That Day She Can't Help But to Fall in Love
Sun
Kamu yang selalu punya cara untuk menolak halus kebaikanku. Seperti biasanya, ini bukan kali pertama kamu menghindariku dengan alasan lebih suka jalan kaki ke sekolah. Tapi aku tak kehilangan akal, sengaja aku berangkat pagi buta agar bisa memarkir Vespa-ku di sekolah lalu berjalan ke rumahmu, menunggumu keluar rumah sehingga kamu tak ada alasan untuk menolak ajakanku berangkat bersamaku.
'Hai,' ucapku seadanya. Aku bisa melihat perubahan dari raut wajahmu bahwa kamu merasa sedikit terganggu dengan keberadaanku di atmosfermu.
Ia menyimpulkan senyumnya padaku, tak berkata apa-apa lalu langsung melangkah menjauhiku. Ia tak tahu betapa berarti senyum manisnya untuk hariku yang tak pernah berwarna sebelum bertemu dengannya.
Aku berjalan di belakang mengikutinya, berusaha melindunginya dari apapun yang bisa melukainya tanpa ingin terlihat olehnya. Aku menyadari matanya yang terkadang mencuri pandangannya ke arahku.
Di tengah perjalanan, aku melihat seorang pemulung yang sedang menyuapi anaknya dengan nasi yang mungkin ia pungut dari sisa sarapan orang lain pagi ini. Aku tak tega melihatnya, aku pun merogoh saku celanaku, tanpa pikir panjang aku memberikan semua uang sakuku untuk mereka. Tanpa sadar perutku berbunyi, pagi ini aku tak sarapan sama sekali karena buru-buru tak ingin kehilangan kesempatanku.
Wanita itu tak meninggalkanku, ia berdiri di depan sana melihat ke arahku. Aku tak peduli kalau aku dianggap cari muka di depannya, niatku tulus membantu pemulung ini.
Ia pun mengajakku melanjutkan perjalanan. Sesampainya di gerbang, sahabat-sahabatku sudah menunggu di sana sambil tertawa cengengesan. Mereka tahu, usahaku meluluhkan wanita ini tak akan mudah. Aku buru-buru berjalan ke arah kelas mengikutinya yang mempercepat langkahnya.
Aku memperhatikannya masuk ke dalam kelas lalu meletakkan tas polkadot miliknya di atas mejanya dan bergabung dengan sahabat-sahabat wanitanya.
Aku pun berjalan ke kelasku sambil merogoh iPod ku dari dalam tas, meletakkan tasku lalu langsung keluar kelas untuk menghampiri sahabat-sahabatku yang biasa berkumpul di pos satpam.
Aku mulai mendengarkan musik dari iPod-ku sambil melihat sahabat-sahabatku sedang bercanda satu sama lainnya. Aku memejamkan mataku meresapi lirik yang sedang kudengarkan.
Oasis - Let There Be Love
Who kicked a hole in the sky so the heavens would cry over me?
Who stole the soul from the sun in a world come undone at the seams?
Let there be love
Let there be love
I hope the weather is calm as you sail up your heavenly stream
Suspended clear in the sky are the words that we sing in our dreams
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Come on baby blue
Shake up your tired eyes
The world is waiting for you
May all your dreaming fill the empty sky
But if it makes you happy
Keep on clapping
Just remember I'll be by your side
And if you don't let go, it's gonna pass you by
Who kicked a hole in the sky
So the heavens would cry over me?
Who stole the soul from the sun
In a world come undone at the seams?
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Let there be love
Tak sadar, sebuah tangan menepuk pundakku. Aku membuka mataku, melihat wanita itu menawarkan sebungkus roti keju dan sekotak susu strawberry. Ia tersenyum ke arahku, aku membalas senyumnya. Senyuman itu berbeda, ada sesuatu di balik senyuman itu yang membuatnya lebih hangat dari biasanya.
Aku mengambil roti dan susu itu dari tangannya, membuka bungkusnya dan mulai memakan roti itu dengan lahap. Ia melihatku sambil tertawa kecil dengan manisnya, membuatku semakin jatuh hati kepadanya.
***
Moon
Laki-laki itu terus berusaha untuk dekat denganku. Bukannya aku tak mau, aku hanya ingin memikirkan tentang pendidikanku agar cepat bisa membantu keluargaku yang sedang dirundung kesulitan. Aku tak tahu jika aku punya waktu untuk mencintai orang lain selain kedua orang tuaku. Aku tahu, setelah kejadian hari itu dimana ia menemaniku pulang, suatu hari aku akan menurunkan pertahananku untuk jatuh hati padanya.
Aku pamit kepada kedua orang tuaku untuk berangkat ke sekolah, betapa terkejutnya aku menemukan laki-laki itu sudah berdiri di depan rumah dengan senyum teduhnya dan tingkah kikuknya di depanku yang begitu menggemaskan itu.
Aku membuka pagar rumahku, ia menyapaku singkat. Tak sadar aku membalasnya dengan senyumku. Aku langsung berjalan menjauhinya karena merasa malu, ia mengikutiku dari belakang. Sesekali aku mencuri pandanganku ke arahnya.
Tak jauh dari rumahku, ada seorang pemulung yang sedang memberi makan kepada anaknya. Laki-laki itu spontan langsung berlari ke arah mereka, bersenda gurau, merogoh kantungnya lalu memberikan semua uang sakunya hari ini kepada mereka.
Aku menahan air mataku untuk tak jatuh ke pipiku melihat pemandangan langka ini. Aku tak percaya masih ada laki-laki sebaik dia hidup di abad kedua puluh. Sang pemulung terlihat begitu bersyukur hampir meneteskan air matanya sepertiku. Ia tersenyum tulus ke arah mereka sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan kikuk, membuatku gemas ingin mengacak-ngacak rambutnya.
Aku bisa mendengar suara perutnya berbunyi, aku menahan tawaku agar ia tak malu. Aku tahu ia belum sarapan hari ini, dan baru saja ia memberikan semua uang sakunya untuk pemulung itu. Aku pun mengajaknya untuk melanjutkan perjalanan ke sekolah.
Sesampainya di gerbang, terlihat beberapa sahabatnya mentertawakannya. Aku yang malu langsung mempercepat langkahku ke arah kelas.
Aku meletakkan tasku lalu bergabung dengan sahabat-sahabatku. Aku melihatnya berjalan ke arah kelasnya sambil merogoh iPod kesayangannya dari dalam tasnya. Diam-diam aku menghafal kebiasaannya di sekolah.
Aku mengajak sahabatku untuk menemaniku ke kantin membelikan laki-laki itu sarapan, tak mau ia terkena maag karena tak bisa makan seharian.
Aku membeli roti keju dan susu strawberry yang menjadi sarapan kesukaanku, berharap ia menyukainya juga. Aku berjalan ke arah pos satpam, tahu betul dimana ia menunggu jam pelajaran dimulai.
Ia sedang duduk disana memejamkan matanya sambil mendengarkan musik. Seperti itu ia setiap pagi, memililih untuk menyendiri di tengah keramaian, ia dan iPod nya. Aku bertanya-tanya sedang mendengarkan apa ia pagi ini, berharap suatu hari ia berbagi earphone-nya denganku, sesuatu yang tak pernah kulihat darinya. Sepertinya ada sesuatu yang begitu pribadi antara ia dengan musiknya.
Aku berjalan masuk ke dalam, terlihat beberapa sahabatnya tersenyum ke arahku. Aku malu, aku tahu wajahku menyala merah saat mendekatinya.
Aku memperhatikan wajahnya yang terlihat menggemaskan dengan kaca mata tebal khasnya. Aku memberanikan diri untuk menepuk pundaknya, lalu menyodorkan roti dan susu ini untuknya.
Tanpa sadar senyumku mulai mengembang lagi, ia pun membalas senyumku sambil menerima pemberianku. Ia membuka bungkusan roti itu dan mulai memakannya dengan lahap. Aku hanya bisa tertawa kecil melihatnya. Di saat itu lah aku tahu, tak mungkin bagiku untuk tidak jatuh hati kepadanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top