🥕43: Pelayan Baru
Keduanya menghela napas kasar. Hampir saja jantungnya copot kalau tak segera berlari pelan ke samping dan bersembunyi di balik pohon usai menuruni motor.
Terus menunggu di bawah rindangnya daun hijau sambil memperhatikan langkah Daun, apakah sudah memasuki lobby atau belum.
Untung saja Daun sampai terlebih dahulu, jadi Regan masih sempat memelankan gasnya.
"Seru, nggak?"
Edel yang masih mengatur napas dibuat terkejut. Ya ampun pertanyaan Regan sungguh berada di luar logika. Mana ada sisi seru kalau sudah hampir tertangkap basah seperti ini?
"Enggak," balasnya sembari mengusap tetesan air mata yang jatuh karena merasa panik.
Regan dibuat menoleh saat menyaksikan hal yang sudah sering kali ia lihat. "Jangan nangis dulu, Edel."
"Iya, ini lagi dihapus, kok, biar nggak keluar-keluar. Maaf, ya, Regan."
"Ngomong maaf lagi awas."
"Kenapa?"
Tiba-tiba saja dua orang lelaki yang kali ini berhasil dalam menjalankan misi—datang seawal Regan—berlari menghadang keduanya.
"Anjing!" pekik Regan bersama sekali kedipan mata dan jantung yang semakin berdebar. Untung saja ia tidak memiliki riwayat penyakit, jadi aman dari kematian.
Sementara Edel—seperti biasa—masih saja terdiam kaku tanpa mengerjap selama beberapa detik.
"Edel, lo kok malah pacaran sama Regan? Nggak sama gue aja?" tanya Josh sembari memanyunkan bibir. Tak sadar berapa jumlah cewek yang sudah dibuat jatuh hati dan masih ingin menambah koleksi.
Sebuah pukulan langsung ia dapatkan saat itu juga di bagian bahu. Tentu saja berasal dari Doxy yang gemas akan perilaku sahabatnya yang satu ini. Lebih baik semua pacarnya disumbangkan daripada harus dibiarkan menderita seperti itu. Contohnya si Boboho.
Baru saja kemarin datang memohon di atas telapak kaki Josh untuk kembali menjalin kasih. Namun, tentu saja semuanya gagal.
"Gila, lo serakah amat jadi cowok!" balas Doxy.
"Udah, misi. Gue mau ke kelas." Regan segera bergeser ke samping sembari menyelipkan jemarinya di sela jari Edel, lalu berjalan santai tanpa menghiraukan pekikan dari belakang.
Walau terdengar suara langkah kaki yang cepat pun, mereka semakin tidak peduli. Yang ada, langkah Regan semakin dipercepat.
"Pacaran, 'kan, lo berdua?" teriak Josh dari belakang yang masih berusaha menyejejerkan langkah.
Tangan kiri Regan kini berlari ke balik punggung, kemudian mengacungkan jempol agar kedua temannya puas. Padahal rencana untuk menembak saja belum ada. Tak tahu, sih, besok. Lihat situasi dan kondisi juga.
Seketika langkah Josh dan Doxy terhenti. Baiklah mereka akan segera berdiskusi untuk memalak pajak seperti apa.
🌽🌽🌽
Entahlah, kali ini semuanya berbalik. Josh dan Doxy kini menjadi nyamuk di antara mereka. Lagi pula sudah dilarang Regan untuk ikut ke kantin, tapi malah memaksa. Ya sudah terima nasib saja.
"Beliin gue sama Edel bakso, dong."
"Ogah," balas Josh dan Doxy yang masih terduduk di hadapan Regan sambil menatap kosong keduanya. Wajahnya tampak kesal, tapi mau bagaimana lagi? Salah sendiri pula sudah tidak menjalankan rencana dengan baik.
"Cepet, kalau nggak, besok nggak gue kasih contekan ulangan."
Kalau sudah seperti ini, mana berani lagi mereka menolak?
Edel tertawa kecil saat menyaksikan keduanya yang berjalan gontai menuju kantin penjual bakso. Jadi nostalgia, tapi lucu juga kalau dilihat. Yang membuatnya tertawa itu bukan karena posisi yang berbalik, melainkan wajah Josh dan Doxy yang begitu beremosi.
"Nggak apa-apa mereka digituin?"
Regan menggeleng cepat. "Biarin aja. Gantian. Dulu lo digituin sama mereka, sekarang waktunya bales budi," ucapnya tak sadar diri. Padahal dulu dia sendiri yang menjadi dalang, dan sekarang menyalahkan Josh dan Doxy seenak hati.
"Btw, nanti pulang sekolah mau ke mana lagi? Gue siap jadi supir lo."
Ya ... Edel dapat menilai bahwa cowok di sebelahnya ini lumayan bertanggung jawab. Setelah membawanya keluar dari pekerjaan, sekarang ia terus diberikan sebuah service yang bisa membuat Edel merasa lega hampir setiap harinya.
"Emang nggak apa-apa?"
Regan kembali menggeleng cepat. Ia sudah berjanji dengan dirinya sendiri, akan memperlakukan Edel sebaik mungkin setelah sang gadis keluar dari pekerjaan.
"Oh, jadi ini alesan lo keluar kerja." Suara lelaki yang kini menginterupsi keduanya berhasil membuat tubuhnya menegang. Diliriknya secara kompak—siapa yang baru saja berbicara.
"Bu-bukan gi-gitu," balas Edel panik.
Memandang dari kepala sampai kaki nyatanya bisa membuat Regan mengelus dada. Syukurlah, ia pikir tadi Daun, ternyata manusia tidak penting yang sedang memegang nampan berisi dua mangkuk bakso.
"Kepo lo. Cepetan sini, taro di meja!"
"Iya, Baginda Raja," jawab Josh kesal.
Untung saja di jam seperti ini, kantin masih sepi. Jadi, reputasi Josh sebagai cowok playboy yang senang berperilaku baik di depan semua perempuan tidak tercoreng karena sudah menjadi babu. Bisa-bisa para cewek akan merasa jijik karena calon pacarnya mau saja disuruh-suruh.
Doxy? Cowok itu sudah pergi terlebih dahulu—beralasan mengantuk dan ingin tidur sampai jam pelajaran dimulai.
"Udahlah, gue balik juga ke kelas. Mamam tuh berduaan, gue mau cari pacar-pacar gue aja, mau ngapel daripada jadi nyamuk." Josh segera melenggang pergi, sementara Regan dan Edel hanya mengangkat bahu—tampak tak mengerti dengan apa yang membuat kedua manusia itu ngambek. Lagi pula, siapa suruh ikut? Tapi memang lebih bagus seperti ini juga. Jadi, akan lebih terasa waktu untuk berdua tanpa dua ekor lalat.
Kini, di kantin hanya tersisa Edel dan Regan, serta beberapa murid kelas lain yang tak mereka kenal sama sekali. Semuanya sibuk menyaksikan ponsel masing-masing, bahkan juga lebih memilih untuk mendengarkan lagu dibandingkan menikmati kesunyian sejak kantin masih belum dihuni oleh siapa pun kecuali para pedagang.
"Eh, iya, lo mau nggak ikut eskul renang pas kelas XI?" Daripada tak tahu mau membicarakan apalagi sembari menyantap sarapan, lebih baik membahas hal paling penting semuka bumi bagi Regan.
Jika saja Edel tidak mengalihkan pembicaraan, Regan berjanji akan secepatnya menyatakan cinta. Entah sebenarnya bagaimana Regan bisa berpikir seperti ini. Mungkin karena hatinya sedang berbunga-bunga, jadi mudah dalam memutuskan sesuatu secara cepat tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan.
"Aku nggak bisa renang, Regan."
"Bisa, nanti gue ajarin. Kita latihan dari sekarang. Kayak pulang sekolah nanti mau nggak renang di rumah gue?"
"Ke rumah kamu lagi? Mama kamu nggak marah?"
"Masa marah?"
"Iya, kan jadi ngerepotin mama kamu."
"Astaga, enggaklah. Nyokap gue bukan harimau." Ada-ada saja Edel ini, masih pagi tapi sudah melontarkan pertanyaan aneh. Mana ada pula kasus seperti itu, yang ada Mari menjadi semakin senang karena ramai.
"Ya udah, kalau boleh."
Jujur, sejak sikap Regan berubah, rasanya ia jadi sadar bahwa memiliki teman itu memang nyaman. Ia pikir, tak akan ada yang mau berteman dikarenakan gadis ini membosankan. Tapi ternyata Regan mau, bahkan selalu diperlakukan secara special. Walau sebenarnya tak pernah terpikirkan bahwa hal ini akan terjadi.
"Nanti gue anter lo balik dulu buat ambil baju."
Edel mengangguk cepat. Ah, kalau menunjukkan wajah seperti ini kan Regan jadi gemas. Alhasil hidung Edel jadi ia cubit bagian ujungnya. Sekali-kali melakukan hal manis selain bergandengan tangan tidak salah, 'kan? Anggap saja latihan sebelum membawa Edel ke dunia berpacaran supaya tidak kaku ketika menjadi nyata.
Happy reading, Bebsky Piranha!
Love u,
Bong-Bong❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top