6 | Need For Futsal part 2
Pertandingan semi final dimulai. Lapangan futsal dibagi dua. Yang satu tempat bermainnya SMA Darmawangsa dengan SMA Negeri 8. SMA Internasional Manchurian menghadapi SMA Negeri 7. Pertandingan ini cukup alot. Dalam pertandingan semi final ini tentunya ada yang spesial. Anton sudah jadian dengan Dina. Wow? Ternyata belajar bersama kemarin telah membuahkan hasil. Tentu saja demikian. Secara tak langsung Johan sudah mengetahuinya dari gelagat Anton yang aneh hari itu. Bagaimana mereka berdua bisa berboncengan naik satu sepeda motor ke sekolah kalau tidak ada apa-apanya? Bukankah selama ini yang selalu memberi tumpangan adalah Johan?
Beredar dua gosip di sekolah. Yang pertama Anton jadian dengan Dina, yang kedua Johan diputusin oleh Anton. What? Johan mengerutkan dahi mendengar gosip kedua. Dia serasa mau muntah mendengarnya.
"Jo, oper Jo!" teriak Anton.
Mengingat kembali bagaimana gosip itu bisa beredar, Johan menendang keras bola ke arah Anton. Tapi lucunya bola malah meluncur ke arah kiper kesebelasan lawan dan menghantam kemaluannya karena tidak siap.
BUKK! PRIIIITTT!
Johan langsung buru-buru menuju ke gawang lawan. "Kamu nggak apa-apa?"
Sang kiper tampak memegangi "kaki ketiganya". Dia meringis lalu menatap ke Johan, "Tendangannya keras banget, moga nggak pecah."
"Hahahaha, kamu masih butuh waktu?" tanya Johan.
Tampak wasit yang ada di pinggir lapangan memberi aba-aba agar petugas medis membantu sang kiper untuk keluar lapangan dan digantikan pemain cadangan. Orang-orang tampak heboh dengan kejadian barusan. Anton hanya geleng-geleng sambil ketawa.
"Lain kali oper, pikiran kamu kemana sih tadi?" tanya Anton.
Johan menatap ke sebuah sudut tempat duduk penonton. Ada Melati yang duduk bersebelahan dengan Dina di sana yang melihat mereka. Dina melambai-lambai kepada Johan dan Anton. Johan lalu menoleh ke arah Anton, "Pikiranku adalah gosip kalau aku diputusin kamu. Emang selama ini kita pacaran?"
"Lah, emangnya nggak?" tanya Anton dengan raut wajah ingin tahu.
"Brengsek!" Johan kesal.
"Hahahahahha, becanda sob. Nggak usah dipikirkan!" Anton merangkul sahabatnya. Kemudian menatap ke tribun penonton dan tahu siapa yang sedang dilihat oleh Johan. "Oh, dia ada di sini toh."
Johan membalikkan badan menuju ke pinggir lapangan. Beberapa rekannya mengulurkan air minum mineral gelasan. Johan menghabiskan air itu sambil mengguyur kepalanya. Anton pun melakukan hal yang serupa.
"Sekali lagi selamat yah, udah jadian ama Dina. Akhirnya cita-citamu terkabul," ucap Johan.
"Santai sob, giliranmu akan tiba. Tapi kenapa musti ngalahin Darmawangsa dulu sih? Kau itu ngasih syarat ribet banget!" gerutu Anton.
"Mendapatkan mutiara kalau tidak penuh perjuangan dengan menyelam dulu ke dalam laut nggak ada gunanya, sob," jelas Johan.
"Oh, Melati adalah mutiara? Trus cewek-cewek yang sebelumnya apa dong? Manik-manik?"
Johan mengernyit, "Aku tak mengerti apa maksudmu."
Mereka berdua kembali lagi ke tengah lapangan. Johan menepuk-nepuk sepatunya ke atas rumput sintentis. Anton berjalan agak menjauh dan mengambil posisi di sayap kanan.
"Kamu sudah tahu, Jo apa maksudku," ujar Anton.
"Yang jelas, Melati beda!" jelas Johan. Johan melambai ke arah Melati. Melati menoleh kiri kanan dan menunjuk dirinya sendiri. Johan mengangguk sambil tersenyum lebar menampakkan giginya. Ia lalu dengan sangat bodohnya melakukan kiss bye. Melati menutupi wajahnya dan dipermalukan oleh para penonton yang lainnya.
"Semoga saja kakaknya nggak melihat hal itu. Bisa dicincang dirimu," celetuk Anton.
"Besok aku kalahin dia! Lihat deh. Masa' lawan SMA 8 saja sampai babak dua masih 1-1? Kita udah 7-0," gerutu Johan sambil menunjuk ke papan skor lapangan sebelah. "Mereka lagi mikirin apa sih?"
Anton menoleh ke papan skor lapangan sebelah. Benar apa kata Johan. Sepertinya SMA Darmawangsa kesulitan menghadapi lawannya. Terlihat dari bagaimana susahnya mereka menembus pertahanan SMA 8 yang sebetulnya bukan tim kuat. Tapi karena defensif mereka cukup kuat, maka pertandingan berjalan a lot. Hingga akhirnya pertandingan pun berjalan dengan adu penalti. Sedangkan Johan dan kawan-kawan telah menang telak 8-0.
Selesai pertandingan timnya Johan mengambil tempat duduk di dekat Melati. Para penonton sekarang fokus ke pertandingan SMA Darmawangsa melawan SMA 8. Melati memberinya sebotol air mineral. "Nih!"
"Makasih!" ujar Johan. Ia segera membuka botol tersebut dan meminumnya.
"Jadi, sudah berapa wanita yang sudah kamu temui untuk minta maaf?" tanya Melati.
"Hmm?? Kalian ada perjanjian apa nih?" Dina menyeletuk.
Johan agak tersedak mendengar ucapan Melati. "Uhuk... ehmm... sudah tiga orang. Aku tidak bisa mengingat semuanya!"
"Ini lho Din, si playboy ini katanya mau minta maaf kepada semua cewek-ceweknya di masa lalu. Dan aku cukup surprise dia tidak mengingat semuanya. Wow, you're such an ass-hole Jo!" Melati mendorong bahu Johan.
"Itu masa lalu, OK? Aku khilaf dan aku jujur," Johan membela diri. "Aku tapi akan menemui mereka semua. Aku janji. Karena bagiku, engkau adalah wanita terakhir dalam hidupku."
"Hei, siapa yang bilang aku adalah wanitamu? Jadian saja belum. Dasar!" protes Melati.
"OH, iya, kita belum jadian! I see!" Johan mengangguk.
Dina tergelak. "Johan tobat, kiamat nih dunia."
"Din, aku serius. Baiklah, demi kesungguhanku aku akan menuliskan list daftarnya kepada siapa aku meminta maaf. Aku akan berikan ke kamu besok di final. Habis pertandingan ini aku aku mau cabut," ujar Johan.
Melati dan Dina diam saling berpandangan. Mereka tak menyangka Johan seserius ini.
PRIIIIIITTTT!!
"Pertandingan ini dimenangkan oleh SMA Darmawangsa dengan adu penalti 3 – 2 !" ucap speaker.
"Aku berangkat untuk mencari mereka semua. Ingat Mel, aku terima syaratmu. Aku minta maaf ke semua cewek-cewek itu dan aku akan mengalahkan sekolahanmu besok," ujar Johan. "Dan kalau aku menang besok, kau setuju jalan denganku."
Dina terperangah. "Kamu janji gitu ama Johan??"
Melati tersenyum mengangguk. "Deal!"
Johan pun segera pergi. Mereka berdua hanya melihat Johan pergi menjauh sambil wajah berseri-seri. Melati menghela nafas lega.
"Kamu mau jalan sama si playboy itu?" Dina seakan-akan tak percaya.
"Iya, kayaknya ia jujur. Terlihat dari sorot matanya," ujar Melati.
"Jangan percaya ama dia! Dia itu korbannya banyak!" kata Dina.
"Aku tahu. Tapi kata-katanya sekarang lebih terasa jujur. Dia bilang aku adalah yang terakhir dan tidak ada yang lainnya. Ah, entahlah," Melati menepuk pundak Dina. "Kalau memang ia adalah jodohku mungkin hubungan kami akan baik-baik saja nantinya."
"Kamu nerima dia?" tanya Dina lagi.
"Mungkin. Sekarang aku ingin tahu, kenapa kamu bisa ngebet banget kepengen bisa ketemu dengan Kapten Bumi? Katakan rahasiamu!" tagih Melati.
Dina menghela nafas. Bandi yang sudah selesai bertanding dia masih berkumpul bersama rekan-rekan timnya. Melati memberi isyarat ke kakaknya. Bandi membalasnya dan berisyarat agar Melati menunggunya.
"Jadi gimana itu ceritanya?" Melati kembali menanyakannya.
* * *
Hari Minggu pukul 11.00. Tidak ada yang menyangka hari ini adalah hari final di mana tim dari SMA Internasional Manchurian akan berhadapan dengan SMA Darmawangsa. Semua penonton sudah memenuhi tribun penonton sejak pagi. Di lapangan sebelah ada sebuah panggung yang akan didedikasikan kepada para pemenang. Ada juga piala dan medali. Pertandingan futsal bergengsi antar sekolah ini pun akan dimulai semua para pemain sudah bersiap di ruang ganti. Semuanya sudah datang kecuali Johan. Anton sejak pagi frustasi karena Johan tak mengangkat teleponnya. Semalam pemuda itu hanya meninggalkan pesan singkat.
"Kalau aku belum datang mulailah pertandingannya tanpa diriku!"
"Apa-apaan ini?" rutuk Anton.
"Kenapa?" tanya rekan timnya Anton.
"Si Jo, minta ijin telat. Nyuruh kita duluan tanpa dirinya," jawab Anton.
"Lha? Koq??"
Mau tidak mau pertandingan akan dimulai dan Jo belum datang. Melati dan Dina sudah berada di tribun penonton. Anton menghampiri Dina sebelum masuk ke arena pertandingan. Tampak Bandi juga menghampiri Melati. Karena Melati dan Dina duduk bersebelahan maka Anton dan Bandi pun saling bertatapan.
"Semangat ya kak!" ujar Melati yang menerima titipan tas bawaan kakaknya.
"Harus dong," ujar Bandi. "Ngomong-ngomong kapten kamu mana?"
Anton menjawab, "Sakit perut."
"Oh," Bandi manggut-manggut. Ia kemudian bergegas pergi.
"Emang beneran Johan sakit perut?" tanya Melati yang setengah khawatir.
"Entahlah, emangnya kalian ada janji apa sih sampai dia nggak datang?" tanya Anton.
Dina mengangkat alisnya sambil menoleh ke arah Melati. Melati menutup mulutnya pertanda dia tahu apa yang terjadi. Johan benar-benar sungguhan.
"Ah udahlah, kalau sampai terjadi apa-apa dengan Johan, aku nggak akan maafin kamu," Anton menunjuk ke arah Melati.
"Eh, Ton! Jangan gitu. Lagian kemarin itu keinginan Johan sendiri koq," kata Dina.
"Kamu tahu?" tanya Anton kepada Dina. "Kenapa tak bilang kepadaku?"
"Melati janji kalau Johan mau minta maaf kepada semua wanita yang pernah ia kecewain dan bisa mengalahkan tim SMA Darmawangsa maka mereka akan jalang bareng," jelas Dina. "Itu kemauannya sendiri dan bilang sendiri seperti itu. Melati ya menerima aja."
Anton menghela nafas. "Brengsek. Dasar monyet! Oke, aku tak tahu apa yang dicari Johan dari kamu sampai dia melakukan hal seperti itu. Tapi ada Johan atau tidak, sekolahanmu akan tetap kalah."
Melati tak menjawab. Entah kenapa ia sekarang malah khawatir kepada Johan. Anton kemudian pergi masuk ke dalam arena pertandingan.
Semua pemain sudah berkumpul. MC pun kemudian berbasa-basi memperkenalkan kedua tim, kemudian sebelum pertandingan dimulai ada sambutan dari beberapa pejabat penting. Setelah itu lapangan pun hanya tinggal para pemain saja. Kemudian peluit tanda pertandingan dimulai pun berbunyi.
SMA Internasional Manchurian mendapatkan jatah kick-off. Serangan mereka walaupun tanpa Johan sangat cepat. Baru berjalan beberapa menit saja SMA Darmawangsa kelabakan. Tampak Anton selalu dijegal oleh para pemain lawan. Sehingga tak ada ruang gerak baginya. Sepertinya SMA Darmawangsa mengetahui kalau kapten mereka tidak datang dan hanya ada Anton yang mana dia kurang begitu bagus dalam hal strategi.
Pertandingan semakin seru ketika SMA Darmawangsa malah mengungguli lawannya duluan. Mereka menjebol gawang SMA Internasional Manchurian dengan counter attack yang cukup mengejutkan. Tendangan dari tengah lapangan yang tidak bisa ditangkis oleh kiper. Kerja sama yang apik antara Hendro dan Soleh pada menit-menit berikutnya menjebol lagi gawang SMA Internasional Manchurian. Akhirnya Anton pun tahu, dia tak mungkin bisa kerja sendiri tanpa kehadiran Johan. Sebab selama ini ahli strateginya adalah Johan dia selalu dipepet dan tak bisa mengoper bola dengan baik. Ditambah lagi ternyata kiper dari SMA Darmawangsa pun cukup lihai untuk menangkis dan menangkap bola. Berkali-kali bola yang diarahkan ke gawangnya mampu ditangkap dan ditepis.
"Din, si Jo sungguhan ya? Aku jadi khawatir dia nggak datang," ucap Melati.
"Udah tunggu aja. Kalau dia memang membuktikan perasaannya ama kamu. Dia akan datang," ujar Dina.
Namun ucapan Dina itu tak bisa menenangkan apa yang sekarang dirasakan oleh Melati. Melati tidak pernah pacaran, untuk mengenal yang namanya cinta saja dia tidak pernah. Semuanya harus lewat sang kakak yang memang over protektif terhadap dirinya. Setiap lelaki yang ingin mendekati Melati selalu harus melewati sang kakak. Agaknya inilah yang menyebabkan Melati tak punya banyak teman cowok karena kakaknya yang selalu melindungi dia.
Anton benar-benar frustasi, terlebih gawang dijebol lagi untuk ketiga kalinya. Dia menoleh ke tribun penonton untuk mencari-cari di mana Johan tapi sampai sekarang tidak kelihatan batang hidung anak itu. Semua serangan dari SMA Internasional Manchurian benar-benar berantakan. Kemudian mereka pun mengubah pola permainan menjadi bermain defensif. Anton menginstruksikan untuk bermain defensif dan melakukan counter-attack kalau ada kesempatan.
* * *
Johan meringis kesakitan. Dia sekarang berada di ruang UKS sekolahnya bersama Miss Yuni. Wajahnya sedikit babak belur. Di pelipisnya ada luka robek. Ada lebam juga di bibirnya. Miss Yuni begitu cekatan merawat pemuda ini.
"What's wrong with you?" tanya Miss Yuni. "Kenapa kamu mempersulit diri kamu sendiri?"
"Demi seorang cewek Miss, demi Melati," jawab Johan.
"Kamu itu bego! Tapinya ya nggak segitu juga kan? Kamu dihajar siapa ini?"
"Ah, aku dihajar sama pacarnya Camelia. Aku minta maaf dihadapan Camelia saat ada cowoknya disebelahnya. Hasilnya seperti ini," jawab Johan. Plester terakhir telah ditempelkan. Sekarang alhasil wajah Johan seperti baru saja jadi karung sansak.
"Udah semua?" tanya Miss Yuni.
"Apanya?"
"Kamu minta maaf ke mereka?"
"Entahlah aku sudah lupa siapa saja. Aku hanya minta maaf kepada yang aku ingat saja."
"Oh, itu artinya banyak orang yang sudah jadi korbanmu?"
"Aku tak ingat. OK? Aku hanya mengingat mereka saja yang punya kenangan indah bersamaku itu aja."
"Aku bukan kenangan indah?"
Johan mengernyitkan dahi, "Maksud Miss?"
"Ah, lupakan!" Miss Yuni membereskan peralatan obatnya.
"Miss, apa kamu juga....? Oh tidak," Johan turun dari ranjang pasien.
"Lupakan saja, Jo. Lupakan!" ujar Miss Yuni.
"Bagaimana aku bisa lupa? Aku menganggap kita cuma teman biasa, Miss," kata Johan.
"Ya, lagian malam itu kita cuma kecelakaan," Miss Yuni menaruh peralatan obat ke lemari. Dia membelakangi Johan, kepalanya menunduk ia sendiri bingung kenapa membahas ini.
Johan tak tahu harus bilang apa, "Aku minta maaf. Kalau misalnya Miss Yuni punya perasaan kepadaku, aku tak bisa menyalahkannya. Tapi kita sudah sepakat, malam itu tak ada cinta. Kita hanya melakukan apa yang harus kita lakukan. Aku mencintai Melati. Dan aku tak bisa Miss. Maafkan aku."
"Permintaan maaf diterima," Miss Yuni berbalik dan tersenyum kepadanya.
Johan sedikit terperangah, "Beneran?"
"Ya, aku tak mau hubungan kamu dengan Melati tambah rumit gara-gara aku. Udah sana! Aku terpaksa membuka sekolah gara-gara kamu. Menangin pialanya dan bawa ke sekolah ini. Aku tunggu! Jangan kecewakan almamatermu!"
Johan tersenyum hingga giginya kelihatan. "Tentu saja, Miss!"
Cowok yang setengah babak belur ini kemudian pergi meninggalkan klik UKS. Miss Yuni menghela nafas. Dia sendiri tak mengerti apa yang terjadi kepadanya. Kenapa pemuda seperti dia bisa membuat dirinya galau seperti sekarang? Ah, sudahlah. Tak ada artinya lagi. Miss Yuni sudah terbiasa seperti ini. Dia harus menatap masa depan yang lebih baik. Mungkin di luar sana ada cinta sejatinya yang sedang menunggunya. Dia dan Johan hanya bersahabat, lagi pula kalau murid dan dokter UKS-nya ada sesuatu di antara mereka bisa-bisa akan terdengar kabar yang tidak sedap. Tapi Miss Yuni tak bisa memungkiri kalau hatinya sudah disentuh oleh pemuda itu.
* * *
Pertandingan babak pertama selesai dan ada jeda 10 menit sebelum babak kedua dimulai. Anton frustasi dengan skor 3-0. Bagaimana mungkin SMA Internasional Manchurian kalah telak seperti ini. Saat Anton dan kawan-kawannya turun minum itulah dari arah yang tak diduga Johan datang. Agaknya semua penonton memperhatikan Johan yang berlari-lari kecil menuju ke tempat timnya berada. Anton mendengak ketika Johan sudah sampai.
"Kamu kenapa itu? Sampai babak belur?" tanya Anton.
"Ah, nggak usah dipikirin," ujar Johan. Dia melihat ke papan skor, "Gila 3-0. Kalian hebat banget bisa main seperti itu. Siapa yang ngegolin?"
Anton berdiri lalu menoyor kepala sahabatnya, "Baca yang bener! Kamu habis dihajar siapa sih kepalanya sampai error gitu. Tiga itu skor lawan."
"Anjir!" Johan menepok jidatnya.
"Nah, gara-gara kamu nggak datang nih. Tahu nggak kalau misalnya kamu nggak datang sampai akhir aku sudah bersumpah mau jeburin kamu ke adonan semen," ancam Anton.
"Brengsek! OK, gini. Sebenarnya kelemahan SMA Darmawangsa itu ada pada lini sayap. Mereka tidak bisa memfokuskan defend pada sektor itu. Entah kenapa seperti itu. Dari sejak pertandingan awal aku sudah menyaksikan kelemahan mereka. Rata-rata pemain dari SMA Darmawangsa itu jago di lapangan sepak bola yang besar. Tapi begitu mereka masuk ke lapangan futsal mereka seperti dikurung. Berbeda dengan kita yang sudah terbiasa bermain sejak awal dengan lapangan kecil. Lihat saja, sayap mereka malah diposisikan terbuka. Mereka bagus dalam defend tapi lemah apabila kita memakai taktik satu dua," jelas Johan.
Anton dan yang lainnya menggumam sendiri. "Bener juga ya?"
"Nah, saranku adalah jangan menyerang mereka seperti cara kita biasanya. Lakukan umpan satu dua lewat sayap. Mereka akan kelabakan!" kata Johan. "Plus kita pakai serangan mengejutkan."
"OK, siap!" seru semuanya.
Setelah briefing selesai, para pemain diharapkan untuk masuk ke dalam arena pertandingan. Terjadi pergantian pemain di SMA Internasional Manchurian. Melati dan Dina melihat bagaimana keadaan Johan. Hanya mereka berdua yang tahu apa yang terjadi. Melati melihat ponselnya dan mendapati pesan pendek dari Johan.
"BABAK BELUR DIHAJAR PACARNYA MANTAN. JANGAN KETAWA!"
Melati tertawa melihat pesan itu.
"Ada apa?" tanya Dina. "Johan kenapa?"
"Dia benar-benar melakukannya," jawab Melati. "I kind a like that guy"
"Dia benar-benar melakukannya!" Dina menggumam.
Pertandingan pun dimulai lagi. Kali ini sedikit berbeda dengan adanya Johan di lapangan. Dia menoleh ke arah Melati yang berada di tribun penonton. Johan yang berhadapan dengan Bandi kemudian berkata, "Kalau kami memenangkan pertandingan ini maka aku akan jalan dengan adikmu. Kalau kami kalah aku akan lakukan apapun yang kamu minta."
"Hah?" Bandi terperangah.
"Aku sudah janji dengan adikmu," Johan menunjuk ke arah Melati.
Bandi menoleh ke arah Melati. Melati yang merasa dirinya ditunjuk Johan sepertinya tahu apa yang dibicarakan oleh Johan dan Bandi di tengah lapangan itu. Melati pun berisyarat agar Bandi memaafkannya. Sang kakak kemudian melotot ke arah Johan.
"Deal! Kalau kalian kalah, kamu akan jadi budakku!" Bandi pun menjabat tangan Johan.
Sesuai dengan strategi yang sudah disusun oleh Johan. SMA Internasional Manchurian pun bisa mencuri skor. Mereka menyerang dari sisi sayap, kemudian melakukan operan satu dua. Hal ini membuat SMA Darmawangsa kebingungan, terutama defendnya. Mereka pun akhirnya kebobolan. Baru beberapa menit pertandingan berlangsung sudah membuat skor berubah menjadi 3-1.
Melati pun kini kebingungan. Antara harus menyoraki kakaknya atau menyoraki Johan. Dina terus memberi semangat kepada Anton. Mereka berdua sepertinya menyoraki kepada cinta mereka masing-masing. Hari itu Melati tahu bagaimana kesungguhan Johan. Dia pun berharap Johan akan seperti itu terus selamanya. Ia baru kali ini tersanjung, ada seorang cowok yang mau dan rela berubah demi dirinya. Melati berjanji tidak akan menyia-nyiakan cowok itu.
Pertandingan terus berlangsung. Di babak kedua angin berubah. Serangan demi serangan yang dilakukan oleh SMA Internasional Manchurian yang mana di akhir-akhir babak kedua mereka bermain defensif. Sekarang semuanya berubah SMA Internasional Manchurian berhasil memasukkan bola ke dalam gawang satu per satu. Gol demi gol di raih bahkan di babak kedua ini seperti ada hujan gol. Skor 3-5 untuk kemenangan SMA Internasional Manchurian. Bandi makin gusar dan frustasi, mungkin karena ia khawatir dengan adiknya maka dari itulah ia sangat bernafsu untuk bisa mengalahkan Johan. Setiap Johan membawa bola selalu saja Bandi ingin merebutnya, Johan mengetahui keinginan Bandi karena sudah terpengaruh kata-katanya tadi alhasil setiap Bandi berusaha mentackling Johan maka bola dioper kepada rekannya. Selalu seperti itu di babak kedua, Johan tahu kalau dia selalu dikawal ke sana kemari membuat lawan tidak konsentrasi terhadap laju bola sehingga ketika mereka menyadari bola sudah melesat melewati kiper dan masuk. Di babak kedua ini memang Johan tidak memasukkan bola ke gawang sama sekali karena ia adalah seorang yang merancang taktik menyerang. Dan itu berhasil. Lawan terkecoh dengan kedatangan Johan, mereka tidak menyangka bahwa rekan timnya yang lain sudah bergerak bebas.
"Satu menit lagi pertandingan selesai, apa kamu bisa mengejar dua gol?" tanya Johan kepada Bandi.
Bandi tak menjawab. Ia mendengus kesal. Tinggal satu menit lagi pertandingan selesai. Tak mungkin mereka bisa mengejar dua gol dengan cara seperti ini. Akhirnya Bandi pun menginstruksikan untuk maju bersama. Dan memang demikian, semua anggota tim dari SMA Darmawangsa maju serempak. Mereka melakukan zone press. Semua pemainnya masuk ke dalam kotak arena lawan. Hal ini diketahui oleh Johan, sebelum mereka bertindak lebih jauh, ia segera merebut bola. Bola berhasil direbut dengan tackling lembut Johan, keadaan jadi genting ketika Bandi baru menyadari bahwa tak ada siapapun di kotak arena pertandingan miliknya. Sehingga ia pun mengejar Johan. Semuanya mundur lagi, namun ada yang aneh, kiper dari kesebelasan SMA Internasional Manchurian berlari di belakang Johan. Makin bingung lagi saat ketika bola Johan hendak direbut, Johan malah mengoper kepada sang kiper kemudian kiper pun menendang bolanya dan masuk. Tentu saja karena gawang tak dijaga. Baru kali ini Johan menyerang lewat tengah tidak dari sayap.
"GOOOOLLL!!!" para penonton bersorak. Keunggulan 3-6 untuk SMA Internasional Manchurian. Dan akhirnya peluit panjang pun berbunyi. Bandi langsung lemas. Ia dan timnya tampak menampakkan wajah tidak suka. Johan dan timnya bersorak bahkan ia pun kemudian diangkat dan dilempar ke udara.
Akhirnya pertandingan pun usai. Pesta kemenangan dan sorak-sorai penonton membahana. Piala dan medali diserahkan SMA Internasional Manchurian akhirnya memenangkan pertandingan futsal antar sekolah. Johan segera menuju tribun penonton lalu menemui Melati. Melati tergelak melihat kondisi wajah Johan yang sedikit ancur.
"Trus?" tanya Johan.
"Apa?" Melati masih menahan tawa.
"OK, wajahku emang ancur. Jadi sekarang kita resmi?" tanya Johan.
Dina menggebungkan pipinya, "Mel, kamu mau sama cowok model dia ini?"
"Kenapa enggak?"
"YESSS!!!" Johan pun melompat kegirangan.
-------------------------
dari author:
Thor itu koq cerita makin nggak beres. Ini nanti mau mengarah ke mana?
Katanya cuman kisah cinta biasa koq jadi ke mana-mana gini? Ada cewek bisa ngomong ama tanaman. Ada cewek bisa ngeluarin api. Habis ini apa lagi thor?
Habis ini saya kasih kejutan. Kita ke hubungan Johan dengan bapaknya dulu yah. Sebab mereka sangat dekat banget. Next "Filosofi Bumi".
Postingnya mungkin agak lama dikit. Karena quota internet saya habiiisss. tolong isiin doong pweaaseee T___T
heheheh :p becanda.
jangan lupa voments-nya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top