CHAPTER 21
Castro telah berhasil ikut menjadi tim pencari Jendral Kilorn secara diam-diam. Tentunya dia menyogok salah satu penjaga yang ikut dalam tim tersebut dan menukar pakaiannya seperti seorang penjaga. Sesaat sebelum mereka meninggalkan kerajaan Troan, Castro menoleh ke menara dan mendapati Hafelda yang diam mengamati.
Sambil menarik napas panjang, Castro bergumam. "Ini akan menjadi perjalanan yang panjang." Dengan begitu, dia tahu bahwa tidak ada jalan pulang baginya. Tentu niatannya bukan untuk membawa Eira kembali, melainkan untuk ikut bersamanya, walaupun itu artinya dia harus meinggalkan Troan sekalipun.
Dalam perjalanannya, mereka berhenti pada sebuah desa untuk bermalam, mengingat mereka juga belum makan dan telah menghabiskan perjalan seharian tanpa henti. Saat para pasukan kerajaan itu datang, sebuah kedai penuh dengan keributan. Para prajurit kerajaan yang dikirimkan untuk berjaga juga tidak ada di pos mereka.
Jendral Kilorn yang turun langsung dari kudanya, segera menuju kedai yang bahkan suaranya tidak karuan. Saat dia membuka pintu, setiap orang tengah beradu satu sama lain. Ada yang melemparkan makanan, melemparkan kursi, bergulat di lantai, hingga seorang dwarf dengan satu kaki kayu yang tertawa dipojok ruangan.
Jendral kilorn yang tidak sabaran, berlari menuju salah satu meja dan menaikinya. Dengan kapak yang digenggamnya, dia berkoar. "Berhenti atau kalian tidak akan mendapatkan jatah bir dari kerajaan!"
Semua dwarf yang berada di sana berhenti seketika saat mendengar Jendral Kilorn, terkecuali si dwarf dengan satu kaki kayu, dia masih tertawa di pojok ruangan. Sambil meliriknya, Jendral Kilorn turun dari meja, menghampiri dwarf itu.
"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi di sini?" tanya Jendral Kilorn.
"Hanya seorang manusia serigala yang berulah," jawabnya sambil terkekeh,
Jendral Kilorn bergeming sesaat, dia kemudian meminta secarik gulungan pada prajuritnya dan menunjukkannya pada dwarf tersebut. "Kau pernah lihat orang-orang ini di sekitar sini?"
"Kenapa aku harus mengatakannya padamu? Mereka berharga ratusan koin Frocrint Dwarf, kalau kau mau menemukan mereka lebih dulu, kau cari informasi sendiri."
"Aku di sini atas perintah Raja Castor," sergahnya.
"Kalau begitu, Raja Castro seharusnya tidak memasangkan harga untuk menangkap mereka. Dan jujur saja Jendral ...." Dwarf itu melirik wajah sang Jendral yang memiliki bekas goresan. "Ini tidak bersifat pribadi bagiku."
Jendral Kilorn menatap dwarf tersebut sambil menyeringai. Rupanya, desas-desus mengenai dirinya yang dikalahkan oleh si dhampir telah sampai ke seluruh Troan. Namun, bukan sifatnya jika tidak balik membalas ejekkan si dwarf berkaki kayu.
Sambil membuat tawa yang dibuat-buat, Jendral Kilorn membalas. "Kalau begitu semoga beruntung, Monopod," umpatnya.
Seketika, wajah si dwarf berkaki kayu itu berubah. Ejekkan sang Jendral membuatnya kesal, terlebih lagi dwarf lainnya ikut menertawakan. Sebuah ejekan terburuk bagi mereka adalah disamakan dengan jenis dwarf berkaki satu yang tinggal di bagian selatan Troan. Tentunya, sebagai seorang dwarf, dia tidak mau disama-samakan dengan seorang monopod yang senang mencuri.
Sambil meludah di depan sang Jendral, dwarf berkaki kayu itu meninggalkan kedai. Tidak berniat untuk memperpanjang keadaan. Baginya, lebih baik pergi dari tempat itu ketimbang meladeninya dan menambahkan keributan. Sedangkan sang Jendral dan pasukannya memutuskan beristirahat di tempat itu.
Castro yang sejak tadi hanya mengamati, secara diam-diam mengekor si dwarf berkaki kayu keluar kedai. Jika dwarf itu memang memiliki informasi mengenai Eira dan Nimue, mungkin sebaiknya dia ikut bersama dwarf tersebut.
Sambil berjalan pincang, dwarf itu menggerutu. "Dasar, Jendral sialan! Bisa-bisanya menyamakan diriku dengan para monopod."
Diam-diam di belakang, Castro mengikuti sambil membawa kudanya. Hingga dwarf itu berhenti pada sebuah rumah penginapan berpintu ganda dengan ukiran kayu bergambar kepala naga. Setelah mengikat kudanya, secara ragu, dia mendorong pintu dan mendapati seoranng lelaki paruh baya berdiri di pojokan ruangan.
Wajahnya pucat, rambutnya yang panjang berwarna putih sebagian diikat menjadi kuncir kuda, tubuhnya agak kurus dengan baju berwarna putih yang kusam. Dia bukan seorang dwarf, tentu saja itu sudah terlihat dengan tingginya yang bahkan melebihi Castro.
"Satu kamar semalam untuk 500 koin Grains," ujar lelaki itu sambil mengamati Castro dari atas hingga ke bawah.
Untuk harga semalah hanya untuk sebuah kamar yang tidak lebih bagus dari kendang kuda dikerajaan, harga itu cukup mahal. Tentu karena pakaian Castro yang menunjukkan seorang prajurit kerajaan, harga itu dipatok lebih mahal dari biasanya. Namun tanpa mengatakan apa-apa, Castro mengeluarkan kantung berisi koin dan memberikan satu Frocrint padanya. "Ambil saja kembaliannya," katanya.
Dengan cepat, si lelaki paruh baya itu memberikan sebuah kunci tua pada Castro, ekspresinya begitu kegirangan setelah mendapatkan koin emas kerajaan. "Ada hal lain yang Anda inginkan, Tuan?" tanyanya.
"Tidak, terima kasih," jawabnya singkat.
"Kalau begitu, saya antarkan ke kamar Tuan." Lelaki itu pun mendahului Castro menaiki tangga.
Castro yang hanya mengikuti tanpa berbicara, diam-diam melirik ke segala arah untuk mencari si dwarf berkaki kayu tersebut. Saat sampai di depan kamar, si lelaki paruh baya itu menawarkan sekali lagi pada Castro. "Sungguh tidak ada yang Anda inginkan lagi? Seseorang untuk menemai, misalnya?"
Castro terdiam untuk beberapa saat. "Hmm ... tidak terima kasih."
"Baiklah, saya akan bawakan sarapan anda ke kamar besok pagi," tambahnya sebelum meninggalkan Castro.
"Oh, ada satu yang inign kutanyakan," katanya sebelum menutup pintu, membuat si lelaki paruh baya menoleh sekali lagi. "Dwarf berkaki kayu, apa kau tahu namanya?"
"Oh, Tuan Kramor," jawabnya.
Sambil merogoh kantung koinnya dan mengelurkan satu koin Frocrint lagi, dia berbisik. "Aku akan berikan satu koin lagi jika kau memberitahuku saat dia akan pergi," tawar Castro.
Si lelaki paruh baya itu tentu saja sudah cukup kegirangan dengan satu koin yang diberikan Castro, tentu saja dia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan koin lagi. "Tentu saja," balasnya menerima tawaran.
Diserahkannya koin tersebut pada lelaki itu. Dengan wajah kegirangannya, dia meraih koin dan kemudian meninggalkan Castro yang telah menutup pintu kamarnya. Kini, tinggal dirinya dengan keheningan kamar berdinding kayu yang cukup dingin. Setelah mengganti pakaiannya, dia duduk di pinggiran ranjang yang kelihatannya tidak lebih empuk dari kursi kayu yang berada di pojok ruangan.
Castro tidak berniat untuk memjamkan mata, takut kalau-kalau si dwarf berkaki kayu itu pergi saat dia tertidur. Namun, karena kelelahan, dia membaringkan tubuhnya sesaat. Tidak butuh waktu beberapa lama hingga pikirannya terbawa ke alam mimpi.
Pagi-pagi buta, Castro dikagetkan oleh gedoran di pintunya yang cukup keras. Dengan cepat, dia membuka pintunya dan mendapati si lelaki paruh baya dengan wajahnya yang cukup khawatir. "Tuan Kramor baru saja pergi, saya baru saja akan membangunkan Tuan, tapi takut Anda masih tertidur."
Tanpa menunggu lelaki itu berbicara lagi, Castro menyambar jubah dan meninggalkan pakaian prajuritnya. "Apa dia bilang akan pergi ke mana?" tanyanya, sedangkan si lelaki paruh baya masih berdiri di depan pintu.
Ekpresi ketakutannya terpancar saat Castro mulai berbicara, takut kalau-kalau dia memarahinya. "Dia pergi ke dermaga, katanya akan menyeberang ke Afemir."
Cepat-cepat, Castro menuruni tangga, kudanya yang tengah tertidur di luar penginapan terpaksa harus dibangunkan. Dengan susah payah, dia memacu kudanya menyusul Kramor menuju dermaga, berharap dia tidak tertinggal jauh.
Langit masih nampak gelap, jalanan yang masih sepi memberikan keluasan untuk dirinya memacu kuda lebih cepat. Namun angin pagi yang menyambar Castro membuatnya bergidik sesaat, cepat-cepat dia tarik jubahnya lekat. Beberapa kali dia harus berusaha menyeimbangkan tubuh selagi memegangi jubahnya yang berterbangan.
Sesaampainya di dermaga, tidak seperti jalanan yang dia lalui tadi, orang-orang cukup ramai berlalu-lalang di sekitar sana. Sebagai satu-satunya dermaga di Troan, tempat itu menjadi masuk dan keluarnya bongkar muat barang serta taransportasi melalui laut. Tidak heran jika tempat itu ramai bahkan di pagi-pagi buta begini.
Castro yang mulai mencari-cari Kramor menelusur sekitar, berharap lelaki itu tidak berada di kapal yang telah berlayar baru saja. Cepat-cepat dia menarik kudanya sambil berputar-putar sekitar, hingga matanya tertuju pada dwarf berkaki kayu yang baru saja naik ke sebuah penyeberangan kayu dan tiba-tiba saja menghilang.
Mata Catro terbelalak, tidak yakin pada apa yang dia lihat. Dia memang sempat mendengar mengenai desas-desus kapal ilegal yang berusaha masuk ke Troan dari ayahnya. Namun sampai sekarang, kasus itu belum berhasil ditemukan. Dia jadi mengerti sekarang, bagaimana kapal ilegal itu dapat keluar dan masuk dengan mudahnya tanpa pemeriksaan oleh para penjaga.
Saat dua orang berusaha melepaskan ikatan kapal yagn tidak terlihat itu, Castro berteriak untuk menjegahnya. "Tunggu! Tunggu!" Langkah kakinya menerobos orang-orang yang menghalangi. Tidak peduli bahkan saat dia menabrak seseorang hingga tersungkur.
"Hey!" teriak orang itu, namun Castro tidak memedulikannya.
Terlambat, kapal tersebut sudah berlayar meninggalkan dermaga, tanpa pemeriksaan yang seharusnya bisa memperlambat kapal tersebut untuk berangkat. Dengan kecewa, Castro berpikir untuk mencari cara menyusul kapal tersebut, namun satu-satunya cara untuk pergi ke Afemir adalah naik ke kapal berikutnya yang akan berangkat saat matahari telah naik ke permukaan. Setidaknya, dia tahu tujuannya saat ini.
~***~
*Grains, mata uang koin yang terbuat dari tembaga, 1 silver (perak) sama dengan 53 Grains.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top