4 | Falling Rose
Johan menoleh ke arah mini market tempat di mana dia dan Melati kemarin bertemu. Dia kembali ke mini market ini, yang dibelinya kali ini parfum. Stok parfumnya sudah habis. Ia pun pergi dengan membawa beberapa lembar uang warna biru. Tak ada sosok Melati di sini. Ah, andaikan saja semua seperti apa yang diinginkannya, melihat Melati kembali ke mini market ini untuk membeli sesuatu, tentunya semuanya sangat luar biasa. Johan tersadar bahwa hal itu tidak mungkin. Hidup tak harus sesuai dengan apa yang dia harapkan, atau sesuai dengan apa yang diharapkan orang. Namun hidup akan memberikan apa yang terbaik untuk semuanya.
Pemuda ini pun masuk ke mini market dan langsung disambut oleh penjaganya.
"Selama sore, selamat datang, selamat belanja," ucapan yang khas. Dulu ketika waralaba mini market ini tidak menjamur di mana-mana mereka tak pernah menyapa para pelanggan. Tapi sekarang sudah menjamur di mana-mana bahkan mungkin bisa jadi lebih baik lagi cara mereka untuk melatih karyawannya.
Seorang karyawati sedang mencatat stok, dia tadi yang menyapa Johan. Sedangkan salah satu karyawan ada di belakang meja kasir sedang mengutak-atik sesuatu di komputernya. Johan tak tahu apa yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Dia langsung menuju ke sebuah rak tempat parfum-parfum dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan fisik laki-laki. Diambilnya sebotol parfum yang sedang trend saat ini dengan aroma lembut Paris dan Bold kesukaan Johan. Aroma parfum itu memang disukai oleh cowok untuk dipakai dan disukai wanginya oleh cewek. Maka dari itulah ia selalu memilih parfum ini dan akan bingung kalau misalnya parfum ini tidak ada.
Sebenarnya Johan tak mau terlalu spesial, tapi ia tak mungkin mengecewakan hati Aprilia begitu saja. Ah, dia merasa bersalah sekarang. Tentu saja ia merasa bersalah. Ketika ia mengingat lagi tentang Melati maka ia pun teringat akan semua wanita yang pernah ia kecewakan. Damn!
Johan menghela nafas. Dia pun berjanji kepada dirinya "Melati adalah yang terakhir". Sejak pertama kali bertemu dengan gadis itu sikap Johan agak berubah. Dia lebih banyak termenung, melamun bahkan mulai merasa galau. Dia sekarang lebih bijak dengan memposisikan dirinya pada para perempuan yang telah ia tinggalkan dan campakkan begitu saja. Shit! I am worse. Dia mengutuk dirinya sendiri. "Kau bodoh Johan, baru sekarang kamu sadar?"
Setidaknya sadar sekarang lebih baik daripada tidak sadar sama sekali. Johan pun terkadang menampar pipinya sendiri karena itu. Besok Sabtu ia berharap bisa bertemu dengan Melati pada pertandingan futsal antar sekolah. Lagipula pertandingan yang diselenggarakan setiap Sabtu dan Minggu itu telah sampai pada babak semi final. Sabtu Semi Final dan Grand Final hari Minggu.
"Ada yang bisa dibantu mas?" mas-mas penjaga toko menyapa Johan.
"Oh, nggak mas. Bisa sendiri," ujar Johan. Dia terhenyak dari lamunannya. Segera ia menuju kasir dan menaruh botol parfum yang ia beli di meja.
"Selamat datang, selamat belanja!?" sapa kasir yang melayani Johan.
Johan menoleh ke arah pintu mini market. Jantungnya hampir saja copot ketika melihat siapa yang datang. Melati. Johan jadi salah tingkah dan kikuk. Untuk beberapa detik ia menatap wajah gadis yang jadi pujaannya itu. Pesona gadis itu membuat hati Johan meleleh seperti lilin yang dimakan oleh api. Hatinya tiba-tiba mencelos melihat senyuman gadis cantik dengan rambut lurus sebahu ini.
"Mel?" sapa Johan memulai lebih dulu. Dia sebenarnya gugup.
"Hai, ehmm.... kamu yang kemarin?" balasnya.
"Yep, hehehehe," Johan bingung kenapa harus pakai hehehehe segala. Biasanya ia tak begini dengan cewek-cewek yang pernah ia temui. Apakah ia benar-benar telah takluk kepada pesona Melati?
Coba dilihat sejenak, hentikan sebentar waktu. Detik-detik tolong diperpanjang. Anggap saja sekarang Johan dan Melati berada di sebuah dimensi di mana waktu berhenti. Johan melihat Melati dari sisi mana? Iya dia cantik, Melati sangat cantik bagaikan bidadari. Ingat, gadis ini tidak pakai make-up. Kalau dibandingkan dengan seorang wanita maka mungkin wajahnya seperti Son Ga-In. Cantik oriental. Johan memang pengagum keindahan, buktinya dia bisa tahu mana wanita yang cantik dan tidak. Dan dia tidak sembarangan memilih seorang perempuan. Baju, apakah Johan tertarik dengan baju cewek cantik ini? Baju cewek cantik ini baju biasa. Dengan kaos dan celana selutut kasual serta sandal jepit, plus jaket sih. Sama sekali tidak spesial. Dan itulah Johan dalam sekejap bisa mampu meresapi semua keindahan dari seorang Melati. Dan waktu pun kembali normal.
"Sendirian aja? Nggak sama kakakmu?" tanya Johan sambil melihat apa ada orang di belakang Melati.
"Sendirian aja," jawab Melati. "Kamu dari Sekolah Internasional yah?"
"Iya"
"Waw, berarti kalau besok sekolah kita menang, kita bakalan ketemu di final."
"Sepertinya begitu."
Tubuh Johan mulai berkhianat. Keringat dingin mulai mengucur di dahinya. Dia pun mulai sedikit canggung dan salah tingkah. Dua kali ia menyenggol permen yang berada di depan rak kasir dan mengembalikannya ke tempat semula.
"Aku mau belanja dulu," kata Melati sambil menunjuk ke rak.
"Oh, silakan!" Johan mempersilakan Melati menuju ke rak. Pemuda ini pun kemudian membayar parfumnya, dia meraih kantong plastik yang berisi barang belanjanya lalu beringsut menghampiri Melati yang sedang memasukkan sekantong gula dan garam ke dalam keranjang belanjanya.
"Hei?!" lagi-lagi sapaan yang bodoh.
"Ya?" Melati menjawabnya dengan kepala dimiringkan.
"Besok habis pertandingan ada waktu?" Johan nyengir. Tak seperti biasanya ia bertindak seperti ini.
"Kurasa tidak. Aku banyak jadwal tiap sore, kenapa?"
"Jadwal?"
"Les private, tahu sendiri kita sudah kelas tiga, aku tak mau dapat nilai terjelek. Kepingin kuliah di kampus favorit. Jadinya waktu bermain-mainnya sudah selesai," Melati berjalan menuju ke rak yang lain.
"Baiklah, bagaimana kalau kita buat kesepakatan?" Johan berjalan mendahului Melati.
Gadis itu pun berhenti, "Kesepakatan apa?"
"Kalau aku nanti bisa menang melawan tim sekolahmu di pertandingan futsal, maka kamu harus bersedia jalan denganku. Kalau aku kalah kamu boleh minta apa saja dariku," Johan berkacak pinggang sambil menggaruk-garuk hidungnya.
Melati menggeleng-geleng. "Kamu nggak kenal menyerah ya?"
"Ada yang salah?" tanya Johan.
Melati memeluk bahunya sendiri sambil mengetuk-ketukkan jari telunjuknya. Ia sepertinya berpikir keras, "Baiklah, aku setuju. Tapi kakakku harus tahu dulu. Ia tak suka aku jalan dengan sembarangan cowok."
"Jangan khawatir, aku akan mengatakannya ketika kita bertemu di lapangan futsal besok," ujar Johan.
"Kamu over PD apa emang seperti ini dari dulu?"
"Nggak tahu, aku memang seperti ini mungkin. Aku sebenarnya bukan orang yang ekstrovert. Aku introvert. Aku berusaha mengubah diriku, kamu sendiri tahu aku hanya punya satu orang sahabat kemana-mana selalu berdua."
"Sahabatmu? Oh iya, aku ingat. Siapa namanya?"
"Anton," Johan mengulurkan tangannya. "Jadi bagaimana? Deal?"
Melati memutar bola matanya. Ia terlihat manis dengan pose seperti itu. Kenapa wajah secantik dia tak bisa menjadi mengerikan sekali pun dengan bola mata berwarna putih seperti itu. "Baiklah. Deal."
Kedua tangan pun berjabat. Johan bisa merasakan bagaimana lembutnya tangan Melati sekali lagi. Ah, dia ingin berlama-lama seperti ini. Tapi harus segera disudahi, tak enak dengan karyawan mini market ini.
"Baiklah, sampai ketemu di final," ujar Johan sambil berjalan mundur.
"OK. Sekolahku pasti menang. Ingat perjanjiannya!" Melati melambai.
"Aku pasti menang!" ucap Johan sambil melambaikan tangan dan pergi dari mini market.
Johan sudah berjalan dengan perasaan lega. Hanya saja dia melakukan kesalahan dalam pertemuan keduanya dan ia sadari. Kenapa dia tidak minta nomor teleponnya? Bodoh! Johan memukul kepalanya sendiri.
* * *
Johan teringat bagaimana dia memanfaatkan Aprilia hari itu. Atau mungkin kejadiannya tidak seharusnya seperti itu. Baiklah terlalu banyak alasan bagi Johan untuk mengelak kalau dia memang sebenarnya memperdaya Aprilia. Cewek yang ia kenal kesekian kalinya itu tengah menghajar seorang pemuda dari sekolah lain bersama teman gengnya. The Rose, julukan geng yang dipimpin oleh Aprilia. Hari itu hujan cukup deras, namun kebiasaan Johan adalah ia tak pernah menolak hujan. Dia menganggap hujan memberikan kesejukan bagi dirinya, sebuah anugrah yang harus diterima dari Yang Kuasa.
Johan mengamati mereka dari jauh. Aprilia kemudian menyuruh anggota gengnya untuk bubar, dia sendiri pun pergi meninggalkan pemuda itu babak belur pingsan diguyur hujan. Gang sempit tempat mereka berkelahi sepertinya jarang dilewati orang, Johan pun mendekat ke arah pemuda yang babak belur tadi.
"Hei sob? Kamu tak apa-apa?" tanya Johan.
Pemuda itu mendengak melihat Johan. Ia mencoba bangkit, tapi percuma. Johan pun kemudian membantunya untuk bangkit. Dia papah pemuda itu.
"M-makasih, dudukkan aku di sana saja!" pemuda itu menunjuk ke sebuah halte di pinggir jalan. Johan memapahnya hingga mereka berdua duduk di halte.
"Kenapa sampai dihajar seperti itu?" tanya Johan.
"Ah, itu...aku mencampakkan salah satu wanita anggota geng The Rose. Sebenarnya bukan dicampakkan tapi aku ingin putus. Kamu tahu sendiri bagaimana geng itu bukan?" Pemuda itu bersandar ke tiang halte.
Johan menengadah melihat langit. Ia mengerti maksud pemuda ini. Geng cewek The Rose telah beberapa kali masuk surat kabar karena telah menganiaya orang-orang, khususnya anak-anak sekolah sepantaraan mereka. Pemimpinnya misterius, tapi biasa dikenal dengan sebutan Lady Rose. Sampai sekarang tak ada yang tahu siapa jati diri Lady Rose.
"Oh ya, namaku Bobi," ujar sang pemuda.
"Aku Johan. Ngomong-ngomong, yang tadi ngehajar kamu pemimpinnya ya?" tanya Johan.
"Iya, namanya Aprila. Panggilannya Lia, dia adalah jati diri Lady Rose sebenarnya. Dia sangat kuat, semua ketu klub beladiri dia kalahkan. Dia belajar banyak ilmu beladiri dari karate, judo, silat, aikido hingga taekwondo. Makanya dia dengan mudah menghajarku yang notabenenya sudah sabuk hitam karate," jelas Bobi.
"Wow, keren kalau begitu," Johan manggut-manggut tak menyangka kalau Bobi tahu siapa Lady Rose.
"Hahahaha, tapi sial. Aku memang tak ingin lagi berurusan dengan The Rose. Kamu tahu sendiri akibatnya kalau berurusan dengan mereka," ujar Bobi sambil memegangi bibirnya yang lebam.
Johan hanya mengangguk. Tapi bukan seorang player namanya kalau tidak menerima tantangan ini. Dia akan mengencani Aprilia.
* * *
Aprilia mendengus. Ia kebingungan memilih baju yang akan dia gunakan untuk bertemu dengan Johan sore ini. Pasalnya ia tak percaya diri terhadap baju yang ia kenakan. Padahal biasanya hanya untuk keluar bersama Johan ia pasti bisa memilih baju yang cocok, tapi hari ini entah kenapa perasaannya tidak enak. Aprilia bukan orang yang lemah. Ia menyadari potensi dan kekuatan yang ada pada dirinya. Dia adalah ketua geng The Rose, geng yang anggotanya terdiri dari cewek-cewek sekolah. Dia sendiri adalah pemimpinnya yang dikenal dengan Lady Rose.
Wajah Aprilia tampak kusut. Dia masih belum memutuskan apa yang akan ia kenakan. Dia merasa apapun yang dia pakai salah. Wajahnya makin kusut karena sebentar lagi pasti Johan akan menjemputnya. Aprilia merupakan cewek yang cantik. Iris mata coklatnya menari-nari melirik ke pakaiannya yang sudah tak beraturan di atas ranjang. Dia melihat ke sebuah gaun berwarna hijau bermotif bunga. Itu adalah gaun yang ia gunakan ketika pertama kali Johan mengajaknya kencan.
Johan sudah sampai ketika Aprilia telah memilih gaun yang pas. Pemuda ini menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Aprilia bakal mengalami hari yang menyebalkan hari ini, karena Johan sudah bertekad untuk memutuskannya.
* * *
Johan mengikuti Aprilia sampai kemudian gadis ini berhenti di sebuah tempat yang agaknya sedikit tidak asing bagi Johan. Sebuah klinik? Kenapa Aprilia berada di sebuah klinik? Johan sangat penasaran. Akhirnya ia pun mengawasi Aprilia, hingga kemudian secara mengejutkan gadis itu tampak sedang dinasehati oleh seorang wanita yang lebih tua dari dia. Siapa wanita itu? Kemudian mata Johan melihat ke sebuah papan nama yang tertulis BIDAN Gita Ayudiah. Amd Keb. Bidan? Aprilia menutup wajahnya dengan masker. Johan bisa melihat itu semua dari kaca. Penasaran, Johan pun mencari cara agar masuk ke klinik bersalin tersebut. Tapi bagaimana bisa? Akhirnya ia pun membongkar tong sampah dan menemukan sebuah botol bekas yang terbuat dari beling. Dia lalu memecahkan botol tersebut.
Maksud Johan adalah merobek tangannya, tapi itu pasti sakit. Johan agak ragu-ragu, tapi akhirnya dia pun nekat. Dia memejamkan matanya, menempelkan semua giginya kemudian merobek telapak tangan kirinya.
SLAATS! CURRR! Darah mengucur keluar dari telapak tangannya. Segera, ia buang pecahan botol itu lalu menuju ke klinik tersebut. Pintu pun terbuka.
"Kamu itu sudah ibu bilang berkali-kali untuk ke sini tepat waktu! Siapa itu?" tanya wanita paruh baya yang memarahi Aprilia.
Aprilia menoleh ke arah Johan yang memegangi tangannya. Kedua wanita itu langsung terkejut melihat darah mengucur deras dari luka Johan. Johan meringis kesakitan.
"Bisa minta tolong?" tanya Johan sambil meringis.
"Ya ampuun! Lia! Ambil kasa, ambil P3K cepat!" suruh sang wanita.
"Anda ibu Gita?" tanya Johan.
"Iya, kenapa?" tanya wanita tadi.
"Nggak, nggak apa-apa," jawab Johan.
Johan pun segera dibawa ke sebuah bilik pemeriksaan untuk mendapatkan perawatan. Cukup cekatan paling tidak. Gita dan Lia merawat Johan dengan cekatan dan telaten. Terpaksa luka Johan harus dijahit, benar-benar menyakitkan. Johan merasa ngilu sekali ketika jarum dengan benang itu menembus kulit telapak tangannya. Lia disuruh oleh Gita untuk merawat Johan. Ternyata secara mengejutkan Aprilia bisa menjahit luka. Hal yang sangat kontradiksi dengan identitasnya sebagai Lady Rose.
"Namamu Aprilia?" tanya Johan.
"Koq tahu?" tanya Aprilia balik.
"Tuh ada tag namamu di baju," tunjuk Johan.
Aprilia tersenyum, "Oh, iya."
"Namaku Johan," ucap Johan.
Aprilia masih menjahit luka Johan dengan telaten. Sengaja Johan tak ingin mengganggu kerja Aprilia, hingga akhirnya tangannya selesai dijahit lalu diperban. Johan masih merasa nyeri, ia merasa bodoh karena terlalu dalam merobek telapak tangannya. Rasanya tak masalah sih asalkan bukan kakinya yang terluka.
"Kenapa apa tadi koq bisa sampai seperti ini?" tanya Aprilia.
"Aku tadi sudah bilang, terkena paku waktu aku meraba ke tembok. Entah bagaimana paku itu bisa menancap di sana. Akibatnya ya seperti ini," jawab Johan.
"Hmm... koq lukanya terlihat rapi ya daripada seperti kena paku?" Aprilia penasaran.
"Serapi penyamaranmu?" celetuk Johan.
"M-maksudmu?"
"Udah deh, aku sudah tahu siapa kamu. Tak kusangka saja kamu bisa bekerja di tempat ini. Ibu Gita tadi siapa? Ibumu? Koq kamu menunduk saja pas dimarahi?" Johan tersenyum.
Mendengar kata-kata Johan, Aprilia tersentak dan bangkit dari tempat duduknya. Matanya tampak menajam menatap ke arah Johan. Ia kebingungan sekarang karena identitasnya sudah diketahui. Bisa saja ia menghajar Johan saat ini juga. Ia sedikit curiga karena luka yang ada di tangan Johan sengaja dibuat-buat.
"Tenang! Aku tak akan menyebarkannya koq. Aku justru kagum kepadamu. Kamu adalah wanita yang sangat kuat dan baik. Hanya saja kamu menggunakan kekuatanmu untuk tujuan yang salah," ujar Johan.
Hati Aprilia sedikit mencelos dengan kata-kata Johan barusan. Dia menghela nafas lalu melepaskan maskernya. "Trus, maumu apa?"
Johan tak pernah menyangka kalau Aprilia sangat cantik. Biarpun rambutnya tak begitu panjang, tapi dia sangat menawan. Namun penampilan bisa menipu.
"Tenang, sekali lagi aku tak ingin apa-apa. Aku kagum kepadamu. Aku ingin berteman denganmu kalau boleh," ucap Johan sambil mengulurkan tangan kanannya.
Aprilia ragu-ragu. Dia tahu tak mungkin bisa mempercayai cowok ini begitu saja. Ingin pertemanan? Tapi bagaimana kalau dia akan menyebarkan kabar ke semua orang kalau dirinya adalah si Lady Rose? Itu akan mencoreng nama baik ibunya! Ia tak mau melakukan itu. Shit!
"Kenapa?" tanya Johan. "Suer, tak ada niat jelek dalam diriku." Johan mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Baiklah!" akhirnya Aprilia pun menjabat tangan.
* * *
"Lianya ada?" tanya Johan di depan pintu.
"Lho, kamu yang dulu itu ada di klinik kan?" Bidan Gita yang sekaligus ibu dari Aprilia membuka pintu. Ia mengingat-ingat wajah dari Johan.
"Nggak salah koq tante," ujar Johan.
"I'm here!" seru Aprilia tiba-tiba sambil turun dari tangga. Ibunya keheranan melihat tingkah polah putrinya apalagi memakai gaun.
"Sejak kapan kalian jalan?" tanya Gita penasaran.
"Sejak lama ma, udah ya. Lia mau pergi dulu. Daaahh!?" Aprilia pun pergi meninggalkan rumah.
"Pulang jangan malam-malam!" Gita menasehati anaknya.
"Beres mah!" ujar Aprilia.
Sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan, pikir Gita. Toh anaknya cukup kuat. Menjuarai hampir banyak beladiri. Belajar banyak ilmu beladiri. Bahkan sebagai seorang cewek Aprilia sangat tangguh hanya saja, setangguh apapun seorang cewek, ia punya kelemahan yaitu hati.
Johan memang tak pernah menghubungi dia lagi. Yah, dia memang sibuk selama sebulan ini, mengurusi pertandingan futsal antar sekolahan. Itu bisa diterima, tapi dengan tidak memberikan kabar, itu benar-benar membuatnya frustasi. Aprilia benar-benar tidak bisa menerima itu. Namun hari ini mungkin semuanya akan dia maafkan.
* * *
"Lia!?" seru Gita.
"Maah... kenapa tanganku mah?" Aprilia panik. Tangannya mengeluarkan api begitu saja. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan.
"Masukkan tanganmu ke dalam air!" perintah ibunya.
Aprilia segera pergi ke kamar mandi kemudian mencelupkan tangannya ke dalam bak mandi. Air di dalam bak mandi pun tiba-tiba saja menghangat lalu makin lama mendidih. Aprilia si gadis kecil itu kini panik karena sesuatu yang tidak pernah dia mengerti.
"Mah, kenapa denganku mah? Apa yang sebenarnya terjadi?" Aprilia panik karena sekarang air di dalam bak kamar mandinya mendidih dengan gelembung-gelembung besar dan bergejolak.
"Lia, tenangkan dirimu! Kamu harus bisa mengendalikannya! Tenangkan dirimu!" pinta mamanya.
Akhirnya Aprilia menghirup nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sedikit demi sedikit akhirnya ia tenang, air yang ada di dalam kamar mandinya sudah tidak bergejolak lagi. Akhirnya Aprilia bisa mengeluarkan kedua tangannya dari dalam bak kamar mandi. Dia segera memeluk mamanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi ma? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Aprilia berkali-kali.
* * *
Diberikan keistimewaan bisa mengendalikan api, tentunya merupakan keistimewaan yang langka. Sama seperti Dina yang bisa berbicara dengan tanaman. Hanya saja keistimewaan Aprilia berbeda, api lebih kepada membakar dan menghancurkan apa saja yang disentuhnya. Beban itu terasa berat bagi Aprilia sampai sekarang. Ia sendiri tampaknya harus menerima kenyataan bahwa papa biologisnya yang mengawali itu semua. Papanya sendiri punya kemampuan seperti dia. Tapi itu sudah lama ketika papanya meninggal karena kecelakaan pesawat. Sejak saat itu Gita menikah dengan pria lain dan hidup dengannya. Aprilia sekarang sudah bisa mengendalikan api. Ia bisa mengeluarkan api dari tangannya sekehendaknya. Dia memang berbeda dari semua gadis pada umumnya. Oleh sebab kemampuannya inilah ia tak pernah terkalahkan dalam setiap perkelahian.
Ada alasan kenapa ia bisa takluk kepada Johan. Karena Johan mampu menenangkan hatinya. Ketika Aprilia marah seolah amarah itu hilang begitu saja seperti ditelan bumi. Ada sesuatu dalam tatapan Johan, sesuatu yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Kenapa seperti itu? Aprilia tak habis pikir, mungkin juga wanita-wanita yang bersama Johan juga tidak habis pikir. Hanya Johan yang tahu kenapa dia bisa seperti itu. Hanya dia yang mempunyai rahasianya. Namun sampai sekarang tak pernah ada yang tahu bagaimana cara dia bisa menggaet banyak gadis, bagaimana juga perempuan-perempuan itu bisa takluk oleh seorang Johan. Apa dia menggunakan jurus pelet? Yang jelas Johan tidak pernah berurusan dengan dukun atau yang sejenisnya. Kalau bukan begitu berarti memang Johan seorang pria yang natural memiliki daya tarik.
"Mau kemana kita?" tanya Aprilia.
"Kamu masih ingat tempat kencan kita pertama?" tanya Johan.
"Ehm," Aprilia mengangguk.
"Kita kesana," ucap Johan. Dia tahu ini malam yang sangat ditunggu oleh Aprilia. Ia tak tega kalau harus bilang putus begitu saja kepada Aprilia. Ia ingin membuat malam ini menjadi momen terindah. Baginya sudah cukup menyakiti para wanita.
Dalam boncengannya, Aprilia memeluk Johan dengan erat. Dia rindu memeluk lelaki yang sudah memberikan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Ia ingat bagaimana Johan memperlakukannya dengan lembut kala itu. Ah, sebuah malam yang indah.
* * *
"Argh, hujan!" ujar Aprilia. Hujan sangat deras setelah mereka menghabiskan kencan pertama mereka. Hari ini Aprilia benar-benar mabuk cinta. Berbagai rayuan maut seorang Johan telah membuat hatinya takluk, bahkan dengan erat digenggamnya tangan Johan agar tak lepas. Johan tersenyum melihat langit. Ia memang suka hujan.
"Kamu tak suka?" tanya Johan.
Aprilia menggeleng. "Aku api, aku tak suka air."
"Hmm?" Johan tak faham maksud Aprilia. "Ah, baiklah. Aku tak memaksa. Aku suka hujan."
"Pulang yuk!?" ajak Aprilia.
"Masih hujan," jawab Johan. "Kamu tak apa-apa hujan-hujan?"
"Tak apa-apa, aku tak akan tunduk kepada hujan seperti ini," ucap Aprilia.
Akhirnya mereka berdua pun nekat pulang ke rumah Aprilia sambil berhujan-hujanan. Aprilia tentu saja tak takut dengan derasnya hujan. Dengan kekuatan apinya ia bisa menormalkan suhu tubuhnya. Tapi hal itu jadi lain kalau Johan yang mengantarkannya pulang. Di memeluk Johan agar suhu tubuhnya dingin. Dalam hati ia tak boleh terlihat kuat di depan pemuda yang sudah dianggap dia sebagai kekasihnya ini.
Sesampainya di rumah Johan langsung mengantar Aprilia masuk. Diparkirnya sepeda motornya di halaman rumah. Aprilia menutup pagar kemudian mereka berdua langsung masuk ke dalam rumah.
"Copot dulu deh bajunya, biar aku keringkan!" ujar Aprilia. Johan tak akan menyangka peristiwa ini akan jadi peristiwa yang tak akan ia lupakan seumur hidupnya. Johan kemudian melepaskan bajunya. Aprilia memberikan baju papanya untuk dikenakan oleh pemuda ini.
Gita tidak ada di rumah. Mamanya sedang menangani persalinan pasien yang melahirkan hari ini. Sedangkan papanya sedang ada tugas keluar kota. Untuk pertama kalinya Johan masuk ke dalam kamar Aprilia. Banyak foto-foto Aprilia terpampang di dinding. Secangkir kopi panas diseduh untuk mendinginkan tubuh mereka berdua. Johan dan Aprilia duduk berdua bersebelahan. Johan agaknya tertarik dengan foto-foto yang ada di kamar tersebut.
"Kamu kepengen jadi model?" tanya Johan sambil melihat sekeliling.
"Iya, begitulah," jawab Aprilia yang saat itu hanya memakai piyama saja. Ia berpikir Johan akan segera pergi setelah hujan reda. Lagipula ia malas untuk mengambil pakaian dalam.
"Cantik sekali, aku yakin kamu pasti akan jadi model ternama suatu saat nanti," ujar Johan tak berbohong.
"Tapi mana bisa ketua geng seperti aku jadi model? Itu cuma cita-cita konyolku ketika kecil. Aku memang suka saja difoto seperti itu," Aprilia menghela nafas sambil menghirup kopi yang cuma secangkir. Siapa sangka Aprilia juga suka dengan kopi.
"Aku merasa kamu bisa lebih koq. Kamu juga tak perlu malu. Kamu punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Aura pesonamu dalam setiap foto ini luar biasa," puji Johan.
"Ah, kamu terlalu memuji," Aprilia memukul bahu Johan pelan.
Johan makin lama makin gemas dengan Aprilia, ia pun merangkul perempuan ini. Tapi siapa sangka tindakan rangkulannya ini dianggap lain oleh gadis ini. Well, mereka sudah lama bersama. Ini kencan pertama mereka walaupun mereka sering ketemu dan ngobrol tapi baru pertama kali ini mereka pacaran. Johan hanya menatap mata Aprilia dengan tatapan sayu. Aprilia tidak tahu apa yang terjadi tapi wajahnya pun maju hingga jarak bibir dia dengan bibir Johan hanya sekitar 3 milimeter. Nafas mereka bahkan bisa tercium. Jantung Aprilia berdebar-debar. Fuck! Jangan seperti ini! Tidaaaaakkk!! Aprilia menjerit dalam hatinya, tapi ia tak bisa menahan diri. Mereka pun berciuman.
Awalnya sekedar menempelkan bibir. Kemudian Johan mulai berani mengecup bibir Aprilia. Kemudian mereka saling memagut. Pagutan demi pagutan pun menghantarkan mereka ke sesuatu yang lebih intim untuk dijamah dua insan yang belum terikat dengan tali pernikahan. Sesuatu yang kemudian mereka akan sesali di kemudian hari.
Johan menciumi leher Aprilia, merasakan betapa manisnya gadis ini. Ia mengecap seluruh peluh yang membasahi tubuh gadis ini. Aprilia hanya bisa pasrah dengan perlakuan lembut dari seorang Johan. Pemuda ini telah memberikan sesuatu yang tidak pernah diberikan oleh lelaki lain kepada dirinya. Mereka berdua pun kemudian hanyut. Entah bagaimana mereka kemudian saling menjamah, saling memeluk satu sama lain tanpa penutup apapun, hingga Aprilia membiarkan mahkotanya yang paling berharga robek pada hari itu. Ia merelakannya untuk Johan.
Johan mengakhiri pergumulan itu setelah lenguhan panjang keduanya berakhir. Dia membelai rambut Aprilia yang menutupi dahi. Kulit Aprilia yang kuning, mulus tanpa cacat ia belai. Bulu-bulu halusnya tampak menegang setiap Johan membelai tubuh Aprilia.
"Jo...?" bisik Aprilia.
"Ya?" balas Johan.
"Kamu sayang aku?" tanya Aprilia.
Johan mengangguk. Ia menghela nafas."Maaf ya. Aku...tak meminta ini. It's just happened."
"Tak apa-apa. Aku juga menginginkannya. Aku percaya kepadamu, Jo," ujar Aprilia. "Janji, jangan tinggalin aku?"
Johan diam. Ia tak mungkin berjanji. Tapi bukankah ia sering berbohong? Entah kenapa dengan Aprilia ia tak pernah berani berjanji. "Aku tak bisa."
"Hmm? Kenapa? Apa ada wanita lain?" tanya Aprilia curiga.
"Bukan begitu," elak Johan. "Aku... tak bisa berjanji. Aku tidak pernah menjawab apakah aku menerima cintamu atau tidak. We just... argh.... I don't know what to say."
"I know," kata Aprilia. "Kau adalah kekasihku sampai kapan pun. Walaupun kau tak mau mengakuiku."
"Itu tidak adil bagimu," protes Johan.
"Kalau begitu, kita pacaran?"
Johan menghela nafas. Ia tak bisa berbohong. "Baiklah, kita pacaran."
Johan kembali berpelukan dengan Aprilia. Gairah darah mudanya masih wajar. Mereka berdua pun kemudian kembali berciuman panas. Kedua tangan Johan pun kembali bergerilya di tubuh Aprilia. Ia tak pernah menyangka ia akan bercinta dengan ketua geng The Rose. Aprilia berguling ke atas tubuh pemuda ini kemudian dengan liar ia menggerak-gerakkan tubuhnya, menggesek tubuh Johan hingga merangsang segala titik sensitif yang ada pada tubuhnya. Johan tidak rugi, ia mendapatkan tubuh seorang gadis yang ideal. Tubuh seksi Aprilia yang memabukkan.
* * *
"Ini untukmu!" kejut Johan menyerahkan setangkai mawar putih.
"Oww... soo sweet," Aprilia tersenyum. Tapi kenapa mawar putih? "Kenapa mawar putih?"
Johan menyunggingkan senyumnya. "Lia, menurutmu aku ini jahat nggak?"
"Hmm? Kenapa tanya begitu?" Aprilia bingung.
"Aku lama tidak mengabarimu, seolah-olah malam itu tidak ada artinya bagiku," ucap Johan. "Kita baru berkencan sekali dan setelah itu aku pergi."
"Hei! Sshhhh...!" Aprilia meletakkan telunjuknya ke bibir Johan. "Nggak usah dibahas lagi, sekarang yang penting kamu ada di sini."
Johan menyingkirkan tangan Aprilia, "Justru inilah yang aku ingin bahas."
Aprilia memiringkan kepalanya heran. Ada apa dengan kekasihnya ini? Dia menghela nafas, "Ada apa sih?"
"Lia, aku ingin mengakhiri hubungan sebagai kekasih ini," ujar Johan.
"Kamu bercanda ya?"
"Aku serius."
Seketika itu gemuruh di dalam dada Aprilia terasa. Tapi ia mencoba menahan dirinya. Ia tak mau Johan mengetahui kemampuannya yang bisa mengeluarkan api dari tangannya. "Oh...begitu?"
Johan berdiri sambil menatap langit yang gelap tanpa bintang. Bintang-bintang itu termakan polusi merkuri. Lampu-lampu terang mengalahkan cahayanya yang redup. Johan tak berani menatap wajah Aprilia.
"Aku memberimu mawar putih, agar dengan itu kamu tak kecewa. Kita tetap berteman sekalipun sudah bukan sebagai kekasih lagi," jelas Johan.
"Siapa dia?" tanya Aprilia langsung to the point.
"Aku belum begitu mengenalnya," jawab Johan.
"Dia sangat beruntung mendapatkanmu," Aprilia tersenyum sinis.
"Tidak juga, bahkan mungkin ia tidak beruntung kalau seandainya kami jadian nanti," Johan mendengus. "Aku bukan lelaki yang baik. Dan aku tidak pernah mencintaimu, Lia. Aku tak pernah mencintaimu sama sekali. Aku jujur sekarang. Aku hanya mempermainkanmu. Kamu harus sadar!"
Aprilia beranjak dari tempat duduknya kemudian mencengkeram kerah baju Johan. "Kamu kira aku tak tahu kamu mempermainkanku? Aku tahu! Tapi aku tak bisa marah kepadamu, aku tak bisa Johan. Aku tak tahu kenapa!" Aprilia menjerit. "Sejak malam itu aku sudah merasakannya kamu akan pergi meninggalkanku! Aku sudah tahu semuanya. Aku sudah dinasehati oleh orang-orang yang tahu siapa kamu semenjak aku mengenalmu. Anton, ya. Dia menasehatiku untuk tidak berlarut-larut berhubungan denganmu. Ia menasehatiku bahwa kamu ini seorang player. Bahkan beberapa wanita mantanmu pun menasehatiku, tapi aku tak bisa Jo, aku tak bisa! Aku tak tahu kekuatan apa yang engkau punyai sampai-sampai semua wanita itu datang kepadaku dan mengatakan, 'Tolong jangan sakiti Johan!' Siapa kamu ini sebenarnya Jo? Siapa?"
"Aku sendiri tak tahu," ucap Johan. "Aku tak punya jawaban itu."
"Antar aku pulang sekarang!" Nada Aprilia berubah.
"Lia,...?"
"Cepat, sebelum aku berubah pikiran!" bentak Aprilia.
Akhirnya mereka berdua pun pulang. Di jalan, Aprilia terus mendekap Johan seakan-akan tak ingin pergi darinya. Mereka berdua membisu hingga Aprilia sampai di depan rumah.
"Sudah sampai," kata Johan.
"Sebentar, biarkan aku begini dulu," ujar Aprilia.
Johan tak memaksanya. Ia membiarkan untuk selama 10 menit Aprilia mendekap dirinya di atas motor. Setelah itu Aprilia turun dari motornya. Tangannya dikepal, ia berusaha menahan diri agar api di dalam tangannya tidak keluar dan itu menyakitkan. Amarahnya benar-benar ingin meledak.
"Kamu belum jawab pertanyaanku. Siapa dia?" tanya Aprilia.
"Kalau aku menjawabnya apa yang akan kamu lakukan?" tanya Johan.
"Aku akan berusaha lebih baik daripada dirinya. Aku akan lakukan apapun!"
"Kamu tak bisa seperti itu!"
"Kenapa?" Aprilia tak bisa lagi menahan diri.
"Kalau kamu sampai menyakiti dia, aku tak akan memaafkanmu!" Johan turun dari motornya dan mencengkeram pundak Aprilia. Lagi-lagi api di dalam diri Aprilia tiba-tiba padam. Siapa sebenarnya pemuda yang ada di hadapannya ini bisa meredam apinya?
"Siapa dia? Siapa?" Aprilia bertanya lirih. Air matanya pun keluar. "Aku hanya ingin tahu siapa dia. Kalau memang dia lebih baik dariku aku akan mundur. Aku tak akan mengganggu kalian lagi... tapi...kalau tidak..."
"Dia Melati, seorang siswi SMA Darmawangsa. Kamu bisa mencarinya besok di pertandingan futsal," jawab Johan. "Kamu sudah berjanji tidak akan menyakitinya. Aku tak ingin kamu dan anggota gengmu menyakiti dirinya."
Aprilia mengangguk sambil sesenggukan. Satu lagi hati yang dipatahkan oleh Johan. Johan sebenarnya tak tega melihat Aprilia seperti ini.
"Aprilia?!" Johan mengangkat dagu Aprilia.
Aprilia tak melawan. Ia pun mendongak. Tubuhnya memang lebih pendek dari Johan. Dan Johan pun tiba-tiba menciumnya. Bibirnya yang lembut pun kini sudah dikecup oleh Johan. Dia memeluk Johan untuk terakhir kalinya malam itu. Ciuman itu cuma sebentar tapi terasa lama.
"Aku tidak akan lagi menjadi player setelah ini. Karena aku sudah menemukan wanita yang tepat. Dan... maafkan aku, Lia. Cinta tak bisa dipaksa," kata Johan untuk yang terakhir kali.
Johan pun kemudian menghidupkan motornya dan pergi. Aprilia menangis. Ia terduduk dengan lesu. Ia pun menjerit sekeras-kerasnya hingga kedua tangannya mengeluarkan api yang kemudian membakar seluruh tanaman yang ada di depan halaman rumahnya. Namun ia tak beruntung. Di saat api itu membakar halaman rumahnya, tiba-tiba hujan pun turun.
"Aaaarrggghhh!! Aku benci hujan! Aku benci kamu!!!" jerit Aprilia.
-----------------------
From Author:
Jadi sekarang ini cerita ini semakin aneh. Ada orang yang bisa bicara dengan tanaman, ada orang yang bisa mengeluarkan api. Wait... mau kemana arah ceritanya? Thor! Yang bener aja thor!
Halah, kalian ini para reader. Just read it! :p Aku tak suka spoiler di sini. Nikmati saja ceritanya. Aku masih menyimpan Sheila untuk nanti. She is a special girl. Setelah ini kita nikmati hubungan Johan dan Melati, Anton dan Dina.
Siapakah Johan sebenarnya? Kenapa dia bisa meredam api Aprilia? Lihat saja ntar.
Tetap vote dan ikuti terus kisah ini. Aku jamin kalian tak akan kecewa.
Ditunggu komen dan votenya ;)
Any typos?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top