetahui lekat keberadaan tempat ini," gumam Castro.
Melangkah untuk masuk lebih dalam, Eira dapat melihat sebuah kursi berada dipuncak salah satu tumpukan emas-emas itu. Sedangkan seonggok kerangka tulang utuh duduk di atasnya.
"Bagaimana kita bisa tahu harta mana yang dicuri oleh Sigurd jika sebanyak ini?" Nimue yang sudah mulai agak tenang akhirnya mengikuti Eira.
Tanpa memedulikan yang lainnya, perempuan itu berjalan menuju sosok tengkorak yang menjadi perhatiannya. Dia mulai memanjat saat Castro memperingatkannya untuk berhati-hati. Tepat saat dia berada di puncak, Eira dapat melihat sang tengkorak yang tengah memeluk sebuah buku di dadanya. Perlahan, dia menarik buku itu agar sang tengkorak yang begitu ringkih tetap pada posisinya.
Setelah berhasil mendapatkan buku itu, dia turun sembari membawa buku di tangannya. Sampulnya terbuat dari kulit yang sudah agak kusam, di depannya tertulis buku pengetahuan. Membuka halaman pertama, kertasnya terbuat dari kulit hewan yang dikeringkan dan ditulis dengan tinta hitam. Eira menemukan berbagai bahasa di dalamnya, sebagian ia tidak bisa membacanya karena mirip seperti buku yang diberikan oleh dwarf yang meracuninya. Namun sebagian lagi dia dapat memahami keseluruhan isinya.
Halaman demi halaman dilewati, tidak ada yang menarik untuk dibaca kecuali sebuah tulisan berjudul Malaikat dan Bahasa Enochian. Hingga pada halaman terakhir, dia mendapaati sebuah judul yang menarik perhatian, sampai-sampai Eira meminta Nimue untuk mendengarkan apa yang hendak dia baca.
"Nimue, dengar!" ujar Eira, sedangkan matanya tidak lepas dari buku yang berada ditangannya. "Cara menemukan naga Fafnir." Keras-keras Eira membaca judul tersebut. Di bawahnya, tertulis sebuah kalimat berirama.
Dari langit-langit ke Bumi.
Meninggalkan keelokan tak bertuan.
Manusia dengan keserakahan.
Petaka bagi yang mendambakan.
Akal bagai jelaga.
Penghakiman bagi pendusta.
Setelah membacanya, Eira jadi tidak mengerti kenapa manusia sangat menyukai sesuatu dengan mengutarakannya secara tersirat. "Ada apa dengan manusia dan kalimat-kalimat yang susah untuk dimengerti ini?" keluhnya. Dia bahkan belum bisa mengartikan nyanyian para siren sekarang dia harus mengartikan kalimat berirama lainnya.
"Manusia dengan keserakahan dan apa bait selanjutnya?" tanya Nimue.
Kembali pada buku itu, Eira membaca bait yang diminta. "Petaka bagi yang mendambakan," jawabnya.
Nimue kemudian melirik pada tengkorak yang duduk di puncak tumpukan harta itu. "Sigurd berniat menggunakan pedang Gram untuk membunuh naga itu, namun dia malah mencuri harta sang naga. Aku rasa dua bait itu mengartikan bahwa keserakan Sigurd membawanya gelap mata dan berakhir dengan kematian."
"Tengkorak di atas sana adalah Sigurd?" tanya Eira penasaran.
"Aku rasa, tapi bagaimana kita menemukan naganya?" Nimue bertanya balik.
"Bait pertamanya, coba kalian lihat langit-langitnya." Castro yang mendengarkan pembicaraan ikut berasumsi.
Menengadah, Eira mendapati langit-langitnya yang seolah tidak berujung. Sangat aneh dan mencurigakan, sayangnya mereka tidak dapat mengapainya untuk memastikan. Kembali pada buku, Eira membalik halaman terakhir itu. Sebuah kalimat tertulis di sana, bagaikan sebuah mantra sihir. "Allr dauðinn snýr aftur til jarðar," gumam Eira. Dia bahkan tidak yakin benar melafalkannya.
Bersamaan dengan itu, suara aneh mulai terdengar. Dentinga-dentingan beberapa kali ditangkap oleh telinga Eira. Hingga kakinya serasa ditarik ke bawah oleh harta-harta yang dia injak. Nimue yang ikut merasakan hal itu membelalakan mata. "Eira? Apa yang terjadi?" tanyanya.
Bagaikan lumpur hidup yang dapat menelan mereka, tumpukan emas itu mulai menenggelamkan tubuh Eira secara perlahan. "Jangan ada yang bergerak, tempat ini berusaha menghisap kita seperti lumpur hidup."
~***~
* Strega, seseorang yang memiliki kekuatan necromancy sejak lahir. Dapat berasal dari ras mana saja dan sangat jarang ditemukan.
* Genderuwo, makhluk bermata merah, berbulu tebal, gigi menjorok ke luar dan ukuran yang besar. Dia dapat mengubah ukuran tubuhnya menjadi kecil dan besar. Dia paling sering membawa korban perempuan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top