CHAPTER 24

Nun jauh di sana, seseorang tercipta
Dari ledakan ke tanah bernyawa
Tidak berjiwa dan tidak pula suci
Nun jauh di sana, istana kemegahan
Apel merah sepahit kehidupan
Cawan suci pembawa keabadian
Nun jauh di sana, di balik hutan
Tercium seperti bakaran
Meledak dengan buas bagai hewan
Senyap dalam kesendirian
Dia yang terlupakan

Nyanyian para siren terdengar kembali di telinga Eira. Senandung indah penuh nestapa. Mengingatkan akan hidupnya yang sengsara, membawa sial, dan keonaran.

Kini, suara nyanyian itu menghilang, digantikan dengan irama jantung yang memburu. Membuka mata, pergelangan tangan Eira tengah dicengkram kuat oleh ibunya, Iseult. Dengan wajah gelisah, sang ibu membawanya menelusuri hutan. Tidak seperti hutan yang biasa dia lewati bersama ibunya setiap malam, pepohonannya lebih lebat dan menjulang tinggi.

Iseult berheti saat seseorang tengah menunggunya dengan gelisah. Wajahnya begitu pucat, sedangkan rambut putihnya tidak senada dengan wajahnya yang terlihat cukup muda. Mungkin dia mewarnai rambuntya, pikir Eira saat itu.

"Elias, aku khawatir kau tidak datang," ujar Iseult.

Diliriknya Eira sesaat, Elias kemudian menoleh kembali pada Iseult. "Hal sangat penting apa yang membuatku harus datang tengah malam begini?" tanyanya.

"Anak ini setengah vampir, aku menggunakan sihir louminen—"

Terkejut, Elias sudah memotong perkataan Iseult. "Sihir itu terlarang!" hardiknya, mendengar sihir yang digunakan oleh vampir pertama yang menjadikannya seorang vampir.

"Aku tahu, tapi aku tidak punya pilihan." Ekspresi Iseult memelas, meminta simpati Elias. "Aku tidak menyelesaikan ritualnya, para iblis malah menggunakan tubuhnya menjadi jalan keluar dari neraka. Dia seorang dhampir sekarang."

Berdecak frustasi, Elias melirik kembali Eira yang bersembunyi di balik tubuh ibunya. Kemarahan dirinya berhasil membuat gadis kecil itu takut padanya. Namun, mau tidak mau, dia tidak bisa menolak apa yang akan Iselut tawarkan padanya.

"Bawa Eira bersamamu, pastikan tidak ada orang yang tahu bahwa sihir louminen telah mengubahnya menjadi dhampir," pinta Iseult.

Sambil menarik napas panjang, Elias mengangguk. Dibawanya Eira ke istana. Ayah angkatnya yang saat itu masih menjadi seorang raja vampir terkejut saat melihat Elias pulang membawa seorang anak.

"Siapa dia?" tanya sang Raja.

"Dia seorang dhampir, aku akan mengangkatnya sebagai anak," jawab Elias.

Sang raja yang tidak keberatan dengan hal itu mengiyakan. Namun keadaan perang yang semakin memburuk membuatnya harus pergi ke medan perang dan meninggalkan Elias. Setelahnya, dia mendapatkan kabar bahwa sang raja gugur dalam perang. Para iblis membunuhnya dengan brutal dan dengan begitu kekuasan beralih pada Elias.

Tidak lama setelahnya, peperangan berakhir. Para iblis memukul mundur pasukannya ke tenggara, menuju daratan Dark Alpen. Sampai pada saat manusia terakhir menghembuskan napas terakhirnya di danau Mortal, bersamaan dengan itu Eira tidak sadarkan diri.

Berhari-hari sudah dilewati, namun Eira tidak kunjung bangun. Elias yang kebingungan memanggil tabib kerajaan untuk melakukan apa pun agar dia terbangun. Namun semua usaha yang dilakukannya sia-sia, Eira tetap dalam keadaan koma. Hingga lelaki itu menyerah dan membiarkannya.

Namun begitu, Elias memerintahkan semua pelayannya untuk membersihkan tubuh Eira dan mengganti pakaiannya setiap dua hari sekali. Sedangkan kamar Eira, dijaga ketat oleh para prajuritnya. Herannya, Eira tidak mengalami pertumbuhan usia selama tidur panjangnya. Membuat Elias bertanya-tanya, apakah sihir louminen yang menjadikannya seperti itu.

Hingga suatu malam, tepat pada ke sepuluh ribu purnama sejak Eira tertidur, Elias dibangunkan oleh pekikan gadis kecil itu. Seluruh istana digegerkan dengan bangunnya Eira dari tidur panjangnya.

Perlahan, Eira membuka mata dan mendapati dirinya tengah berbaring di sebuah ranjang dengan seprai berenda. Menelusur, matanya mendapati pemandangan yang tidak asing. Ruangan itu adalah kamarnya saat tinggal di Failos. Meja marmer putih dan lemari kayu di sudut merupakan hal yang meyakinkan dirinya bahwa dia berada di Failos. Namun, bagaimana bisa?

Bangkit dari ranjang, tiba-tiba saja segerombolan pelayan masuk ke kamarnya. Tanpa mengatakan apa-apa mereka mendorong Eira menuju bak mandi dan melepaskan pakainnya satu persatu. Dia berusah menolak, namun para pelayan menghiraukannya.

Setelah mereka membersihkan tubuhnya dan memakaikan gaun berwarna hijau gelap dengan untaian tali berwarna emas yang menghiasi bawah dadanya, para pelayan kini mendandaninya. Lagi-lagi Eira menolak, namun saat salah seorang pelayan memberikan sebuah cermin padanya, dia tidak percaya apa yang terpantul di sana. Wajah dirinya yang jauh lebih muda dari yang dia ingat saat ini.

Kebingungan, Eira mulai membiarkan para pelayan melakukan apa pun pada dirinya. Hingga seseorang memasuki ruangan, para pelayan akhirnya menyelesaikan pekerjaan mereka dan meninggalkannya. Masih memandangi wajahnya, Eira tidak sadar akan kehadiran Elias yang sekarang tengah memandanginya.

"Aku selalu suka saat kau memandangi wajahmu sendiri di cermin, seolah kau tidak percaya itu adalah wajah milikmu," ujarnya sambil tersenyum.

Kini, seolah ikut dalam alunan ceritanya sendiri, Eira membalas. "Aku hanya tidak percaya betapa tuanya umurku sekarang."

"Umur hanyalah sekadar angka, wajahmu bahkan tidak menua sedikit pun." Masih berdiri, kini Elias mengulurkan tangannya pada Eira

"Setiap tiga ratus delapan puluh tiga tahun, umurku hanya bertambah setahun dalam ukuran waktu manusia," keluh Eira. Sambil meraih tangan Elias yang disodorkan padanya, dia bangkit. "Aku rasa pesta ulang tahun ini sudah tidak perlu lagi. Apa intinya, kan?"

Elias yang menuntun Eira keluar dari kamarnya menjawab pertanyaan perempuan yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri. "Manusia tidak diberikan keberkahan hidup abadi seperti kita, karena itu perayaan ulang tahun bermakna sebagai pengingat bahwa kita lebih beruntung dari mereka."

"Bukankah seharusnya perayaan ulang tahun adalah pengingat bahwa setiap tahun umurmu akan berkurang dan mendekati kematian?" Eira mengerutkan keningnya.

"Itu tidak berlaku untuk kita," jawab Elias.

Kini, mereka telah sampai di ruang penjamuan. Perayaan yang salalu dilakukan di istana Failos demi memperingati hari di mana Eira terbangun dari tidur panjangnya. Bagi Elias, hari itu adalah hari di mana Eira terlahir kembali, menjadi seorang dhampir.

Pada awal-awal tahun perayaan ulang tahunnya, Eira begitu antusias sampai-sampai dia berkeliling istana hanya untuk memberikan undangan pada setiap pelayan dan prajurit yang ada di sana. Sekarang, hal itu rasanya sudah tidak memiliki arti lagi baginya. Terlebih setelah dia mengetahui kenyataan mengenai dirinya yang belum lama ini Elias ceritakan pada dirinya.

Dia cukup ingat saat ibunya meninggalkan dirinya pada malam itu. Namun saat dia terbangun, peradaban telah berubah, manusia telah punah, bahkan dia adalah satu-satunya yang memiliki darah manusia. Mengetahui kenyataan itu tidak mudah baginya, terutama setelah dia sudah cukup besar. Rasa rindu akan ibunya lebih besar dari apa pun yang ada saat ini.

Selama ini Elias telah menjaganya, mengurusnya bagai anak sendiri. Eira yang pada awalnya menganggap lelaki itu sebagai ayahnya, kini saat dia sudah tumbuh dewasa, mulai merasakan hal yang berbeda setiap dia dekat dengan Elias. Pada awalnya, dia juga bertanya-tanya apa yang terjadi pada dirinya, hingga dia menyadari perasaanya pada lelaki itu.

Namun Elias yang menganggap Eira sebagai anak sendiri menolak mentah-mentah hal itu. Walau bagaimanapun, di mata lelaki itu Eira hanyalah gadis kecil yang menjadi tanggung jawabnya. Hingga suatu kejadian membuat dhampir itu harus pergi dari Failos, meninggalkan istana yang sudah menjadi rumah di mana ia dibesarkan.

Saat itu, sebuah kasus menggemparkan hampir seluruh kawasan di Failos, lima orang vampir ditemukan tewas dengan darah yang tersedot habis hingga mengering dan jantung yang menghilang. Kecurigaan mengarah pada Eira yang beranggapan bahwa dia sedang melakukan ritual agar dapat menjadi seorang vampir.

Sebagai dhampir, dia memang tidak akan menjadi seorang vampir walau mendapatkan gigitan langsung. Namun karena dirinya yang tumbuh dan berkembang, tidak seperti para vampir, mereka mengira dhampir itu menginginkan kekuatan abadi seperti mereka. Padahal bagi Eira, hidup dengan umur yang setua itu sudah menyiksa batinnya, apalagi hidup bagai seorang vampir, dia bahkan tidak bisa membayangkannya.

"Maaf Yang Mulia, tapi kejadian ini telah menarik perhatian warga. Jika Eira memang yang melakukan hal ini, dia harus dihukum sepantasnya," ujar Tallon yang saat itu belum menjabat sebagai penasehat kerajaan. Namun statusnya sebagai seorang kesatria yang bertarung di sisi Raja terdahulu, membuat dirinya diperhitungkan dalam mengambil keputusan.

"Tidak ada bukti-bukti yang mengarah pada Eira, semua ini bukan ulahnya." Elias yang tidak percaya, membela Eira dan memerintahkan para prajuritnya memperketat penjagaan kalau-kalau ada seseorang yang berusaha menyakitinya. Namun malam itu, Elias telah kecolongan, seorang adze berhasil mengkhianatinya.

Menggunakan kekuatannya dalam mengendalikan pikiran, adze tersebut mempengaruhi Eira untuk membunuh seorang vampir. Dengan begitu, akan ada petunjuk yang mengarah padanya dan berharap Raja Elias memberikan hukuman mati pada dhampir itu.

Tengah malam, dengan mudahnya Eira dapat keluar dari istana. Dan dari sanalah dia melihat seorang warga yang tengah dijebak oleh adze tersebut juga. Dengan pasak perak yang dibawanya, Eira menikam jantung vampir malang tersebut dan mengeluarkan jantungnya.

"Ti ... tidak, apa ... apa yang kulakukan?" dengan tangan berlumuran darah dan jantung di tangannya, seorang warga memergokinya.

"Kau! Ini semua memang ulah kau!" hardiknya.

Eira yang ketakutan berlari menuju istana sedangkan para warga mulai membanjiri halaman depan istana, memprotes dhampir itu untuk dihukum mati.

"Gantung dhampir itu!" teriak para warga bersamaan.

Elias yang masih tidak percaya mulai menyelidiki kasus tersebut. Hingga dia menyimpulkan sesuatu perbedaan yang terjadi dari kelima korban sebelumnya dengan yang mereka temukan sekarang. "Lima korban sebelumnya ditemukan mengering tanpa darah tersisa, sedangkan korban terakhir yang ditemukan bersama Eira tidak." Elias menyimpulkan.

Dia pun mengirimkan tim penyelidik yang dipimpin oleh dirinya sendiri, sehingga semua bukti-bukti telah terkumpul. Bahwa kelima korban sebelumnya bukanlah ulah Eira, melainkan ulah iblis Alp* yang pada saat itu berhasil ditangkap dan dikembalikan ke neraka dengan ritual pengusiran iblis. Walaupun begitu, Eira tetap dinyatakan bersalah atas kematian korban terakhir, padahal dia juga sudah mengakui bahwa dirinya telah dikendalikan oleh seorang adze.

"Dasar pembunuh!" caci salah seorang warga saat Eira berjalan di tengah kota.

"Karena dia satu-satunya darah setengah manusia, Raja Elias jadi membelanya," bisik yang lainnya.

Eira yang tidak tahan dengan cacian para warga akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan Failos. Agar hal yang terjadi pada dirinya tidak akan terulang pada orang lain, dari sanalah dia bertekad untuk menjadi seorang pemburu monster dan iblis.

"Tinggallah di sini, kau aman di istana bersamaku." Elias memohon, berusaha mencegah dhampir itu untuk pergi.

"Dunia adalah tempat yang kejam, Elias. Tidak ada tempat yang aman selama kau menginjakkan kaki di atasnya." Eira mengulangi pesan ibunya yang dia ingat waktu itu. "Selain itu, tidak ada yang tersisa untukku di tempat ini, bahkan perasaanku padamu. Aku tidak ada alasan untuk tetap tinggal."

Dengan begitu, Eira meninggalkan Failos. Tidak berniat untuk kembali, bahkan menginjakkan kaki di tanah tempat ia dibesarkan.

~~~***~~~

*Alp, iblis yang menghisap darah sampai mangsanya kehabisan darah dan memakan jantungnya. Memiliki ciri fisik seperti manusia dengan mata yang dapat berubah menjadi hitam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top