#12
Gojo's P.O.V
"Enakk!!" Ujarku senang ketika mencicipi kue yang dibelikan oleh Aeri.
Aku menatap wanita berambut pink yang duduk di depanku dari balik penutup mata yang kukenakan. Ya, Mitsuki Aeri, temanku saat di bangku SMK dulu.
Tubuhnya jauh lebih mungil daripada aku, rambutnya berwarna pink bak gulali dengan manik hijau yang berbinar ketika ia melahap sesendok kue redvelvet yang ia beli.
Senyum terukir di bibir Aeri tanda ia menikmati makanan tersebut, wajahnya terlihat lebih cantik disaat dia tersenyum. "Enaknyaaa..." katanya sambil menyentuh pipinya.
"Sayang sekali Shoko tidak bisa ikut karena banyak penelitian." Ia menghela nafasnya,
Aku tersenyum pada wanita yang sudah lama tak aku lihat ini. Dia memang selalu terlihat menggemaskan sejak dulu.
"Jadi, apa yang selama ini kau lakukan di Amerika?" Tanyaku.
"Membasmi roh terkutuk, tidak terlalu berbeda dengan saat sekolah dulu." Katanya sambil menyeruput dark chocolate yang ia pesan.
Sebagai penyihir Jujutsu, terlebih lagi sebagai tingkat spesial, memang pasti banyak hal yang dikerjakan seperti membasmi roh terkutuk tingkat tinggi dan investigasi berbahaya.
Aku bertanya tentang perkembangannya yang kulihat. Seingatku, dulu Aeri belum bisa menghentikan waktu seutuhnya karena itu menggunakan banyak energi.
"Ah, benar. Aku menggunakan lebih banyak energi pada Yuta Okkotsu tadi." Ujarnya menghela nafas. Ia bercerita bahwa di Amerika, ia dilatih oleh seorang guru. Sekarang ia juga sudah bisa menggunakan domain expansion.
"Domain expansion? Seperti yang waktu itu ada di misi kita?" Tanyaku padanya, ia mengangguk mengiyakan.
"Benar, tapi biasanya aku menggunakan domain berukuran kecil karena lebih mudah untuk mengatur waktu di dalamnya." Katanya kemudian menghela nafas.
"Bagaimana denganmu? Bagaimana kau bisa memutuskan menjadi seorang guru?" Tanya Aeri.
Aku menyandarkan punggungku ke kursi, berpikir sejenak untuk mengingat apa yang membuatku memutuskan untuk menjadi pengajar.
"Apa karena kejadian yang dialami Suguru?" Tanya Aeri. Aku tersentak dengan pertanyaannya, kemudian menghela nafasku.
"Benar, Suguru adalah salah satu alasan kenapa aku memutuskan untuk menjadi guru." Ujarku sambil menatapnya dari balik penutup mataku. "Tapi, aku juga ingin melatih penyihir muda. Aku mencari seseorang yang bisa menggantikan aku." Lanjutku.
Mitsuki menghentikan gerakan tangannya sebelum cake yang berada di ujung garpu menyentuh bibir merahnya. Ia menatapku untuk sesaat dan menghela nafas. "Langsung saja kutanyakan, apa selama ini kau baik-baik saja?" Tanyanya.
Aku tertawa pelan mendengar pertanyaannya, terlihat rasa cemas di dalam manik hijau miliknya yang menatapku tajam.
Aku tersenyum, dia memang selalu peduli terhadap orang lain. "Aku baik-baik saja. Aku akan membuat semua menjadi baik-baik saja. Aku ini kuat." Ujarku dengan nada bercanda, berusaha mencairkan suasana.
Tiba-tiba Aeri menyentuh tanganku yang ada di atas meja, bola matanya membesar menatapku. "Satoru, menjadi yang terkuat bukan berarti kau harus selalu menjadi kuat." Ujarnya tanpa berhenti menatapku.
Jantungku berdebar, aku dapat merasakan pipiku menghangat selaras dengan kehangatan tangan kecilnya yang menyentuh milikku. Ditambah lagi, kalimat serius yang ia lontarkan rasanya seperti menusuk hatiku, namun rasanya hangat.
Saat ini, aku menyadari bahwa Aeri telah melakukan semua hal yang ia bisa untuk menahan Suguru pergi. Bahkan aku melihat Aeri berlari mengejar Suguru. Benar-benar hati yang lembut.
Aku mengelus punggung tangannya dengan jempolku dan memberinya senyuman hangat, "Terima kasih, Aeri."
"Aku tidak bisa kehilangan siapapun lagi..." Ujar Aeri kemudian menghela nafasnya.
. ⋅ ˚̣- : ✧ : – ⭒ ⊹ ⭒ – : ✧ : -˚̣⋅ .
Mitsuki's P.O.V
Aku melambaikan tanganku kepada Gojo, "Sampai bertemu besok!", begitu katanya. Membuatku mengenang masa-masa sekolah dulu.
Aku melangkahkan kaki ke arah sebuah gedung dengan memegang sebuah paper bag berisi kue manis yang aku beli dari toko yang baru saja aku tinggalkan. Aku melangkahkan kaki ke sebuah ruangan dimana seorang Geto Suguru terlihat sedang 'mengobati' pasiennya.
Aku sengaja membelikan ia makanan manis.
Dulu, Suguru berkata bahwa rasa dari roh kutukan mirip seperti kain pel yang basah, sedangkan Satoru selalu mambawa permen di sakunya untuk diberikan pada Suguru setelah ia mengkonsumsi roh kutukan.
Aku bersandar disamping pintu memperhatikan laki-laki yang wajahnya semakin tua dari terakhir kali aku melihatnya.
Matanya melebar ketika ia menyadari keberadaanku. Kemudian ia tersenyum, terlihat seperti aku berhasil membuat moodnya membaik.
Pasien Suguru beranjak pergi setelah proses 'pengobatan' selesai. Lebih tepatnya setelah Suguru mengonsumsi kutukan yang menempel pada orang tersebut.
Aku melangkahkan kaki ke arah pria itu, ia tersenyum. "Ada yang bisa aku bantu?" Katanya.
Aku terkekeh pelan, "Apa akau bisa mengobati rindu? Mungkin makan kue bersama akan membantu." Jawabku sambil mengangkat paperbag yang aku bawa dan terkekeh pelan.
"Hisashiburi, Geto-san. Kulihat kau sudah semakin sukses sekarang-" Ujarku dengan nada bercanda sambil duduk disampingnya.
Ia tersenyum, wajahnya terlihat jauh lebih dewasa dibanding terakhir kali aku melihatnya. "-Dan semakin tua." Lanjutku. Ia tertawa mendengarnya.
"Kau sendiri, apa kau tumbuh dengan baik? Rasanya tak jauh berbeda seperti terakhir kali aku melihatmu di stasiun." Katanya dengan meledek.
"Tentu aku tumbuh dengan baik, kau perhatian sekali." Jawabku sambil mengeluarkan kue yang aku bawa untuknya.
Tidak seperti di awal ia pergi, sekarang ia tinggal di gedung besar dan memiliki banyak pengikut setelah mengambil alih kelompok agama.
"Apa kabarmu, dan keluargamu?" Tanyaku sambil memberikannya sepotong kue. Suguru menerimanya sambil tersenyum. "Kami semua baik-baik saja." Jawabnya.
"Aku lihat kau mencari uang sekaligus roh kutukan dengan cara yang cerdas." Ujarku terkekeh. "Untuk apa sih kau menyerap banyak kutukan tidak berguna seperti itu?" Tanyaku pada Suguru.
Ia melahap kue yang aku berikan kemudian melirikku dan tersenyum. "Entahlah?"
"Ohh.. jadi sekarang mau main rahasia-rahasiaan?" Ujarku terkekeh. Ia tertawa pelan mendengarnya.
"Kau kembali ke sekolah sialan itu?" Tanya Suguru.
Aku mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaannya.
"Kurasa kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat." Ujarnya.
Aku tertawa, "Wah..., aku tau sih kau jagonya cari ribut, apalagi dengan Satoru. Tapi kau serius mau cari ribut terus? Umurmu berapa sekarang?" Ujarku dengan nada meledek.
Suguru hanya tertawa mendengar kalimatku. Setelah makan kue, kami berbincang sebentar dan aku pamit untuk pulang.
"Sampaikan salamku pada Nanako dan Mimiko." Ujarku tersenyum padanya. Ia tersenyum kembali padaku dan mengacak rambutku. "Jaga dirimu baik-baik."
Dengan begitu, aku melangkahkan kaki menjauhi gedung besar tempat Suguru dan keluarganya tinggal.
Menurutku, Suguru memang memiliki cara pandang tentang dunia berbeda dengan kami sekarang. Tapi bukan berarti dia bukan temanku lagi, jadi aku akan menjaga hubunganku dengan dia sebisa mungkin.
Aku menoleh sekali lagi tempat terakhir kali Suguru berdiri, ia masih disana dan mengangkat tangannya kepadaku. Aku tersenyum dan melanjutkan perjalananku pulang ke rumah.
.
.
.
.
.
𝐓𝐨 𝐁𝐞 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞
(っ◔◡◔)っ ♥ Thank you for Reading! ♥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top