6 | Adik Yang Peduli


Bertahan dari rasa cemas serta mulai membuka diri seperti sekarang ini tidaklah mudah bagi Agi. Dia butuh bertahun-tahun untuk bisa bangkit dari trauma psikis yang dia derita. Dia pernah mengalami mental yang tidak stabil, kecemasan yang berlebih, depresif dan sulit bergaul. Bagaimanapun juga dikurung selama setahun di dalam rumah tanpa melihat dunia luar itu tidaklah mudah bagi anak kecil yang baru saja selamat dari kecelakaan jatuhnya pesawat. Agi tidak bisa memilih untuk tidak memiliki Ayah yang overprotektif. Tetapi, hal itu terjadi kepadanya.

Agaknya trauma masa kecilnya tak akan hilang. Baginya tak ada yang dia takuti di dunia ini kecuali ayahnya. Dia sangat takut dengan ketakutan yang berlebih. Kalau misalnya dia bertemu dengan ayahnya lagi mungkin memorinya tentang masa lalunya akan kembali hadir. Hal itu akan membuat dirinya shock. Anehnya, ia sama sekali tak bisa melawan sang ayah betapapun kekuatan yang diberikan Ultima kepadanya sangatlah besar. Dia bisa memindahkan sesuatu dengan pikirannya, ia juga bisa membaca pikiran orang lain, ia bahkan bisa melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan oleh orang normal tetapi ia mampu melakukannya. Tetapi kenapa hal itu tidak mempan kepada sang ayah? Seolah-olah dia benar-benar takut kepada ayahnya melebihi apapun.

Agi hanya tak ingin Yuyun nanti mengetahui apa yang terjadi kepadanya. Kalau sampai misalnya ia bertemu lagi dengan ayahnya, mungkin akan terjadi sesuatu kepadanya. Dia terlalu sayang kepada adik semata wayangnya itu, bahkan sangat protektif. Makanya itu hari ini ia ingin menjemput Yuyun sekaligus mengantarnya ke tempat kos.

Dengan kemeja lengan panjang berwarna kelabu dengan garis vertikal tepat di bagian kancing bajunya, membuat Agi lebih terlihat seperti seorang pekerja kantoran. Dia sudah bersiap berangkat setelah rutinitas tiap pagi ia selesaikan, kamarnya sudah tertata rapi lagi. Mimpi buruk yang terus-menerus, tetapi Agi mulai terbiasa dengan mimpi itu. Lagipula ia tak bisa menyalahkan siapapun karena yang namanya mimpi tak bisa dikendalikan manusia.

Pukul sembilan pesawat adiknya akan tiba dari Jakarta. Agi sudah berada di gate kedatangan. Memang ia sengaja berangkat lebih awal untuk bisa melihat adiknya. Pesawat memang mendarat dengan sempurna sampai penumpang keluar semua. Untuk menemukan Yuyun tidak terlalu sulit. Lapangan Udara Abdul Rahman Saleh bukanlah Bandara yang besar, ketika rombongan para penumpang mulai masuk ke bandara Agi bisa langsung mengenali seorang gadis berambut panjang berponi memakai kacamata hitam besar dengan topi koboi menutupi kepalanya. Bajunya kaos loreng warna merah dan putih dibungkus jaket berwarna pink serta celana jins sebetis. Agi langsung melambaikan tangan kepadanya, buru-buru gadis itu menyeret koper merah besarnya menuju ke pemuda yang melambaikan tangan kepadanya. Begitu sampai di depan Agi dia perlu mendongak untuk melihat sosok kakaknya. Tak percaya kalau kakaknya setinggi itu dia pun melepas kacamatanya.

"Mas Agi? Ya ampun, oni-chan. Anta wa hontouni oni-chan? (kamu ini beneran kakak?)" seru Yuyun.

"Ini beneran aku. Kenapa?" tanya Agi.

"Takai! (tinggi)" ucap Yuyun. "Hontouni sugoi!"

Agi menguyel-uyel rambut adiknya. "Udah ah! Yuk, kita naik taksi ke tempat kosmu."

"Indonesia, panas sekali. Malang tak begitu buruk kurasa. Dari tadi aku melihat banyak pemandangan hijau dari jendela pesawat," puji Yuyun.

"Oh, kamu belum melihat semuanya. Jangan khawatir, mas bakalan ajak kamu muter-muter Malang Raya sampai bosen," ucap Agi.

Agi kemudian menggandeng Yuyun untuk menuju ke luar terminal. Dia langsung menghubungi ayah tirinya. Ponselnya langsung menyambung.

"Pa, Yuyun sudah tiba," ucap Agi di telepon.

"Betulkah? Syukurlah kalau begitu. Kamu jaga dia baik-baik yah!" pesan papanya.

"Tentu saja. Papa serahkan saja kepadaku. Jangan khawatir!" kata Agi.

"Papa tidak khawatir tentang kamu. Papa percaya, tetapi papa yang khawatirkan adalah kalau orang itu menemuimu lagi atau berbuat sesuatu yang mencelakaimu. Aku tak akan memaafkan diriku sendiri," ujar Nugi Syahputra.

"Sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu dengannya, lagipula aku sudah melakukan pemulihan diri. Rasanya sekarang gangguan itu tidak ada lagi," ucap Agi agar papanya tak khawatir.

"Agi, aku ini paham apa yang sebenarnya terjadi. Sekali dia muncul, kau akan menderita lagi. Ada alasan kenapa dia memenangkan kasus di pengadilan agar menghalangimu untuk pergi sampai lulus kuliah, papa punya perasaan tidak enak," ujar Nugi Syahputra. "Seolah-olah, ia hendak memanfaatkanmu atau apalah. Kau tahu sendiri di Indonesia ibumu meninggalkan aset yang cukup besar. Selama ini aset itu masih berada di tangan ayahmu sampai kau lulus kuliah."

Agi mendesah. "Papa tak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja."

Nugi ikut mendesah. "Baiklah, aku harap semuanya baik-baik saja."

Telepon pun ditutup. Agi melirik ke arah adiknya yang menoleh kiri-kanan merasa takjub karena baru kali ini berpergian jauh mana sendirian pula. Tetapi untuk ukuran gadis seperti dia memang cukup berani. Jarang ada anak perempuan yang mau berpergian jauh seperti itu tanpa dikawal orang tuanya.

Setelah mereka masuk ke taksi, langsung saja mereka meluncur ke tempat kos. Di dalam mobil, Yuyun malah terlihat sangat bersemangat melihat jalanan. Selama ini ia belum pernah ke Indonesia, jadi wajar saja kalau ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di tanah kelahiran orang tuanya.

"Banyak yang naik sepeda motor ya," ujar Yuyun.

"Iya," kata Agi.

Yuyun langsung menoleh ke arah kakaknya. "Oh ya, ngomong-ngomong oni-chan udah punya pacar?"

"A-aku? Belum. Belum punya," jawab Agi.

"Hmm?" Yuyun mengernyit. "Oni-chan seganteng ini belum punya? Bohong!"

"Suwer belum punya," jawab Agi.

"Kalau orang yang disuka ada pasti," tebak Yuyun.

"Iya, ada."

"Wow. Siapa? Boleh tahu orangnya?"

"Nanti juga kamu bakalan tahu," jawab Agi.

Wajah Yuyun kembali penuh tanda tanya. Dia berusaha mencerna kata-kata kakaknya. "Maksudnya? Kita mampir dulu ke rumah dia?"

"Tidak, kebetulan dia nge-kost di tempatmu nge-kost," jelas Agi.

"Lho? Yang benar? Seperti apa dia? Cantik? Pintar? Ada fotonya?" ucap Yuyun memberondong Agi dengan berbagai pertanyaan.

"Satu-satu tanyanya kenapa? Iya. Dia cantik. Dia pintar. Sayang aku tak punya foto," jawab Agi.

"Ah, jadi penasaran. Tapi kalau oni-chan pasti seleranya tinggi. Dia mahasiswa juga?"

Agi menggeleng. "Bukan. Dia dosen."

"Nani? What? Apa?" Yuyun kaget.

"Ah, kompleks ceritanya. Yang jelas aku sudah suka kepadanya sejak lama. Dan kata-kata pertama yang aku ucapkan ketika aku pertama kali bertemu dengannya adalah 'Maukah kamu jadi pacarku?'. Hahaha. Konyol sekali kan?"

Yuyun seketika itu tertawa keras. "Ternyata oni-chan norak juga yah? Trus dia bagaimana?"

Agi menggeleng. Tawa Yuyun kembali bersambung. Agi juga merasa konyol sampai sekarang kalau mengingat-ingat peristiwa itu. Apalagi dengan sikap dingin Galuh, tetapi yang jelas pertemuannya dengan Galuh ini sudah digariskan. Kalau seandainya tidak maka sudah pasti mereka tak akan dipertemukan lagi di tempat ini.

Sepanjang perjalanan Yuyun bertanya banyak hal tentang kota yang akan ia tinggali. Agi bercerita banyak tentang kebiasaan orang-orang di tempat ini. Juga berbagai tempat wisata yang mungkin harus dikunjungi oleh adiknya itu. Beragam kuliner yang bisa dia nikmati tiap hari, serta berbagai macam tempat belanja. Sejauh ini Yuyun cukup takjub dengan penjelasan kakaknya. Mereka terus ngobrol sampai tak terasa sudah sampai di tempat tujuan.

"Ayo turun!" ajak Agi yang sudah turun duluan.

Yuyun mengikuti Agi. Setelah koper dan barang bawaannnya diturunkan, mereka lalu masuk ke teras yang mana pagarnya sudah dibuka. Saat itulah Ririn keluar dari dalam rumah menyambut mereka.

"Eh, sudah datang? Ini adiknya?" tanya Ririn.

"Iya, ini adikku. Kenalkan namanya Yuyun," jawab Agi.

"Yuyun. Panggil saja Yu-chan," ucap Yuyun sambil menjabat tangan Ririn.

"Ririn, ini kos punya orang tua saya. Panggil saja Mbak Ririn!" ucap Ririn dengan senyuman. "Kamu cantik yah ternyata. Ada keturunan orang luar?"

"Iya, nenek saya orang Jepang," ucap Yuyun.

"Oh begitu," ucap Ririn sambil manggut-manggut.

"Mbak Galuh ada?" tanya Agi.

"Mbak Galuuuh! Dicari pangerannya!" seru Ririn dari teras.

"Wah, jangan bilang gitulah!" gerutu Agi dengan wajah tersipu-sipu.

"Lha? Selama ini cuma kamu saja cowok yang mau nyariin dia," ujar Ririn sambil terkekeh.

Galuh muncul dari dalam rumah dengan jilbab berbahan katun langsung pakai. Dia memakai kaos lengan panjang berwarna pink dengan celana training. Begitu melihat Galuh, Yuyun langsung tahu siapa gadis itu. Galuh mengangkat alisnya melihat wajah baru. Dia memperhatikan Yuyun dari ujung kaki sampai ujung kepala. Mata gadis itu tampak lebar seperti bola, wajahnya juga tipe-tipe wajah oriental dengan rambut berponi ditutupi dengan topi yang lucu.

"Kenalkan saya Yuyun. Panggil saja Yu-chan," kata Yuyun sambil mengulurkan tangannya ke Galuh.

Galuh langsung menjabat tangan Yuyun, "Hei, iya. Aku Galuh."

"Galuh, namanya cantik. Secantik orangnya," puji Yuyun.

Wajah Galuh langsung merona. Mendapat pujian itu ia mencoba untuk menyembunyikan raut wajahnya dengan melihat ke arah lain. Agi cuma cengar-cengir saja melihat perilaku Yuyun.

"Ya sudah kalau begitu. Perlu mas bantu nggak masukin barangnya?" tawar Agi.

"Eit, anak cowok nggak boleh masuk! Biar kami bantu saja untuk membawa barang ke kamarnya," cegah Ririn.

"Oh iya, aku lupa ini kos cewek," ucap Agi. "Kalau begitu aku tinggal. Kalian silakan ngobrol-ngobrol. Kalau butuh apa-apa hubungi mas."

"Beres, siap oni-chan!" ujar Yuyun sambil memberikan salut kepada kakaknya.

"Kalau adikku nakal laporin ke aku saja, biar aku paketkan trus kirim balik ke Tokyo," kata Agi.

"Beres. Tenang aja, kami akan mengawasi. Di sini orangnya baik-baik koq. Adikmu nggak bakal digigit," ucap Ririn. "Iya nggak, Mbak Gal?"

Galuh memutar bola matanya. Dia merasa tak berguna harus memunculkan diri keluar kamar kalau hanya untuk menemui Agi dan adiknya yang menjadi penghuni baru kos tempat dia tinggal.

"Oh ya, ngomong-ngomong aku tertarik dengan jurnal yang pernah kau buat dulu. Yaitu tentang getaran di atas lautan akibat pengaruh dari gelombang halus yang dikirimkan dari dasar bumi. Di jurnal itu kau berkata kalau satu kejadian di belahan lain bumi akan berpengaruh terhadap setiap hal, dalam hal ini pengaruh air hingga menyebabkan bencana seperti gelombang pasang atau tsunami dan banjir," ucap Agi yang langsung menyita perhatian Galuh.

Ririn dan Yuyun mengerjap. Mereka kaget dengan kata-kata Agi.

"Kau membaca jurnalku?" tanya Galuh dengan terkesima. Dia mulai melipat tangannya.

"Aku bahkan menghafalnya, sekaligus punya teori lain," jawab Agi.

"Oh ya?"

"Bagaimana kalau aku bilang segala yang ada di bumi ini saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya, tak sekedar gelombang halus yang kau tulis itu," ucap Agi.

Galuh mengernyit. "Baiklah, aku ingin tahu pendapatmu."

"Besok?" tanya Agi.

"Jam berapa?"

"Setelah makan siang."

"OK, fine. Aku bisa," kata Galuh menyetujui.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Kamu baik-baik saja di sin yah?" ucap Agi kepada Yuyun.

Adiknya mengangguk. "Aku akan baik-baik saja oni-chan jangan khawatir."

"Sampai besok!" ucap Agi sambil undur diri.

Galuh mengamati Agi yang keluar dari teras lalu menghilang dari pandangannya. Ririn kemudian mengajak Yuyun untuk masuk menuju ke kamarnya. Sementara itu Galuh masih merenung di teras. Sepertinya Agi telah menyentuh sisi dari dalam dirinya. Baru kali ini ada orang yang secara terang-terangan bicara punya teori lain tentang jurnalnya. Setidaknya orang itu tidak jauh.

Sebenarnya Galuh paham tujuan Agi tadi hanyalah untuk bisa bertemu dengannya. Dia tentu saja tak bisa melupakan peristiwa masa lalunya. Tetapi itu sudah lama. Dia sudah tak ingat lagi pernah punya perasaan kepada seorang lelaki. Satu-satunya orang yang dulu pernah dia sukai sekarang sudah jadi kekasih sahabatnya.

Ah, Agi. Kau masih perlu berjuang lebih keras lagi untuk itu.

* * *

"Yuyun?! Yu-chan!?" panggil Ririn sore itu.

"Ya? Ada apa?" sahut Yuyun dari dalam kamarnya.

"Kamu laper nggak? Jalan-jalan yuk cari makan!" ajak Ririn. Sementara itu di sebelahnya sudah ada Galuh yang diajak Ririn untuk cari makan di luar.

"Oh, iya. Sebentar!" ucap Yuyun. Beberapa detik kemudian Yuyun keluar dari kamarnya. Dia telah bersiap keluar rumah. Baju yang dipakainya membuat alis Galuh naik beberapa sentimeter.

Yuyun memakai kaos abu-abu bertuliskan "Love Me" dengan lubang di bahu yang membuat sebagian bahu dan ketiaknya terlihat. Dia juga memakai celana jins pendek. Ririn juga mengamati Yuyun dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kamu sebaiknya jangan pakai baju gituan deh," ucap Ririn.

"Kenapa?" tanya Yuyun.

"Nanti kamu jadi pusat perhatian cowok-cowok genit," jawab Galuh.

"Ah, tapi aku terbiasa pakai baju seperti ini," protes Yuyun.

"Ehmm... iya. Tapi kita nanti bakalan bertemu dengan banyak orang lho. Takutnya mereka akan berbuat jahil kepadamu," ucap Galuh menasehati.

Yuyun mengangguk. "Iya, aku paham. Tapi tenang saja. Meskipun terlihat seperti ini, aku sebenarnya penyandang sabuk hitam Karate Shotokan. Jadi kalian tak perlu khawatir."

Ririn dan Galuh saling pandang. Mereka tak percaya kalau cewek imut yang ada di hadapannya ini ternyata ahli beladiri juga. Mustahil, pikir Galuh.

"Yuk?! Kalian mau ajak aku kemana?" tanya Yuyun penasaran sambil menggandeng tangan kedua teman kosnya itu.

Mereka pun akhirnya keluar. Di daerah tempat Yuyun tinggal ini banyak tempat kos lainnya. Apalagi berdekatan dengan kampus, maka sudah pasti banyak rumah-rumah yang disulap jadi tempat kos. Bersamaan dengan itu berdiri pula warung-warung yang menyajikan berbagai macam kuliner khas anak kos, tentunya pula dengan harga yang bisa dijangkau oleh anak kos.

Yuyun beberapa kali bertanya tentang para penjual makanan yang mereka temui. Ada yang jualan serabi, kue rangin, terang bulan mini, mie pangsit hingga bakso. Akhirnya mereka lebih memilih ke warung bakso. Warung baksonya cukup ramai meskipun tidak ada lahan parkir yang memadai. Kedai bakso ini berada di pinggir jalan yang mana ketika masuk aroma daging sapi sudah langsung menyeruak ke dalam hidung.

Mereka langsung memesan bakso satu porsi. Ada bakso besar yang membuat Yuyun terbelalak. Kuliner seperti itu tidak pernah ada di Jepang. Tentu saja dia bahagia bisa melihat kuliner unik tersebut. Dia berkali-kali memfoto makanan itu dan memposting di akun sosial medianya. Teman-temannya dari Jepang pun mengomentarinya dengan berbagai kata-kata lucu.

"Aku selama ini hanya mendengar kalau bakso itu makanan khas Indonesia. Tetapi tak pernah menyangka saja ada bakso sebesar mangkok seperti ini," gelak Yuyun.

"Masih banyak lho kuliner lainnya," ujar Ririn.

"Ngomong-ngomong Mbak Galuh kenal sama Mas Agi sudah lama?" tanya Yuyun tiba-tiba ke Galuh.

Galuh yang baru saja menyendok kuah bakso ke mulutnya hampir saja dia sembur. Buru-buru dia menelan kuah bakso sambil mengelap bibirnya dengan menggunakan tissue. "Nggak juga koq."

"Hmm? Nggak juga? Maksudnya bagaimana?" tanya Yuyun penasaran.

"Kami pernah sih ketemu sekali, trus baru-baru saja ketemu. Jadi tak bisa dibilang lama kenal juga tak bisa dibilang baru sebentar kenalnya," jawab Galuh.

"Mbak Galuh udah punya pacar?" selidik Yuyun.

"Dia itu masih jomblo tulen. Heran kan? Cewek secakep, sepinter ini masih jomblo," celetuk Ririn. "Ngomong-ngomong masmu itu jomblo juga?"

"Nggak juga sih," jawab Yuyun sekenanya.

"Hah? Dia sudah punya pacar? Siapa?" tanya Galuh tiba-tiba.

Semuanya terdiam. Ririn terkejut ketika Galuh langsung bertanya seperti itu. "Eh, kenapa kamu yang langsung nyahut?"

Merasa aneh, Galuh pun menundukkan wajahnya. Kenapa juga dia malah menyahut? Galuh mendesah. "Nggak apa-apa."

"Hehehe, sebenarnya mas masih single, tapi entahlah dia punya seseorang yang dia suka katanya. Makanya aku nggak bisa bilang sudah punya atau belum," ujar Yuyun. Dia lalu menyendok kuah bakso yang segar. Matanya langsung berbinar-binar ketika merasakan segarnya kuah bakso tersebut. Menurutnya rasa ini sangat enak.

"Oh, begitu," gumam Ririn. "Tapi mubazir juga yah, cowok seganteng dia jomblo. Eman-eman orang jawa bilang. Menurutmu gimana Mbak?"

"Lha? Kenapa koq tanya ke aku?" tanya Galuh.

"Gimana sih mbak ini. Sudah jelas itu driver Ojol suka ama mbak. Masa' nggak bisa nangkap sinyal-sinyal sih?" ucap Ririn. Dia mulai menusuk pentol bakso dengan garpu lalu ia gigit.

"Sinyal apaan sih?"

"Halah, mbak ini pura-pura," ucap Ririn. "Eh, Yu-chan. Masmu suka ama Galuh kan?"

Yuyun langsung mengangguk. "Iya, dia bilang sendiri koq."

"Nah tuh! Jelas kan?! Dia suka ama kamu, mbak. Udah sikat aja, mbak udah menjomblo bertahun-tahun lho. Masa' disia-siakan cowok cakep gitu. Mukanya aja mirip Song Jong Ki. Mana orangnya sopan pula. Langka cowok macam itu sekarang ini," nasehat Ririn kepada Galuh.

"Udahlah, koq malah ngomongin dia sih. Aku masih terlalu sibuk untuk urusan percintaan. Nggak ada waktu," ujar Galuh.

"Mbak Gal, sebenarnya yang mbak cari itu apa sih? Apa ingin terus-terusan berkutat ama penelitian mbak? Kapan mbak punya kehidupan? Usia mbak sekarang udah hampir kepala tiga lho. Budhe pasti tanya tiap kali nelpon apa mbak udah punya gebetan belum. Emangnya mbak punya masa lalu yang pahit yah?"

Galuh menghentikan makannya. Ia menoleh kepada Ririn. "Itu bukan urusanmu."

"Baiklah. Aku mengerti. Aku cuma ingin membantu saja koq," ucap Ririn sambil menghindari tatapan mata Galuh. Dia tahu kalau tak ada orang yang bisa melawan tatapan mata Galuh.

"Masku selama ini tak bisa keluar Indonesia. Padahal ia kepengen banget tinggal bersamaku di Jepang sana," celetuk Yuyun tiba-tiba.

"Oh ya? Memangnya apa yang terjadi?" tanya Ririn yang mulai kepo.

Yuyun diam sejenak. Dia sebenarnya bingung antara menceritakan kejadian yang sebenarnya ataukah tidak. Dia menarik napas dalam-dalam setelah memutuskan "harus bercerita". Ada perasaan dimana dia sangat peduli kepada kakaknya dan dia memutuskan Galuh harus tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kakaknya. Ada alasan kenapa dia mau melakukan hal ini. Setelah ia berbicara sebentar dengan Galuh, ia mengira gadis ini sangat baik. Pilihan kakaknya tidak salah. Hanya saja Galuh sepertinya berusaha menghindari kontak dengan laki-laki, itu yang bisa dirasakan Yuyun. Tetapi secara garis besar, Galuh adalah seorang yang sangat peduli.

"Aku diceritakan oleh papa. Waktu mas masih kecil ia selamat dari kecelakaan pesawat, dia tinggal bersama orang tua kandungnya. Ibunya tewas akibat kecelakaan. Papaku, yaitu ayah tirinya berusaha agar ia bisa lepas dari jerat ayah kandungnya. Sebab hampir tiap hari ia selalu disiksa ayah kandungnya," cerita Yuyun sambil menerawang.

"Kenapa dia disiksa?" tanya Galuh.

"Ayah kandungnya kesal kepada ibunya yang meninggalkannya. Bahkan kasus perceraiannya saja waktu itu alot. Karena pihak ibunya mas tidak ada, maka pengadilan memutuskan kalau mas harus tinggal dengan ayah kandungnya. Itulah kenapa mas punya dua nama. Agi Syahputra itu nama yang diberikan oleh mama kepadanya. Sedangkan nama Abisoka adalah nama pemberian ayah kandungnya. Nama itu tetap melekat kepadanya selama berada di Indonesia. Dia tidak boleh keluar dari Indonesia bahkan papaku juga tak boleh mendekati mas sampai mas lulus kuliah. Maka dari itulah, mas berusaha mati-matian agar cepat lulus dan meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Jepang. Dia trauma kalau ingat kepada ayah kandungnya sendiri," cerita Yuyun.

Ririn dan Galuh mendengarkan dengan seksama. Ada perasaan kasihan pada diri Galuh. Ia merasa ini semua ada hubungannya dengan kekuatan yang dipunyai oleh Agi. Galuh jadi ingin tahu beban apa yang dirasakan oleh Agi selama ini. Setahu dia Agi punya kekuatan psikokinesis, maka mustahil kalau dia tak bisa menggunakan kekuatan itu untuk melindungi dirinya, tetapi lain soal kalau orang itu adalah ayah kandungnya. Ia tak mungkin sembarangan mengeluarkan kekuatan itu.

Suasana hening. Mereka kembali melanjutkan makan. Otak Galuh berputar-putar mengenai kondisi orang-orang yang memiliki kekuatan ajaib seperti dia, Windi ataupun Ratri. Ia juga pernah dalam kondisi galau menggunakan kekuatannya sampai tahu cara untuk mengendalikan kekuatan ini. Terlebih lagi mungkin saja Agi masih kecil waktu menerima kekuatan besar itu. Galuh semakin penasaran dengan Agi.

"Seberapa tahu kamu tentang masmu?" tanya Galuh tiba-tiba.

"Ehm, jarang ketemu sih. Kami cuma chat saja dari jarak jauh ataupun video call. Tetapi beneran kami tak pernah ketemu. Kami cuma sering saling memberi kabar dari penghubung kami di KPAI. Dari situ pula kami tahu nomor telepon mas hingga akhirnya kami saling kontak sampai sekarang. Hampir tiap hari sih," jelas Yuyun.

"Wow, jadi ini pertemuan kali pertama setelah sekain tahun tak bertemu?" tanya Ririn merasa takjub.

"Betul. Seperti itu," jawab Yuyun.

"Ah, dia sungguh kuat," puji Galuh.

"Iya. Hidup sendiri selama bertahun-tahun itu tidak mudah," ujar Yuyun. "Tetapi oni-chan itu cowok yang baik. Dia tidak pernah berbuat yang aneh-aneh."

Ponsel Galuh berbunyi. Galuh mengernyit melihat layar ponselnya ada nomor yang tidak terdaftar sebelumnya. Dia lalu mengangkatnya.

"Halo?" sapa Galuh.

"Halo? Ini Profesor Galuh?" tanya suara lelaki di telepon.

"Iya. Ini siapa?" tanya Galuh.

"Ini Profesor Garry Pramudya. Aku butuh bantuanmu," jawab si penelpon.

"P-prof? Ini beneran profesor?" tanya Galuh dengan mata berbinar-binar.

"Iyalah, memangnya siapa lagi. Untunglah kamu tidak pernah ganti nomor telepon meskipun sudah lama," ucap Profesor Garry.

"Ada yang bisa dibantu prof?"

"Iya, tetapi sebaiknya kita bertemu saja. Di mana kita bisa bertemu? Ah, tidak. Aku saja yang menentukan. Aku ingin bertemu denganmu hari sabtu bisa?" tanya Profesor Garry.

"Sebentar. Hari sabtu? Sabtu depan?" tanya Galuh.

"Iya, sabtu depan. Ini semua ada hubungannya dengan penelitian yang kau kerjakan," jelas Profesor Garry.

Galuh mengangguk-angguk. "Bisa prof, bisa. Atur saja."

"Iya, nanti aku hubungi lagi," ucap sang profesor. Setelah itu telepon ditutup.

Ririn tentu saja penasaran. "Siapa sih? Koq kamu sepertinya suka sekali ditelepon dia? Agi?"

"Bukan. Tetapi dosenku. Kami pernah kerja di LAPAN bersama-sama," jawab Galuh.

"Oh, cowok? Ganteng?" selidik Ririn penasaran.

"Nggaklah. Dia sudah tua. Udah punya bini, udah punya anak. Nggaklah," jawab Galuh.

"Yah, siapa tahu juga kalau dia demen juga ama kamu," ucap Ririn terkekeh-kekeh.

"Ih, sembarangan. Udah ah. Makan aja!" kata Galuh sambil melanjutkan makannya.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top