7 | Approaching
Kantin siang itu terlihat ramai. Agi sudah berada di salah satu mejanya sambil menghela napas. Sudah dua cangkir kopi yang ia habiskan siang itu, kalau ia pesan secangkir lagi bisa-bisa perutnya bakal kembung. Siang hari ini ia punya janji bertemu dengan Galuh. Gadis itu pasti akan ke kantin bukan siang ini? Pastinya sih. Lagipula dosen-dosen di kampus hampir semuanya pasti ke kantin untuk sekedar makan siang, kecuali mereka yang membawa bekal.
Beberapa mahasiswa terlihat bergerombol di sudut ruangan, mereka ketawa-ketiwi membahas berbagai persoalan. Sebagian di antara mereka ada yang berdiskusi. Mungkin cuma Agi saja di kantin itu yang tidak punya teman. Tetapi tak masalah, ia sudah terbiasa dengan semua ini. Sendirian merupakan temannya sejak dulu, semenjak ia datang ke kota ini juga ia sendirian. Tak ada siapapun yang menemaninya. Kalau orang lain memiliki teman manusia, mungkin hanya dia saja yang memiliki teman yang namanya kesendirian
Sudah satu jam dia duduk. Tak ada tanda-tanda Galuh akan pergi ke kantin. Haruskah ia menemui Galuh di ruang dosen? Dia sangat ingin membicarakan perihal makhluk asing itu dengan Galuh. Dia tak mau menghubungi orang yang ada di kartu nama itu, ia ingin bisa berbicara langsung dengan orang-orang yang sama-sama memiliki kekuatan ajaib. Kesal menunggu dia pun pergi.
Langkah kakinya menuntunnya menuju ke ruang dosen tempat fakultas MIPA. Tak jauh dari kantin tempat ia duduk selama satu jam lebih tadi. Sesampainya di sana ia berdiri sejenak melihat sekeliling. Beberapa orang lalu lalang di tempat itu dengan urusan mereka. Sementara itu para dosen terlihat sedang sibuk di dalam ruang dosen. Kemudian Agi melihat Galuh dari luar. Kaca jendela yang ada di ruang dosen itu membuatnya bisa melihat apa yang sedang dikerjakan gadis itu di dalam sana.
Hari itu Galuh memakai kerudung abu-abu. Dia tampaknya sibuk. Ah, iya. Dia sibuk. Kenapa pula aku harus memaksa dia untuk menemuiku? Bodoh sekali aku.
Ada sedikit rasa penyesalan di dalam dirinya. Mungkin dia egois, setiap orang pasti punya urusan mereka sendiri-sendiri lalu kenapa ia harus memaksa bertemu dengannya? Lagipula ia tak perlu menyalahkan Galuh kalau tak ingin bertemu dengannya. Matanya terpejam. Pikirannya mulai membuat sebuah radar yang bisa memantau semua pikiran manusia yang ada di tempat itu. Kemampuan psikokinesis yang dia miliki mulai bekerja.
"Bisa-bisanya aku sibuk hari ini, mana harus menyusun modul lagi. Seminggu ini sepertinya aku harus berkutat kepada penelitian, ingin rasanya aku segera menyelesaikan thesisku," terdengar suara Galuh melalui pikiran.
Agi membuka matanya. Dia melihat wajah Galuh yang sepertinya tertekan. Agi memusatkan pikirannya untuk melihat pikiran Galuh lebih dalam lagi. Dia melihat sesuatu yang lain, Galuh tampak seperti ketakutan.
"Sebenarnya aku ada janji siang ini, tetapi aku tak bisa melakukannya. Aku takut kekuatankulah yang menyebabkan dia seperti ini sekarang. Fokus Gal, fokus. Kau tak boleh melakukannya lagi. Biarlah dia marah kepadaku karena aku tak menepati janji, asalkan aku tak membuat orang lain celaka. Semoga dia bisa memaafkanku. Ah, walaupun tak memaafkanku juga tak apa-apa," ucap Galuh dalam pikirannya.
Pemuda itu menutup kekuatannya. Dia mengangguk paham. Galuh hari ini tak ingin diganggu. Memang ada raut wajah kecewa tetapi paling tidak, entah kenapa ia bisa lega melihat gadis itu hari ini meskipun tak berbicara kepadanya. Dia menyentuh jantungnya yang berdenyut kencang.
"Baiklah Prof, aku tak akan mengganggumu. Aku akan cari kesempatan lain," gumam Agi. Dia pun kemudian berbalik melangkah pergi. Sepertinya hari ini ia tidak beruntung. Dia berharap lain kali ia bisa berbicara dengan Galuh.
* * *
Secangkir kopi panas tersaji dengan uap mengepul dari atas permukaannya yang berwarna gelap. Pagi yang cerah dengan sinar matahari menembus kaca jendela tempat Johan bekerja. Di meja kerjanya terdapat tumpukan naskah yang sudah selesai ia baca dan pelajari. Sebagian ia corat-coret untuk dikoreksi dari berbagai kesalahan. Ini kopi dia yang ketiga. Sambil menatap langit yang cerah perasaannya resah. Bukan karena tidak ada awan, bukan pula karena sinar matahari yang panas menyengat, melainkan sesuatu dari kejauhan yang mampu ia rasakan. Di atas mejanya terdampar beberapa artikel yang dia unggah dari internet, sebagian ada gambar-gambar berserakan. Di atas kursi ada sebuah surat kabar yang memberitakan headline tentang penampakan makhluk luar angkasa yang ditumbangkan oleh pesawat TNI AU dengan judul yang cukup membuat orang tertarik "KITA TIDAK SENDIRI DI DUNIA INI".
Kenyataannya ada makhluk alien dari luar angkasa menghampiri bumi telah membuat trending topik selama beberapa hari terakhir. Orang-orang mulai sibuk membahas berita ini, bahkan berita ini juga sampai ke luar negeri. Sosial media mulai sibuk membahas tentang alien dan kompirasi, tentang agen-agen pemerintah yang sepertinya berusaha menutup-nutupi kenyataan tentang alien tersebut. Beberapa video youtube juga merekam bagaimana pertempuran pesawat TNI itu di angkasa. Hanya saja pihak TNI AU menyembunyikan identitas pilot-pilot yang terlibat dalam pertempuran tersebut kecuali satu pilot saja yang telah gugur.
Johan tahu siapa yang menerbangkan pesawat dan menumbangkan alien itu. Dia tahu kalau itu adalah Samudra. Selama bertahun-tahun terakhir setelah Leviathan mencoba menenggelamkan Jakarta, dia telah bertemu dengan banyak orang yang memiliki kekuatan ajaib. Dia berkunjung dari satu tempat ke tempat lain, dari satu negara ke negara lain, dari kota ke kota. Johan hanya berpesan kepada mereka "Suatu saat nanti kekuatan kalian dibutuhkan untuk menyelamatkan planet ini". Dia mengira saat itu sudah mulai dekat.
Kedatangan Sheila mengejutkannya. Istrinya mengambil surat kabar yang ada di kursi. Diletakkan surat kabar itu di atas meja lalu Sheila duduk di kursi yang kosong. Rambutnya yang menutupi telinga ia sibakkan. Iris matanya yang berwarna biru mulai menjelajah wajah suaminya yang sedang kusut. Dia tahu beban yang dirasakan Johan tidaklah ringan. Menjadi seorang Geostreamer tidaklah mudah. Kali ini hampir tiap hari Johan berbicara dengan planet. Tidak seperti biasanya. Dosis kopi yang dia minum pun makin banyak, Sheila khawatir dengan kesehatan suaminya.
Perlahan-lahan ia menggenggam tangan suaminya. "Istirahatlah. Nikmati saja hari ini! Bukan kamu saja yang harus bekerja, aku bisa membantumu sebagaimana biasanya."
Johan tersenyum. Dia tahu istrinya sangat mengkhawatirkan dirinya melebihi apapun. Dia tak seharusnya membuat Sheila khawatir. "Mereka sudah datang," kata Johan sambil meletakkan tangannya yang satunya ke atas surat kabar tadi.
"Aku juga sudah tahu. Tetapi apa yang bisa kita lakukan selain berharap tidak terjadi hal yang buruk?" ujar Sheila. "Kita pasti akan menemukan jalan keluarnya."
"Yang aku takutkan bukan mereka. Dengan orang-orang berkekuatan ajaib yang telah aku kumpulkan kita bisa melawan mereka, hanya saja ada sesuatu yang tidak bisa aku lakukan," kata Johan. Kali ini matanya terpejam.
Sheila mengernyit. "Apa?"
"Aku tak bisa berbicara dengan mereka. Bagaimana aku bisa mengerti mereka? Apa yang mereka inginkan di bumi ini? Kenapa mereka harus ke bumi? Lalu apa yang diinginkan bumi kepada mereka dengan memanggil entitas itu ke sini? Bumi tak memberikan jawabannya. Dan yang aku takutkan juga terjadi," terang Johan.
"Apa? Apa yang kau takutkan?"
"Omega. Dia telah memberikan kekuatannya kepada seseorang. Dan aku tak tahu siapa orang itu. Dia seolah-olah bisa menghapus semua memori yang tertulis di atas bumi. Orang itu punya sifat yang kejam. Dia akan menggunakan kekuatan itu untuk tujuan lain. Kita harus menemukan orang itu," jelas Johan. "Tapi aku tak tahu harus mulai darimana."
Sheila mendesah. "Apa tak ada cara lain untuk mengetahuinya?"
"Aku ingin menemui seseorang yang bisa berkomunikasi dengan makhluk itu," kata Johan.
"Kau tahu siapa orangnya?"
Johan menggeleng. "Aku tak tahu. Aku bisa mendengar bumi bersuara, aku juga bisa berkomunikasi dengan planet ini, tetapi untuk mengetahui dia bisa berbicara dengan makhluk ini aku tidak tahu. Seolah-olah makhluk itu berbicara dengan cara yang tidak biasa."
"Aku ingin bisa mendengar makhluk itu bicara. Mungkin dari suara yang dia hasilkan aku bisa tahu pita warna-warni yang keluar darinya," ucap Sheila.
"Kamu tak bisa melihatnya dari rekaman video amatir di youtube?" tanya Johan.
Sheila menggeleng. "Aku harus melihat makhluk itu langsung. Aku bukan cenayang."
Johan mengerutkan dahi. "Apa kita harus ke Malang?"
"Hmm, mungkin. Apa kita jadwalkan saja untuk liburan?"
"Sebenarnya kita tidak untuk berlibur ke sana. Tetapi...," Johan diam sejenak. "Baiklah, mungkin kita harus ke Malang. Siapa tahu kita bisa berkomunikasi dengan makhluk itu."
"Kamu tahu di mana mereka menyekap makhluk itu?"
Johan mengangguk. "Tetapi untuk masuk ke sana tidaklah mudah."
Sheila mengangguk. "Aku paham. Tetapi setidaknya kita bisa mencoba."
Johan mengambil secangkir kopi panasnya. Ia menyeruputnya sedikit, setelah itu dia menggenggam tangan istrinya lagi. Pernikahan mereka sudah lumayan lama. Bertahun-tahun hingga anak-anak mereka sekarang sudah besar. Johan sangat berterima kasih kepada Sheila yang mau mendampinginya sampai sekarang.
"Terima kasih atas semuanya," kata Johan.
Sheila mengangkat alisnya. Dia tersenyum. "Kau tak perlu berterima kasih. Ini adalah tugasku sebagai seorang istri yang harus mendampingimu sampai akhir."
"Kalau dunia memang berakhir sebentar lagi. Aku ingin kau adalah orang yang aku genggam tangannya untuk yang terakhir kali," ujar Johan.
"Kau jangan berpikir seperti itu. Dunia masih belum berakhir. Kita masih bisa berjuang, meskipun tak ada manusia yang akan memberikan ucapan terima kasih kepada kita, tetapi setidaknya setiap hari kita sudah membantu mereka," kata Sheila. "Aku tak pernah menyesali hidup bersamamu selama ini. Aku masih ingat ketika aku melihatmu berbicara dengan bumi. Aku melihat cahaya pelangi berpendar keluar dari tubuhmu, seolah-olah kau sedang bersatu dengan bumi. Aku tak pernah menyaksikan orang yang mengeluarkan tujuh warna sekaligus seperti dirimu. Saat itulah aku langsung percaya kalau engkau bukanlah orang jahat. Mungkin saat itu aku sudah merasakan kalau kau adalah manusia yang dikirimkan oleh Tuhan kepadaku. Saat itulah perasaan cintaku untuk pertama kali muncul. Hatiku berkata 'Orang ini bisa dipercaya'. Jangan pernah meragukan dirimu sendiri, sebagaimana aku tak pernah meragukanmu. Aku akan menemanimu hingga akhir."
Seperti mendapatkan kekuatan baru, kata-kata Sheila benar-benar membuatnya seperti tersiram oleh air terjun. Johan kemudian menggeser tubuhnya. Perlahan-lahan ia mencium kening istrinya dengan penuh perasaan. Ada alasan Johan berkata seperti itu tadi, sebab dari semua anak-anaknya tak ada satupun yang memiliki kemampuan yang sama seperti dirinya. Boleh dibilang saat ini dia adalah geostreamer terakhir yang ada di bumi. Kalau tak ada lagi geostreamer di bumi, maka planet ini sudah tidak membutuhkan lagi keberadaan manusia.
* * *
Beberapa hari kemudian hari perkuliahan efektif sudah dimulai. Yuyun ikut beserta mahasiswa lainnya mengikuti masa orientasi. Selama masa orientasi Mahasiswa Baru mendapatkan berbagai tugas di setiap fakultasnya. Beruntung memang Yuyun bisa kuliah di kampus tersebut melalui jalur khusus. Hari-hari dia lalui bersama Agi, tiap berangkat ke kampus ia pasti diantar jemput oleh kakaknya. Padahal sebenarnya itu cuma modus cowok itu untuk bisa menanyai atau melihat Galuh. Seperti yang terjadi hari itu.
Indra sedang melihat ponselnya. Dia asyik membuka youtube. Video yang dia lihat juga bukan video biasa, melainkan sesuatu-sesuatu yang bersifat aneh, misterius dan supranatural. Saat ini sedang menghangat isu tentang alien. Hampir tiap hari orang-orang membicarakannya. Dia juga senang melihat video pendapat orang-orang tentang peristiwa yang terjadi di Indonesia. Para pakar juga berpendapat macam-macam tentang teori konspirasi. Yang jadi pertanyaannya adalah kenapa harus Indonesia?
Sudah selama setengah jam Indra menonton video. Agi yang saat itu sedang sibuk sedang tabletnya juga jadi penasaran video apa yang sedang dilihat oleh temannya itu. Diam-diam Agi mulai membaca-baca banyak tulisan tentang penelitian gelombang suara. Dia mulai mempelajari apakah otak juga memancarkan frekuensi ataukah tidak. Karena dia adalah seorang yang memiliki kemampuan psikokinesis, maka seharusnya semuanya bisa dijelaskan secara ilmiah. Kalau alien saja bisa dijelaskan secara ilmiah, maka seharusnya kekuatan psikokinesis, kekuatan yang dimiliki oleh Galuh, juga makhluk-makhluk Kesadaran Bumi juga bisa dijelaskan secara ilmiah.
Agi membaca penelitian tentang seorang ilmuwan tentang otak yang mengirimkan frekuensi. Tidak sembarang manusia bisa menggunakan kekuatan ajaib, termasuk juga seperti apa yang dilakukan oleh Agi. Menggunakan kekuatan psikokinesis bukanlah hal biasa bagi manusia. Dia jadi tertarik tentang bagaimana seseorang merasakan apa yang dipikirkan oleh orang lain, mengetahui isi pikirannya, bahkan juga bagaimana otaknya bisa mengendalikan sesuatu tanpa menyentuhnya. Apakah otak mengirimkan gelombang tertentu? Ataukah ada sesuatu yang membuat benda-benda bergerak, berhenti, berputar dengan kekuatan pikirannya?
Setiap benda di alam ini memiliki frekuensi mereka sendiri-sendiri. Mereka memiliki resonansi artinya saling merespons apabila memiliki satu frekuensi yang sama. Ini juga bisa terjadi ke dalam kehidupan manusia pada umumnya. Terkadang seseorang bisa merasakan kehadiran orang lain atau bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain padahal mereka tak punya medium untuk itu. Seperti yang terjadi kepada dua orang bersaudara. Bagaimana mereka bisa merasakan perasaan yang dirasakan oleh saudaranya itu? Ada ikatan batin? Lalu apa sebenarnya ikatan batin itu?
Sebagaimana alien itu tiba-tiba bisa bisa berkomunikasi dengan Agi. Bagaimana cara alien itu berkomunikasi? Kenapa pandangan Agi tiba-tiba bisa berubah? Apakah itu salah satu cara makhluk itu berkomunikasi? Bagaimana caranya? Apakah karena ada frukensi di dalam diri mereka yang sama?
"Umak sedang apa?" tanya Indra. "Sepertinya serius."
Agi tidak menjawab. Dia mencoba membaca pikiran sahabatnya. Untuk bisa membaca pikiran Indra tak sulit, sebagaimana ia bisa membaca pikiran orang lain. Cukup hanya mencari frekuensi yang tepat maka ia bisa mendapatkannya. Ketika kekuatan psikokinesisnya bekerja, otaknya seperti membuat sebuah radar. Dengan radar tersebut dia bisa mencari orang-orang yang ingin dia ketahui isi kepalanya. Seperti sekarang, Agi bisa mengetahui isi pikiran Indra yang sekarang ini sedang tertarik dengan alien, bahkan ia berencana untuk pergi ke luar angkasa kalau misalnya ada tour ke sana. Agi sempat tertawa ketika mengetahui kalau cucian temannya itu bau karena lupa direndam lama. Satu kos-kosan sampai terkena polusi bau.
"Ih aneh, tiba-tiba ketawa," ujar Indra sambil begidik.
"Oh nggak apa-apa. Aku jadi teringat salah seorang temanku yang cuciannya lupa belum dicuci. Direndam berhari-hari sampai membusuk," sindir Agi.
"Anjrit! Tahu darimana umak?"
"Apanya?" tanya Agi pura-pura bego.
"Ayas emang ngerendem cucian sampai bau. Lupa sob!" jelas Indra.
"Oh kamu juga berarti?"
"Eh, serius nih. Kukira ayas tadi. Emangnya siapa yang pernah seperti itu?" tanya Indra penasaran.
"Ada deh," jawab Agi.
Indra melihat ke tumpukan buku yang menggunung di meja belajar temannya. "Itu buku buat apaan? Ribet amat sampai dibawa ke kos-kosan segala."
Agi menepuk-nepuk buku-buku tersebut sambil nyengir. "Ini harga yang harus aku bayar kalau ingin deket dengan dosen baru itu."
"Hah? Dosen baru?"
"Bu Galuh. Dosen geofisika. Orangnya cakep kan?"
"Oh, yang itu. Anjay! Sinam orangnya. Serius ngincer dia?" tanya Indra penasaran.
"Yoi. Lagian sekarang adikku tinggal satu kos ama dia," jelas Agi.
Indra langsung menepuk jidatnya. "Wah, wah, wah. Pelanggaran ini. Koq nggak dikenalin adiknya ke ayas? Tega umak ama temen."
"Wegyah! Lha lapo aku kenalin umak ke adikku?"
"Sam, gini deh!" ucap Indra sambil merangkul sahabatnya. "Ayas bisa nraktir umak makan sepuasnya, asalkan bisa kenalan ama adikmu. Siapa namanya? Yuyun? Nah, gimana?"
"Mau sih mau. Tapi ayas nggak mau punya ipar macam umak," ledek Agi.
"Ayolah sam. Masa' umak tega lihat ayas menjomblo gini? Kenalin lah, kalau nggak jadi juga nggak apa-apa," rayu Indra.
"Wegyah. Aku mau nemuin Bu Galuh lagi," ucap Agi sambil menghindar. Dia menyingkirkan tangan Indra.
"Lho, ayolah saam!" bujuk Indra.
"Usaha sendirilah. Masa' umak lewat jalur khusus? Nggak fair dong padahal cowok-cowok lain mau deketin adikku secara langsung," cerita Agi.
"Eh, serius?"
"Iyalah, jarang ada orang Jepang masuk ke sini," kata Agi.
"Waduh, saingannya banyak," ucap Indra sambil mendesah.
"Wis ya. Aku mau jemput adikku pulang. Udah sore nih," ucap Agi. "Kalau mau pergi kunci aja kamarnya, trus titipkan ke ibu kos."
"Sam, ikut!" ujar Indra sambil buru-buru beranjak. Dia langsung mengambil ranselnya lalu keluar dari kamar.
"Dasar!" ucap Agi sambli menggelengkan kepala. Dia mendorong Indra yang menghalanginya di pintu.
Tak butuh waktu lama untuk mereka berdua sudah berboncengan di atas sepeda motor metik kesayangan. Matahari sudah condong ke barat saat Agi memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir. Dia segera menuju ke tempat fakultas dimana Yuyun berada. Tak susah menemukan gadis cantik itu. Dia dikerubuti oleh banyak anak-anak senior, sebagaimana bunga yang dikerubuti oleh banyak kumbang.
"Tuh kan, apa ayas bilang," ucap Agi sambil menepuk pundak Indra. Indra mendengus kesal melihat pemandangan itu. Agi segera menghampiri Yuyun.
"Eh, Mas Agi!" sapa Yuyun.
Melihat Agi datang segera saja para senior itu menoleh ke arahnya. "Betah disini?" tanya Agi. "Iya dong, harusnya betah. Dikerubuti kumbang-kumbang." Para senior itu langsung tertawa mendengar ucapannya.
"Sorry mas bro. Tapi jangan khawatir adik Yuyun nggak disentuh koq. Masih steril," ucap salah satu senior.
"Steril matamu suwek! Emangnya adikku kau anggap alat kontrasepsi apa?" ucap Agi disusul gelak tawa para senior. Kebanyakan para senior itu satu angkatan dengan Agi. Bahkan beberapa di antara mereka satu jurusan.
"Yowes mas bro, silakan dijemput adiknya. Besok ketemu lagi ya dik Yu-chan?!" goda senior lainnya.
Yuyun lalu langsung berdiri sambil menaruh ranselnya di punggung. Ia lalu menggandeng Agi untuk beranjak pergi. Para senior itu geleng-geleng melihat pemandangan tersebut. Mereka melihat Yuyun seperti dewi yang baru turun dari kayangan. Agi lalu menghampiri Indra.
"Kamu pulang sendiri yah?!" ucap Agi.
"Iya, bisa dimengerti. Hai Yuyun, kenalin aku Indra," ucap Indra.
"Oh, Mas Inda. Oni-chan pernah cerita kalau punya teman yang bawel. Ini ya orangnya?" kata Yuyun sambil menjabat tangan Indra.
Indra melongo. Dia menoleh ke Agi yang cengar-cengir. "Asem kowe. Nggak, Mas Indra nggak bawel koq. Mas Indra orangnya ganteng dan baik hati."
"Ganteng dari spion? Udah ah. Sampai ketemu besok!" ucap Agi kepada Indra untuk pamit.
"Ya ya ya, sampai besok. Sampai besok juga dek Yuyun," ucap Indra berpisah dengan keduanya.
Yuyun segera naik ke sadel belakang sementara kakaknya menghidupkan sepeda motor. Tak lama kemudian mereka sudah melaju di atas jalan raya untuk mengantar Yuyun pulang.
"Gimana kabar Galuh?" tanya Agi.
"Mbak Galuh baik-baik saja mas. Tapi hari ini sepertinya ia menemui orang lain," jawab Yuyun.
"Menemui orang lain? Maksudnya?"
"Katanya sih pekerjaan gitu," jawab Yuyun.
"Oh, pantes aja tadi sepertinya tak kelihatan di kampus," ucap Agi.
Setelah mengantar Yuyun kembali ke tempat kos, Agi bertanya-tanya apakah Galuh sudah ada di rumah atau belum. Dia sempat melongok-longok ke teras.
"Mas mau masuk dulu?" tanya Yuyun.
Agi mendesah. "Nggak deh. Mas langsung pulang aja."
"Mas, sudah punya nomornya Mbak Galuh?" tanya Yuyun.
Agi menggeleng. Tentu saja, Galuh hanya memberi dia kartu nama orang lain, tak pernah memberinya nomor telepon. Seolah-olah gadis itu menghindar darinya.
"Mau aku kasih?" tanya Yuyun.
"Oh, boleh," jawab Agi.
"Tapi jangan bilang-bilang dari aku yah. Ntar aku dimarahin. Orangnya agak tertutup gitu," jelas Yuyun. "Aku tak tahu apa yang terjadi tapi sepertinya Mbak Galuh punya persoalan yang membuat dia lebih banyak menghindari orang lain daripada menemuinya."
Agi menyerahkan ponselnya ke adiknya. Yuyun segera menerimanya lalu memasukkan nomor milik Galuh ke dalam kontak ponsel itu. Setelah itu ia memberikan ponsel kakaknya tadi kembali.
"Darimana kau tahu?" tanya Agi sambil memeriksa kontak baru bertuliskan Galuh.
"Yang cerita Mbak Ririn. Mbak Galuh jarang sekali menemui orang-orang bahkan mahasiswanya kalau ingin ketemu saja harus di kampus. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sambil membaca buku, selain itu dia jarang keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan. Hanya saja, sepertinya hari ini ada urusan yang sangat penting yang membuat dia harus keluar dari rumah," jelas Yuyun.
Agi bertanya-tanya. Urusan penting apa yang membuat Galuh keluar. Dia mungkin bisa mencoba untuk mencari Galuh. Siapa tahu ia butuh bantuan. Lagipula sekarang ini ia tak punya acara apapun selain nanti malam harus kerja shift malam.
"Kemana dia pergi? Apa dia memberitahumu?" tanya Agi.
"Kalau aku tahu, sudah aku beritahu oni-chan dari awal," jawab Yuyun. "Tapi ngomong-ngomong oni-chan benar-benar suka kepadanya kan?"
Agi mengangguk, "Tentu saja! Aku sudah menyukainya sejak lama."
"Syukurlah kalau begitu. Tak ada salahnya kalau oni-chan mencoba untuk menemuinya kapan-kapan. Mengajaknya kemana gitu," ujar Yuyun.
"Itu sudah ada di dalam pikiranku, tetapi aku masih sibuk bekerja. Maklumlah kerjaku sampai malam," ujar Agi.
"Ya sudah, dicoba aja ya oni-chan," kata Yuyun.
"Baiklah. Arigatou Yu-chan. Ittekimasu!" Agi undur diri.
"Itterasshai!" ucap Yuyun sambil melambaikan tangan.
Pemuda itu pun langsung menstarter motornya untuk kembali ke kosnya. Dia penasaran ada urusan penting apa Galuh sampai tidak ada di rumah hari ini? Buru-buru Agi menyingkirkan pikiran-pikirannya yang mengambang. Dia lebih memilih untuk bisa nari sebagai driver Ojol setelah ini. Lagipula poinnya hari ini belum penuh. Agi langsung kembali ke kosnya untuk mandi sekaligus memakai jaket khas driver Ojol. Setelah ia melakukannya segera saja ia aktifkan aplikasi driver Ojolnya di ponsel. Langsung saja ada beberapa pelanggan yang sudah me-request. Agi mengangkat alisnya ketika ada sebuah foto pelanggan yang sangat dikenalnya.
"Galuh?" gumamnya. Ia segera memencet tombol "Terima".
Tak perlu ditanya lagi, segera ia menggeber sepeda motornya untuk melaju di atas jalan raya menjemputnya. Galuh terlihat berada di taman. Sedang apa dia di sana? Untuk menuju ke taman itu tidaklah lama. Jaraknya cukup dekat sehingga kurang dari lima menit Agi sudah berada di taman tersebut. Galuh sudah langsung mengenali driver Ojol yang menjemputnya. Dia mencari-cari keberadaan Agi. Sengaja Agi mengamatinya dari jauh terlebih dulu. Galuh mengernyit saat melihat ponselnya, dia melihat kalau Agi harusnya sudah tiba, tapi batang hidungnya tidak kelihatan. Perlahan-lahan Agi mendekati Galuh.
"Sore?!" sapa Agi.
Galuh terkejut saat tiba-tiba Agi mendatangi dengan sekuter metiknya. "Kukira kesasar tadi. Kulihat di layar kamu udah tiba tapi koq tidak kelihatan."
"Aku tahu koq kamu nyari aku, sengaja aja," ujar Agi.
Galuh menyatukan alisnya. "Nggak lucu. Sudah sore nih, anterin pulang."
"Siap tuan putri," kata Agi sambil menyerahkan helm penumpang kepada Galuh.
Galuh menerimanya dengan tampang cemberut. "Aku duluan yah, Win! Ratri?!" ucap Galuh sambil melambaikan tangannya kepada dua orang wanita yang berada di taman.
Agi menoleh ke arah dua orang yang disapa Galuh. Ada dua orang perempuan yang membalas lambaiannya. Pemuda itu langsung mengenali salah satunya. "Lho?! Dokter Windi?"
Galuh langsung menyahut, "Kamu kenal ama Windi?"
"Iyalah, dia yang merawat aku setelah aku pingsan karena berkomunikasi dengan alien itu," jawab Agi.
"Ooh, begitu." Galuh mengangguk-angguk.
"Hati-hati di jalan, Gal!?" seru Windi.
Agi ikut melambai. "Halo, Bu Dokter!"
Windi segera menyahut. "Lho? Kamu kan?" Dia langsung menghampiri Agi dan Galuh bersama Ratri. Tampak Ratri juga sedang menggendong anak.
"Iya, ini ayas. Pasien yang dulu di rumah sakit," ujar Agi.
"Ealah, dunia ini sempit," ucap Windi.
Ratri langsung menimpali, "Awas ya, jangan macam-macam ama Galuh."
"Oh tenang aja, Bu Galuh ini dosen favoritku. Bakal ayas jaga sampai tujuan," ucap Agi.
"Cieehh, dosen favorit. Tumben Lo punya fans Gal," goda Ratri.
Galuh memutar bola matanya. "Please deh girls! jangan godain aku."
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Windi ke Agi.
"Sudah baikan, dok. Makasih banyak," jawab Agi.
Agi mencoba untuk membuka pikirannya. Dia masuk ke dalam pikiran Galuh, Windi dan Ratri. Kekuatannya mulai bekerja, membaca setiap pikiran Windi dan Ratri. Dalam pembacaan gerak cepat melebihi kecepatan prosesor yang paling canggih sekalipun membuat otaknya terasa panas. Dia mengambil semua data yang ada di otak ketiga perempuan yang ada di hadapannya itu. Dalam kecepatan sepersekian mili detik Agi bisa melihat masa lalu Galuh, dia melihat orang tua yang memberikan gadis itu kekuatan pesona. Dalam sepersekian mili detik berikutnya pemuda ini bisa melihat masa lalu Windi dan Ratri yang diberikan kekuatan penakluk air oleh Kesadaran Bumi. Tak hanya itu, Agi juga bisa mengetahui kalau ketiga perempuan ini sedang ada reuni. Ratri akan segera pulang besok, kesempatan bertemu yang sangat jarang terjadi. Ketiganya adalah sahabat sejati, karena itulah pertemuan ini sangat penting bagi Galuh. Agi mendesah lega.
"Kamu tak apa-apa?" tanya Galuh yang membuat Agi segera terbangun dari kekuatan psikokinesisnya.
"Eh, iya. Nggak apa-apa," jawab Agi.
"Masnya nggak apa-apa? Agak pucet gitu," ucap Ratri.
"Ah, nggak apa-apa. Berangkat sekarang, Bu Dosen?" ajak Agi.
"Iya," jawab Galuh. "Sampai jumpa kawan-kawan. Bye Ratri. Hati-hati yah, sampai jumpa lagi dedek Hasan."
"Da-daa," ujar Ratri sambil melambaikan tangan anaknya.
Tak lama kemudian Galuh sudah naik ke sadel belakang. Setelah itu perlahan-lahan Agi menarik gasnya hingga sepeda motor metik yang mereka naiki pun melaju di atas aspal. Agi lebih memilih diam. Dia tak berbicara sepatah katapun, sebab dari pembacaan pikirannya kepada Galuh tadi ia sudah mengetahui banyak hal tentang gadis itu, serta kegalauan yang dipendamnya selama ini.
Setelah kurang lebih lima belas menit, mereka akhirnya sampai. Galuh kemudian mengupdate aplikasi Ojol-nya telah sampai di tempat tujuan dan memberikan bintang lima. Dia langsung masuk ke dalam kosnya.
"Mbak Galuh!?" panggil Agi.
Galuh berhenti, dia lalu menoleh ke arah Agi. Pemuda itu memberi isyarat menunjuk kepalanya sendiri. Sadar kalau ia masih memakai helm segera Galuh melepaskan helm itu lalu memberikannya ke Agi. "Maaf, lupa kalau pakai helm."
Agi menerimanya, "Terima kasih kembali." Agi hendak beranjak saat itu, tetapi ia mengurungkan niatnya sebentar. "Ngomong-ngomong aku punya teori tentang makhluk itu."
Galuh mengernyit. "Teori apa?"
"Kau tahu tentang resonansi? Yaitu dua buah benda akan sama-sama bergetar apabila memiliki frekuensi yang sama. Percobaan yang paling sederhana adalah dengan dua garputala, satu dipukul maka yang lainnya juga akan ikut bergetar," jawab Agi.
"Resonansi yah?" gumam Galuh. Kini ia sedikit berpikir lebih serius.
"Kau punya waktu untuk bicara denganku? Aku butuh seseorang untuk mendiskusikan ini," ucap Agi.
"Aku sudah memberikanmu kontak kemarin. Orang itu akan bisa menjawab semua pertanyaanmu," kata Galuh. "Kau sudah menghubunginya?"
Agi menggeleng. "Belum. Aku ingin denganmu. Aku tahu kau sibuk, mungkin juga kau malas untuk mau bertemu denganku. Tapi aku bisa mendengarnya."
"Apa yang kau dengar?"
"Semuanya. Aku juga bisa mendengar suaramu, suara teman-temanmu, juga suara makhluk itu yang setiap hari mengirimkan suara aneh kepadaku," kata Agi.
"Sudahlah, kau hubungi saja Johan. Dia mengetahui kita. Dia seorang geostreamer," tolak Galuh secara halus.
"Aku tahu tentang dirimu. Juga alasan kenapa kau tidak mau dekat denganku," ucap Agi. "Kau tidak ingin dekat dengan siapapun karena kau...."
"Cukup!" cegah Galuh sambil mengangkat tangannya agar Agi tak melanjutkan.
Agi terdiam.
"Kau tak tahu apa-apa. Dan jangan menganggap kau tahu segalanya," kata Galuh.
"Baiklah. Aku tak tahu apa-apa. Aku juga tak akan menganggap aku tahu segalanya, tetapi kau perlu tahu tentang diriku. Aku memiliki kekuatan yang sangat kuat, bahkan aku sendiri takut kepadanya," ucap Agi. Dia melipat tangannya. "Tak apa. Kau takut dengan kekuatanmu sendiri. Aku juga sama. Tetapi setidaknya, kekuatanmu tak berpengaruh kepadaku bukan?"
Bola mata Galuh tak bergerak menatap Agi. Sore yang bising karena arus lalu lintas di depan kosnya cukup ramai. Sementara itu tampak sepasang mata mengintip mereka dari kaca jendela. Yuyun begitu antusias melihat bagaimana kakaknya dan Galuh berkomunikasi. Ririn yang melihat itu pun ikutan nimbrung. Mengetahui Ririn yang tak kalah kepo membuat Yuyun cengar-cengir melihatnya.
"Kau tak perlu khawatir. Aku hanya ingin berbicara kepadamu tidak lebih dari itu," ujar Agi.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top