9 | Love Complex

Cinta memang sesuatu yang rumit. Begitulah dirasakan Aprilia. Dia sampai sekarang tak terima Johan meninggalkannya begitu saja. Ada perubahan yang mendalam terjadi kepadanya. Ia sangat tidak ingin Johan jalan dengan wanita lain. Itu sudah wajar ketika dia memang merasa Johan adalah segalanya bagi dirinya. Walaupun Johan telah memutuskannya bagi dirinya Johan masih punya hubungan dengannya dan tak akan bisa diselesaikan begitu saja dengan sekedar bilang "putus".

Akhir-akhir ini perasaan Aprilia geram, gerah, sebut saja demikian terlebih ketika mendengar kabar bahwa Johan sudah punya gandengan baru. Beberapa kali Aprilia memergoki Johan dan Melati berboncengan. Ini tidak adil. Kenapa dia merasa sangat sakit? Hatinya sakit sekali. Terlebih lagi ketika Aprilia harus setiap hari menahan api di dalam tubuhnya. Rasanya menyakitkan apabila menahan panas yang bergejolak di dalam dadanya. Rasanya Aprilia ingin membakar sesuatu. Apa saja yang bisa dibakar.

* * *

"Kamu tak apa-apa, Lia?" tanya Sarah salah satu petinggi The Rose. Dia mendapati bosnya ini sedang dalam kondisi yang aneh. Sering melamun, sering marah-marah tidak jelas dan sesekali menghajar orang yang tidak disukai tanpa ampun.

"Aku tak apa-apa," jawab Aprilia sambil masih menatap halaman sekolah dari atap gedung. Mereka seperti biasa berada di atap gedung sekolah, sebagai salah satu tongkrongan tetap dari geng The Rose. Banyak orang yang menaruh hormat kepada Aprilia ini, baik itu laki-laki maupun perempuan. Berurusan dengannya adalah mimpi buruk.

"Katakanlah, engkau adalah pimpinan kami. Kalau ada yang tidak beres kami bisa menghukum dia," jelas Sarah.

Aprilia menoleh ke arah Sarah yang memang sangat peduli kepadanya. Iris matanya menjelajahi semua anggota The Rose yang saat itu sedang bermain-main di atap sekolah, entah nongkrong, becanda dan sebagainya. Sebenarnya ada yang mau ia bahas, yaitu mewariskan kepemimpinan. Karena sebentar lagi ia akan menghadapi kelulusan. Tapi dari semua kandidat yang ada tidak ada yang masuk hitungan. Semuanya payah. Ia tak mungkin berkata bahwa masalah yang dihadapinya tak hanya memilih pewaris kepemimpinan dari geng The Rose tetapi juga Johan. Tiba-tiba saja Aprilia menyalahkan Johan atas semua yang terjadi kepadanya. Dia merasa Johan benar-benar telah memenjarakan hatinya, untuk marah kepada lelaki itu saja tidak bisa. Para petinggi The Rose selain Aprilia ada Sarah, Jeanny, Femy dan Cecilia. Semuanya jago beladiri kecuali Cecilia. Cecilia sekali pun tidak jago tapi intelektualnya tak bisa diragukan. Dia penyusun strategi luar biasa bagi kelangsungan hidup The Rose. Dia masih kelas IX tapi soal bagaimana dia bisa mengalahkan rekan-rekannya dan menjadi bagian penting dari petinggi The Rose tak perlu diragukan lagi. Dari semua kehidupan dan kepribadian anggota The Rose dia yang paling tahu. Dia memegang rahasia semua orang yang ia temui. Untuk itulah ia tak pernah terkalahkan. Kalau ada yang berani macam-macam dengan dia, maka Cecilia bisa membeberkan fakta-fakta dan rahasia-rahasia yang dimiliki orang itu untuk dipermalukan di depan umum. Cecilia sangat berbahaya bagi setiap orang yang dijumpainya, oleh karena itulah tak pernah ada yang mencoba mendekatinya. Dari semua anggota The Rose Cecilia paling takut dengan Aprilia, karena ia mengetahui rahasia Aprilia yang tidak diketahui oleh semua orang. Dan Aprilia tahu siapa orang yang akan menerima pewaris pemimpin The Rose. Dia telah memilih Cecilia. Hanya saja, ada satu persoalan yang harus dia selesaikan lebih dulu.

"Semuanya aku ingin bicara empat mata dengan Cecilia, kuharap kalian semua pergi," ucap Aprilia.

Tampak setiap mata menoleh ke arah Aprilia. Semuanya tahu kalau Aprilia sudah berkata demikian akan ada sesuatu yang sangat penting sekali. Maka, satu per satu anggota The Rose pergi meninggalkan atap sekolah. Mereka menuruni tangga dan berjaga di sana. Mensterilkan atap sekolah hanya untuk dua orang saja.

"Ada apa Bos?" tanya Cecilia. Ia agak begidik sendirian dengan Aprilia di atap sekolah seperti ini.

"Aku ada permasalahan. Aku ingin kamu menemukan solusinya bersamaku. Dari semua anggota The Rose kamu yang otaknya paling encer. Aku ingin minta pendapatmu," ujar Aprilia.

"S-silakan!" Cecilia mempersilakan.

"Aku dulu punya pacar, namanya Johan. Baru saja dia memutuskanku," jelas Aprilia. Cecilia agak tertegun, tapi dia tetap menunggu Aprilia menyelesaikan ceritanya. "Sebenarnya aku tak tahu kenapa tapi tiap kali ingin marah kepada dia aku tak bisa, ingin menyakitinya saja aku tak bisa. Entahlah, dan ini!" Aprilia mengulurkan tangan kanannya kemudian membuka telapak tangannya. Dalam sekejap di atas tangannya terbentuk sebuah bola api yang membara. Cecilia mundur selangkah karena takut. "Api ini entah kenapa tiba-tiba saja padam setiap kali dia menyentuhku. Padahal aku bisa mengeluarkannya dengan mudah." Aprilia mematikan apinya.

Cecilia mengernyitkan dahi, "Apakah dia orang yang spesial sama seperti dirimu?"

"Entahlah, aku tak tahu. Aku penasaran dengan cewek yang telah merebut dia dariku. Aku ingin kamu menyelidikinya, selidiki dia sampai hal-hal yang paling kotor yang pernah dia lakukan. Aku ingin membandingkan dia dengan diriku. Apa kelebihannya dan apa kekurangannya. Jangan sampai yang lain tahu. Kalau sampai engkau membocorkannya, kau tahu akibatnya," tak seperti yang lain, hanya Aprilia yang mampu mengancam Cecilia.

Cecilia menelan ludah. Tiba-tiba saja tadi tenggorokannya kering korontang. Sorot mata Aprilia tajam menusuk jantungnya, seolah-olah perempuan yang ada di hadapannya ini mampu menghisap jiwanya seperti Dementor.

"B-baik, aku mengerti. Siapa namanya kalau boleh tahu?" tanya Cecilia.

"Namanya Melati, anak SMA Darmawangsa," jawab Aprilia.

"Segera aku akan memberitahukannya kepadamu nanti," ujar Cecilia.

Aprilia kemudian menghela nafas. Dia memang kesal dengan keadaan yang ada saat ini. Rasanya segala hal yang telah ia lalui membuat ia tak bisa berpikir jernih. Aprilia masih belum bisa menghapus perasaannya terhadap Johan.

* * *

Hubungan Johan dan Melati makin dekat, namun kedekatan mereka bukan berarti mereka intens bertemu. Keduanya sibuk untuk mengejar mimpi masing-masing karena sebentar lagi akan ada Ujian Nasional. Apalagi Johan yang sudah benar-benar serius untuk bisa kuliah ke Jerman. Akhirnya sedikit demi sedikit waktu yang seharusnya bisa dihabiskan oleh mereka berdua pun mulai berkurang. Johan mulai sedikit demi sedikit sibuk dan sibuk. Melati pun sedikit jengkel. Tapi ia juga tak tahu harus berbuat apa.

Melati mengiriminya pesan:

"Sayang, bisa anterin aku beli kado nggak?"

Lama sekali jawaban dari Johan, hingga kemudian Johan pun membalas.

"Maaf ya Mel, aku sedang ada les privat video editing. Kado buat siapa?"

Melati mendengus. Dia mau membeli kado untuk ulang tahun ibunya. Tapi sepertinya ia harus beli kado bersama kakaknya saja.

"Kak Bandi, bisa anterin beli kado nggak?" tanya Melati ketika melihat Bandi yang saat itu sedang akan keluar rumah.

"Nggak bisa Mel, aku mau ke rumah Soleh. Kamu kenapa nggak jalan ama si Johan itu? Kalian lagi marahan?" selidik Bandi.

"Nggak, dia lagi ada jadwal les," jawab Melati.

"Oh, ya udah ntar aja deh. Nunggu kakak balik atau kamu nunggu Johan selesai les aja kalau gitu," ucap Bandi sambil berlalu.

"Tapi kak...?!" Melati belum sempat protes dan keburu kakaknya pergi. Ada sebuah pesan masuk dan Melati langsung membacanya.

"Kalau itu kado yang sangat penting pergi sama Anton saja ya? Aku akan hubungi dia untuk mengantarmu."

Setidaknya Melati bisa bernafas lega. Dengan Anton nggak masalah sepertinya, walaupun sebenarnya Melati lebih ingin agar Johan yang mengantarnya sebab tentu saja akan lebih memberikan kesan bagaimana kado yang akan diberikan kepada ibunya dipilih oleh mereka berdua. Akhirnya seperti yang dikatakan Johan, tak berapa lama kemudian Anton pun datang ke rumahnya Melati.

Ketika Anton datang, Melati sudah bersiap. Dia sudah menunggu di teras dengan raut wajah kesal. Ketika Anton masuk ke halaman rumahnya, agaknya sambutan Melati tidak begitu ramah.

"Kesal ama Johan?" tanya Anton sekaligus menyapa Melati dengan menenteng helm.

"Sorry ya Ton, bukan bermaksud merepotkanmu," jawab Melati.

Anton dengan celana sebetis dan kaos oblongnya cengar-cengir saja. Dia berdiri menyambut Melati sambil menyerahkan helmnya kepada Melati. Melati menerimanya.

"Kado buat siap sih?" tanya Anton.

"Mamaku ulang tahun. Mau aku beliin kado," jawab Melati. "Kamu bisa bantu pilih kado yang paling spesial buat beliau?"

"OK, serahkan kepadaku, aku tahu kado yang paling spesial untuk mamamu," Anton pun segera menuju ke sepeda motornya.

Melati dan Anton pun kemudian pergi untuk membeli kado ulang tahun untuk mamanya Melati. Sebuah kado yang berisi sepaket pisau dapur yang dibeli dari uang yang ditabung oleh Melati. Karena mamanya Melati lebih suka memasak, maka dari itulah paket pisau dapur itu sangat mengejutkan dan disukai oleh mamanya. Ide Anton agar Melati membeli seperangkat paket pisau dapur ternyata sungguh tepat.

Setelah hadiah itu diberikan kepada mamanya, Melati kemudian ditelpon oleh Johan.

"Halo sayang," sapa Johan di ujung sana.

"Iya, gimana lesnya?" tanya Melati dengan kesal.

"Lah, masih marahan nih ceritanya?" tanya Johan balik.

"Iyalah. Untung saja tadi Anton mau ngasih ide yang cukup menarik buat kadonya. Mama cukup senang tadi," jelas Melati.

"Baiklah, sebagai permintaan maafku besok aku akan mengajakmu jalan. Mau candle light dinner?" ajak Johan.

Melati yang hatinya bete tiba-tiba hilang begitu saja dengan permintaan maaf Johan. Candle light dinner. Belum pernah Melati diajak Johan untuk yang satu ini, akhirnya ia pun memaafkan Johan.

"Baiklah, besok. Jam tujuh?" ucap Melati.

"Baiklah. Jam tujuh. Aku akan datang jam enam," jawab Johan.

"OK my boy. I'll be waiting."

"Love you babe. Tidur yang nyenyak yah. Jangan lupa mimpiin aku!"

"Huuu, emangnya apaan mimpi bisa dipesan?"

"Yah, siapa tahu ada dewa mimpi yang dengar."

"Preettt, gombal ah."

"Hehehe, sampai besok," setelah itu Johan menutup teleponnya. Paling tidak Melati sedikit terobati rasa kesalnya hari ini.

* * *

Anton mengecap teh aroma melati yang dia buat sendiri. Anton terbangun malam hari padahal jam masih menunjukkan pukul satu dini hari. Agaknya mimpi yang baru saja dia alami membuat dia lebih baik terbangun dan membuat teh hangat aroma melati. Anton merasa seperti orang bodoh, memang sejatinya mimpi tak bisa dikendalikan tapi mimpi yang ia alami sangat berbeda, aneh, nakal dan tolol.

Di dalam mimpinya, Anton berada di kamar berdua saja dengan Melati, kemudian entah bagaimana mereka kemudian saling berciuman, adegan berikutnya adalah mereka pun melakukan hal-hal yang terlarang. Di mimpi itu Anton melihat dengan jelas bagaimana tubuh Melati, bagaimana mulusnya kulit gadis itu, entah bagaimana Anton bisa melihat kencantikan dari Melati. Melihat sisi lain dari kekasih sahabatnya. Tidak, itu tidak boleh. Melati adalah milik Johan, ia tak mungkin mempunyai pikiran seperti itu bahkan membayangkannya. Dia sudah punya Dina, mau tak mau harusnya Dina yang masuk ke alam mimpinya, bukan pacar sahabatnya. Ini sungguh gila.

Jam satu dini hari terbangun sambil menenggak teh hangat rasanya sangat aneh. Anton berusaha menenangkan pikirannya, lucu sekali kalau sampai celananya basah hanya gara-gara mimpi seperti itu. Tapi semakin lama ia ingin membuang perasaannya semakin kuat rasa di mana dia mulai juga menyukai Melati. Dia awalnya berusaha memberitahu Melati tentang kelakuan Johan bahwa Johan bukan pemuda baik-baik, seorang playboy, dan suka memainkan hati perempuan. Namun melihat kesungguhan Johan, Anton pun akhirnya hanya bisa pasrah sambil berharap kali ini Johan tidak bertindak bodoh. Namun sekarang pikirannya mulai teracuni Melati, Melati dan Melati. Apalagi ketika ia menyadari bahwa teh yang ia minum ada aroma dari nama gadis itu. Shit!

Tidak tenang, Anton pun mulai mengambil ponselnya. Ia mencari-cari foto Dina, kekasih yang sangat dicintainya. Anton menghela nafas ketika melihat wajah Dina di ponselnya. Dia ingat bagaimana dia sangat ingin mengejar Dina agar bisa satu sekolah dengan Dina. Bahkan alasan Johan mengikutinya adalah karena ingin mengejar cewek ini. Ia yakin bahwa ia mencintai Dina dan cewek ini adalah soulmate-nya.

"Oh, Anton...!" terdengar bisikan di pikirannya.

"What the hell was that?" Anton menempeleng jidatnya sendiri. Suara Melati tiba-tiba saja ada di pikirannya. Suara dari mimpi yang tadi baru saja ia rasakan. Anton mencoba lagi menenangkan dirinya. Ini tak mungkin, bagaimana bisa dia memikirkan Melati di saat seperti ini. Tidak mungkin dia jatuh cinta lagi. Ini sangat tidak mungkin. Anton mulai merutuki dirinya sendiri. Ia tak akan memaafkan dirinya kalau sampai ada rasa cinta di dalam hatinya. Cintanya hanya untuk Dina, tak mungkin ia mengkhianati Dina, kekasihnya.

* * *

Agaknya kali ini Johan tidak berbohong. Melati diajaknya untuk makan malam di sebuah restoran yang makanannya tergolong mahal. Makanannya termasuk western, sebagai anak seorang yang cukup berada Johan tak begitu kesulitan untuk membayar makanan yang ada di tempat ini, lagipula selama ini Johan cukup berhemat hingga tabungannya tak pernah ia pakai. Melati memakai baju yang cukup unik, gaun berwarna putih dengan bunga-bunga berwarna hijau dan ungu. Bahkan yang lebih unik lagi Johan meminjam mobil ayahnya untuk menjemput Melati. Melati merasa kekasihnya ini terlalu berlebihan dalam acara makan malam sebagai permohonan maaf.

"Jo, aku tak yakin dengan ini semua," ucap Melati. "Kamu terlalu berlebihan!"

"Mel, aku minta maaf. Ku tak tahu kalau kemarin itu mamamu ulang tahun, jadi anggap ini permintaan maafku," jelas Johan.

"Johan, aku sudah maafin kamu," ucapan Melati itu melegakan Johan.

"Syukurlah kalau begitu. Ngomong-ngomong menurutmu bagaimana aku selama ini? Orangnya jutek, pemarah, sok cool, nggak keren atau bagaimana?" Johan memegang tangan melati dan mengelus-elus punggung tangannya.

Melati mengernyitkan dahi, "Kenapa tiba-tiba kamu bertanya seperti itu?"

"Nggak apa-apa, wajar kan aku tanya seperti itu. Sejujurnya aku akui sejak aku mengenalmu, aku berubah. Aku sudah mengakui semuanya, maka dari itulah aku ingin engkau menilaiku, bagaimana aku sekarang? Kalau aku lebih buruk katakan saja! Aku akan menerimanya dan aku ingin meminta pendapatmu apa yang harus aku lakukan?"

Melati menghela nafas, "Jo sayang, kamu tak perlu jadi siapapun. Kamu yang sekarang lebih baik koq. Aku yakin orang yang mau mengubah dirinya jadi lebih baik karena aku adalah orang yang baik. Aku yakin itu. Dan kamu tak perlu membuktikan apapun untuk itu."

Johan mengecup tangan Melati. Melati menyunggingkan senyumnya. Johan berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia tak akan menyentuh Melati. Tak akan merusaknya bahkan ia akan mati-matian menjaga Melati.

Akhirnya makan malam itu pun berlangsung dengan baik. Melati menikmati setiap momen indahnya. Mereka bercanda, mereka berbicara ke sana kemari sebagaimana layaknya seorang kekasih. Dan sebelum jam sembilan Johan sudah berada di luar pagar rumah Melati.

"Makasih, untuk malam ini," ucap Melati dengan suara lembutnya. Kedua tangan mereka masih saling berpegangan satu sama lain. Johan tersenyum menatap wajah Melati yang cantik. Hingga kemudian tubuhnya mulai maju mendekat. Melati sedikit berdebar-debar. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini, Johan akan menciumnya. Apakah ia akan menerimanya? Bingung.

Anggaplah sekarang ini waktu berhenti. Ketika pikiran Melati bekerja seratus kali lebih cepat dari pesawat Concord yang sekarang sudah tidak diproduksi lagi itu. Di dalam hati Melati bergejolak perasaan-perasaan aneh, apakah ini yang disebut cinta? Tidak, Melati pernah merasakan ini. Ini bukan cinta. Perasaan Melati yang sekarang lebih kepada takut. Ia belum pernah merasakan cinta, sama sekali belum. Dia sekarang hanya berusaha untuk menyadari apakah perasaannya kepada Johan cinta atau bukan. Atau hanya sebua fatamorgana sesaat yang kemudian hilang begitu saja seiring berjalannya waktu?

Hal-hal yang sulit dijelaskan seperti ini membuat Melati galau, bahkan ia pun tak sadar ketika waktu sedetik berlalu bahkan kembali pikirannya melambat. Bibirnya sudah dicium oleh Johan. Johan mengecup bibir Melati dengan lembut, bahkan Melati sampai bisa merasakan bagaimana basahnya bibir kekasihnya. Ah, apakah seperti ini rasanya ciuman? Ini first kiss Melati. Tapi kenapa berbeda? Kenapa rasanya hambar? Kenapa tak ada rasa sama sekali? Mana rasa berbunga-bunga itu? Mana perasaan seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perutmu? Melati berusaha mencernanya tapi ia tak punya jawaban atas itu semua.

Bahkan setelah semua kejadian itu dan Johan pergi dengan mobil ayahnya, Melati tetap terpaku tak mengerti. Apa yang terjadi barusan itu? Apakah itu yang namanya cinta?

Love Complex, sebut saja demikian. Perasaan yang sulit digambarkan, tentang bagaimana Melati yang berusaha untuk mencintai seseorang, tapi perasaan itu belum juga muncul.

* * *

Ponsel Melati bergetar. Johan menghubunginya. Dia segera mengangkatnya, "Halo?"

"Kamu masih menunggu?" tanya Johan di seberang sana.

"Ya iyalah, kamu jemput aku nggak sih? Udah sore nih," Melati sedikit manja.

"Sayang, maaf sekali. Aku masih ada ujian di tempat les Bahasa Jerman. Sebagai gantinya biar aku tak melanggar janji aku suruh Anton menjemputmu. Sekali lagi maaf ya," jelas Johan.

"Kamu ini, yang jadi pacarku itu kamu apa Anton sih? Ini sudah ketiga kalinya kamu nyuruh Anton gantiin kamu!"

"Maaf sayang, kalau aku tidak ada jadwal pasti aku akan melakukannya. Kamu tahu sendiri kan? Aku tak pernah bohong kepadamu."

Melati mendengus kesal. Ia tahu Johan tidak pernah berbohong kepadanya. Tapi tetap saja hal itu membuatnya kesal. Sebab Johan sudah berjanji untuk mengantarkannya membeli beberapa buku. Tapi rasanya makin kesal ketika Anton yang diminta pergi. Emangnya Anton ini pacarnya?

"Aku janji, kita akan bicarakan lagi soal jadwal ini. OK? Aku memang sibuk akhir-akhir ini sehingga banyak melupakan hal-hal penting," lanjut Johan. "Oh ya, proyek filmku besok aku mulai. Kamu mau kan jadi pemeran utamanya?"

Melati ditawari Johan untuk memerankan salah satu karakter di proyek filmnya. Karakternya tanpa dialog. Johan hanya menjelaskan bahwa ia akan membuat film dokumenter. Proyek ini adalah ambisi Johan untuk masuk ke Hochschule für Fernsehen und Film München (Sekolah Tinggi Televisi dan Film Munich). Melati tak mengerti kenapa Johan lebih memilih untuk menekuni dunia perfilman. Johan tampak serius dengan bereksperimen membuat film-film pendek dan kebanyakan karyanya adalah film dokumenter seperti citizen journalist. Johan sering melaporkan hal-hal tertentu yang ia temui lalu direkam kemudian upload di youtube. Dia juga suka main-main project iseng seperti menambahkan animasi-animasi pada sebuah video yang dia edit sedemikian rupa hingga terkesan lucu. Seperti ketika dia merekam suasanya kelas dan menambahkan animasi rambut para siswanya terbakar. Hasilnya cukup menggelikan.

"Aku nggak mau," tolak Melati.

"Lho, koq?" Johan bingung.

"Aku nggak mau ya nggak mau, bodo ah. Ya udah kalau kamu nggak mau jemput. Nggak apa-apa," Melati langsung menutup teleponnya. Ia sebal sekali.

Tak berapa lama kemudian datang Anton dengan tunggangannya. Dia berhenti di depan gerbang SMA Darmawangsa. Melihat kehadiran Anton tampak Melati masih kesal, tapi ia harus menyembunyikannya.

"Hai Mel?!" sapa Anton.

"Hai," sahut Melati.

"Jadi cari buku?" tanya Anton.

"Nggak jadi. Anterin aja cari makan. Aku laper, mau makan yang banyak," jawab Melati sambil mendengus. Melihat ketidak sukaan di wajah Melati, Anton pun tak perlu banyak bertanya lagi. Ia hanya mengulurkan helm kepada Melati dan mereka berdua pun pergi meninggalkan tempat itu.

Mereka kemudian menuju ke sebuah rumah makan yang ditunjuk oleh Melati. Rumah makan ini ada tempat lesehannya dan menyajikan menu-menu yang cukup menggugah selera. Melati memesan tiga porsi menu yang membuat Anton begidik sendiri melihatnya. Dua nasi bebek, tongseng cumi dan ayam betutu. Melati pun mulai makan. Anton ditawari tapi dia menolak, dia sama sekali tak selera melihat cewek cantik di hadapannya ini ternyata memiliki nafsu makan yang besar. Anton hanya menelan ludah saja melihatnya. Hanya segelas minuman es jeruk yang dia pesan sambil menemani Melati makan.

"Hikss..," Melati tampak terisak.

Anton mengangkat alisnya, aneh. Makan lahap sambil nangis.

"Ada masalah apa kali ini?" tanya Anton.

"Johan Ton, Johan. Rasanya aku tak sanggup lagi. Aku sudah berusaha mencintainya tapi... perasaan itu sama sekali tak ada. Apa aku salah kalau aku setiap saat pura-pura mengatakan kalau aku mencintainya? Entahlah, mungkin aku merasa iba dan kasihan kepadanya ketika ia berusaha untuk menjadikanku sebagai kekasihnya tapi.... semakin hari dia semakin sibuk, ya aku mengerti dia sibuk karena apa. Tapi.... rasanya aku makin jauh dari dia, aku sendiri tak yakin akan perasaanku ini sekarang. Aku jahat ya Ton?" Melati meletakkan makannya dan meneguk minumannya. Ia terlihat lucu kalau menangis sambil makan.

Anton menghela nafas. "Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, Mel."

Tiba-tiba saja bayangan tentang mimpi yang dialaminya kembali. Anton berusaha menepis bayangan itu dengan memukul-mukul keningnya. Melati keheranan.

"Kamu kenapa?" tanya Melati.

"Nggak, nggak apa-apa," jawab Anton.

"Kamu ama Dina bagaimana kabarnya?" Melati mulai menghapus air matanya dengan tissue.

"Kami baik-baik saja, kenapa?"

"Apa kalian merasakan seperti apa yang kami rasakan?"

"Maksudnya?"

"Rasanya aku tak berjodoh dengan Johan, rasanya ia bukan cinta sejatiku," jelas Melati.

"Jangan gitu, Mel. Kamu tahu sendiri bagaimana ia sangat mencintaimu. Apalagi kamu sudah menerima cintanya," ucap Anton.

"Aku tahu, Ton. Tapi rasanya hambar. Aku bahkan tak mengerti kenapa aku dulu mengiyakan begitu saja. Aku sedang dalam Love Complex sekarang. Aku nggak ngerti lagi mana yang benar dan mana yang salah. Rasanya semuanya terlihat samar," Melati mendengus kesal. "Aku tak yakin terhadap perasaanku sekarang."

Anton menggeleng-geleng. Ia sendiri bingung berusaha menepis pikiran kotornya terhadap Melati. Sekilas ia lihat Melati sangat cantik, bahkan sangat seksi dengan baju yang dipakainya sekarang. Bahkan mungkin Melati sekarang lebih cantik daripada Dina. Lebih cantik daripada Dina? Mikirin apa dia? Lagi-lagi Anton menepuk-nepuk jidatnya.

"Kamu kenapa sih?" tanya Melati penasaran.

"Eh, nggak. Nggak ada apa-apa, lagi banyak pikiran aja," ucap Anton.

Melati menatap mata Anton dengan curiga, ia pun kemudian bersedekap, "Ton, aku ingin kamu jujur kepadaku!"

"Apa?"

"Menurutmu aku cantik nggak?" tanya Melati.

"Pertanyaan macam apa itu? Kamu cantiklah!"

"Kamu suka ama aku nggak?"

"Ck, kamu ngomong apa sih? Ya nggaklah!"

"Bener?" wajah Melati maju Anton mundur.

"Kamu ini kenapa sih, Mel?"

"Jawab jujur kepadaku, kamu pernah punya perasaan ama aku nggak?"

Anton menggeleng, "Nggak, nggak pernah."

"Jadi aku nggak cantik gitu?"

"Bukan begitu!" Anton kesal. Kenapa dengan cewek ini?

"Trus? Kalau misalnya Johan nggak ada, apa kamu mau jalan ama aku? Aku ama Dina cantikan siapa?" Melati tiba-tiba memberondong Anton dengan banyak pertanyaan.

"Mel, aku tak punya jawaban untuk itu," ujar Anton.

Melati jengkel dan kesal. "Argh, persetan! Aku mau pulang. Kamu nggak pernah jujur ama aku." Melati beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Anton.

"Lho, Mel!? Ini makanannya??!" Anton kebingungan kemudian langsung memanggil pelayan untuk meminta billnya. Setelah itu ia segera menyusul Melati yang sudah ada di tempat parkir.

Melati tampak terlihat duduk di samping sebuah pot bunga dengan posisi duduk memeluk kakinya sendiri. Kepalanya ditempelkan ke lututnya. Anton menghela nafas, kemudian menghampiri Melati.

"Kamu nggak apa-apa? Katanya mau pulang?" tanya Anton.

"Jawab jujur! Kamu pernah nggak sih punya rasa ama aku?" lagi-lagi Melati menodongnya dengan pertanyaan konyol.

"Nggak Mel, aku nggak punya. Aku cuma suka ama Dina," jawab Anton. Melati menatap mata Anton yang mana selalu menghindar ketika ditatapnya. Anton tak mungkin jujur kepada Melati kalau ia pernah mimpi sampai celananya basah begituan dengan Melati.

Melati menghela nafas. Dia kemudian berdiri, "Antar aku pulang! Aku tak suka berlama-lama dengan seorang pembohong seperti kamu."

"What?" Anton merasa tak mengerti maksud Melati. "Aku beneran!"

"Sudah, antar saja aku pulang!"

Anton tak bisa berbuat apa-apa, daripada urusan dengan Melati makin runyam, mendingan dia mengantarkan gadis ini pulang. Sekarang Anton kapok mengantarkan Melati karena disuruh Johan. Ia akan menolak kalau lain kali Johan memintanya. Hanya saja persoalan yang sebenarnya, lebih rumit daripada apa yang dia kira.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top