7 | Filosofi Bumi


Dari Author:

Sang COPASer dari cerita saya sudah menghapus ceritanya. Dan saya cukup lega. Sekali lagi, alangkah sebagai seorang manusia menghargai hasil karya orang lain dengan tidak mengakui karya orang lain sebagai karyanya. Itu lebih baik daripada sekedar ngaku-ngaku nggak jelas.

Dan sekali lagi saya masih tak terima dengan pendapat "Kalau tidak mau diCOPAS mending jangan posting". Apapun alasannya pendapat ini sangat bertentangan dengan hati nurani saya, bahkan mungkin hati nurani kebanyakan orang. Entah dia dapat pemikiran ini dari mana. Saya sendiri tak tahu

Itu aja.

Lapor ya kalau nemu typo dan jangan lupa vomentsnya ditunggu. ;)

o0o


Memancing adalah kegemaran dari ayahnya Johan. Safuan Ghana nama ayahnya. Dia kebanyakan akan menghabiskan waktu liburnya di kolam pancing sambil bersantai. Johan tidak gemar memancing, ia bahkan tak pernah bisa memancing. Nalurinya untuk menangkap ikan tak sebaik ayahnya. Seminggu setelah pertandingan futsal itu, murid-murid kembali kepada kesibukannya. Johan pun makin intens menemui Melati, Dina juga makin dekat dengan Anton. Sesekali mereka bertemu berempat di luar seperti di kafe atau janji ketemuan bareng. Kedekatan Melati dan Johan pun agaknya tidak begitu diterima oleh Bandi, tapi dia cukup ksatria bahwa deal adalah deal.

"Ikut bapak yuk?!" ajak Safuan.

"Ke mana pak?" tanya Johan.

"Mancing," jawab ayahnya singkat.

Johan tak ada acara. Lagipula tak ada salahnya sesekali mengikuti ayahnya. Ia pun mengangguk saja.

Mereka berdua kemudian pergi ke kolam pancing yang letaknya tak begitu jauh dari komplek rumah mereka. Safuan membawa banyak alat pancing. Dari yang kecil hingga yang besar. Johan yang tak tahu memancing hanya membawakan saja. Ada sebuah alat pancing spesial milik ayahnya yang katanya pernah ia pakai untuk menangkap ikan hiu. Alat pancingnya cukup canggih, bisa dilipat dan senarnya cukup kuat anti putus. Bahkan alat pancingnya cukup kuat menahan beban puluhan kilo. Yang lebih membuat Johan takjub adalah kesabaran sang ayah ketika dia harus memancing. Ayahnya bisa betah dan sabar menunggu umpannya dimakan. Kalau Johan sama sekali tidak. Ia lebih suka mencebur kolam untuk mengambil ikannya langsung daripada memancing.

Kolam pancing itu cukup luas, ukurannya sekitar 50 meter persegi. Ikannya bermacam-macam. Entah apa saja isi kolamnya. Johan mengambil sebuah tempat yang cukup teduh untuk mereka berdua. Sang ayah menurunkan kotak umpan dan mulai mengambil alat pancing yang panjang. Umpan mereka adalah cacing yang dibeli di jalan ketika perjalanan menuju ke tempat kolam pemancingan ini. Johan dengan telaten meniru ayahnya untuk memasang umpan sampai melempar umpan.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya ayahnya.

"Baik pak," jawab Johan. Mungkin ayahnya memang ingin bicara kepadanya karena Johan tahu ia jarang sekali bicara dengan ayahnya.

"Kamu harus sudah memikirkan masa depanmu. Sebentar lagi kamu lulus. Apa kamu sudah mikirin mau melanjutkan kemana?"

Johan menghela nafas. Ia sendiri bingung mau kemana.

"Kalau kamu tak keberatan, bapak bisa kirim kamu ke Jerman. ayah kenal dengan salah seorang teman di Jerman yang bisa menampungmu di sana. Hanya saja kalau kamu tak mau ya tak apa-apa," ujar Safuan sambil bersandar di kursi lipat yang disediakan di kolam pemancingan.

"Jerman?" gumam Johan. Ia belum pernah menuju ke negeri ini. Seperti apa Jerman itu.

"Jerman ini negara yang powerfull, mereka sangat menghargai ilmuwan. Setiap ilmuwan yang pintar maka akan direkrut oleh mereka dan dipekerjakan dengan tidak main-main. Gajinya pasti tinggi. bapak sangat ingin sekali anak bapak ada yang sekolah di sana. Entah kamu atau Adelia. Tapi itu terserah kamu," Safuan mengambil sebungkus rokok, kemudian menyodorkannya kepada Johan. "Kamu merokok?"

Johan mengernyitkan dahi. "Koq bapak tahu?"

"Bapak tahu semua tentang anaknya. Memangnya selama ini bapak tak ngawasi kamu?"

Johan sedikit malu dan sungkan mengambil sebatang rokok dari bungkusnya. Ia kemudian menempelkan batang rokok itu di mulutnya. Rokok mild itu pun dibakar oleh korek ayahnya. Johan menghisapnya dan menikmati aroma mild yang masuk ke dalam hidungnya. Dihembuskannya pelan-pelan asap rokok itu melalui hidung. Safuan juga mengikuti putranya. Mereka berdua mirip ketika duduk dan merokok seperti ini.

"Sebenarnya aku tak selalu merokok pak, hanya kadang-kadang saja kalau pikiran suntuk," ujar johan.

"Bapak juga begitu, tapi akhir-akhir ini rokok bapak pakai untuk pelampiasan. Sehari bisa habis sebungkus," Safuan menghela nafas, asap keluar dari hidungnya.

Johan mengamati kailnya apakah bergerak-gerak atau tidak. Ia memang sudah tak sabar, padahal baru beberapa saat lalu ia lempar kailnya.

"Kamu harus sabar menjadi manusia. Sama seperti ikan-ikan itu. Biarkan mereka cukup tenang untuk bisa memakan umpanmu. Kalau mereka tidak melihat adanya bahaya maka mereka akan memakan umpanmu. Kalau mereka mendeteksi adanya bahaya, maka mereka tidak akan memakan umpanmu. Manusia juga seperti itu. Ia tidak akan makan kalau tidak lapar," jelas sang ayah. "Ngomong-ngomong bapak ingin mengajarkanmu sesuatu yang sudah bapak pendam sejak lama."

Johan kini tertarik.

"Johan, apakah kamu pernah mengalami gangguan ketika kecil?" tanya ayahnya.

"Gangguan? Gangguan seperti apa maksud bapak?"

Safuan mematikan rokoknya yang baru dihisapnya beberapa kali. Ia kemudian menatap langit. "Kita adalah orang yang sama, engkau dan aku. Aku bermaksud menghalangimu untuk mengetahui jati dirimu yang sebenarnya, tapi mungkin kalau itu engkau, engkau pasti bisa melakukannya."

"Johan masih tidak mengerti," Johan menggeleng.

"Ketika kamu masih kecil, kamu pernah mengalami gangguan itu. Kamu mendengar banyak hal, kamu merasakannya, kamu seperti melihat segala sesuatu, katakan kalau bapak salah!"

Johan mencoba mengingat-ingat apakah pernah ia mengalami kejadian itu. Semakin ia mengingat, kepalanya semakin sakit. Ia tak pernah ingat itu semua.

"Kamu masih ingat ketika kamu masih kecil pulang dari tantemu? Kamu mendapatkan apa yang bapak sebut dengan 'First Touch'"

First Touch? Apa lagi itu? Johan masih kebingungan. Kejadian itu? Apakah maksud ayah kejadian itu? Kejadian di mana Johan mendengar suara-suara yang tidak diketahui asalnya. Melihat sesuatu yang tidak diliha toleh manusia biasa?

"Sekarang kamu ingat?" tanya ayahnya lagi.

Johan mengangguk.

"Aku yakin kamu ingat," lanjut ayahnya. "Engkau waktu itu mengeluh seperti ada orang yang bicara di telingamu, engkau juga mengeluh rasa sakit di tubuhmu tapi tidak bisa engkau jelaskan. Engkau mengeluh melihat sesuatu yang tidak bisa kami lihat. Semuanya gelap, terang silih berganti. Engkau bahkan bisa melihat cahaya yang tidak bisa kami lihat, engkau melihat sesuatu yang berputar dengan cepat, tapi engkau tak bisa menjelaskan apa itu. Benar bukan?"

Johan mengangguk.

"Sebelum menjelaskannya, bapak ingin mengatakan sesuatu. Engkau adalah orang yang beruntung, sebut saja beruntung. Bapak bukan orang yang beruntung. Kita di bumi ini dilahirkan untuk mengisi bumi dengan kehidupan, mungkin juga kematian. Hanya saja kematian yang datang kepada manusia terkadang tak bisa diduga, semuanya sesuai dengan takdir.

"Manusia dituntut untuk membangun bumi, mengisinya dengan kasih sayang, mencintainya, merawatnya dan memberikan kehidupan kepadanya. Bumi menjadi patuh, menjadi pribadi yang utuh. Membuat sebuah kehidupan yang besar yang akan berguna dari generasi ke generasi. Filosofi bumi adalah apa yang engkau tanam di atasnya maka engkau akan mendapatkan hasilnya. Banyak orang yang tidak sadar akan hal ini, tapi tak sedikit yang sadar. Itulah kehidupan. Kau tanam dan kau akan lihat apa yang kau tuai."

Johan masih tak mengerti apa yang akan dijelaskan oleh ayahnya.

"Kamu ketahuilah, kamu sering mendengar filosofi ini bukan? Apa yang kamu tanam itulah apa yang kamu tuai," ayahnya menatap mata Johan.

"I-iya pa, sering dengar," ucap johan.

"Kamu pernah berbuat kebaikan, maka akan ada balasannya cepat atau lambat. Kamu pernah berbuat kesalahan maka akan ada balasannya baik cepat atau lambat."

Johan tiba-tiba teringat dengan para wanita yang pernah ia kecewakan. Apakah akan ada balasan untuknya atas perbuatannya itu? Bisa jadi.

"Bapakmu dan kamu adalah dua orang Geo Streamer. Dan kita punya kemampuan yang sama," ujar ayahnya.

"M-maksud bapak?"

"Di dunia ini ada orang yang mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan planet. Kita adalah salah satunya. Engkau dan ayah adalah orang yang mampu bicara dengan planet ini. Mampu merasakannya, mampu mendengarnya, mampu melihat apa yang planet ini ingin kita lihat. Kemampuanmu keluar ketika kamu masih kecil. Dan ayah menyadarinya bahwa gen ini akan jatuh kepadamu. Sayangnya hanya kamulah yang menjadi penerus dari gen ini. Adelia tidak termasuk."

"Johan masih tak mengerti. Maksudnya aku dan bapak bisa bicara dengan planet? Dengan bumi?"

Safuan mengangguk.

"Bapak becanda!? Nggak lucu pa!"

Safuan menatap Johan tajam. Dia tidak berbohong.

"Lalu?" tanya Johan agar ayahnya melanjutkan.

"Seorang Geo Streamer bisa mendengarkan apa yang dibicarakan oleh planet ini. Setiap kehidupan di dunia ini akan bersahabat dengan Geo Streamer. Kamu akan diberikan kekuatan oleh bumi untuk bisa bicara dengan segala kehidupan yang ada di atasnya. Seperti ikan-ikan di kolam pancing ini. bapak sangat tahu apa yang dikehendaki oleh ikan-ikan ini. Bumi yang memberitahu. Dan tahu apa yang paling disukai oleh bumi? Yaitu hujan. Dan bapak suka dengan hujan. Bapak tahu kamu juga suka dengan hujan."

Johan menelan ludah. ayahnya benar.

"Ketika kecil kamu mengeluh mengalami serangan itu. bapak kemudian berpikir apakah anakku ini mampu menerima beban ini? Sedangkan aku sendiri tidak mampu. Bapakmu bukan orang yang kuat. Ketika bumi mengeluh akan ada gempa bumi di negara lain bapakmu tak bisa berbuat apa-apa. Mau memperingatkan orang-orang di sana? Pakai apa? Bagaimana caranya. Apakah semua orang akan percaya dengan apa yang bapak omongkan? Apakah kalau bapak katakan akan ada tsunami seminggu lagi misalnya apakah mereka akan percaya? Sedangkan bapak bukan ilmuwan, bukan pula orang yang ahli dalam bidangnya. Ketika akan terjadi badai topan di suatu daerah misalnya apakah bapak akan memperingatkan orang-orang di daerah itu begitu saja agar pergi? Tidak. Mereka tidak akan percaya kepada bapak. Maka dari itulah bapak tak sanggup menerima kekuatan besar ini.  Bapak hanya melakukan apa yang bapak bisa. Dengan nama anonim bapak memberitahukan apa yang akan terjadi tempat ini dan itu. Tapi sedikit orang yang percaya. Bapak tak tahu bagaimana cara menggunakan kekuatan ini. Bapak tak tahu caranya.

"Kekuatan ini turun menurun diwariskan. Nenekmulah yang dulunya mempunyai kekuatan ini. Beliau menceritakan tentang Geo Streamer. Seseorang yang mempunyai kekuatan untuk bicara dengan planet. Pada jaman dulu mereka dipercaya oleh para raja untuk memberitahu tentang bencana alam yang akan terjadi di suatu tempat. Mereka juga dipercaya sebagai cenayang, tapi mereka tak mau disebut cenayang. Karena kemampuan mereka alami dan natural, tidak terlibat dengan ilmu mistis ataupun jin dan setan. Mereka secara natural mengerti apa yang diinginkan planet ini. Sebut saja peradaban-peradaban besar yang sudah ditinggalkan manusia, kebanyakan adalah nasehat dari seorang Geo Streamer. Mereka bekerja dibalik layar, mereka bekerja untuk kesejahteraan manusia. Namun dengan seiringnya perkembangan jaman, orang-orang Geo Streamer mulai sedikit. Mereka mati satu per satu karena penyakit atau pun perang. Perang memang membuat bumi sakit, bom nuklir dijatuhkan, manusia dibantai, gunung dihancurkan, lembah kering, hewan ternak mati, bayi menangis kehilangan ibunya, hutan terbakar, lautan tercemar, planet ini sedang sakit dan manusia tidak menyadarinya.

"Ibarat manusia yang ketika sakit maka ia akan mengeluarkan enzim untuk bisa menyembuhkan dirinya sendiri, maka demikian juga dengan bumi. Ia akan berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. Hal itu akan membuat kesengsaraan bagi manusia. Mereka akan melihat bagaimana bila bumi menyembuhkan dirinya. Dan itu tidak baik. Kamu tahu ketika orang-orang Jawa biasanya melakukan 'kerokan' ketika masuk angin? Sebenarnya 'kerokan' itu bukan obat, tapi merangsang agar tubuh manusia mengeluarkan enzim yang berguna untuk melawan penyakit. Dan di bumi ini manusia adalah penyakitnya. Sampai penyakit itu disembuhkan atau paling tidak ditenangkan maka bumi tidak akan tenang."

"M-maksud bapak, bumi ini...??" Johan terperangah.

"Ya, bumi ini sedang menuju ke sana. Mungkin satu dekade lagi, mungkin juga tidak, tergantung bagaimana manusia menyikapinya," Safuan merasakan getaran di gagang pancingnya segera ia menarik kailnya dan memutar rol senarnya. Ikan ternyata memakan umpannya.

Johan masih meresapi apa yang diceritakan oleh ayahnya tadi. Tentu saja hal itu membuatnya shock. Dia dan ayahnya seorang Geo Streamer. Ini luar biasa dan sekaligus membuatya begidik. Muncul segala teori yang ada di kepalanya. Tapi ia buru-buru tepis itu semua.

Safuan menaruh ikan tersebut ke dalam keranjang. Setelah itu ia memasang umpan lagi kemudian melempar kailnya ke tengah kolam. Johan masih merenung.

"Kamu tak perlu khawatir. Bumi masih bersahabat," ucap Safuan.

"Oh, I-iya," Johan menghela nafas.

"Bapak tak punya kekuatan. Bapak bukan superhero. Kekuatan Geo Streamer bukan kekuatan seorang superhero. Kalau kamu berada di gedung bioskop, maka Geo Streamer adalah para penonton. Bukan orang yang beraksi di film. Kita hanya melihat dan memperingatkan manusia. Bapak berharap besar kepadamu anakku, inilah alasan bapak bekerja keras agar engkau punya kekuatan setidaknya agar bisa diakui oleh dunia, sehingga segala bentuk ucapanmu agar didengarkan oleh semua orang. Kamu bisa memperingati orang lain, menolong mereka dan membantu agar bumi tidak dirusak oleh manusia.

"Bapak juga bersedih di saat planet ini menangis. Bapak melihat bumi gemetar ketika terjadi penebangan liar. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab meledakkan terumbu karang. Bumi protes, mereka marah dan hampir saja gunung-gunung itu meletus. Lempeng bumi bergeser hingga terjadi gempa. Bapak merasakan itu semua. Dan itu rasanya sakit sampai ke dada. Terkadang saat-saat seperti itu hujan turun, dan bapak menghabiskan waktu agar tubuh ini diguyur oleh air hujan yang menyejukkan. Bumi suka dengan hujan."

Johan mematikan rokoknya yang sudah habis. Kailnya bergoyang, segera Johan tarik dan ada ikan yang memakan umpannya. Lumayan kali ini ikan pertama Johan. Di saat yang tidak lama, bapaknya juga mendapatkan ikan lagi. Kini mereka berdua memiliki tiga ikan di keranjang.

"Bapak yakin akan keputusan bapak selama ini. Aku memang tidak punya kekuatan, tapi putraku pasti punya dan mampu. Kamu tidak hanya memperingatkan manusia, tapi juga menolong mereka. Kamu bisa Johan!" Safuan menepuk punggung anaknya.

"T-tapi aku tak merasa bisa bicara dengan planet, yah?" kata Johan.

"Kamu bisa. Kamu hanya tinggal memejamkan mata dan bicara dengan hatimu. Bumi bicaralah! Maka engkau akan bisa mendengar mereka, tapi.... jangan di sini. Kamu coba di tempat lain. Kamu memang pernah merasakannya dan bapak nggak mau kamu bikin heboh di sini," jawab ayahnya. "Sekarang, kita nikmati saja acara memancing ini. Banyak yang harus bapak beritahukan kepadamu."

* * *

Geo Streamer sebuah nama yang hilang di antara jejalan sejarah. Sesosok manusia yang mempunyai kemampuan untuk bisa berbicara dengan planet. Mereka dihormati karena kemampuannya, namun seiring dengan perkembangan zaman, mereka pun terlupakan. Mereka ada saat Raja Nebudkanezar membangun taman gantung. Mereka juga ada saat Mesopotamia mengalami masa keemasannya. Mereka juga ada ketika Shogunate berkuasa. Mereka juga ada ketika Borobudur baru disusun batu demi batu di pada masa Wangsa Syailendra.

Ketika perang dunia keberadaan Geo Streamer kian hilang. Mereka kebanyakan mati terbunuh karena perang, ataupun karena bencana alam. Kelaparan dan wabah penyakit menggerus manusia. Tidak ada yang tahu keberadaan mereka. Namun yang jelas keberadaan mereka untuk memperingatkan manusia tentang bencana yang terjadi di bumi masih terus ada.

Johan sekarang menjadi orang yang tiba-tiba saja mendapatkan beban yang luar biasa berat. Ayahnya mengajari dia bagaimana bisa berbicara dengan planet. Ketika mencoba kekuatannya untuk pertama kali dia sangat kaget dan berjingkat. Ia merasakan segalanya. Segala kegundahan planet ini, segala bentuk kesedihan makhluk-makhluknya diperlihatkan semuanya. Setiap cacing yang menggeliat, setiap daun-daun yang jatuh, setiap udara yang dihembuskan, setiap limbah-limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan mencemarinya, setiap darah-darah yang dialirkan karena perang, setiap bom-bom yang diledakkan diterumbu karang, setiap racun yang disebar manusia di udara, pemuda ini merasakannya. Johan juga merasakan bagaimana bumi bergejolak tiap waktunya, sebuah peringatan akan adanya gempa di suatu tempat, akan ada gunung meletus di suatu tempat. Johan juga dibisiki oleh pemandangan gerak angin, gerak awan, akan ada badai di suatu tempat, semuanya karena bumi mengubah suhunya dengan drastis. Johan pun lemas. Mencoba kemampuannya untuk pertama kali membuat ia kehabisan banyak tenaga.

Keringat dingin mengucur di sekujur tubuhnya. Johan kemudian diberikan segelas air oleh ayahnya.

"Minumlah, bagaimana perasaanmu?" tanya Safuan.

"Kacau, apakah bapak merasakan seperti ini?" tanya Johan dengan nafas terengah-engah.

"Berbicara dengan planet membutuhkan tenaga. Sebab dengannya engkau merasakan getaran-getaran, merasakan pusarannya. Apa yang kamu lihat? Ceritakan kepadaku!" ucap Safuan.

"Aku melihat....gajah mati di Afrika karena diburu gadingnya. Aku menyaksikan pembantaiannya," jawab Johan. "Aku juga melihat gunung akan meletus di Islandia, aku melihat kapal tanker yang mencemari laut. Seolah-olah semua visi itu ada di otakku."

"Menggunakan kekuatan Geo Streamer ada efek sampingnya. Semakin lama engkau berkomunikasi dengan planet maka kekuatan dan daya tahan tubuhmu akan menurun. Karena berkomunikasi dengan planet membutuhkan tenaga yang tidak sedikit bahkan sebagian para Geo Streamer mengalami kelumpuhan ketika dia tua, dikarenakan terlalu sering menggunakannya. Bapak baru mengajarimu sekarang karena tahu efek yang ditimbulkannya tidak akan menggerus masa mudamu kalau kamu menggunakannya sekarang. Maka dari itu jangan terlalu banyak menggunakan kekuatannya," jelas Safuan.

"Itukah salah satu alasan bapak nggak menggunakannya lagi?"

Safuan mengangguk. Dia kemudian mengambil secangkir kopi yang berada di meja lalu meminumnya.

"Bapak suka dengan kopi dan Geo Streamer menyukainya semenjak minuman ini ditemukan," sambung Safuan. "Kopi adalah minuman alami yang membuat tenang seorang Geo Streamer yang kekuatannya meledak-ledak tak terkendali. Ketika kamu mendapatkan serangan pertama, bapak memberikanmu kopi. Dan kamu tenang setelah itu."

"Bagaimana bisa seperti itu? Memang aku sering minum kopi dan memang menyukainya," ucap Johan.

Safuan tersenyum. "Bapak sudah menjelaskannya kepadamu. Sekarang tinggal dirimu sendiri. Apakah kamu punya rencana untuk menolong bumi ini dan menolong apa yang ada di atasnya?"

Johan menghela nafas. Ia masih belum punya rencana mau kemana. "Entalah, aku masih tidak tahu pak. Kalau misalnya seperti usul bapak ke Jerman, aku pun siap."

"Asalkan kamu tak keberatan bapak siap membiayai kamu sampai ke sana," ujar Safuan.

"Memangnya kuliah apa pa di sana?"

"Kuliah seni, belajar Seni Perfilman"

"Ilmu perfilm-an?"

"Kamu mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memberitahu manusia tentang planet ini. Dengan kamu menciptakan film, kamu bisa menyentuh mereka semua dari seluruh penjuru dunia. Dengan membuat film, kamu bisa berkomunikasi dengan seluruh manusia, menunjukkan kepada mereka sebenarnya apa yang terjadi dengan planet ini. Sebelum terlambat, sebelum semuanya terlambat."

Johan agak terkesima akan pemikiran ayahnya. Membuat film. Dia tidak pernah berpikir sampai ke sana. Johan orang yang paling patuh terhadap ayahnya dan kini ia tak akan mengecewakan ayahnya.

* * *

"Malem?!" sapa Johan setelah pintu rumah Melati dibuka. Bandi yang membukanya.

"Mau apa kau?" tanya Bandi.

"Hai Jo?!"sapa Melati di belakang Bandi. "Minggir kak!"

"Kalian mau kemana?" tanya Bandi curiga kepada Johan dan Melati.

"Mau tahu aja," Johan nyengir kepada Bandi.

"Udah deh kaaakk, kami nggak bakal macem-macem koq. Kalau macem-macem hajar aja tuh si Jo!" Melati mendorong kakaknya hingga ia bisa keluar dari rumah.

"Jo, awas kalau kamu nyakitin Melati, aku akan menghajarmu!" ucap Bandi sambil mengangkat kepalan tangannya.

"Siap. Kamu tenang aja deh!" ujar Johan. "Kita kan udah sepakat. Aku tak akan mengecewakan Melati."

"Udah ah, kak! Sampai nanti," Melati kemudian segera melangkah pergi diikuti oleh Johan. Sementara itu Bandi dengan wajah kecut hanya memandangi mereka berdua pergi.

Rasanya pergi ke mana saja tak masalah bagi mereka berdua. Johan juga bertanya kepada Melati ingin pergi ke mana tapi Melati sama sekali tak pernah punya jawaban spesifik. Sekali lagi Melati tak pernah diajak keluar sebelumnya oleh seorang cowok. Johan pun tak habis pikir, akhirnya Johan mengajak Melati pergi ke Timezone.

Tempat arena bermain ini sering dikunjungi Johan ketika dia masih remaja. Melati tampak takjub menyaksikan arena bermain ini, dia hanya melihat arena bermain ini sekilas dan tidak pernah masuk ke dalamnya. Baru kali ini ia melihat mesin-mesin video game dengan bentuk yang aneh-aneh, mulai dari sekedar mesin ding-dong dengan satu tuas dan tiga tombol, kemudian bentuk kemudi sampai seperti senapan mesin. Johan mengambil ponselnya kemudian mulai merekam.

"Ih, apaan sih? Koq direkam?" tanya Melati.

"Aku ingin membuat sebuah film," jawab Johan sambil cengengesan. "Kamu main saja!"

Melati menggembungkan pipinya, agaknya ia kesal.

"Kenapa?" tanya Johan.

"Aku kan nggak bisa main," jawab Melati.

"Baiklah, sama aku ya," ucap Johan. "Sebentar!" Johan langsung menepuk seseorang yang tidak dikenalnya. Orang itu tampak keheranan disapa Johan. "Mas, bisa minta tolong rekam kami pas main? Ntar aku kasih saldo di kartu deh."

Melati menekuk lehernya. Ia merasa Johan sedikit berlebihan dengan merekam mereka. Tapi tak apalah, menurutnya Johan sedang gembira. Akhirnya mereka berdua bermain game sambil direkam videonya.

* * *








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top