CHAPTER 15
Elias sejak tadi mundar-mandir di depan singgasananya, dia sedang memikirkan Eira yang dia dapati kabar telah berhasil lolos dari penjara Troan. Dia bersyukur karena Castro membantu Eira untuk kabur dari sana, namun begitu dia tetap merasa khawatir pada dhampir yang dititipkan padanya dahulu sekali.
Dia tahu bahwa Eira bukan lagi anak kecil seperti pertama kali Iseult-ibu Eira-menititpkan padanya. Elias ingat betul saat Eira menangis karena ditinggalkan oleh ibunya, dia begitu kecil saat lelaki itu memeluknya, sampai-sampai dia bisa menyembuyikan anak itu di balik jubahnya. Sekarang, Eira telah tumbuh bahkan melebihi apa yang dia harapkan.
"Tallon!" Elias berteriak untuk memanggil si penasehat kerajaan. Suaranya menggelegar di ruang tahkta.
Butuh waktu beberapa menit sampai pintu besar di depannya terbuka, Tallon-si penasehat kerajan berjalan tergesa-gesa sambil merapikan jubahnya. Saat sampai di depan Elias dia menundukkan kepala. "Yang Mulia," ujarnya.
"Panggil para Adze* untuk menghadapku sekarang juga!" perintahnya.
"Baik, Yang Mulia." Sekali lagi Tallon menundukkan kepala sesbelum akhirnya pergi untuk melaksanakan perintah.
Dia memang bukan tipe yang melakukan pengecualian hanya untuk menolong seseorang, terutama seorang kriminal. Namun tidak untuk Eira, bagi Elias dia rela melakukan apa pun hanya untuk keselamatan dhampir tersebut. Lagipula, Raja Castor tidak bersikap bijaksana, dia lebih mementingkan kekuasaannya yang takut terancam daripada perang yang tengah mengintai seluruh Gaia.
Tentu saja Elias merupakan salah satu yang hidup cukup lama dan menyaksikan perang dengan mata kepalanya sendiri. Walaupun saat itu dia masih menjadi seorang pangeran, ayah angkatnya telah berperang melawan para iblis di barisan paling depan. Dia tidak bisa lupa pada kejadian yang membawanya pada tanggung jawab besar.
"Berjanjilah padaku kau akan menjaga Eira," kata Iseult saat itu. Tangannya menggenggam tangan Elias sedangkan rasa dingin sedingin es yang membeku menyelimuti.
Elias menunduk, dia tidak bisa memberikan jawaban yang tidak pasti, namun ia tidak juga ingin mengecewakan Iseult. "Aku akan berusaha," katanya.
Iseult kemudian beralih pada surai cokelat gelap dengan mata amber yang berbinar. Dia berjongkok sedangkan kedua tangannya menunggup wajah Eira, menyalurkan rasa dingin yang dia dapati saat menggenggam tangan Elias. "Elias akan menjagamu, bersikap baiklah padanya. Ibu akan kembali secepatnya."
"Kapan, Bu?" tanya Eira dengan suaranya yang mengingatkan Elias pada adik kecilnya yang telah meninggal dahulu sekali.
Iseult tersenyum. "Secepatnya, kau bahkan tidak akan menyadari kalau ibu pergi," jawabnya. Dia kemudian bangkit sambil memberikan salam perpisahan terakhir pada anaknya dan Elias. Air mata mengalir perlahan dari pelupuknya.
Dari sanalah Elias tahu, bahwa Iseult tidak akan kembali.
Suara daun pintu yang terbuka mengembalikan ingatan Elias pada ruang takhta miliknya. Tallon muncul dari balik pintu diikuti oleh dua orang adze yang mengekornya. Saat sampai di depan sang raja, Tallon menunduk untuk memberikan salam. "Yang Mulia, para adze seperti yang Anda minta," katanya memperkenalkan kedua orang itu.
Mereka membungkuk memberi salam, hingga Elias memerintahkannya untuk bangkit. Para adze adalah vampir yang dapat mengendalikan pikiran, walaupun begitu Elias satu-satunya vampir yang tidak bisa dikendalikan oleh mereka. Selain itu para eternal hanya bisa menggunakan sihir untuk menangkalnya dan tidak semua mantra dapat menghalau kekuatan adze dalam memasuki pikiran mereka.
Sedangkan Elias menjadikan para adze sebagai pembunuh bayaran dan pencari jejak untuk kerajaan. Mereka cukup mahir dalam hal itu karena bisa mendapatkan informasi dengan mudah, begitu juga dengan taktik bertarung mereka yang sangat efektif dalam melumpuhkan lawan. Kekuatan para adze sendiri didapatkan dengan ritual yang dapat menyebabkan kematian jika tubuh mereka menolak. Karena ritual yang cukup rumit, populasi adze tidak banyak, hanya sekitar 40 sejauh ini.
"Aku ingin kalian mencari Eira, namun jika kalian sudah berhasil menemukannya, cukup ikuti dirinya, jangan ada kontak langsung. Aku tidak ingin dia tahu bahwa aku mengirimkan kalian!" Perintah Elias pada kedua adze itu.
"Baik, Yang Mulia."
"Satu lagi." Elias berseru sesaat setelah kedua adze itu membungkuk. "Bunuh siapa pun yang berusaha melukainya!" titah sang Raja Vampir.
Tanpa berbicara lagi, mereka memberikan anggukan sekali dan pergi meninggalkan ruang tahkta. Meninggalkan Elias dan si penasehat kerajaan yang wajahnya tidak cukup puas dengan titah yang telah diberikan kepada para adze.
"Yang Mulia," ujarnya sembari memposisikan tubuh tepat di depan Elias. "Sebagai penasehat Anda, menurut Hamba tidak bijak Yang Mulia ikut campur dalam urusan Raja Castor."
Elias yang kini telah duduk dengan menumpukan salah satu tangannya, mulai mengamati Tallon. "Aku tahu, tapi aku tidak bisa membiarkan Eira dijatuhkan hukuman mati, Tallon."
Tallon mengangguk sekali. "Hamba mengerti, Yang Mulia. Namun, jika Raja Castor tahu mengenai hal ini, Hamba khawatir akan ada perpecahan antara dua kerajaan, atau bahkan lebih. Yang Mulia tentu lebih tahu bahwa Raja Castor pintar dalam memprovokasi."
Mendengar perkataan penasehatnya, Elias jadi berpikir jika semua ini adalah awal mula dari kekacauan yang akan terulang kembali. Walaupun begitu, dia lebih khawatir pada Eira ketimbang memikirkan kemarahan Raja Castor yang bisa dia urusi nanti.
"Simpan nasehatmu untuk nanti, Tallon." Tanpa menghiraukan si penasehat yang masih ingin berbicara, Elias mempersilakannya untuk pergi.
Tallon yang masih belum puas dalam mengemukakan pendapatnya tidak kunjung pergi dari tempat dia berdiri. "Izinkan Hamba untuk berbicara sekali lagi, Yang Mulia," pintanya.
Elias menjawabnya dengan gerakan tangan untuk memperbolehkan Tallon berbicara kembali. Si penasehat tentu tahu bagaimana sang raja begitu emosial jika dikaitkan dengan Eira. Sebagai raja, Elias seharusnya dapat memisahkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan seluruh rakyatnya. Namun, bagi Elias sendiri, dhampir itu adalah satu-satunya kepentingan pribadi yang dia miliki, bahkan lebih dari nyawa dan kedudukannya sebagai raja.
"Yang Mulia tentu tahu bahwa Eira tidak diterima di Failos. Brandalan itu-"
"Cukup!" Elias memotong dengan cepat.
"Maafkan, Hamba. Tapi, dhampir itu pantas mendapatkan hukuman mati."
"Cukup, Tallon!" kali ini suara Elias meninggi. "Pergi dari hadapanku sebelum kubiarkan kau kehausan darah di dinding penjara bawah tanah!"
Dengan begitu, Tallon menyumpal mulutnya. Tidak berani berucap lagi setelah Elias naik pitam. Raja vampir itu memang terlihat sangat tenang kala menghadapi segala sesuatu dan semua orang menghormati sikap tenangnya, namun saat Elias sudah murka, tidak ada yang berani menghadapinya-kecuali Eira.
Setelah kepergian Tallon, kekhawatiran Elias terhadap Eira mulai muncul kembali. Walaupun dia memercayai para adze, jika mengenai Eira tidak ada yang dia dapat percayai selain dirinya sendiri.
Elias bersiul, memanggil burung elang yang tengah bertengger di celah ruangan, seolah tengah mengamati setiap kejadian dengan seksama dan menunggu tuannya untuk memanggil. Dia kemudian menyiku lengannya agar elang tersebut bertengger di sana. Dengan gerakan cepat, elang itu memutari ruangan sekali dan bertengger di lengan Elias. Dielusnya perlahan elang itu sembari membisikkan kalimat padanya. "Ikuti para adze!" perintahnya.
Sang elang kemudian mengepakkan sayapnya kembali dan pergi melaui celah ruangan. Tentunya, elang tersebut telah dilatih sedemikian rupa agar menuruti perintah Elias, dia bagaikan mata bagi sang raja. Tentunya Elias dapat melihat kejadian apa pun melalui mata elang tersebut. Karena itu dia meminta sang elang untuk mengikuti para adze dan dengan begitu dia dapat mengetahui kebenarannya.
***
"Eira!" Nimue berteriak saat ledakan itu membakar seluruh rawa berlumpur dan para bunyip. "Eira!" sekali lagi Nimue berteriak, namun tidak ada jawaban.
Kobaran api semakin menjadi-jadi, hingga ledakan kedua membuat keduanya mundur secara mendadak. Osric yang tubuhnya tertutup lumpur hitam sepenuhnya, cepat-cepat mundur lebih jauh agar tidak terkena sambaran api. Sedangkan Nimue yang berada di depannya masih meneriaki Eira.
"Lakukan sesuatu, Osric!" perintahnya. Saat Osric tidak menjawabnya, Nimue menoleh. Sedangkan lelaki itu hanya bisa menggeleng sambil memberikan tatapan putus asa dan penyesalan.
Kali ini, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Sama hal nya seperti saat Eira teracuni oleh liur zulu. Hanya saja, Nimue berharap kali ini Eira benar-benar selamat, mengingat dia dapat menciptakan api yang sungguh mustahil. Mungkin kobaran api tersebut juga berasal dari Eira, pikir Nimue.
Asap bergumul di udara, begitu pekat sampai-sampai menutupi rawa tersebut dari pandangan Nimue. Osric mulai menarik perempuan itu untuk menjauh saat kepulan asap membuat mereka terbatuk-batuk.
Nimue yang masih ditarik oleh Osric, tidak melepaskan pandangan dari rawa tersebut, hingga api yang seakan mengamuk hilang secara mendadak, menyisakan asap hitam pekatnya saja. Dibalik kabut asap itu, seseorang berjalan ke arah mereka. Sebelah kakinya diseret, sedangkan tangannya memegangi perut dan tangan yang satunya lagi menyeret pedang.
Eira dengan seluruh tubuhnya yang penuh dengan luka bakar, berusaha untuk berjalan menghampiri Nimue dan Osric. Kedua temannya yang menyadari bahwa itu adalah Eira cepat-cepat menopangnya. Bajunya terbakar penuh, kulitnya menghitam dan berasap, mereka hampir tidak mengenali dhampir itu jika bukan karena pedangnya.
Saat Osric dan Nimue berusaha menopangnya, tubuh Eira langsung terkulai, pedang Axia terpeleset dari tangannya, dan kesadaran hilang sepenuhnya.
"Eira! Tetaplah sadar!" Nimue berusaha membuat dhampir itu membuka matanya, namun sia-sia, dia telah memejamkan mata lebih dulu.
"Biar aku bopong. Kau bawa pedangnya," kata Osric yang kemudian menggendong Eira.
Nimue mengikuti perkataan Osric dan memungut pedang Axia yang masih menyisakan hawa panas di besinya. Dilepaskannya jubah untuk membungkus pedang tersebut, kemudian menyusul Osric yang sudah lebih jauh dari dirinya. Namun entah mengapa dia berhenti seketika saat Nimue sudah sampai tepat di sampingnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Kulitnya kembali seperti semula," ujar Osric.
* Adze, jenis vampir yang dapat mengendalikan pikiran.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top