2 | Little Bad Boy


Kalau ditanya dosa apa bumi? Maka itu adalah pertanyaan yang salah. Dosa semuanya adalah karena ulah manusia. Beberapa waktu lalu pemerintah setempat mengumumkan tentang bahaya banjir yang datang sewaktu-waktu. Dengan adanya banjir maka jelas pulalah bahwa akan timbul banyak penyakit. Namun dari jaman dulu sampai sekarang daerah tempat Johan tinggal jarang ada banjir bahkan tidak pernah. Bisa jadi ancaman banjir akhir-akhir ini cukup perlu diwaspadai karena curah hujan tak pernah surut tapi terus meningkat. Perubahan iklim mengakibatkan hampir tiap hari ada hujan, sekalipun itu hanya rintik-rintik.

Jakarta hari ini sedikit bersahabat dengan cuaca yang sedikit lebih dingin dari biasanya. Padahal kota yang terkenal macet ini lebih cenderung panas. Bahkan embun yang terlihat pagi hari tadi bukanlah mimpi sehingga orang-orang sedikit tertegun karenanya. 

"Kita serasa tinggal di Inggris," ujar Johan kepada Anton.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Anton antusias.

"Karena hampir tiap hari hujan dan udara dingin. Kamu lihat? Mulutku sampai mengeluarkan uap air," Johan menghela nafasnya dan kepulan uap air muncul.

"Kamu ini kadang kekanak-kanakan."

"Kamu juga. Kamu masih ingat ketika kita waktu kecil menghembuskan uap air dalam kondisi cuaca yang dingin?"

"Hahaha, masih dong. Aku merasa kita berdua anak kecil yang bodoh waktu itu."

"Sekali pun begitu, itu adalah masa-masa kecil yang indah. Ingin sekali mengulang masa itu," Johan mengusap-usap telinganya untuk memberikan rasa hangat.

"Grow up! Kamu itu udah gedhe, pacar aja ada tiga," Anton menyenggol bahu Johan.

"Kamu harusnya nyontoh aku Ton, sekalipun aku nggak mau grow up, tapi aku punya cewek tiga. Kamu satu aja nggak, mana takut pula mau nembak. Kita udah kelas tiga lho!" Johan kini merangkul Anton. "Apa kamu mau lulus tapi nggak punya pacar? Gebetan?"

"Hahaha, sompret!" Anton mendorong Johan. "Ya nggaklah cyiin. Aku pasti bakalan nembak Dina koq," Anton membela diri.

"Pret ah! Deket orangnya aja kayak mau pingsan gitu koq mau nembak," Johan mendahului Anton.

Anton hendak menyusul Johan, namun langkahnya terhenti ketika ada seorang cewek yang seragamnya bukan dari sekolah mereka menghadang Johan. Anton langsung tahu siapa gadis yang menghalangi langkah Johan itu.

"Wogh, Aprilia? Mau perang dunia ketiga nih. Aku duluan yah!" Anton segera berlari menjauhi Johan.

Johan yang menyadari apa yang terjadi memanggil Anton, "Woi tunggu!"

"JOHAN!?" bentak gadis yang menghalanginya. "Kamu mau kabur kemana lagi?"

"Eh, Hai Lia? Apa kabar?" sapa Johan.

"Kamu ini tega banget ya, Jo?! Apa emang begitu sifatmu selama ini? Di call nggak diangkat, di SMS , BBM nggak dibales. Mau kamu apa sih Jo? Apa?? Hubungan kita selama ini gimana?" Aprilia tampak gusar. Ia mendorong Johan berkali-kali.

"Lia, sabar dong, tenang! Aku emang sibuk. OK? Jadi aku tak bisa menghubungimu setiap waktu," ujar Johan.

"Tapi paling tidak kasih kabar kek, apa kek? Kamu itu udah ngambil keperawananku trus kamu tinggalin aku begitu saja? Emangnya aku ini cewek murahan??" Aprilia segera memeluk Johan. "Aku itu cinta ama kamu Jo. Cinta mati ama kamu."

Johan menghela nafas. Ia kemudian membalas pelukan gadis ini. "Iya sayang, aku juga suka ama kamu."

"Beneran? Bohong! Kamu pasti selingkuh di luar sana. Kamu pasti punya cwek lain," Aprilia makin ngambek. Dia pun melepaskan pelukannya dan memasang tampang cemberut.

"Emangnya kamu nggak percaya ama aku?"

Gadis itu menggeleng cepat. "Bohong! Aku nggak bisa lihat kamu, kamu nggak ngasih kabar, emangnya kamu suka kalau aku jalan ama cowok lain?"

"Yah, kalau kamu mau jalan ama cowok lain ya silakan aja!" kata Johan dingin.

"Hah?" Aprilia tiba-tiba melepaskan pelukannya. "Maksudmu apa?"

"Lia, sebentar! Biar kamu nggak salah faham. Sekarang aku mau tanya ke kamu," Johan memegang pundak gadis tersebut. "Pertama, aku suka ama kamu itu jujur. Kamu cantik, kamu seksi, kamu juga pintar. Siapa cowok yang nggak suka ama kamu. Kedua, apakah aku merayu kamu untuk mendapatkan mahkotamu? Siapa yang mengajak menghabiskan satu malam bersamamu? Kamu bukan? Trus sebagai lelaki normal aku harus menolak dirimu? Terlebih kamu agresif sekali malam itu. Ketiga, aku memang sibuk akhir-akhir ini karena ada pertandingan antar sekolah. Ngerti?"

Aprilia menundukkan wajahnya. Ia sadari selama ini memang demikian. Gadis berambut sebahu dan agak bergelombang ini menyadari bahwa bukan Johan yang merayunya tapi dia. Hanya saja ia tak terima karena Johan sudah mendapatkan keperawanannya. "Jo, jangan gitu dong. Aku nggak mau kehilangan kamu."

Johan melepaskan pegangannya kemudian mengangkat dagu Aprilia. "Ya udah deh, kamu mau jalan ntar malem?"

Aprilia mengangguk.

"OK, dandan yang cakep. Aku jemput jam tujuh," ujar Johan.

"Janji lho ya? Awas kalau nggak dateng," Aprilia sedikit menggembungkan pipi.

"Janji, udah ya. Aku mau nyusul Anton," pamit Johan.

"Oke deh, cup... ah..!" Aprilia mencium pipi Johan kemudian pergi meninggalkan pemuda ini. "Awas kalau nggak datang! Aku tunggu jam tujuh!"

Johan menghela nafas. Sepertinya ia tak boleh ingkar janji kali ini. Terlebih Aprilia merupakan korbannya yang kesekian kali. Johan melanjutkan langkahnya menuju ke sekolah.

* * *

"Johan?" sapa Yuni. Dia adalah dokter penjaga UKS sekolah tempat Johan berada. Yuni termasuk wanita yang sangat cantik dan boleh dibilang seksi. Berapa banyak cowok yang pura-pura sakit hanya untuk bertemu dengannya. Tapi Yuni ini bukan wanita sembarangan yang mudah takluk kepada setiap lelaki. Bertemu dengan Johan di kantin merupakan kebetulan yang cukup sering. Yuni pun ikut duduk satu meja bersama pemuda ini. Nampan berisi nasi rawon pesanannya pun diletakkan di meja.

"Ya? Ada apa Miss?" sahut Johan. Yuni memang biasa dipanggil Miss. Ia tak mau dipanggil Bu karena dia belum menikah dan usianya masih muda. Dia bisa bekerja di sekolah ini karena pemilik sekolah tempat dia bekerja masih ada hubungan keluarga dengan dirinya.

"Kudengar tim futsal kalian menang lagi? Selamat yah," ucap Yuni sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Johan. Johan menyambutnya.

"Biasa, tim futsal kita emang yang paling kuat di kota ini. Tinggal dua pertandingan lagi kita juara. Semi finalnya besok sabtu, finalnya hari minggu," Johan melanjutkan mengunyah pangsit mie ayam pesanannya.

"Wow, aku tunggu kamu membawa pialanya," Miss Yuni tersenyum renyah.

"Gitu doang? Nggak ada hadiahnya?" pancing Johan.

"Emang kamu mau hadiah apa?"

"Yah, siapa tahu aja dapat ciuman dari Miss Yuni, hehehehe," Johan nyengir kuda.

"Maunya. Aku laporin ke guru wali kelasmu baru tahu rasa!" Miss Yuni mendorong dahi Johan. Mereka berdua tergelak.

Tak ada yang mengerti bagaimana Johan dan Yuni bisa akrab. Rahasia kedekatan mereka pun tak ada yang tahu. Tapi yang jelas mereka berdua sering terlihat akrab kalau sudah bertemu. Pacaran? Tidak. Keduanya tidak pacaran. Tapi cukup dekat.

"Miss, boleh tanya sesuatu?" tanya Johan. Agaknya baru kali ini ia harus minta ijin segala hanya untuk sekedar tanya sesuatu.

"Tanya aja, emangnya bertanya itu dilarang?" Miss Yuni memasukkan sesuap nasi ke mulutnya.

"Miss Yuni pernah jatuh cinta?" pertanyaan Johan membuat Miss Yuni sedikit terhenyak. Kalau saja mulutnya ada makanan, pasti makanan itu akan menyembur ke muka Johan.

"Kamu ini aneh-aneh saja pertanyaannya, ya jelas pernah dong. Kenapa emangnya?"

"Gini Miss, kemarin itu pas pertandingan fustal, aku ketemu cewek. Cakep banget. Trus habis itu eh sorenya ketemu lagi, setelah itu aku jadi kepikiran terus. Terus terang ya Miss, selama ini aku nggak pernah ngerasain perasaan seperti ini. Yah, meskipun secara teknis aku pernah jalan ama beberapa cewek," terang Johan.

Miss Yuni memeluk tangannya. Ia tertawa terbahak-bahak sampai giginya kelihatan. "Oh my gosh! Jo, kamu lagi jatuh cinta?" Suara Miss Yuni yang tinggi cukup bisa terdengar di seluruh kantin.

"Ssssshhhh! Miss, apaan sih? Volumenya sante aja kenapa?" Johan sewot.

"Hahahahaha, habisnya. Kamu yang terkenal ceweknya banyak koq bisa jatuh cinta sampai segitunya? Emangnya cewek-cewek cakep yang kamu kencani itu gimana nasibnya ntar?"

"Nah itu dia, siapa tahu Miss bisa ngasih ogut solusi," Johan nyengir kepada dokter UKS ini.

"Bego! Kamu kira aku konsultan cinta apa? Kalau kamu sakit datang aja ke UKS! Kalau soal ini aku nggak punya obat dan solusinya," Miss Yuni melanjutkan makannya lagi, sesekali ia menyedot teh dingin yang ada di meja.

"Ck, ya udah deh. Duh, kapan aku bisa ketemu ama anak itu lagi," Johan memangku dagunya dengan kedua telapak tangannya.

"Dasar, si Bad Boy sedang jatuh cinta. Kenapa kamu nggak pergi ke rumahnya aja?"

"Masalahnya kakaknya itu dari SMA yang mau kita lawan besok di final kalau semi final kita lolos," terang Johan lagi sambil matanya menatap jauh.

"Walah, walah, cari cewek koq ya yang tantangannya gedhe. Udah deh, cari yang gampang saja! Jangan buang-buang tenagamu untuk ngurusi satu cewek. Ingat, kamu sekarang udah kelas tiga, kelas terakhir di SMA. Kalau kamu habiskan waktu cuma ngurusi cewek ya hancurlah itu masa depanmu," Miss Yuni menasehati Johan sudah berkali-kali soal ini.

"Wah, susah Miss. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk bisa menghilangkan dia dari ingatanku, tapi percum tak bergun!" Johan menghela nafas.

Miss Yuni menatap kosong sambil mengetuk-ketuk lengannya. Dia kemudian mengatur rambutnya yang menutupi telinganya, kembali matanya menatap Johan. "Katanya orang yang berada di dalam posisimu itu namanya jatuh cinta, kamu bisa jadikan perasaan itu jadi penyemangatmu bisa jadi perasaan itu menjadi penghancurmu."

"W-what?" Johan terkesiap.

"Orang yang jatuh cinta itu seperti pedang bermata dua. Dia bisa sebagai kekuatanmu kalau kamu bisa mengendalikannya sedangkan kalau kamu nggak bisa mengendalikannya maka mata yang satu bisa membunuhmu. Maka dari itulah, kondisimu sekarang engkau sedang jatuh cinta. Dan kalau kamu nggak bisa mengendalikan diri, kamu bisa hancur," ada semacam kekuatan yang bertambah di dalam benak Johan. Ia memang sering merayu para gadis, tapi ini beda. Ia bahkan mungkin tak punya kekuatan untuk bisa bicara dengan seorang Melati. Apakah benar ia telah jatuh cinta? Johan jatuh cinta? Bisa jatuh reputasinya di hadapan orang-orang.

"Ngomong-ngomong, kalau engkau memang powerless ketika bertemu dengan dia, mungkin itu sejatimu," ujar Miss Yuni. "Dan congrats, itu artinya kamu sudah mau tobat."

"I-itu... argh... mungkin Miss benar," Johan menghela nafas.

Miss Yuni tersenyum simpul. Dia tiba-tiba saja meletakkan sendoknya dan menatap ke arah yang lain. Pikirannya kembali menerawang saat bertemu kembali dengan Johan. Sebenarnya sebagian memang salah dia sampai ia merasa punya sesuatu yang membuat dirinya seperti sekarang dengan Johan. Kalau diingat-ingat merupakan sebuah kebetulan atau mungkin memang takdir yang menuntun dia bisa bertemu dengan Johan kala itu.

* * *

Semuanya berawal ketika Johan duduk di sebuah kafe sambil menikmati cappucinno yang hangat. Johan memang seperti ini, dia sering menikmati kopi sendirian sambil menatap hujan. Hujan cukup deras sampai-sampai tak ada orang yang berani melintas sekali pun mereka bisa membawa payung sebenarnya. Johan menatap hujan sambil tersenyum seolah-olah dia bisa menyapa hujan. Seandainya hujan bisa bicara mungkin butiran-butiran air itu akan menyapanya. Johan sudah setengah jam menatap hujan tanpa berbuat apapun, seolah-olah kejadian alam itu menghipnotisnya. Dia bisa jadi terobsesi olehnya. Terobsesi oleh hujan merupakan sesuatu yang langka dan tidak setiap orang bisa seperti itu.

Wanita itu berjalan dengan wajah menunduk kemudian tepat berhenti di depan kafe tempat Johan duduk. Siapa? Sepertinya Johan tidak asing dengan wajahnya. Wanita itu berjalan dengan wajah menunduk kemudian berhenti di trotoar, tepat di samping Johan duduk kalau saja antara dia dan wanita itu tidak terhalang oleh dinding kaca. Kepala wanita itu tampak terangguk-angguk. Kepala wanita itu terangguk-angguk menahan tangis. Johan mengerutkan dahinya ketika menyadari siapa wanita ini. Miss Yuni, dokter UKS tempat ia sekolah.

Miss Yuni mendongak menatap langit yang mendung. Air hujan berjatuhan di wajahnya. Diresapinya rasa butiran-butiran air tersebut seolah-olah ia ingin menyembunyikan kesedihannya. Namun, tiba-tiba air hujan tak lagi menamparnya. Matanya terbuka. Di dapatinya sebuah payung melindungi tubuhnya dan ia melihat Johan.

"Hi Miss? Maaf, aku tak tahu apa yang terjadi, tapi alangkah bodohnya membiarkan seorang wanita hujan-hujan seperti ini. Anda Miss Yuni kan?" sapa Johan.

Miss Yuni menatapnya heran. Ia tak tahu kalau Johan bisa ada di tempat ini. Johan mengulum senyum di bibirnya. Mereka tampak canggung mendapati perjumpaan yang seperti ini, terlebih juga Miss Yuni.

"Mau segelas Cappucino? Aku yang traktir," ujar Johan.

Miss Yuni mengernyitkan dahinya. Ia ingin menolak tapi sepertinya tatapan mata Johan memaksa, terlebih lagi ia memang butuh kehangatan dari rasa dingin akibat air hujan ini. Ia pun tak menolak ajakan Johan dan mereka berdua akhirnya sudah duduk berhadapan di satu meja. Pipi Miss Yuni tampak tersipu-sipu, ia belum bicara. Johan tak memaksanya.

"Aku Johan, anak kelas XII IPA-3. Anda dokter UKS kita bukan?" Johan memulai pembicaraan canggung ini.

Menyembunyikan kegelisahan hatinya, dia memegang cangkir Cappucino yang hangat itu. Matanya kemudian sesekali mencuri-curi pandang kepada Johan yang masih menatapnya.

"Baiklah aku memang tak berharap perjumpaan kita seperti ini, apapun masalahmu itu rahasiamu. Tapi, mungkin kita punya filosofi yang sama," Johan menggaruk hidungnya.

"Filosofi apa?" Miss Yuni mulai bersuara.

"Filosofinya, kamu berharap bahwa hujan bisa menghapus luka," jawab Johan.

Miss Yuni tiba-tiba saja tertawa. Johan pun kebingungan, salahkah ucapannya tadi?

"Kenapa? Salahkah ucapanku?" tanya Johan penasaran.

"Tidak, hanya saja.... argh, aku tak tahu ngomongnya gimana," Miss Yuni masih tertawa. "Tampang culun seperti kamu mana tahu urusan beginian? Aku yakin kamu adalah salah satu murid yang dikejar-kejar murid-murid cewek dan suka mencampakkan mereka."

"Oh, bagaimana Miss Yuni bisa berpikiran seperti itu?" Johan tertarik dengan perkataan wanita ini. Selama ini tak pernah ada yang langsung berkata seperti itu secara langsung kecuali Anton.

"Feeling," jawab Miss Yuni singkat.

Mau diakui atau tidak, Johan takut dengan orang yang mempunyai feeling setajam Anton dan Miss Yuni. Maka dari itulah Johan sangat berhati-hati ketika bicara dengan mereka. Namun dia mulai dari sini dekat dengan dokter UKS ini.

"Baiklah, aku mulai takut dengan perkataan Feeling ini, seolah-olah engkau mempunyai radar yang bisa mengetahui isi hati seseorang," ujar Johan.

"Tak perlu takut, aku sudah berpengalaman dengan banyak pria. Kamu tak tahu saja siapa aku."

"Oh begitu? Kalau begitu bolehkah aku tahu siapa Miss Yuni sebenarnya?"

"Not so fast bad boy."

"Well, I'm interested."

"Kamu masih terlalu kecil untuk urusan seperti ini."

"Try me!"

Miss Yuni diam sejenak, menatap mata Johan lekat-lekat. Disadarinya bahwa pria ini punya pesona yang tidak biasa. Walaupun masih berusia 18 tahun, tapi Miss Yuni yakin bahwa radarnya tak pernah bohong bahwa Johan adalah seorang playboy. Dari cara dia menatap wanita, seolah ada pesona yang langsung dipancarkan. Pesonanya bukan pesona seorang lelaki jantan, tapi seorang lelaki yang ingin menaklukkan wanita. Tidak banyak wanita yang punya radar seperti ini. Sifat kehati-hatian dan radar anti playboy seolah-olah sudah menjadi plug and play baginya sekarang. Ibaratnya dia ini adalah seorang yang secara alami terpilih dari seleksi alam mempunyai radar seperti ini. Mungkin karena radarnya ini ia jarang terlihat jalan dengan lelaki lain.

"Johan, sudah berapa kali kamu mengencani para wanita?" tanya Miss Yuni.

"Belasan. Aku bahkan sudah lupa sebagian besar namanya," jawab Johan jujur. Ia juga heran kenapa bisa jujur kepada Miss Yuni. Apakah karena wanita ini punya 'radar' yang dimaksud?

"Dan apakah kamu ada rasa bersalah setiap kali mengecewakan mereka?"

Johan mengangkat bahunya. "Aku melakukannya karena having fun. Yeah, aku memang sedikit 'ass-hole', tapi mereka datang kepadaku dan menawarkan diri mereka tanpa aku minta."

"Aku bisa mengerti itu," Miss Yuni menyeruput cappucinonya lagi sampai membekas di bibirnya. Lidahnya kemudian menghapus bekas tersebut.

Bisa mengerti? Ini tidak baik, pikir Johan. Wanita seperti ini memang berbahaya.

"Sudah berapa yang engkau perawani?" tanya Miss Yuni to the point.

"Itu pertanyaan yang terlalu to the point," protes Johan. Dan dia memang tak suka wanita yang langsung to the point seperti ini. Seolah-olah ada aura jahat di sekeliling tubuhnya yang menghisap jiwanya seperti Dementor, makhluk misterius yang ada di serial Harry Potter.

"Kamu takut untuk jujur? Baiklah, kamu jujur satu persoalan aku akan jujur juga satu persoalan," tantang Miss Yuni.

Johan mengernyitkan dahi mencoba menimbang perkataan dokter muda ini. Suara hujan mulai terdengar cukup deras dan ditambahi bumbu petir yang menyambar-nyambar. Beberapa kilatnya tampak menghiasi langit yang berwarna kelabu. Mendung yang tadinya gelap, sekarang sedikit demi sedikit memutih menandakan hujan akan berakhir lama. Pemuda ini pun mulai menghirup nafas dalam-dalam. Udara di dalam kafe ber-AC ini seakan-akan mengkhianatinya. Rasanya lembab dan tidak menyejukkan sama sekali. Mungkin perasaannya saja yang tidak suka dengan kejujuran. Ia harus akui itu. Kejujuran adalah kebodohan seorang player. Tapi dengan wanita berinsting seperti Miss Yuni, apa yang bisa ia lakukan?

"Baiklah, tapi.... aku tak ingin kamu memberitahukan apa yang terjadi di tempat ini kepada orang lain!" pinta Johan.

"Aku tidak mudah dekat dengan orang lain Jo, jadi kamu tak perlu khawatir," Miss Yuni membenarkan rambutnya yang menutupi telinga. "Bisa kita mulai? Dari siapa? Ah, aku dulu saja."

Johan mengangguk.

"Baiklah, aku jujur bahwa aku baru saja dicampakkan oleh seorang lelaki brengsek kalau itu yang jadi pertanyaanmu sejak tadi. Aku tahu pasti kamu akan bertanya kenapa aku bisa hujan-hujan di tepi jalan seperti itu," ujar Miss Yuni.

Shit! To the point. Johan menghela nafas.

"Baiklah, kamu menang. Aku akan jujur. Aku tak tahu pasti tapi ada tiga cewek yang aku perawani," jelas Johan.

"Wow, itu rekor yang luar biasa. Dan kamu kecewakan mereka semua? Kamu memang benar-benar 'ass-hole'"

"Hei, kenapa malah menghinaku seperti itu, aku jujur Miss!" protes Johan.

"Maaf, maaf. Tapi jujur aku tak suka dengan lelaki yang brengsek seperti itu."

"Ayolah, kamu tidak mendengarkan semuanya."

"Lalu?"

"Aku jujur. Dulu aku melakukannya karena penasaran. Tepatnya kelas ketika baru masuk bangku SMA. Aku pacaran dengan anak kelas 9 SMP. Aku ingat namanya Camelia. Dia cakep, bahkan kami pacaran seperti pada umumnya, tapi semenjak kita berhubungan intim dia seperti ketagihan sex. And I leave her just like that! Apalagi dia merasa fine-fine saja ketika aku tinggalkan," jelas Johan. "Kemudian, aku berkenalan dengan Ratri, aku kemudian pacaran dengan dia, dan di saat yang bersamaan aku juga memacari Silvia, setelah itu Nisa, lalu ah siapa aku lupa namanya. Dengan Ratri aku gagal, dia tahu aku selingkuh, dengan Silvia aku berhasil bahkan bisa mengajaknya tidur, dengan Nisa tidak berhasil karena dia orangnya kolot. Dan beberapa wanita aku berhasil pacarin tapi setelah itu aku gantungin hubungannya. Dan yang terakhir dengan Aprilia, kami baru saja melakukannya kemarin."

Miss Yuni mulutnya menganga. Dia tak menyangka Johan benar-benar seorang player dan sejujur ini kepadanya. Ia tertawa kecil.

"Hei, jangan tertawa! Aku tak suka! Sekarang giliranmu! Aku sudah jujur," ujar Johan. Dia semakin tak suka dengan permainan ini.

"Rileks, aku tak memaksamu untuk mengatakan segalanya bukan? Kamu yang bocor sendiri," Miss Yuni mengingatkan.

Johan merasa dirinya dibodohi dan itu rasanya menyakitkan. Baru kali ini ia diperlakukan seperti ini.

"Aku selalu gagal dalam menjalin hubungan dengan seorang pria. Mereka semua mengecewakanku. Aku selalu tersentuh dengan setiap perkataannya, bahkan dengan orang yang punya tampang innocent. Brengsek mereka itu, seperti kamu," Miss Yuni menunjuk Johan sambil tersenyum.

Johan begidik, dia mundur beberapa centi. Dengan sedikit gugup ia meraih cangkir cappucinonya yang sudah mendingin.

"Hehehe, tak perlu seperti itu. Ada hal yang aku sukai dari kamu, Jo. Kamu itu jujur," ujar Miss Yuni. "Tapi kamu tetap saja seorang bad boy."

* * *

Awal perjumpaan yang aneh memang. Setelah perjumpaan mereka di kafe itu mereka lebih sering bertemu. Dan mereka pun berteman. Duduk berdua di satu meja di kantin atau terkadang Miss Yuni meminta Johan untuk mengantarkannya pulang. Miss Yuni pun melihat ke arah Johan yang sekarang sudah menghabiskan makanannya. Entah berapa lama ia merenung hingga makanannya sekarang sudah dingin. Johan menurutnya spesial. Apakah karena pemuda ini sudah menidurinya sehingga dikatakan spesial? Mungkin saja.

* * *

Sebenarnya bukan murni keinginan Johan. Tapi ia memang tak bisa melepaskan diri dari keinginan dan hasrat seksualnya. Dia bisa jadi juga seperti Camelia yang diceritakan oleh Johan, seorang gadis yang haus sex. Ah, ia bisa pikirkan itu nanti. Yang jelas, ketika seminggu setelah mereka sering bertemu, Johan dan Miss Yuni sudah seperti teman. 

Johan memang seorang bad boy, tapi dia punya sisi kebaikan yang tidak diketahui oleh semua orang. Mungkin memang benar, orang yang paling ditakuti adalah orang yang lebih mengetahui sifat dasar kita, itu sebabnya Johan benci kepada Anton yang mengetahui sifat dasar dirinya, ia juga benci Miss Yuni. Mata wanita itu selalu menatap tajam ke arahnya hingga seolah-olah jantungnya serasa dikoyak.

Johan pulang agak sore hari itu setelah berlatih futsal di sekolah. Ia sengaja memakai kamar mandi sekolah untuk digunakannya mandi sebelum bergegas untuk pulang. Miss call tak terhitung banyaknya ada di history call ponselnya. Semuanya dari satu nomor Aprilia

Usai Johan mandi dan mengeringkan badannya dia memakai baju biasa dan menyimpan seragam serta baju yang dia gunakan untuk futsal ke dalam ranselnya. Kemudian dia bergegas ke tempat parkir. Sengaja ia tak menghiraukan miss call dari Aprilia.

Begitu ia nyalakan sepeda motornya dia melihat Miss Yuni. Dokter muda ini berjalan sendirian menuju gerbang sekolah dan sepertinya ia kemalaman. Johan pun menarik gas motornya menghampiri wanita cantik dan anggun ini.

"Sendirian Miss? Mau aku antar?" tanya Johan.

"Nggak perlu anak muda, aku bisa melangkahkan kakiku sendiri. Aku kuat," jawab Miss Yuni. Bau alkohol, Johan pernah minum vodka jadi tahu bau minuman itu kalau sudah di mulut.

"Miss, ayo aku antar! Tak baik wanita mabuk jalan pulang sendirian," ujar Johan.

"Pergilah! Aku bisa pulang sendiri," usirnya.

Johan tak meminta persetujuannya. Ia segera menarik tangan Miss Yuni, "Iya, aku hanya mengantarkanmu di depan rumah saja, kamu lalu pulang sendiri. Ayo!"

Miss Yuni mengernyitkan dahi, "Oh, baiklah."

Mereka pun berboncengan. Di jalan, Miss Yuni terus mengoceh.

"Dia itu lelaki brengsek! Sudah punya istri dan anak tapi tak jujur kepadaku. Apakah memang semua lelaki itu seperti itu di dunia ini?" gumamnya.

"Tidak juga Miss," entah kenapa Johan mau menanggapinya.

"Kamu juga, player jangan pernah menasehatiku. Itu tak baik anak muda!" celotehnya.

Setelah lima belas menit, akhirnya mereka pun sampai. Saat itulah Miss Yuni turun dari motor dengan sempoyongan. Johan tak tega untuk meninggalkannya, akhirnya mau tak mau ia pun memapah dokter UKS-nya ini sampai ke kamar apartemennya. Begitu masuk apartemen, Johan kemudian ditarik oleh Miss Yuni dan diciumnya. Saat itulah ada air mata keluar dari mata wanita ini. Johan mulai menyadari bahwa sebenarnya Miss Yuni adalah seorang wanita yang rapuh. Apa yang harus dia lakukan?

"Fuck me tonight! Please! Don't go!" bisik Miss Yuni lirih.

"Tapi miss, ini tidak benar. Aku tak bisa....," bibir Johan sudah ditutup oleh bibir wanita ini dan akhirnya ia pun terbawa suasana.

Sebenarnya kalau saja Johan menolaknya, mungkin bisa saja. Tapi hatinya berkata lain. Ia tak bisa membiarkan hati seorang wanita seperti Miss Yuni kacau seperti ini. Mereka pun bercinta malam itu dan Miss Yuni pun menikmatinya.

Pagi menjelang, Miss Yuni terbangun dengan terkejut mendapati kepalanya ada di dada Johan. Dan mereka telanjang. Wanita ini langsung bangun dan mengambil piyama miliknya untuk menutupi tubuh. Ia cukup terkejut melihat kondom yang ada di atas lantai kamarnya. Ah, jadi mereka telah melakukannya tadi malam. Miss Yuni menghela nafas. Ia merasa bodoh karena telah mabuk sehingga tak sadar akan apa yang ia lakukan. Ia pun mencoba mengingat-ingat. Dan di bayangannya pun mulai teringat lagi momen-momen bagaimana ia bercinta tadi malam dengan Johan. Ia teringat bagaimana ia meneriakkan nama Johan berkali-kali sambil merelakan kedua kelamin mereka bertaut satu sama lain. Miss Yuni merasa 'fucked up'. Ia menyesal kenapa tadi malam bisa seperti itu.

"Miss...?" gumam Johan yang terkejut mendapati wanita itu duduk di tepi ranjang dengan baju piyama. Miss Yuni menoleh ke arahnya. Tampak rautan wajah tak suka tergambar di wanita ini.

"Kalau kamu ceritakan ini ke orang lain, aku akan membunuhmu!" ancam Miss Yuni.

"No way!" Johan menggeleng mantap.

Miss Yuni menghela nafasnya. "Shit, aku mungkin setelah ini bakalan baper. Sudah, pergilah sana! Orang tuamu nanti mencarimu."

Johan tahu bahwa kedua orangtuanya tak bakal mencari dirinya, tapi ini adalah salah satu hal yang harus ia lakukan. Ia tak mau merusak suasana. Akhirnya Johan berpakaian lalu keluar. Miss Yuni menutupi wajahnya. Ia merasa bodoh sekali hari itu.

* * *

Sampai sekarang Miss Yuni percaya kepada Johan dan menjadi tempat curhatnya. Mereka tak pernah melakukan hal itu lagi, sama sekali. Namun, ia merasa tahu bahwasannya pemuda bad boy yang ada di hadapannya ini sedang jatuh cinta. Hanya saja ia tak mengerti kenapa dadanya terasa sakit ketika menyadari hal itu. Cemburukah? Kenapa?

"Aku pergi dulu Miss," Johan pamit.

"OK, silakan! Oh ya, untuk yang tadi....," Miss Yuni tidak melanjutkan.

"Yang tadi??"

"Iya, tak usah dipikirkan. Aku bukan penasehat persoalan asmara yang baik," ujarnya.

Johan tersenyum. Ia mengerti apa yang dimaksudkan wanita ini, "Aku tahu. Tapi, Anda sudah jadi teman bicara yang baik selama ini. So... nevermind."

Johan pun bergegas pergi meninggalkan Miss Yuni dengan segala hal yang membuat dada wanita ini berdesir. Matanya kembali menoleh ke arah makanan yang tadi ia pesan, kemudian ia baru menyadari bahwa nafsu makannya sudah hilang. Ia menipiskan bibirnya seperti gelisah oleh sesuatu. Ia sempat berpikir apa yang terjadi antara dia dengan Johan pada malam itu? Kecelakaankah? Mereka tak membahas itu, seolah-olah itu hanya peristiwa alam biasa, tapi entah disadari atau tidak baik Miss Yuni ataupun Johan menganggap itu adalah kecelakaan. Kecelakaan yang membuat galau hati Miss Yuni. Semuanya karena Johan the Little Bad Boy.


-------

from: Author

OK bab ini agak gimana gitu. Aku akan lebih banyak menyisipkan flashback di tiap bab, bahkan mungkin sampai tengah bab sebelum Johan bertemu dengan Sheila. Sebab ceritanya lumayan panjang ternyata. Tapi aku coba untuk memangkasnya biar tidak bertele-tele. Moga aja bisa. 

Udah meraba konfliknya? Kurasa belum, karena tokoh-tokoh utamanya belum jelas persoalan utama mereka. Setelah ini akan lebih jelas lagi konfliknya. 

Jangan lupa untuk vote yah. :) ;)

Any typos?




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top