CHAPTER 29
"Oke, biar aku perjelas. Perempuan itu meninjumu agar tidak ikut bersamanya, tapi kau malah mencarinya agar ayahmu tidak menghukum mati dhampir itu?" Batara menyimpulkan, sembari menunggangi kudanya dia bersama Castro telah berada di hutan selatan.
Sebelum itu, Batara sudah meminta dua prajurit yang ikut bersamanya ke tempat Silas untuk kembali ke istana. Tentunya, dia juga berpesan untuk mengirimkan pasukan jika mereka tidak kembali saat matahari sudah naik ke permukaan, hanya untuk berjaga-jaga.
"Kira-kira seperti itu, tapi aku tahu ayahku tidak akan pernah mengubah pikirannya, kau tahu bagaimana sikapnya mengenai peraturan yang telah dia buat. Karena itu, aku lebih memilih pergi daripada beradu argumen dengan dirinya."
Batara bedecak. "Kau benar-benar tidak berubah sedikit pun," ujarnya sambil mengeleng-geleng.
"Maksudmu?" Castro menoleh pada lelaki berkulit kuning langsat itu.
"Kau tidak ingat, tipe perempuan yang kau sukai selalu seperti itu. Seseorang yang lebih dominan, sedikit agresif ... mungkin juga agak kasar," goda Batara pada sahabatnya itu.
Castro tersenyum. "Apa yang salah dengan itu?"
"Tidak ada yang salah, hanya saja perempuan seperti mereka tidak menyukai keterikatan. Mereka menyukai sesuatu yang bebas."
Perkataan Batara memang ada benarnya, seseorang seperti Eira tidak menyukai keterikatan. Namun bagi Castro, seseorang seperti itu adalah yang paling menantang. Mereka dapat melepas jiwa-jiwa penuh semangat dan rasa ingin tahu orang di sekitarnya tanpa disadari.
Keduanya masih menunggangi kuda saat beberapa orang berlarian dengan wajah penuh ketakutan, beberapa ada yang berteriak histeris. Membuat mereka memacu kuda lebih cepat menuju sumber kegaduhan.
Tanpa menunggu Batara, secepat kilat Castro turun dari tunggangannya dan masuk ke gua tempat orang-orang keluar dengan wajah ketakutan. Di dalam, apa yang dia lihat membuat lelaki itu terkejut bukan main. Seperti medan perang, darah menggenang di mana-mana, bahkan terciprat ke dinding-dinding gua. Sedangkan mayat bergelimpang di berbagai sudut.
Tidak jauh dari tempat Castro berdiri, dia mendapati Nimue yang tengah menggunakan sihir, mencoba untuk menahan sesuatu. "Nimue, apa yang terjadi?" tanyannya menghampiri perempuan itu.
"Castro?" Nimue terkejut, tidak menyangka akan melihat lelaki itu lagi. "Ceritanya panjang, tapi sebelumnya bantu aku dulu untuk membuka sihir di bawah sana."
Lelaki itu menoleh pada arena di bawah, di mana dia melihat lebih banyak mayat berserakan dan dua ekor hewan yang tengah terperangkap dan dipisahkan dengan sihir Nimue. Di belakangnya, Batara menyusul dengan cepat setelah mengikat kuda-kudanya. Dia lebih terkejut lagi dari pada Castro.
"Apa yang terjadi di sini?" tanyanya dengan wajah tidak percaya.
"Batara, kau bisa bantu aku untuk membuka sihir di bawah sana?" tanya Castro, seolah dia meragukan sihir sahabatnya itu.
Kini, pandangan lelaki itu beralih ke Castro, ekspresinya sama tidak percayanya saat melihat tempat itu. "Kau mempertanyakan kekuatan sihirku? Aku seorang warlock, Castro. Aku bahkan bisa mengalahkan sihir ayahku."
"Kalau begitu cepat lakukan!" perintah Castro.
"Ya, ya, dan kau tidak perlu memerintahku seperti itu." Lelaki itu memutar bola mata, sedikit kesal. Dengan begitu, dia mulai merapal mantra. Tidak lama baginya untuk menghancurkan sihir seperti itu, tentu Batara adalah seseorang yang dapat diperhitungkan jika berurusan dengan sihir.
Manticore yang masih menggeram dimasukkan ke kandang untuk memisahkan keduanya dari saling membunuh. Sedangkan Nero tiba-tiba saja memekik dengan keras, membuat siapa pun yang berada di dalam gua harus menekan telinga mereka kuat-kuat untuk meredam suara yang bisa memecahkan gendang telinga.
Batara yang tidak tahan akhirnya membuat perangkap sihir itu kembali, membiarkan Nero berada di dalam untuk setidaknya sampai hewan itu bisa mengendalikan dirinya.
Cepar-cepat, Nimue berlari menuju dasar gua, menghampiri Nero untuk berusaha menenangkannya. "Nero, kau sudah aman, tenanglah," ujarnya.
Namun seolah tidak mengenal Nimue, Nero berusaha menyerangnya. Dinding penghalang yang Batara buat, membuat hewan itu terpental saat melayangkan cakar-cakarnya. Sedangkan Nimue yang terkejut, mundur secara mendadak. Mungkin mereka harus menunggu Eira untuk menenangkannya.
Castro yang melihat hal itu menyusul Nimue dengan Batara yang mengekornya sambil berbisik. "Hey, Castro! Siapa perempuan peri itu?" tanya lelaki itu.
"Nimue," jawabnya.
"Kenalkan diriku pada Nimue dan aku tidak akan memberi tahu Jenderal Kilorn kau berada di sini," tawarnya.
Secara tiba-tiba, Castro memberhentikan langkahnya. Lelaki itu memberikan tatapan tidak percayanya pada Batara. Tanpa memedulikannya, dia berjalan kembali menuju Nimue. "Di mana Eira?" tanya Castro tepat saat Nimue menoleh padanya.
Dengan ekspresi ragu, perempuan itu menjawab. "Iblis membawanya pergi." Menunduk, Nimue merasa bersalah karena membiarkan hal itu terjadi.
Batara yang mendengarnya terkejut bahkan melebihi Castro. "Iblis? Ya, ampun, Castro! Ini lebih buruk dari yang aku kira." Lelaki itu mengerutkan keningnya.
"Kita harus mencarinya kalau begitu, mungkin Eira tidak jauh dari sini." Castro yang khawatir berniat mencari dhampir itu walaupun bahaya menantinya.
Lekas, Nimue menghentikan niatnya. Dia tahu bahwa Eira pasti bisa menanganinya. "Dia akan baik-baik saja, sebaiknya kita menunggu di sini. Para Bandit itu bisa kembali kapan saja untuk mengambil hewan-hewan ini."
Agak ragu, namun Castro akhirnya menyetujui perkataan Nimue. Walaupun rasa khawatir pada Eira masih terus menghantui pikirannya. Dari sisi berlawanan dengannya, seorang dwarf muncul, matanya tertuju pada Nimue. Castro yang mengenali lelaki dwarf itu cukup terkejut saat keduanya saling mengenal.
"Nimue, ada seseuatu yang harus kau lihat," katanya sambil menuntun perempuan itu menuju tempat di mana mereka mengurung para hewan-hewan langka.
Di pojok, dia melihat sebuah cermin besar disandarkan pada dinding gua. Sisi-sisinya terbuat dari kayu Elder dengan lapisan perak, sedangkan sebuah ukiran kecil menghiasi nama sang pemilik cermin sebelumnya.
***
"Jawab pertanyaanku! Bagaimana kau menemukanku?" Ditekankannya pisau ke leher Kazimierz.
"Sigil, sekarang jawab pertanyaanku!" Balas lelaki itu, tidak mau kalah.
"Kau sudah tahu jawabannya, dhampir." Mendorong dirinya menjauh, Eira kini bangkit. Diliriknya seluruh pakaian yang basah, sedangkan dia menggunakan baju linen kepanjangan yang membuatnya sedikit gatal. Bahan yang dipakainya sekarang sangat jauh berbeda dengan bahan yang Eira kenakan dari Castro.
"Saat aku menemukanmu, kau sudah sekarat. Hingga suara detak jatungmu menghilang. Dari sana aku mengira bahwa aku telah gagal sampai suara detak jantung itu kembali muncul. Kau sudah mati pada saat itu dan kau hidup kembali. Makhluk apa kau sebenarnya?"
Eira memalingkan wajah dari Kazimierz. Bahkan dirinya sendiri tidak tahu siapa sebenarnya dia. Dengan lemah, perempuan itu menjawabnya. "Aku tidak tahu."
Mendengar hal itu, Kazimierz dapat menyimpulkan kebenaran dalam nada bicaranya. Hal yang sama seperti pada saat dia beertanya-tanya tentang jati dirinya. "Kita memang tidak jauh berbeda. Karena itu ikutlah denganku," ajaknya.
"Tidak," tolak Eira, suaranya terdengar pelan.
Berdecak, lelaki itu sedikit kesal. "Kenapa kau dan Lucifer sama saja? Kalian berpihak pada sisi yang salah. Lagipula, makhluk-makhluk itu sama seperti manusia, mereka lemah, menjijikan, dan kejam."
Sontak, Eira menoleh pada lelaki itu, yang masih dalam posisi bersandar dengan satu tangan berada di atas kaki yang tertekuk. "Aku setengah manusia," cecar Eira.
"Ya, lalu kenapa? Aku juga setengah manusia, tapi tidak berarti kita sama dengan mereka."
Menatap Kazimierz, Eira berusaha untuk mencerna kata-kata lelaki itu. Takut kalau-kalau dia salah dengar. "Kau setengah manusia?" Eira menggeleng-geleng sambil tertawa.
"Ya, aku memang tidak terlihat seperti manusia. Karena aku sudah membuang jauh bagian itu dari diriku." Kazimierz bangkit, dia melangkah menuju luar.
Eira yang masih kebingungan hanya dapat mengamati lelaki itu. Dilihatnya sebuah tato berbentuk pentagram menghiasi seluruh bagian punggung Kazimierz. Diikutinya lelaki itu, Eira dapat melihat lebih jelas pentagram dibawah cahaya rembulan. Beberapa simbol terdapat disudut-sudutnya, hingga dia menyadari bahwa itu bukanlah tato seperti yang dia kira. Melainkan sebuah cap yang membakar kulitnya.
"Tunggu! Apa maksudmu kau setengah manusia? Itu tidak mungkin, karena jika itu benar berarti ...." Eira tidak melanjutkan kalimatnya.
"Kau bisa hidup sejauh ini, begitu pula denganku. Aku seorang cambion dan kau seorang dhampir."
Terkejut dengan apa yang didengarnya, Eira bergeming. Selama ini dia berpikir sebagai satu-satunya setengah manusia, sedangkan di luar sana Kazimierz hidup dalam bayang-bayang. Namun, hal itu tidak melupakan bahwa yang dilihatnya sekarang adalah seorang iblis dalam wujud manusia.
"Pikirkan kembali tawaranku dan aku akan kembali. Kau ingat, aku akan terus datang sampai kau menerimanya." Dengan begitu, Kazimierz menghilang.
Menjawab semua rasa penasaran Eira, sudah jelas bahwa Kazimierz adalah setengah iblis. Namun setelah mengetahui hal tersebut, justru semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Hanya saja, saat ini dia harus kembali ke Nimue.
Pakaiannya yang masih basah mengharuskan Eira terpaksa mengenakan baju Kazimierz di balik pelindung dadanya. Setelah mengenakan semua perlengkapannya, dia mulai menelusur hutan kembali, berusaha mengingat-ingat setiap jalan yang dilewati. Hingga dia menemukan kembali gua para bandit itu.
Seperti terakhir kali dia lihat, sebuah arena masih berada di sana, sedangkan Nero berada di dalamnya. Nimue yang menyadari kehadiran Eira cepat-cepat menyambarnya dengan pelukan. "Kau baik-baik saja," katanya penuh kelegaan.
Kini, mata Eira tertuju pada seseorang yang dia tinggalkan di gua waktu itu. "Castro," gumamnya.
Setelah Nimue melepaskan pelukannya, kini Eira sepenuhnya teralihkan pada lelaki dwarf yang memiliki senyuman bagai matahari pagi, menghangatkan serta menenangkan. Sambil memeluk Eira, Castro menghembuskan napas lega. Walaupun dia tahu bahwa Eira sangat sanggup untuk menghadapi apa pun, tetap saja dia mengkhawatirkannya.
"Bagaimana kau menemukanku?" peratanyan itu terlontar lagi untuk kedua kalinya, namun untuk orang yang berbeda serta nada bicara yang berbeda.
"Pasukan Jenderal Kilorn dan Batara," jawabnya sambil melepaskan pelukan yang membuat Eira hampir tidak bisa bergerak.
Dibelakangnya, Batara melambaikan tangan. "Dia temanmu?" tanya Eira lagi. Namun belum sempat Castro menjawabnya, perempuan itu tentu sudah tidak terkejut. "Tentu saja, pakaian itu dan dua prajurit yang ikut bersamanya terlalu mencurigakan sebagai seseorang yang kurang penting. Dia seorang pangeran sepertimu."
Castro mengangguk. "Untuk kau ingat, aku tidak marah pada apa yang kau lakukan padaku sebelumnya." Kini, mata lelaki itu menatap Eira lekat-lekat.
Eira yang merasa sedikit bersalah menundukkan pandangannya. "Maafkan aku tentang itu, tapi aku melakukan apa yang harus kulakukan."
"Aku mengerti, tapi kali ini aku tidak akan membiarkan kau melakukannya lagi. Kalau pun iya, aku akan mencarimu bagaimana pun caranya." Perkataan Castro yang terdengar seperti sebuah janji membuat Eira bergidik. Pasalnya, dia tidak pernah mendengar hal semacam itu, bahkan dari seorang Elias sekali pun—yang menganggap dirinya sangat penting.
Bergeming, Eira memandangi Castro untuk waktu yang cukup lama tanpa mengucapkan sepatah kata dari mulutnya. Hingga Nimue mengembalikan kesadarannya. "Ada yang harus kau lihat," katanya.
Diikutinya Nimue yang berjalan menuju ruangan lain dalam gua itu. Beberapa hewan dikurung di kandang, sebagian memiliki bekas luka-luka tidak wajar, dan sebagian mengalami krisis kepercayaan terhadap orang-orang.
Saat sampai pada sebuah cermin persegi panjang setinggi dirinya, ekspresi Eira berubah seketika. Dia tidak pernah mengira akan menemukan benda itu seumur hidupnya. Hal yang dia kira sebagai legenda tanpa ada kebeneran yang bisa dia percaya. Namun kini, kepercayaannya telah menghianati mata yang memandang penuh pertanyaan padanya. Apakah legenda yang dikatakan akan sama dengan yang dilihatnya sekarang.
Diliriknya nama sang pemilik cermin yang terukir di atasnya. "Merlin," gumam Eira.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top