💝44: Mau Nggak, Ya?
Kalau melihat gelombang air, rasanya Edel kembali mengingat apa yang terjadi saat perlombaan kemarin. Ya ... saat di mana ia masih menjadi babu dari seorang Regan Shaquilleeo. Entah rasanya justru tidak ada dendam, melainkan menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan.
"Ayo, siap, nggak?" tanya Regan yang baru saja menampakkan diri.
Sontak Edel menoleh, lalu menutup mata cepat—terkejut dengan siapa yang ia lihat sekarang. Cowok tanpa pakaian dan hanya menggunakan celana sepaha. Tampak jelas dada bidang, serta beberapa roti sobek yang menjadi daya tarik bagi cewek ini.
"Kamu kenapa nggak pake baju?"
"Lah, mana ada cowok renang pake baju?"
"Kak Daun pake kaos dalem kalau latihan di rumah."
"Oke." Regan segera melenggang masuk, berlari menaiki tangga untuk mengambil sebuah kaos putih agar Edel merasa nyaman.
Perlahan gadis berambut panjang itu merasa lega, akhirnya tidak menyaksikan penampakkan porno lagi. Baru kemudian setelah Regan kembali, Edel bisa bernapas lega.
"Udah aman?" Regan tersenyum kecil walau sebenarnya menahan tawa lantaran menyaksikan kepolosan Edel. Lagi pula ada-ada saja gadis ini.
Edel mengangguk.
"Yuk!"
"Sekarang?" tanya Edel bingung. Masih sibuk meneliti apakah ia akan tenggelam atau tidak jika memasukkan diri ke dalam sana sampai kepalanya ikut miring ke kiri dan kanan.
"Kenapa lagi, Edelweiss?" Kalau sudah seperti ini, tak lagi kuat ia diam. Apalagi yang dipikirkan sampai menatap aneh air kolam? Mungkinkah belum pernah berenang atau bagaimana?
"Kok kamu ketawa?"
Regan masih sibuk memegangi perutnya. Tak sanggup menjawab pertanyaan Edel. Ah, memang rasanya hari ini ia receh sekali.
Cowok itu langsung berjalan dan melompat ke dalam kolam. Mengurai air, baru kemudian menampakkan kepala ke udara. Loh, ia pikir Edel akan ikut menjatuhkan diri. Tapi ternyata yang terjadi justru sang gadis malah berjongkok di depan kolam—memperhatikan Regan yang juga membeku di tengah gelombang air.
"Lo ngapain diem, sih?"
Edel menggeleng pelan. Sebenarnya ia takut untuk menyentuh air kolam seperti ini, bagaimana jika tenggelam seperti saat itu? Apakah Regan akan menjaganya?
"Aku bakal tenggelem nggak?"
Regan mengusap air yang menempel di pelipisnya, lalu menggerakkan kepalanya cepat agar tetesan cairan yang menghinggap pun bisa ikut pergi.
"Duduk di pinggir sini dulu." Regan menepuk-nepuk permukaan lantai pinggir kolam, Edel yang tak tahu harus berbuat apa akhirnya menurut. Menenggelamkan kedua betisnya, dan duduk diam. Masih berusaha untuk menyuruh kakinya beradaptasi pada dinginnya air.
Tak lama setelahnya, tangan Regan langsung menarik pinggul Edel hingga ikut terjatuh ke dalam kolam. Kini, keduanya berhadapan—saling melempar tatap tanpa pembicaraan. Jujur, Edel takjub pada dirinya sendiri karena tidak tenggelam. Maklum ia memang belum pernah bermain dengan air sebanyak ini.
Seperti ada yang menggerakkan, tangan Edel ikut melingkar pada punggung Regan. Walau masih terapit oleh jarak, tapi rasanya sungguh berbeda. Jantung keduanya pun dengan kompak terus melakukan senam. Semakin kencang rasanya, bahkan hampir copot.
Tiba-tiba saja seorang wanita yang merupakan salah satu pencipta dari Biskuit Regal muncul sembari membelalakkan mata lebar. Tunggu ... apa yang terjadi di antara mereka dengan jarak sedekat itu? Astaga jangan-jangan mereka akan melakukan pergulatan panas di dalam kolam. Tidak boleh terjadi.
"Loh, itu kenapa kalian jaraknya deket banget?"
Seperti reflek, namun Regan langsung melepaskan tangannya dan menarik diri ke seberang Edel. Gadis yang hanya menggunakan tank top dan celana pendek itu pun terdiam tanpa mengerjap sama sekali. Hanya menunggu waktu, bulir-bulir air mata akan segera menampakkan diri.
"Maaf, Ma. Tadi aku mau ajarin Edel caranya renang."
Mari menghela napas lega. Syukurlah kalau belum terpikirkan soal melakukan adegan lain. Kalau begitu, semuanya aman terkendali.
"Oke, awas, ya, kalau ada yang macem-macem. Nanti Mama potong uang jajan kamu, Regan."
"Iya, Ma."
Mari segera pergi dan membiarkan mereka menikmati masa-masa muda. Sedikit berharap bahwa Regan akan berhasil dalam meraih cinta Edel. Supaya tidak mengenaskan karena hampir setiap hari menyanyikan lagu galau walau suaranya jelek.
Supaya anaknya berhenti bernyanyi, lebih baik sebagai seorang ibu yang mendukung segala sesuatu yang positif, Mari terus berdoa setiap hari.
"Ada-ada aja si Mama. Lagian gue mana mungkin nyentuh lo," ucap Regan tak sadar diri. Mungkin ia menganggap bahwa sentuhan di pinggang ataupun berpegangan tangan tidak termasuk dalam kategori sentuhan.
Edel hanya tertawa kecil, beruntung pula air matanya tidak jadi keluar. Jadi, Mari tak akan melemparkan pertanyaan yang mungkin saja membuat keduanya semakin merasa gerogi karena diawasi oleh orang yang sudah tua.
"Yuk kita belajar biar bisa ambil eskul renang tahun depan, supaya kita barengan terus, eh."
"Aku masih nggak tau, sih, Regan. Pengennya ambil eskul masak, biar bisa terus belajar buat menuhin kebutuhan sehari-hari."
"Ambil dua aja." Memang ini kemauan Regan sepihak, kalau bisa bersama dengan Edel selamanya, kenapa harus berpisah?
Edel kembali terdiam.
"Yuk, sini kita belajar." Regan kembali berjalan menghampiri Edel, lalu menarik gadis itu ke tengah kolam supaya tidak terus berdiam diri di sana.
"Kita belajar nyelem dulu, sepuluh detik aja."
"Oke."
"Satu, dua, tiga."
Menuruti apa yang dikatakan Regan, Edel langsung menenggelamkan kepala tanpa mengecek sekitar. Dihitungnya angka sepuluh detik di dalam hati tanpa tahu apa yang sedang terjadi.
Ya ... tentu saja Regan tidak ikut menyelam, melainkan cowok itu sibuk melangkah mundur secara pelan-pelan dan menyender di tepian. Ingin tertawa, tapi harus ditahan supaya gadis itu tidak curiga.
Setelah sepuluh detik terlewati, Edel yang menatap lurus ke depan seraya mengatur napas dibuat bingung. Kenapa temannya mendadak hilang?
"Loh, Regan?" Setelah memanggil, baru ia menoleh. Astaga bagaimana caranya cowok itu sudah berdiri di sana?
Sumpah, Regan tertawa puas saat menyaksikan wajah bingung Edel. Sungguh, gadis ini sangat polos.
"Kamu kok bisa ke sana? Kok aku nggak sadar?"
"Makanya jadi orang yang peka!" celoteh Regan bersama sedikit isi suara hati. Iya, andai saja gadis itu peka, pasti mereka sudah menjalin hubungan.
"Aku peka, kok," balas Edel tak terima. Selama ini, Edel pikir ia peka terhadap perasaan. Bisa merasakan emosi seorang Ariyanto tanpa melihatnya mengeluarkan suara kencang. Andai tertekuk sedikit saja, ia sudah bisa tahu kalau Ariyanto habis kalah berjudi.
Peka sama perasaan gue, njir! Elah, dasar nggak peka!
"Ya udah iya peka, biar seneng."
Ah, lagi-lagi Edel tersenyum. Mengapa semakin hari tingkah Regan rasanya selalu menghibur? Bahkan ia mulai merasa nyaman di saat seperti ini. Terasa bahagia tanpa beban, bahkan semakin ingin menikmati waktu berdua lebih lama. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta?
"Lo bosen nggak barengan sama gue terus?"
Edel menggeleng cepat. "Aku seneng, kok."
"Pantes, berarti kita sama."
"Sama gimana, Regan?"
"Sama-sama merasa nyaman dan mencintai satu sama lain." Astaga ... apa yang baru saja terucap? Regan segera memegang kening. Tidak panas, tapi kenapa otaknya justru semakin menginginkan hal ini lebih cepat? Ya ampun, sadar, ini semua terjadi di belakang Daun. Andai cowok itu tahu, pasti akan berakhir dalam hitungan detik.
Tunggu ... itu artinya ia harus semakin memperbanyak waktu seperti ini di belakang Daun, bila perlu memiliki Edel sepenuhnya walau harus backstreet.
"Maksud kamu?" Beberapa guratan kembali muncul di pelipis Edel.
Weh gemay masa!!!🥺
Happy reading!
Love u,
Bong-Bong❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top