That Day She Need Space From Him
Sun
Aku mengaku salah, caraku memperhatikannya mungkin terlalu berlebihan. Bukannya aku ingin melarangnya untuk menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya, aku hanya tak suka tempatnya.
Aku tahu ia bisa jaga diri, aku tahu ia hanya minum alkohol sekedar untuk menghormati sahabatnya yang berulang tahun hari ini. Tapi sudah jadi sifat dasarku sebagai laki-laki untuk mengkhawatirkannya.
Aku bersikeras untuk memintanya terus mengabariku, semua semata-mata hanya untuk mengetahui keadaannya disana. Aku tahu ia mulai risih dari caranya membalas pesanku.
Entah apa yang terjadi belakangan ini, mungkin ia mulai merasa jengah dengan hubungan kita yang tak kunjung ada kejelasan. Aku mondar-mandir di dalam kamarku, menunggu balasan pesanku yang terakhir. Aku khawatir ia terlalu banyak minum tanpa bisa kuperhatikan. Kalau sudah mabuk, siapa yang tahu kejadian selanjutnya?
Aku terlalu resah untuk menunggu kabarmu di rumah tanpa bisa melakukan apa-apa. Aku mengambil kunci mobilku, memakai hoodie ku dan melangkah ke arah garasi.
Suara mesin diesel mulai meraung sesaat aku menyalakan mobilku. Ku biarkan sejenak menunggu mesin itu memanas sambil menikmati rokok yang baru saja kunyalakan. Tak lama supir keluargaku membukakan garasi, aku jadi tak enak membangunkannya. Ia bertanya kemana aku pergi semalam ini, aku hanya bilang cari angin sebentar dan menyuruhnya untuk tak menungguku pulang.
Aku masuk ke dalam mobilku, menyalakan radio dan memasukan persneling mobilku ke posisi D. Ternyata dingin juga udara malam ini, ku urungkan niatku menyalakan ac dan membuka jendela meresleting hoodie ku. Aku pun mengemudikan mobilku ke arah Kemang.
Walaupun sudah semalam ini, lalu lintas Jakarta tetap ramai seperti biasanya. Seharusnya aku bawa mobil ibuku saja, lebih hemat ruang dan bahan bakar. Panjang umur, ibuku menelepon.
Ia pasti tahu dari para asisten rumah tanggaku kalau aku keluar rumah tengah malam seperti ini. Tak butuh banyak penjelasan ibuku sudah mengerti, ia menitipkan salamnya untukmu.
Ibuku selalu bersemangat setiap mendengar namamu. Katanya, melihatmu sama seperti melihat hamparan bunga daisy di pekarangannya, menyenangkan. Ibuku memang selalu punya bahasanya sendiri untuk memujimu.
Sesampainya di bar & lounge tempat acara ulang tahun temanmu, aku memutuskan untuk menunggu di parkiran saja. Selain aku tak pernah suka tempat ramai dengan musik keras, aku takut menganggu waktumu dengan kehadiranku.
Mulai merasa bosan, aku keluar dari mobilku dan ke warung kecil tak jauh dari sini. Aku memesan segelas kopi hangat menemani rokok Marlboro ku. Aku berbincang dengan bapak penjaga warung itu sambil menunggumu. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kulihat jam di tangaku sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Karena tak enak sudah mengganggu waktu istirahat dan menemaniku, aku mengambil sebungkus roti dan rokok dan meminta bapak penjaga warung mengambil kembalian uangku.
Aku kembali ke arah mobilku sambil melihat ke arah pintu masuk lounge, sudah banyak pengunjung yang meninggalkan tempat itu. Tak sampai aku membuka pintu mobilku, kamu dan teman-temanmu terlihat berjalan menuju parkiran mobil.
Aku memperhatikanmu dari kejauhan, bersiap kalau-kalau ada sesuatu yang buruk terjadi kepadamu. Aku mencoba meneleponmu tapi kamu tak menghiraukan dering telepon di tangan kananmu. Raut wajahnya terlihat sedih dan kecewa melihat layar handphone nya, ia pasti marah denganku. Aku mengirim pesan singkat untukmu, menanyakan kabarmu dan berpesan untukmu untuk menjaga dirimu.
Salah satu teman laki-lakimu terlihat merangkulmu. Kabarnya ia memang sedang mendekatimu, aku hanya bisa menahan rasa cemburuku. Dadaku terasa panas, ingin rasanya aku memukul laki-laki itu. Lagi-lagi kenyataan menyadarkanku, aku bukan siapa-siapa.
Ia masuk ke mobil temannya, lalu tak lama mobil itu mulai berjalan menjauh dariku yang masih terpaku. Aku pun menyalakan mesin mobilku dan kembali ke rumahku. Perasaanku tak karuan, pikiranku melayang-layang, berkali-kali aku dikagetkan oleh suara klakson mobil lainnya di jalan.
Sesampainya di rumah aku langsung naik ke kamarku. Kubiarkan mobilku tak terkunci di garasi, sepatuku pun kubiarkan tergeletak di depan pintu penghubung garasi dan dapurku. Aku hanya ingin cepat-cepat berbaring di kasurku.
Aku terlalu gelisah untuk tidur, aku ingin tahu kabarmu, ingin melihat wajahmu. Belum sempat mataku terpejam, aku memutuskan untuk ke rumahmu.
Moon
Aku kesal setiap kali melihat pesan atau telepon darimu. Tak tahu apa yang salah hari ini denganku. Mungkin aku merasa jengah dengan hubungan kita yang masih abu-abu. Atau aku hanya butuh ruang di luar aku dan kamu.
Salah satu sahabatku berulang tahun hari ini dan berniat merayakannya malam nanti. Aku meminta izin darimu untuk pergi. Entah apa maksudku, kamu kan belum jadi siapa-siapa di kehidupanku. Ibuku saja memperbolehkanku pergi asal aku bisa menjaga diriku, mengapa kamu bersikeras melarangku?
Meskipun logikaku ingin aku untuk pergi, hatiku tak bisa berkilah, aku hanya ingin menurutimu. Aku tak mau kamu mengkhawatirkanku.
Salah satu sahabatku yang lain meneleponku, memohon padaku untuk tetap pergi ke acara itu. Ia berkata ada salah satu sahabatnya yang ingin kenal dan dekat denganku. Jujur saja aku tak peduli dengan laki-laki itu, entah mengapa aku mengiyakan ajakan sahabatku. Mungkin aku hanya ingin membuatmu cemburu, atau ingin perhatian lebih darimu. Aku tak tahu, hari ini perasaanku sedang tak karuan. Mungkin karena sedang datang bulan hormon estrogen menguasai logikaku.
Aku pun bersiap-siap untuk pergi, tak lagi menghiraukan pesan dan teleponmu di handphone ku. Setelah aku siap untuk dijemput, akhirnya ia melunak dan membiarkanku pergi. Hanya itu? Baru saja emosiku mulai naik, kamu kembali berpesan untuk terus mengabarimu dan menjaga diriku. Senyumku mengembang merasakan perhatianmu, aku sengaja tak membalas pesanmu.
Hihi jahat juga aku kalau kupikir-pikir. Maafkan aku, mungkin hanya dengan cara ini kamu mengerti. Baru saja mau menghubungimu, temanku sudah menglakson mobilnya di luar rumahku. Aku bergegas keluar rumah dan memasukan handphone ku ke dalam clutch.
Begitu sampai di bar & lounge tempat acara temanku, aku mulai meragu. Tak ada kamu yang selalu menjagaku, aku melihat ke sekelilingku mungkin kamu diam-diam memperhatikanku dari jauh seperti yang biasa kamu lakukan. Tapi tak ada tanda-tanda keberadaanmu.
Temanku menggandengku untuk masuk ke dalam, ia menyadari keraguanku. Ia berkata tak akan terjadi apa-apa di dalam selama kita tetap berkumpul bersama, baiklah aku mempercayainya.
Ternyata di dalam tak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Musik keras menghentak dicampur dengan suara-suara manusia yang tak ada habisnya membuatku gelisah. Aku tak suka disini, aku berniat untuk menghubungimu untuk menjemputku atau setidaknya menemaniku disini. Belum selesai aku mengetik pesan untukmu, handphone ku diambil oleh temanku.
Ia berkata untuk menikmati malam seperti ini sekali-sekali. Apa yang bisa kunikmati? Aku sendiri bingung. Salah satu teman laki-laki dari sahabatku menghampiriku dan mengajak berkenalan. Aku hanya merespon seadanya. Ia memberikanku gelas berisi minuman alkohol. Aku berusaha keras menolaknya, namun sahabatku yang berukang tahun memaksaku. 'Sam, please come here,' ucapku dalam hati.
Aku tak tahu sudah minum berapa banyak, apa lagi ini pertama kali aku mencicipi minuman beralkohol. Kepalaku mulai pusing dan pandanganku mulai berbayang, aku menyenderkan kepalaku. Laki-laki tadi terus berusaha mengajakku bicara sambil merangkulku, aku tak punya kekuatan untuk menolaknya.
Tak sadar sudah jam tiga pagi, pacar dari sahabatku yang berulang tahun akhirnya berinisiatif untuk mengajak kita pulang. Aku tak sabar untuk meninggalkan tempat ini, buru-buru aku berdiri dari sofa tempatku duduk. Ternyata kepalaku pusing sekali, untung ada laki-laki tadi yang menangkapku saat aku hampir terjatuh. Ia akhirnya merangkulku keluar.
Aku bernafas lega melihat pemandangan di luar. Beberapa sahabatku berkata akan menginap di rumahku karena tak akan dibukakan pintu. Aku berdo'a saja semoga aku masih kuat menyiapkan tempat tidur untuk mereka.
Aku berharap ada sahabatku yang memisahkanku dari laki-laki ini, meskipun ia membantuku jujur saja aku merasa risih dengannya yang terus memegang tubuhku. Handphone ku berbunyi, kulihat layarnya ada nama kamu disana tapi aku terlalu pusing untuk membalas pesanmu.
Aku melirik ke arah parkiran mobil, benar saja, ada mobilmu disana menyala dengan lampu dimatikan. Aku merasa sedikit lega menyadari kehadiranmu yang siap menjagaku kalau terjadi apa-apa saat ini. Sesampainya di depan mobil sahabatku, laki-laki itu akhirnya pamit untuk ke mobilnya.
Sesampainya di rumahku, aku buru-buru menyiapkan tempat tidur untuk sahabat-sahabatku. Untung mereka masih berbaik hati untuk membantuku.
Setelah semua sudah rapih, aku ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan mengganti bajuku. Mereka pun mengikutiku dan meminjam bajuku untuk mereka tidur.
Setelah berbaring, entah mengapa mataku tak bisa terpejam. Sahabat-sahabatku pun begitu, kami hanya tertawa dan akhirnya memutuskan untuk cerita-cerita saja seperti biasanya anak SMA ketika menginap di tempat sahabatnya.
Tiba-tiba terdengar suara gitar dari luar kamarku, salah satu sahabatku membuka tirai jendelaku. Kulihat kamu dengan gitarmu berdiri disana, aku bisa melihat ekspresi terkejutmu melihat ternyata kamarku sedang ramai. Aku hanya bisa tertawa kecil melihat wajahmu yang memerah karena malu.
Coldplay - The Scientist
Come up to meet you
Tell you I'm sorry
You don't know how lovely you are
I had to find you
Tell you I need you
Tell you I set you apart
Tell me your secrets
And ask me your questions
Oh let's go back to the start
Running in circles; coming up tails
Heads on a science apart
Nobody said it was easy
It's such a shame for us to part
Nobody said it was easy
No one ever said it would be this hard
Oh take me back to the start
Aku langsung bergegas keluar rumahku menghampiri dirimu. Senyummu langsung mengembang melihatku. Aku berjalan perlahan ke arahmu, tanganku refleks untuk langsung memelukmu. Aku menyerah, tertarik ke dalam gravitasimu.
Kamu membelikanku aspirin dan sekaleng susu bear brand untuk membantu menetralkan pengaruh alkohol dalam tubuhku. Tingkah kikukmu saat berpesan padaku membuatku gemas ingin mencubit-cubit wajah gemasmu.
Aku menyuruhmu untuk masuk ke ruang tamu. Baru saja kutinggal ke dapur untuk mengambilkanmu minum kamu sudah terlelap di sofaku. Aku bisa melihat raut wajahmu saat tertidur yang kelelahan karena mengkhawatirkanku, maafkan aku.
Kuperhatikan kamu dari dekat, membelai rambut halusmu, dan mengecup punggung tanganmu. Ibuku yang terbangun untuk shalat tahajud memperhatikanku dan kamu yang sedang tertidur hanya tersenyum dari pintu kamarnya.
Kudekatkan mulutku ke telingamu dan kubisikan tiga kata itu, berharap kamu mendengarnya dalam tidurmu. I realized, i don't need space from you. I need you.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top