28 | Evolusi
Samudra menyaksikan bagaimana ECHO dilemparkan begitu saja. Apakah semuanya telah berakhir? Terlihat Ultima juga demikian. Terkaman Omega sangat kuat sehingga tubuh Ultima yang juga besar itu pun bisa dilempar begitu saja kali ini dengan rahangnya. Cahaya yang tadi redup kini muncul lagi dan lebih terang. Sekarang dari mulut Omega mulai mengeluarkan lagi bola api. Cahaya dari kedua sayapnya mulai menyusut mengalir ke dalam sayapnya hingga bola api di mulutnya makin besar. Dia siap menembak.
"Aku tak akan membiarkannya!" ujar Ultima. Dia juga mengeluarkan bola api dari mulutnya, lalu dia tembakkan ke mulut Omega. Ledakan besar pun terjadi. Ledakannya sama seperti bagaimana serangan Omega sebelumnya, tetapi kali ini ledakan tersebut hanya terjadi di kepala Omega.
Sang monster meraung. Bagi monster yang tak merasakan sakit, tentunya tak ada jeritan-jeritan pilu pada dirinya. Tetapi kekesalan karena sebagian tubuhnya rusak dan harus dengan cepat-cepat dipulihkan. Perlahan-lahan luka di leher Ultima mulai menutup seperti anyaman jerami. Luka itu menutup dengan sendirinya dengan cepat. Luka di leher Omega juga menutup dengan cepat sama seperti Ultima. Makhluk-makhluk yang susah mati ini sepertinya punya cara tersendiri untuk bertahan hidup.
Ultima segera mengejar ke tempat Agi tenggelam, tubuhnya kemudian masuk ke dalam lautan untuk bisa menyelamatkan Agi. Tubuh ECHO benar-benar ringsek seperti kaleng tenggelam dengan cepat menuju ke dasar samudra. Agi hanya menatap nanar tanpa bergerak sama sekali. Dia merasa tulang-tulangnya seperti remuk dan hancur.
Samudra yang mengerti keadaan segera memimpin rekan-rekannya untuk menyerang Omega yang sekarang ini sedang mengamuk. Mereka berusaha menghalangi monster itu untuk mencapai Shangri-La, meskipun peluru-peluru dan misil tak ada yang mampu menggores luka sama sekali. Semua orang putus asa. Bagaimana mereka bisa keluar dari permasalahan ini?
"Push kawan-kawan! Push!" ujar Samudra.
Puluhan pesawat terus menyerang Omega yang berjalan menuju ke Shangri-La. Tubuh raksasanya yang perkasa sudah mulai utuh seperti semula setelah sebelumnya rusak terkena gigitan Ultima.
"Kapten, mungkin kita harus serang matanya," terdengar salah satu pilot di radio.
"Ide bagus. Coba kita serang matanya. Mungkin ia akan terganggu dengan itu," ucap Samudra.
"Atau mungkin semakin marah," lanjut sang pilot.
Akhirnya burung-burung besi berputar-putar di udara membentuk formasi menyerang. Mereka menyebar, mengatur posisi yang tepat untuk kemudian dengan serempak menyerang Omega tepat di matanya. Omega tentu saja meraung. Getarannya hingga menggema ke berbagai arah. Bahkan, suara mesin jet pesawat tempur saja bisa tenggelam oleh bunyi raungannya.
"Aku bukan makhluk rendahan seperti kalian. Serangan kalian hanya akan memperpendek usia kalian menghirup udara di planet ini," geram Omega.
Tiba-tiba ada sesuatu yang berbeda dengan tubuh raksasa Omega. Sisik-sisik yang ada di sekujur tubuhnya berdiri. Samudra mulai merasakan sesuatu yang tidak enak. Ada bahaya yang sedang mengancam, bukan saja kepadanya tetapi juga kepada semua makhluk hidup yang ada di tempat itu.
"Semuanya lari!" perintah Samudra. "Pergi sejauh-jauhnya!"
Peringatan Samudra itu terlambat. Sisik-sisik dari kulit Omega terlepas seperti anak panah. Sisik itu seperti duri-duri tajam yang sanggup menembus baja setebal apapun. Semuanya menyebar ke segala arah membuat puluhan pesawat yang ada di sekitar tempat tersebut terkena, tak terkecuali Samudra. Kedua sayap pesawatnya langsung patah tertebas oleh sisik-sisik itu. Langit pun bersih, hanya tersisa kepulan ledakan pesawat-pesawat yang nahas terkena serangan Omega.
Samudra segera menekan kursi lontarnya. Dia dan beberapa pilot yang sempat menekan kursi lontar selamat. Tampak beberapa parasut terbang di udara menjauh dari pertempuran. Samudra sudah mulai putus asa, bagaimana caranya untuk bisa mengalahkan Omega, atau paling tidak menyelamatkan Galuh yang sedang berjuang di dalam Shangri-La. Kalau saja Agi bisa menolong. Ya, kalau saja.
* * *
"Agi, bangun!" terdengar suara seorang wanita.
Mata Agi terbuka. Suara itu tidak asing. Matanya masih mengantuk. Setengah kelopak matanya masih malas untuk diangkat. Dia menyapu pandangannya. Dia ada di dalam kamar. Hanya saja ia bingung bagaimana dia bisa berada di dalam kamar ini. Kamar siapa? Untuk beberapa detik dia bertanya-tanya tentang kamar tersebut. Baunya, harum masakan. Masakan siapa seharum ini? Tidak asing. Suasananya tidak asing. Apakah ini di surga?
Dia terkejut saat pintu kamar terbuka. Matanya terbelalak melihat siapa orang yang membukanya.
"I-ibu?" kata Agi sambil terperangah melihat sesosok wanita sedang memakai apron membuka pintu kamarnya.
"Kamu ngapain bengong? Ayo bangun! Waktunya sekolah! Sudah jam berapa ini?" ucap perempuan itu.
"I-ini mimpi bukan?" tanya Agi.
Ibunya yang sedang membawa sapu tiba-tiba saja masuk ke dalam kemarnya sambil mengayunkan gagang sapu ke pahanya. "Bangun! Trus Mandi!"
"I-iya iya!" seru Agi. Entah kenapa untuk sesaat ia bahagia. Dia tahu ini pasti mimpi. Kalau toh ini mimpi ia tak ingin terbangun. Dia ingin menikmati mimpi ini, tetapi ini sangat nyata. Ia bahkan bisa merasakan bagaimana pukulan gagang sapu itu. Kalau mimpi kenapa terasa sakit?
Berkali-kali Agi mencubit pipinya. Sakit! Ini nyata! Jadi, apakah dia selama ini bermimpi?
Ultima. Omega. Shangri-La. Alien. Apakah semuanya adalah mimpi? Pertemuan dia dengan Galuh, apakah juga mimpi. Lalu ayahnya?? Tidak. Ia tidak ingin bertemu dengan ayahnya.
Agi beranjak ke ruang tengah. Saat itulah dia melihat Nugi Syahputra, ayah tirinya. Dia menghela napas lega. Melihat putranya menatapnya dengan tatapan aneh, Nugi mengernyit.
"Kamu barusan mimpi melihat hantu?" tanya Nugi.
"B-bukan begitu ayah, cuma aku baru saja mimpi aneh," jawab Agi.
"Agi Oni-chan, kebanyakan nonton film anime. Dasar otaku!" celetuk Yuyun yang sudah berada di meja makan. Ia memakai pakaian seragam SMA Sailor. Mereka ada di Jepang?
Tiba-tiba telinga Agi dijewer. "Ibu tadi bilang apa? Mandi!"
"I-iya, Bu. Sebentar, Agi mau peluk ibu dulu," ucap Agi. Dia segera mendekap ibunya. "Ibu jewer Agi terus juga nggak apa-apa. Agi kangen." Tak terasa air matanya meleleh. "Kalau ini mimpi, biarkan Agi tenggelam di dalam mimpi dulu."
"Hush, nggak boleh seperti itu. Ayo sana, mandi trus sekolah!" ucap ibunya sambil tersenyum. Dia membalas pelukan erat anaknya yang seolah-olah sudah lama tidak bertemu.
Agi menggeleng. "Tidak, aku tidak mau. Biarkan seperti ini dulu, Bu. Aku.... sudah lama tidak bertemu. Aku rindu sekali saat-saat seperti ini. Ini adalah impianku. Bisa bersama ibu, bersama ayah, bersama Yuyun. Cukup itu saja. Aku tak ingin yang lain. Biarkan seperti ini dulu, jangan kau usir aku!"
Agi terisak. Kerinduannya kepada orangtuanya tak bisa dibendung. Kalau saja bukan karena kecelakaan pesawat tersebut, mungkin mereka masih bersama sampai sekarang. Mungkin juga dia tak perlu menghadapi sifat ayah kandungnya yang sangat mengerikan.
"Ibu tahu. Ibu tahu semua. Ibu tahu segala hal tentangmu karena kamu adalah anak ibu. Kau jangan bersedih lagi! Masih ada banyak hal yang bisa kau lakukan. Ibu tak bisa menemanimu hingga akhir nak. Ibu hanya menemanimu di sini saja. Di dalam bayang-bayang impianmu. Ibu diizinkan menemuimu di tempat ini. Ibu juga bahagia bisa bertemu denganmu walau dengan cara seperti ini. Sebab, ibu sudah putus asa untuk bisa bertemu denganmu semenjak kecelakaan itu."
Agi makin keras tangisnya.
"Kau bisa kan menjadi kuat? Kau harus bisa menjadi kuat. Ibu selalu bersamamu dari dulu sampai sekarang," ucap sang ibu.
"Benarkah?" tanya Agi.
"Ibu akan terus bersamamu. Menjadi kekuatanmu yang tidak terbatas. Inilah do'aku untukmu anakku. Kau adalah Agi. Ingatlah namamu!"
Tubuh ibunya menghilang. Tetapi suara ibunya masih menggema di dalam kepalanya. Bagaimana ia bisa melupakan sang ibu? Tak ada yang bisa melupakan sang ibu dari dalam hati anak-anak mereka. Begitu Agi membuka matanya dia melihat sesosok Ultima. Naga hitam itu melindungi tubuh Agi dengan cahaya keemasan. Ada mata yang tak asing menatapnya, mata Ultima. Meskipun mata itu garang, tetapi ia bisa merasakan sesuatu yang lain dari mata itu. Mata seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya.
"Ibu?" panggil Agi.
Ultima berdecak. Dia kemudian menyentuhkan ujung kukunya ke dahi Agi. "Ini adalah kekuatan terakhirku untukmu. Setelah ini kita tak akan bertemu lagi."
"Kau ibuku?!"
"Aku akan selalu bersamamu."
"Selama ini? Selama ini?? Kau ibuku?!"
Cahaya menyilaukan muncul dari ujung kuku Ultima bersamaan dengan itu tubuh Agi bercahaya keemasan. Ultima menghilang. Hanya tinggal tubuh Agi yang terperangah dengan segala hal yang terjadi. Ibunya, Ultima? Bagaimana mungkin?
"Do'a ibumu yang menyelamatkanmu," terdengar suara di kepala Agi.
"Jo-Johan?"
"Sebelum ibumu tewas, dia berdo'a agar bisa melindungimu selalu. Do'anya didengar, ia kemudian diserap oleh intisari Kesadaran Bumi Ultima. Mereka bersatu untuk melindungimu dari dulu sampai sekarang. Ibumu berdo'a seandainya ada kekuatan yang paling kuat, ia ingin menjadi kekuatan itu untuk menyelamatkanmu," Johan berbicara dengan Agi melalui telepati. Mereka telah melakukan sinkronsisasi saat di hotel. Maka dari itu mereka bisa berbicara dengan melalui pikiran sekarang.
Agi menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia berada di dalam gelembung udara yang cukup besar. Ia melayang-layang di dalam lautan. Maka dari itulah ia bisa bernapas. Ada selaput yang melindunginya hingga ia tak terluka. ECHO. Makhluk itu hancur berkeping-keping, Agi hanya bisa melihat serpihan-serpihan logam melayang-layang di lautan. Wujud fisik makhluk itu sendiri sudah tidak ada.
Pemuda ini mulai mengerti. Dia sangat bersyukur selama ini ternyata ibunya tak meninggalkan dia. Ternyata kekuatan ibunyalah yang selama ini melindungi dia dari awal sampai akhir. Agi sangat bersyukur.
"Terima kasih ibu. Sekarang, aku tak takut lagi. Ternyata selama ini kau selalu menemaniku, sekarang pun kau menemaniku. Aku tidak akan kalah oleh mereka," ucap Agi. "ECHO, aku tak bisa merasakan keberadaanmu, tetapi aku tahu kau masih punya sisa-sisa energi. Aku akan menyerap semua elemenmu."
Agi memejamkan mata. Dia memerintahkan setiap bagian dari tubuh ECHO untuk bisa masuk ke dalam tubuhnya. Serpihan-serpihan logam hidup mulai bergerak. Tubuh Agi mulai menghitam, seluruh jalan darahnya telah dirasuki oleh ECHO. Dia pun melesat ke permukaan air laut, melayang di udara mengejutkan Omega.
Saat ini Agi tidak terlihat seperti manusia. Tubuhnya mengkilat seperti logam, rambutnya seperti kristal, matanya juga seperti intan berlian. Kulitnya sudah tak lagi berbentuk kulit manusia, melainkan logam yang mengkilat seperti marmer.
"Gal, kau tak apa-apa?" tanya Agi.
Di dalam Shangri-La, Galuh tergeletak di lantai. Garry masih terengah-engah, nyaris seluruh kekuatannya ia gunakan untuk melawan Galuh. Adu kekuatan dengan anak didiknya benar-benar telah menguras habis tenaganya. Dia hanya berharap kejadian ini segera berakhir dan dia bisa melanjutkan ke rencana berikutnya.
"Aku tak apa-apa. Bagaimana keadaanmu?" tanya Galuh.
"Never better. Aku telah menemukan kekuatan sejatiku," jawab Agi. "Kau sudah selesai?"
"Sudah. Aku sudah mempengaruhi Shangri-La. Seluruh nomad sudah hancur dengan sendirinya. Aku minta maaf, ECHO juga ikut hancur karena masih bagian dari Shangri-La," ucap Galuh.
"Ah, jadi itu sebabnya ECHO tidak bisa berbuat banyak tadi. Tak apa-apa, aku jadi paham kenapa ECHO tak bersuara lagi. Dia juga adalah bagian dari nomad dan juga ikut hancur. Jadi kau sudah siap aku jemput?"
"Ya, aku siap," ucap Galuh di dalam benaknya. Mata Galuh terbuka. Dia perlahan-lahan bangkit.
"Kau? Bagaimana kau masih bertahan?" tanya Garry terbelalak melihat Galuh yang sudah bangkit lagi.
Galuh menghela napas. "Kau kalah profesor. Kami menang."
"Apanya yang kalah? Kita seimbang," sanggahnya.
"Tujuanku adalah mempengaruhi Shangri-La, bukan Anda. Shangri-La telah terkena kekuatanku. Kau lihat sekarang? Cahanya telah berubah," kata Galuh sambil menunjuk ke arah orb yang ada di ruangan tersebut.
Inti Shangri-La pelan-pelan telah berubah warna dari ungu, ke warna yang lebih cerah, hingga menyentuh warna keemasan. Garry tak percaya melihatnya.
"Ini mustahil. Bagaimana mungkin?"
"Kekuatan yang profesor miliki adalah kekuatan keputus-asaan. Aku dulu memang putus asa dengan kekuatanku. Aku bahkan takut saat kekuatanku bekerja dengan sendirinya, tetapi aku sadar. Kekuatanku ini juga adalah yang selama ini menyelamatkanku, juga menolong teman-temanku. Tanpa kekuatan ini, aku tak akan mungkin bisa bereuni dengan teman-temanku. Kekuatan ini malah membuatku menjadi lebih kuat dan lebih banyak teman. Aku juga bisa menemukan cintaku," jelas Galuh.
"Jadi, aku tadi mengeluarkan kekuatan sebesar itu tak berarti apa-apa kepadamu?"
Galuh menggeleng. "Tidak juga. Kekuatan profesor membuatku menjadi teringat kepada kegelapan yang ada pada diriku bertahun-tahun yang lalu. Kegelapan untuk menguasai orang lain. Namun, aku teringat teman-temanku yang percaya kepadaku. Sehingga aku punya kekuatan untuk bisa bertahan sampai sekarang. Aku berterima kasih kepada profesor, karena kalau tanpa profesor aku pasti tidak akan bisa menyelamatkan bumi."
Agi melayang perlahan-lahan mendekat ke punggung Shangri-La. Omega yang melihatnya segera hendak menyerangnya, pemuda ini hanya mengangkat tangannya setinggi bahu untuk membuat sebuah tameng tak terlihat di sekujur tubuhnya. Omega tak bisa menyentuhnya.
Tangan kiri Agi mengepal. Dia membentuk tinju raksasa dengan pikirannya, setelah itu tiba-tiba dari arah kanan Omega ada sesosok awan berbentuk tinju yang besarnya sebesar badannya terarah kepadanya. Omega menoleh ke arah tangan raksasa tersebut. Terlambat bagi Omega, karena tinju itu melesat dengan kecepatan yang luar biasa menghantam Omega. Tubuh Omega tentu saja seperti dihantam dengan kecepatan yang luar biasa cepat. Melebihi kecepatan suara. Omega tak siap. Dia tak menahan serangan itu hingga terkena telak kepadanya. Ia pun gusar.
Belum selesai, Agi membentuk lagi tangan raksasa dari uang air yang ada di sekitarnya. Tangan raksasa itu kemudian menangkap kepala Omega setelah itu dibantingnya monster itu ke tengah lautan. Yang terjadi tentu saja Omega menjerit marah. Tidak cukup begitu saja. Agi melompat ke udara setelah itu melesat dengan cepat menghantam badan Omega. Dia menggunakan kakinya menginjak-injak Omega, agar monster itu tak lagi muncul ke permukaan. Barulah setelah itu ia kembali menuju ke Galuh.
Memang tampak Omega tak muncul lagi ke permukaan. Namun, saat Agi mendarat di punggung Shangri-La Omega muncul lagi ke permukaan dengan raungannya. Agi sedikit menoleh ke arah monster raksasa itu, sampai akhirnya ada ikan paus raksasa muncul dari dalam lautan yang kemudian menghantam tubuh Omega dengan ombak raksasa. Omega kembali tenggelam bersama ikan paus raksasa. Dia adalah Leviathan, Kesadaran Bumi yang dulu nyaris menenggelamkan ibukota.
Melihat semuanya telah aman, Agi terbang melintasi lorong Shangri-La. Dia langsung menemukan Galuh yang masih berdiri berhadapan dengan Garry. Agi mendarat di dekat Galuh.
Tak ada rasa takut lagi di wajah Agi. Ketakutannya sudah sirna. Melihat tatapan wajah anaknya yang lain dari sebelum-sebelumnya, Garry menghela napas. Dia sepertinya lega melihat Agi.
"Kenapa?" tanya Agi. Dia keheranan dengan sikap Garry yang seperti lega melihatnya.
"Sepertinya tugasku sudah selesai," ucap Garry.
"Apa maksud ayah?"
"Aku sudah melakukan apa yang aku bisa. Hingga aku berharap manusia pilihan itu adalah kau," ujar Garry.
Agi mengernyit.
"Lihatlah, kau sekarang sangat sempurna. Manusia sempurna yang layak untuk menjadi satu-satunya manusia yang bisa memelihara bumi. Ayah tidak membutuhkan manusia-manusia yang lainnya. Ayah sangat berharap manusia pilihan itu adalah kau, Abisoka," jelas Garry.
"Bukankah tujuanmu untuk membuat manusia-manusia pilihan itu adalah dengan memusnahkan semua manusia yang tidak layak?" tanya Galuh.
Garry menggeleng. Dia tersenyum. "Memang, sebagian seperti itu. Namun, aku tidak sepicik itu. Aku terpaksa melakukan hal itu, sebab kalau tidak anakku tidak akan menggunakan kekuatannya secara penuh lalu berevolusi menjadi manusia yang sangat berbeda. Aku menyebutnya Evolt, evolusi manusia tertinggi sekarang ini. Manusia-manusia seperti kita, hidup di dalam dunia tiga dimensi, tetapi Abisoka sudah melampaui hal itu. Dia sudah menjadi manusia empat dimensi.
"Ada alasan kenapa aku memberikan rasa ketakutan dan keputus-asaan kepadanya. Aku sangat menyayangi anakku. Aku menyadari potensi yang aku punya saat Omega memberikan kekuatannya kepadaku. Aku juga menyadari potensi Agi saat dia kuketahui memiliki kekuatan psikokinesis. Tetapi, agar dia bisa sekuat sekarang aku harus menekannya dengan keras. Untuk itulah aku menjadi ayah yang sangat jahat. Aku akui aku jahat kepadanya, sampai dia takut. Tetapi, aku sangat menyayanginya.
"Abisoka, tak ada ayah di dunia ini yang tidak menyayangi anaknya, kecuali dia orang gila. Kau sangat aku sayangi. Peperangan ini, semua hal ini sebenarnya tak aku perlukan. Aku hanya ingin bisa melihat putraku menjadi manusia pilihan sebagaimana aku merencanakannya sejak lama. Dia sekarang menjadi Evolt. Aku sangat bersyukur. Tujuanku sudah selesai, aku sudah sampai di garis finish."
Penjelasan Garry tentu saja membuat Galuh dan Agi terkejut. Mereka tak pernah menyangka sebelumnya.
"Kau bercanda. Profesor kau sedang bercanda bukan? Apa maksud profesor dengan semua ini?" tanya Galuh. "Lalu, nyawa-nyawa yang melayang itu, buat apa profesor melakukan semua ini?"
"Setiap hasil butuh pengorbanan. Aku sendiri mengorbankan anak yang aku sayangi untuk penelitian ini. Ketika penelitianku berhasil, maka aku telah lega. Aku bisa melihat hasilnya sekarang," ucap Garry.
"Kau jangan bercanda!" bentak Agi. "Kau, memperalat semua orang agar mencapai tujuanmu? Kau ingin aku berubah seperti ini?"
"Aku sudah lama menyelidiki tentang para nomad saat mereka mendarat pertama kali di bumi. Aku tahu tentang Shangri-La dan ilmu pengetahuan yang tertanam di dalamnya. Aku juga yakin bumi juga tahu apa yang aku lakukan. Semuanya demi dirimu Abisoka,... tidak. Agi. Kau ingin dipanggil dengan nama Agi?"
Agi menggeleng. "Tidak. Kau bohong. Kau bohong lagi! Kau memperalat kami!"
"Kalau tidak demikian bagaimana aku bisa bernegosiasi dengan bumi? Bumi tahu tujuanku. Dia sangat tahu, maka dari itu ibu pertiwi mau membantuku mengumpulkan segala informasi, ilmu pengetahuan untuk kemudian akhirnya aku kuasai dan gunakan untuk hari ini. Kau adalah tujuan itu. ECHO adalah salah satu alat yang bisa aku gunakan untuk lebih memuluskannya," jelas Garry. Dia kemudian duduk di atas alat buatannya. Alat yang berbentuk box itu dia duduki begitu saja. "Kau ingin tahu semuanya? Sinkronkan pikiranmu denganku!" Garry mengulurkan tangannya.
Galuh langsung menahan lengan Agi. "Jangan! Dia menjebakmu. Kau bisa dipengaruhinya!"
"Buat apa aku mempengaruhimu. Semuanya sudah berakhir. Ayo, masuklah ke dalam pikiranku. Maka kau akan tahu apa yang sebenarnya terjadi!"
Agi tampak ragu-ragu. Siapa yang tidak akan ragu? Selama ini sang ayah sangat keras kepadanya. Bahkan, Agi tak akan pernah lupa bagaimana ia perlakuan sang ayah kepadanya hingga memasukkan pikiran-pikiran keputus-asaan. Galuh memegang erat lengan Agi. Agi bingung.
"Jangan! Aku mohon," ucap Galuh. "Dia ingin menggoyahkan hatimu. Kau tak boleh terpengaruh!"
Agi kemudian melepaskan pegangan Galuh. "Aku tak akan kenapa-napa. Kau tak perlu khawatir."
"Tapi...."
Agi sudah maju mendekat ke ayahnya. Garry masih menanti tangannya dijabat oleh sang anak. Agi memang bimbang, tetapi ia harus membuktikan kepada sang ayah kalau dia tidak takut kepadanya. Apapun yang terjadi akan dia hadapi. Ibunya selalu bersamanya. Ia tak akan takut. Kekuatan dari doa sang ibunda sudah ada bersamanya. Tangannya pun menjabat Garry, kemudian pikiran mereka pun tersinkronisasi.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top