CHAPTER 12
"Jika kau berani menyentuhnya, aku akan me—"
Belum selesai Nimue berbicara, dwarf sialan itu memutus kalimatnya. "Dia sudah mati, berikan padaku cincinnya."
Osric masih menggeram, gigi-giginya menonjol keluar dan siap untuk menejang si dwarf jika dia berani macam-macam. Sedangkan Nimue mulai menangisi Eira yang berada dipangkuannya, sambil mengelus wajah dhampir itu.
"Cepat berikan cincinnya padaku!"
"Kau akan membayar untuk ini!" maki Nimue.
Tidak berselang lama setelah itu, suara tarikan napas terdengar dari tubuh Eira. Dia melompat seketika dan bangkit dari dekapan Nimue. Ekspresi keterkejutan muncul dari si dwarf yang tidak percaya pada apa yang dia lihat. Pasalnya, dia sangat yakin telah mencampurkan racun zulu ke dalam minuman yang Eira tenggak.
Nimue ikut bangkit dan memandangi Eira yang terlihat kebingungan, sedangkan iris mata dhampir itu telah berubah menjadi putih bagaikan seseorang yang buta. Begitu pula dengan gelagat Eira yang terhuyung-huyung saat dia bangkit.
"Apa yang terjadi padaku?" tanyanya kebingungan, sedangkan matanya berkedip berkali-kali untuk memastikan apa yang dia lihat. "Ada apa dengan mataku?"
Semua yang bahkan kebingungan tidak memberikan respon apa pun. Eira kemudian menoleh pada si dwarf tua—yang telah meracuninya—dengan kesal, menuntut jawaban. Penglihatannya yang berubah menjadi efek hitam-putih bercahaya membuat Eira kewalahan untuk bisa melihat sekelilingnya.
"Racun apa yang kau berikan padaku?" bentaknya. Namun, baru saja Eira akan menghampiri dwarf itu saat dia melayangkan kapaknya dan berhasil melukai bahu kirinya hingga mengeluarkan cairan berwarna merah. Dia mundur beberapa langkah untuk menghindari gerakan lainnya, saat dia berkedip lagi, penglihatannya kembali seperti semula.
Bingung dengan apa yang barusan terjadi, Eira meraba bahunya yang baik-baik saja. Dia kemudian menoleh pada si dwarf yang mulai mengayunkan kapaknya persis seperti gerakan sebelumnya. Tentunya dhampir itu berhasil menghindari gerakan si dwarf tua dan menghadiahi tinju di wajahnya.
Gerakan lainnya yang persis sama seperti penglihatan sebelumnya membuat Eira berhasil menghindar lagi. Kali ini, giliran dirinya yang menyerang. Dihunuskannya pedang dan berhasil memojokkan si dwarf tua. Tanpa perlawanan apa pun, dia menjatuhkan kapaknya menyerah.
"Sekarang, bicara!" Eira memelototkan matanya tidak sabaran.
"Maafkan diriku. Aku melihat cincin Andvaranaut di jarimu dan siapa pun akan membayar mahal untuk cincin itu," katanya sambil memohon.
"Dan racun yang kau berikan padaku?"
"Itu hanya racun zulu." Wajah dwarf tua itu kini menjadi ketakutan. "Tolong, jangan bunuh aku," pintanya.
Eira bukan seseorang yang suka berbelas kasih. Namun, kali ini dia akan membiarkan si dwarf tua untuk tetap hidup. Lagipula, tidak ada untungnya membunuh dwarf seperti dirinya. Diambilnya peta di atas meja dan tidak menghiraukan si dwarf tua itu. Nimue dan Osric mengekor di belakangnya.
"Racun itu seharusnya membunuhmu, kau tahu?" ujar dwarf tua itu sesaat sebelum Eira keluar dari pondoknya.
"Jika aku bertemu denganmu lagi, tidak ada berikutnya," kata Eira dan meninggalkan pondok.
Sejujurnya, dia sangat penasaran pada apa yang terjadi dengan dirinya. Bagaimana racun zulu tidak membunuhnya? Apakah karena cincin yang tersemat di jarinya? Ataukah ada hal lain yang membuat sesuatu tidak pada semestinya.
"Eira, kau baik-baik saja?" Nimue menyusul di belakang si dhampir yang berjalan begitu cepatnya.
Eira mengarah ke danau, berniat menenangkan diri sesaat dan mencerna apa yang baru saja terjadi pada dirinya.
"Aku melihat matamu berwarna putih tadi, apa kau baik-baik saja?" tanya Nimue lagi.
Tidak ada jawaban, Eira menancapkan pedangnya di tanah dan berlutut satu kaki, sambil memejamkan matanya, Sensasi aneh mulai menjalari tubuhnya, kebas, mendidih, hingga matanya yang berkedut-kedut. Sedangkan bibirnya mulai berkomat-kamit, padahal Eira tidak berniat untuk berbicara.
Nimue yang mengamati dhampir itu mulai khawatir. "Eira, apa kau baik-baik saja?" tanya Nimue lagi.
Tidak ada jawaban, hingga sontak tubuh Eira kejang-kejang.
"Eira!" terikan Nimue semakin keras saat melihat Eira mulai kejang. Dia kemudian menghampirinya dan meraih pundaknya untuk menenangkan. Namun, hal itu malah membuat Nimue seketika terlempar. Seolah sesuatu yang kasat mata telah melingkupi tubuh Eira.
Osric yang terkejut cepat-cepat menghampiri Nimue dan membantunya bangkit. "Apa hal ini biasa dia lakukan?" tanyanya.
"Tidak tahu," jawabnya.
Sekarang, kedua orang itu hanya bisa mengamati Eira yang lama-kelamaan kejangnya mereda. Saat matanya terbuka, Eira telah sadar seutuhnya. Dia bahkan tidak tahu apa yang baru saja dilakukannya. Sambil menoleh ke arah Nimue, Eira bangkit dan memasukkan kembali pedangnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Nimue untuk kesekian kalinya.
Jarang sekali seseorang menanyai keadaannya, apalagi hingga berkali-kali seperti yang Nimue lakukan padanya. "Tidak, sesuatu terjadi pada diriku. Aku bisa merasakannya."
Osric yang masih memegangi Nimue mulai berkomentar. "Ya, jelas sekali kami melihatnya."
"Aku mendengarmu mengucapkan kalimat-kalimat aneh." Nimue melirik Eira yang tatapannya mengarah ke danau.
"Kalimat-kalimat itu aku tidak mengenalnya. Aku bahkan lupa apa yang kukatakan saat itu, tapi rasanya berada tepat di ujung lidah, aku hanya tidak bisa mengingatnya."
Suasana hening menyelimuti mereka. Eira yang masih menatap danau, kini semakin mengamati tempat itu saat sesuatu bergerak-gerak di bawah permukaan air. Pedang Axia secepat kilat sudah berpindah ke tangannya saat sesosok makhluk menerjang dari permukaan danau. Dia berhasil menebas mahkluk itu menjadi dua bagian sebelum sempat menghantamnya.
Nimue dan Osric yang terkejut bersamaan membelalakan kedua matanya bersamaan. "Makhluk apa itu?" tanya Nimue.
Butuh waktu beberapa saat sebelum Eira menjawabnya. Pasalnya, makhluk itu terlihat seperti bunyip, monster danau yang memiliki kepala seperti serangga dengan leher panjang, dan berbadan manusia, dengan tangan berbentuk akar pohon bersulur, serta kaki bersirip. Makhluk yang dia lihat di depannya tepat seperti gambaran bunyip, hanya saja darah yang mengalir saat monster itu ditebas seharusnya berwarna hijau, namun yang menempel di pedangnya berwarna hitam pekat.
"Bunyip," gumamnya sesaat sebelum mendekati monster itu. Eira yang masih penasaran lantas mendekati salah satu bagian tubuh yang tergeletak tidak jauh dari kakinya—sedangkan bagian bawah tubuhnya telah tenggelam ke dasar danau.
Darah hitam pekat masih mengucur keluar dari bagian atas tubuh monster itu. Eira yang berjongkok mulai memasukkan tangannya ke dalam tubuh si monster untuk memeriksa apakah ada organ yang hilang—atau tidak semestinya. Nimue yang tidak biasa melihat hal itu, muntah di pinggir danau, sedangkan Osric antusias dengan apa yang dia lihat.
"Kau mencari apa?" tanya Osric yang bersidekap sembari mengamati.
"Jantung," jawab Eira. Dia masih terus merogoh tubuh monster itu hingga jari-jarinya menelusur pada sesuatu yang berdetak. Ditariknya jantung monster itu dari dalam tubuhnya.
Nimue yang baru saja selesai memuntahkan sarapan paginya, mulai muntah kembali saat melihat tangan Eira yang menggenggam benda berbentuk lonjong dan berwarna hitam pekat. Sebuah irama naik turun masih bisa mereka lihat bahkan saat jantung itu sudah terpisah dengan tubuhnya.
"Ada sesuatu yang tidak beres mengenai monster ini," gumam Eira sembari mengamati jantung yang digenggamnya. Hidungnya mengendus untuk mendapati bau busuk yang tidak biasa. Seperti bau sampah yang dibakar.
Eira baru saja akan membuang jantung tersebut ke dalam danau, saat dengan mengejutkannya monster itu bangkit kembali dan menggerayangi kakinya. Dengan cepat, dihunuskannya pedang ke arah monster itu. Sayangnya, bukannya tumbang, monster itu justru masih bergerak-gerak tidak tentu arah. Kepalanya yang terpisah membuat monster itu buta arah. Namun, gerakan yang cepat membuat Eira sedikit kewalahan, sedangkan Osric menghindar untuk tidak terkena jeratan.
"Apa monster ini memang akan tetap hidup walaupun kau telah memisahkan tubuhnya dengan pedangmu?" tanya Osric yang juga mulai kewalahan, dia bahkan hampir terseret dan membentur tanah, namun pedang Eira lebih dulu menebas monster itu.
"Iblis, monster itu telah terinfeksi iblis. Aku tidak tahu bagaimana harus membunuhnya." Kali ini, Eira yang hampir terjerat. Kakinya telah terikat dengan sulur-sulur tangan monster itu, namun dia masih bisa menggerakkan kakinya dengan cepat.
Monster itu semakin mengganas saat potongan tubuhnya yang tenggelam di danau naik ke permukaan dan mencari-cari mangsa untuk diserang. "Akan kuurus yang satunya." Osric mulai berlari untuk memisahkan kedua bagian tubuh itu agar tidak menyatu.
Eira yang masih berpikir bagaimana caranya untuk mengalahkan monster itu, sontak mendapat serangan yang menjerat kedua tangannya. Pedang yang dia genggam kali ini tidak bisa bergerak, sedangkan tangan lainnya masih menggenggam jantung yang tengah berdetak cepat tidak seperti sebelumnya. Hingga akhirnya dia menyadari sesuatu.
"Nimue! Bakar jantung itu!" teriak Eira sambil melemparkan jantung ke arahnya.
"Aku ... bagaimana aku membakarnya?"
"Lakukan cepat!" desak Eira yang semakin terjerat.
Dengan panik, Nimue mulai merapalkan mantra untuk dapat membakar jantung tersebut. Diingat-ingatnya semua mantra yang dia tahu, namun tidak satu pun yang bisa diingatnya untuk memunculkan api. Nimue adalah seorang peri, bahkan seorang witch atau warlock pun tidak dapat menggunakan kekuatannya untuk menciptakan api. Setidaknya mereka membutuhkan sumber api kecil untuk bisa merapalkan mantra agar dapat menyulutnya.
Jeratan monster itu telah mencapai leher Eira sedangkan Nimue masih belum bisa membakar jantung tersebut. "Nimue!" dia mulai tercekat. Namun, dengan semakin menipisnya udara di paru-paru, sebuah kata malah terlintas di ujung lidahnya.
"Llosgi," kata itu lolos dari mulut Eira dengan susah payah. Seketika, api berwarna biru menyulut jantung monster itu, sedangkan jeratan di lehernya semakin mengendur.
Monster itu menggeliat seolah tubuhnya lah yang tengah terbakar. Hingga akhirnya tubuh itu roboh dan terkapar di tanah. Sekali lagi, Osric dan Nimue memandangi Eira dengan penuh pertanyaan. Sesuatu yang tidak biasa telah terjadi pada dhampir itu, yang bahkan Eira sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top