🍏24: Jatuh
Pikiran Edel akhirnya kembali dipaksa 'tuk beraktivitas dengan normal. Kepalanya menggeleng, walau masih sulit menemukan titik fokus.
"Ambilin daftar nama siswa, dong, di sana!" perintah Regan sembari menunjuk ke arah meja panitia.
Edel mengangguk takut. Langkahnya pun jadi bergerak dengan lambat. Terus menunduk seperti biasa dan menahan rasa pusing akibat teriknya matahari.
Tangan kanannya sibuk menghalau cahaya agar tak menusuk mata, dan membuatnya sulit 'tuk melihat. Sekelilingnya terasa berputar, tapi baiklah Edel harus bisa menahan diri agar tak terjatuh.
Jarak antara tubuhnya dengan meja panitia terasa begitu jauh, padahal hanya tersisa beberapa meter saja. Sungguh ... mengingat kekerasan Ariyanto adalah hal paling buruk yang pernah Edel lakukan.
Ayo Edel semangat! 'Nggak boleh lemah', kata Kak Daun, batin Edel terus bersorak.
Tatapan Daun yang masih terlihat tajam berhasil membuat Edel melangkah semakin cepat. Walau sebenarnya tatapan Daun terfokus pada Josh dan Doxy yang sibuk berdiam seperti patung. Tapi tetap saja Edel merasa terintimidasi.
Edel kembali fokus pada titik depan, dan akhirnya sampailah ia di meja panitia. Tangannya sibuk memilah kertas, para jari pun terus menggeser kertas-kertas berisi tulisan yang tak Edel pahami.
"Yang mana, ya?" Bola matanya seolah ikut mencari ke sana-kemari. Ah, iya, ternyata ada di tumpukan paling bawah. Sungguh ... seharusnya kertas sepenting ini tak ditaruh sembarangan.
"Woi, cepetan! Jangan kayak keong kalau jalan!"
Edel mengangguk kaku setelah mendengar teriakan Regan dari ujung sana. Daun pun yang tadinya sibuk menginterupsi kedua sahabat Regan dibuat ikut beralih fokus. Seperti melihat dirinya yang dulu saat menjadi ketua eskul. Batinnya sedikit tertawa walau sang wajah tetap dibiarkan tegas.
Di saat itu pula kesempatan bagi Josh dan Doxy untuk kabur semakin besar. Kedua manusia itu segera berlari dengan cepat dan pergi ke kamar kecil. Seolah mencari payung 'tuk berteduh dari hujan emosi milik mantan ketua eskul renang tersebut.
"Lama banget, sih," desis Regan dengan tatapan sinis.
Edel masih melanjutkan langkah seraya menatap pinggiran kolam. Ia berjalan di tepi sembari menggenggam kertas daftar nama itu lemah. Terus berjalan hingga akhirnya tanpa sengaja bertemu sebuah keramik yang tampak sedikit retak.
Sepatu kirinya terpelosok ke dalam, dan tentu saja sang tubuh tak lagi mampu menopang. Dengan cepat dagunya pun ikut mencium lantai. Nasib kertas yang dibawa oleh Edel nyatanya sudah tak lagi jelas nasibnya. Ya ... hilang. Mungkin sudah terlebih dahulu melarikan diri karena takut digenggam oleh Regan.
Emosi cowok itu sontak melonjak. Rahangnya pun mengetat. Matanya ikut menyipit. Dengan cepat ia melangkah maju menyusul Edel. Beberapa siswa ikut fokus memperhatikan drama apa yang terjadi selanjutnya.
Pak Tayo? Ia sudah izin pulang terlebih dahulu lantaran mendapat kabar kalau anaknya harus dibawa ke rumah sakit. Meninggalkan tanggung jawab sebagai guru, dan memberikan seluruh kepercayaan kepada Daun.
Edel hanya mengaduh kesakitan. Rasanya sangat sulit 'tuk bangkit, bahkan memar yang masih bersarang dalam tubuhnya pun ikut bersorak. Merasa senang karena akhirnya mendapat teman baru walau berada di area yang berbeda.
"Aw ...." Gadis itu berusaha bangkit. Segera menarik tangannya 'tuk menumpu tubuh dan kakinya perlahan digerakkan walau sedikit sulit. Pandangannya perlahan mulai kabur, walau masih dipaksa untuk tetap jelas.
"Nggak bener banget, sih, lo jadi orang! Sekarang kertasnya mana?! Lo telen?!" teriak Regan tanpa peduli akan dicap sebagai orang apa selama ini. Sebab menurutnya ini adalah hal normal saat mendapati salah satu panitia yang menghilangkan data penting.
Air mata Edel kembali mengalir. Dengan susah payah kakinya berusaha 'tuk bangkit berdiri, dan ya ... berhasil walau tak tahu sampai kapan ia bertahan.
"Maaf, aku nggak sengaja," ucap Edel lirih.
Daun yang merasa adanya sebuah ketidakberesan antara dua manusia itu segera mengambil kesempatan. Cowok itu ikut berjalan dan berdiri di samping Regan. Tak lagi peduli dengan jawaban Josh dan Doxy, tapi sekarang adalah kesempatan emas 'tuk mencari tahu lebih lanjut siapa gadis ini sebenarnya.
Daun sibuk mengamati Edel dari kepala hingga kaki, bahkan bibirnya sedikit membentuk ukiran sinis saat melihat sebuah ciri khas yang pasti dimiliki oleh sepupunya. Apa jangan-jangan benar kalau gadis ini adalah Edel?
Melihat kehadiran Daun di sana, Regan semakin memasang muka garang. Ini adalah saat yang tepat bahwa ia juga bisa menjadi ketua eskul galak seperti apa yang pernah diceritakan oleh Daun dulu. Sebab ia pernah bercerita bahwa semua murid selalu tunduk kepada Daun dan tak berani membantah dikarenakan takut. Mungkin pula cara itu bisa Regan gunakan nanti saat kelas XI.
"Lo lain kali hati-hati kalau kerja!" pekik Regan lagi.
Edel masih menunduk pasrah. Tak lagi tahu harus berbuat apa, apalagi ada Daun di sebelah Regan. Sepupunya itu kerap memberi tatapan tajam, dan sepertinya pun Daun sangat paham bahwa sepupunya tak bisa diperlakukan seperti itu.
Berkat kehadiran Daun pula akhirnya Edel tak berani menjawab ucapan Regan. Bisa tertangkap basah pula penyamarannya nanti.
"Kalau gue ngomong tuh dijawab, Bangsat!"
Daun masih terdiam seribu bahasa, seolah menikmati teriakan Regan di sebelahnya tanpa merasakan panas di daerah telinga.
"Buka masker lo." Tiga kata yang berhasil membuat Regan dan juga Edel bungkam. Sumpah ... Regan benar-benar lupa bahwa ia yang sudah menyuruh Edel berbuat seperti ini. Ah, tak seharusnya ia mencari muka, mengapa tak ia ajak Edel berbicara berdua saja agar Daun tak ikut campur? Sungguh ... penyesalan memang selalu datang terlambat.
Jantung Edel berdebar semakin cepat. Sudahlah ini adalah akhir dari segalanya. Tak akan bisa lagi menjadikan Daun sebagai titik tumpu 'tuk bercerita. Pasti Daun akan sangat kecewa, dan pasti hal ini juga berdampak bagi Regan. Cowok itu akan menumbuhkan dendam yang lebih andai semuanya terbongkar, dan pasti hidup Edel menjadi semakin tidak tenang.
Aku harus ngapain sekarang? Nggak mungkin buka masker depan Kak Daun. Sama aja aku bunuh diri.
"Cepet buka!" Daun kembali berseru. Ya ... sebentar lagi penyamaran si gadis bermasker ini akan berakhir. Di sini pula menjadi babak penentuan, apakah gadis itu benar-benar sakit? Lalu di lain sisi pula ini adalah bentuk penilaian Daun pada Regan. Apakah cowok itu pantas menjadi ketua eskul tahun depan?
Edel menggeleng pelan. Sang air mata pun tampak mengalir lebih deras hingga membasahi masker yang ia kenakan.
Regan juga masih sama—ikut diam dan panik, berharap sebentar lagi hujan turun, dan semua orang bisa bubar dan menunggu reda. Jadi, Daun tak perlu repot untuk membongkar identitad Edel.
Namun, sayangnya cuaca tampak lebih mendukung si pemilik nama berbau flora ini.
Kira-kira di bab selanjutnya Edel bakal ketahuan apa dibawa lari sama Regan? Coba tebak🤣
Happy tebak-tebak!
Happy reading juga!!!
Love u,
Bong-Bong
Btw rekomendasi di bab ini ada ceritanya azizahKai yang judulnya Radius Satu Meter. Ceritanya lucu loh, Gaes. Kisah tentang seorang malaikat sama anak SMA gitu. Teenfict kok. Ayo kalian kepoin
Trima aciw👩❤️👩
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top