27 | Blast
Galuh berlari melintasi lorong kampus. Saat itu tahun-tahun dimana ia masih kuliah. Sibuk dengan tugas-tugas, sibuk melakukan penelitian, belajar dan menyusun impiannya satu demi satu. Dia masih berkomunikasi dengan Windi dan teman-teman yang lainnya. Group chat mereka sangat ramai kalau semua orang ngumpul. Di kampus ini tak ada yang lebih menyenangkan bagi dirinya selain ikut perkuliahan dosen idolanya Profesor Garry. Galuh bahkan bercita-cita untuk bisa bekerja di LIPI atau di LAPAN.
Dia bukan mahasiswa peserta perkuliahan, tetapi penjelasan sang profesor idolanya saat itu sangatlah penting bagi thesis yang sekarang ini dia kerjakan. Dia sedang menyusun teori tentang Geo Resonansi. Selama ini teorinya didukung oleh sang profesor, bahwa setiap benda di bumi ini bisa berkomunikasi satu sama lain dengan cara yang berbeda. Tanaman, pasir, bebatuan, awan, semuanya bisa diajak berkomunikasi asalkan dengan cara yang tepat. Geo Resonansi menyimpulkan teori kalau bumi bisa berkomunikasi dengan manusia. Sebenarnya alasan utamanya Galuh mendapatkan ide thesis ini adalah karena Johan, Sang Geostreamer. Dia berpikir keras bagaimana caranya bumi bisa berkomunikasi dengan manusia? Hingga akhirnya ia mencoba mempelajarinya secara ilmiah, melakukan banyak riset, melahap berpuluh-puluh buku, bahkan sampai berdiskusi ke beberapa pakar tentang resonansi.
Thesisnya dianggap aneh, nyeleneh, bahkan dianggap berkhayal. Bagi kebanyakan orang manusia berbicara dengan planet adalah mustahil. Ya, semua orang juga tahu itu. Tetapi Galuh yang sudah berkenalan dengan Johan, tentu saja percaya. Dan untunglah dosen pembimbingnya kali ini juga percaya kepadanya, maka dari itulah teori yang dia kemukakan sejak dia duduk di bangku sarjana itu ingin ia buktikan. Usahanya tidak sia-sia, untuk beberapa tahun ke depan Galuh akan jadi ilmuwan terkenal. Banyak para ilmuwan mengambil pendapatnya, tetapi sekarang Galuh masih belum mencapai ke tahap tersebut.
Dia masih seperti gadis culun berkacamata dengan tingkah polah ceroboh mengikuti perkuliahan. Dia duduk di bangku agak belakang, menghindari tatapan mata dari rekan-rekan mahasiswa yang tidak mengenalnya. Dia suka mengikuti perkuliahan Profesor Garry, terlebih profesor itu satu-satunya yang tidak mencemooh teorinya.
Setelah kurang lebih selama satu jam, akhirnya perkuliahan itupun selesai. Para mahasiswa mulai berduyun-duyun keluar dari ruangan. Galuh segera menghampiri Profesor Garry.
"Prof!?" panggil Galuh.
"Oh, Galuh. Aku tak melihatmu masuk," sahut Garry.
"Aku dari pintu belakang Prof, jadi tidak kelihatan kalau masuk," ujar Galuh.
"Sebenarnya kau tidak perlu susah-susah datang kemari. Bukannya menyelesaikan thesis malah sering main sendiri," nasehat Garry kepadanya.
Galuh menggeleng. "Nggak dong. Thesis tetap jalan. Justru kalau diskusi sama Profesor bisa bikin otak saya tambah encer."
Garry memberi isyarat agar Galuh duduk di kursi kosong. Segera mahasiswi itu duduk. Dia mengamati Profesor yang sekarang sedang menghapus papan tulis.
"Jadi apa yang ingin kau diskusikan hari ini?" tanya Garry. "Tentang resonansi lagi? Atau tentang hewan-hewan yang memiliki kemampuan menangkap resonansi?"
"Bukan prof, tapi lebih ingin bertanya yang lain," jawab Galuh.
"Apa itu?"
"Saya penasaran. Profesor betah jadi ilmuwan?"
Garry menghentikan aktivitasnya menghapus papan tulis sejenak. Setelah itu ia melanjutkan lagi. "Kenapa kau tanya seperti itu?"
"Jujur, aku juga ingin jadi ilmuwan. Namun, permasalahannya adalah orang tuaku tidak setuju. Bahkan mereka menganggap gaji ilmuwan itu kecil. Cuma diperas otaknya. Kata mereka sih anggaran pemerintah sangat sedikit untuk para ilmuwan. Katanya ilmuwan itu tidak bisa jadi kaya," jelas Galuh.
Garry tertawa. "Gal, Gal. Kamu ini aneh-aneh saja. Setiap orang memang punya pilihan. Pilihanku adalah menjadi ilmuwan. Aku juga tak memaksamu untuk jadi ilmuwan."
"Sebentar prof, bukan begitu. Aku sendiri juga tidak dipaksa siapapun ingin jadi ilmuwan. Hanya saja aku penasaran sama profesor. Emangnya profesor tidak bosan gitu? Pekerjaannya monoton, ngajar, neliti, ngajar, neliti. Selama jadi asisten dosen, aku bisa menghitung profesor makan cuma sekali sehari. Biasanya juga karena lupa."
Garry selesai menghapus papan tulis. "Hidup ini pilihan, Gal. Aku mencintai pekerjaanku karena itu aku betah. Sama seperti kalau kau menikah dengan seorang pria misalnya. Kau bisa betah dengan dia karena cinta. Mungkin aku juga seperti itu. Hanya saja pernikahanku tidak seberuntung itu."
Galuh paham kalau Garray telah ditinggal pergi istrinya. Dia tidak melanjutkan bertanya dan membiarkan Garry melanjutkan pembicaraan.
"Aku punya tujuan utama sebenarnya. Semenjak kecil aku melihat berbagai hal yang menurutku tidak pada tempatnya. Selalu aku melihat yang kuat menindas yang lemah. Anak yang lebih kuat merundung anak yang lebih lemah. Senior menghajar yunior dan seterusnya. Tidak hanya di tatanan masyarakat bawah, tapi juga kalangan elit seperti itu. Kita hidup di dalam sistem yang sudah dirancang seperti itu. Aku tidak mau berada di dalam sistem ini. Aku punya sistem sendiri, maka dari itu aku sampai sekarang meneliti tentang bagaimana manusia bisa hidup bersama, bahagia, berdampingan satu sama lain dan juga tanpa konflik. Aku pun punya teori untuk hal itu. Namun, aku tak mau menceritakannya sekarang. Ini cuma teoriku saja. Bisa saja aku salah dalam menilai teoriku."
"Wah, profesor telah bikin aku kepo nih. Emangnya apa sih, Prof? Cerita dong!"
"Kau lihat bumi kita sekarang. Penjarahan di mana-mana, pembakaran hutan, punahnya berbagai hewan langka. Semuanya karena ulah manusia-manusia picik yang hanya mementingkan perut mereka. Aku ingin sekali suatu saat nanti manusia-manusia seperti itu lenyap, kemudian diganti dengan manusia-manusia baru yang lebih kuat. Sehingga, tak akan ada lagi manusia yang ditindas, tak ada lagi manusia yang merusak bumi. Semuanya dalam kehidupan yang harmoni."
"Wah, cita-cita yang mulia, Prof. Memangnya bagaimana caranya?"
Garry mengangkat bahunya. "Jangan tanya aku. Aku tak punya kekuatan sebesar itu. Ini menyangkut seluruh bumi. Bagaimana bisa aku melenyapkan manusia-manusia jahat? Aku bukan Thanos."
Galuh tertawa. "Iya, profesor bukan Thanos. Aku tak bisa membayangkan kalau profesor adalah Thanos."
"Hahaha, iya. Sekali menjentikkan jari, separuh populasi alam semesta musnah. Apa aku suatu saat nanti punya kekuatan seperti itu, ya?"
Galuh tertawa lagi. "Mungkin prof, tapi kalau sampai itu terjadi aku akan menghentikan profesor karena ingin mengurangi populasi manusia."
Keduanya lalu tertawa lepas. Mereka menertawakan khayalan-khayalan tentang masa depan. Dan sekarang khayalan itu terbawa ke dalam kenyataan. Galuh berjalan dengan tenang di dalam Shangri-La. Dia mengingat secara mendetail bagaimana peristiwa tersebut. Diskusi antara Garry dan dirinya cukup menyenangkan. Semua pihak bisa dengan lepas tertawa dan menelurkan berbagai candaannya setelah itu. Tapi kini semuanya berbeda.
Garry yang sekarang sedang berdiri di depan sebuah orb raksasa berwarna ungu. Dia mengetahui kehadiran Galuh dari jauh. Dia cukup terkejut melihat sepasang mata Galuh menyala keemasan. Serpihan-serpihan cahaya mulai membuat polusi di dalam ruangan Shangri-La. Semua tempat menjadi terang benderang.
"Tunggu dulu!" cegah Garry. Dari kedua matanya tiba-tiba muncul kabut kegelapan. Kabut itu menjadi kilatan petir berwarna hitam membunuhi berbagai benih-benih serpihan cahaya.
"Profesor, aku harus menghentikanmu," ucap Galuh.
"Ternyata kau juga adalah pemilik kekuatan. Ini menjadi jawaban atas semua pertanyaanku selama ini, kenapa aku tak bisa mempengaruhimu. Ternyata kau punya kekuatan yang mirip denganku," kata Garry.
"Kekuatan yang mirip denganmu?" tanya Galuh.
"Aku mempengaruhi orang agar mereka punya rasa takut yang amat kuat, bahkan membuat diri mereka tak ingin hidup lagi. Aku membutuhkan Shangri-La agar kekuatanku bisa menyebar ke seluruh penjuru bumi. Sehingga, setelah manusia-manusia penakut itu musnah, hanya manusia-manusia tertentu saja yang berhak ada di bumi. Aku bisa mati dengan tenang karenanya," jawab Garry.
"Jadi rasa takut itu yang menyebabkan Agi menderita? Kenapa kau melakukannya kepada Agi?"
"Karena kekuatan yang dimilikinya terlalu berbahaya. Dia akan menjadi penghalang terbesarku dalam mewujudkan cita-citaku. Kurasa, sekarang aku salah. Kaulah yang menjadi penghalang terbesarku, Galuh!"
Kedua kekuatan kegelapan dan terang sedang bertarung di ruang Shangri-La. Cahaya-cahaya yang kuat melawan kilatan kegelapan. Kedua medan kekuatan tersebut saling ingin menjadi superior. Bahkan, cahaya keemasan yang keluar dari mata Galuh kini juga menyebar keluar.
Agi dan Samudra menyadari cahaya tersebut berasal dari kekuatan Galuh. Di saat yang bersamaan Agi berpegangan di leher Ultima. Kedua monster ini saling baku hantam. Hantaman kedua kekuatan mereka menyebabkan resonansi gelombang yang tidak biasa. Apapun yang ada di radius mereka terhempas. Air laut pun menjauh saat keduanya sama-sama menghantamkan pukulan-pukulannya. Ini bukan pertarungan biasa. Ini adalah pertarungan para monster.
Samudra saja berusaha agar tidak menghalangi pertarungan dua monster tersebut. Dia baru menyadari satu hal. Sinyal radio berfungsi lagi. Ada suara-suara yang tak asing terdengar di telinganya.
"Windrider, kenapa sendirian mengudara? Kami juga ingin ikut berpesta," ucap suara di radio.
"Kalian?" Samudra tak menyangka ada beberapa pesawat yang kini mulai muncul di radar.
"Kapten, sepertinya Anda tak bisa melawan mereka sendiri. Kita bersama-sama," kata salah satu pilot.
Di radar, Samudra bisa melihat beberapa pesawat. Ada sepuluh pesawat dengan formasi Wall Formation. Mereka sudah siap untuk berperang, setidaknya Samudra tidak sendiri sekarang. Pesawat-pesawat mendekat ke Samudra.
"Saat kami sadar kalau radio sudah bisa berfungsi lagi, kami langsung menyusul Anda. Kami juga menerima laporan dari salah satu pilot heli kalau Anda sendirian berada di tempat ini. Mendengar Anda kembali ke Laut Jawa membawa pesawat, kami makin yakin Anda pasti sedang berpesta sendirian," ucap salah satu pilot. "Kami tidak mau membiarkan Anda menjadi pahlawan sendirian, Kapten!"
Samudra tertawa. "Baiklah, iladies. Tugas kita menumbangkan bangunan besar itu. Tetapi saat ini di dalam sana ada rekanku. Maka dari itu aku tak bisa menyerang Shangri-La secara frontal sampai aku yakin kalau temanku selamat. Di dalam sana juga sedang terjadi pertempuran yang tidak biasa. Maka target kita adalah makhluk raksasa berwarna putih itu."
"Yang paling besar?" tanya pilot lainnya.
"Benar. Kita tumbangkan dia dulu, baru kita menghancurkan Shangri-La. Aku yakin teman kita si naga hitam kesulitan melawannya sekarang. Kalian bisa melakukannya?"
"Kapanlagi kita bisa melawan naga, Kap? Ayo!"
"Siapkan formasi Battle Spread!" kata Samudra.
Semua pesawat yang ada di belakang Samudra menyebar. Mereka menuju ke pertarungan Omega dan Ultima. Pesawat-pesawat tersebut tidak hanya terdiri satu jenis pesawat saja, tetapi dari berbagai pesawat yang bisa diberangkatkan. Ada F-16, ada pula Tucano, Northtop F-5, Sukhoi-27 dan lain-lain. Suara deru jet-jet tempur itu semakin membuat langit di Laut Jawa begitu berisik.
Omega menoleh ke arah Shangri-La. Dia sepertinya tertarik dengan cahaya keemasan yang keluar dari celah Shangri-La. Cahaya itu saling berbenturan dan menelan satu sama lain dengan kilatan-kilatan petir hitam. Ultima hendak mengayunkan cakarnya ke arah Omega, tiba-tiba hanya dengan satu kakinya Ultima dihantam lalu ditekan ke bumi. Agi yang ada di kepala Ultima sampai menghindar dari serangan yang amat cepat dan tidak terduga tersebut. Kedua lengan Ultima ditindih dengan kedua kaki Omega yang sangat besar. Mata hitam Omega mengamati cahaya itu.
"Alpha, kenapa kau memilih manusia itu?" gumam Omega.
Ultima meronta-ronta, tetapi cengkraman Omega sangat kuat. Agi menoleh ke arah Shangri-La, perang antara cahaya dan kegelapan sedang berlangsung seru di dalam sana. Dia akhirnya paham kekuatan apa yang dimiliki oleh ayahnya. Kekuatan yang mirip dengan Galuh, hanya saja kekuatan sang ayah adalah kekuatan yang menebarkan ketakutan.
Agi mengetahui kalau Omega sedang berusaha menarget Galuh. "Dia ingin mengincar Galuh, Ultima jangan sampai dia mengincar Galuh!"
"Aku tak akan biarkan!" Ultima membuka mulutnya. Dari dalam mulutnya keluar cahaya yang menyilaukan. Dengan sekejap, tiba-tiba semburan cahaya panas menghantam wajah Omega. Tubuh Omega dihantam tembakan api dari mulut Ultima menyebabkan tubuhnya terhuyung hingga kemudian ambruk.
Agi memusatkan pikirannya untuk bisa memberitahu Samudra. "Omega mengincar Galuh, jangan sampai monster itu menuju ke Shangri-La!"
Samudra yang dibisiki pikiran Agi segera mengerti. Dia lalu mengabarkan kepada rekan-rekannya. "Jangan sampai monster itu mendekat ke Shangri-La!"
"Roger!" seru semua pilot.
Setelah itu retetan tembakan dari senjata mesin memberondongi tubuh Omega. Sudah bisa diprediksikan monster itu tidak akan terasa dengan serangan sekecil itu. Dia tetap bergeming sambil mulai berdiri lagi seperti semula. Sayapnya mengembang, seolah-olah ia memberitahukan kalau dia tak terkalahkan. Ultima tak ingin kalah. Dia juga berdiri. Ultima tiba-tiba saja terbang dengan cepat lalu menghantam tubuh Omega. Tangan Omega yang kekar dan kuat menangkap leher Ultima. Agi yang berpegangan di sana nyaris saja menjadi panekuk. Dia lalu melompat menghindar lalu menjauh dari pertarungan Ultima dengan Omega sambil mencari timing yang tepat untuk bisa menyerang balik.
Agi berpikir apakah kekuatannya bisa menghantam Omega atau tidak? Kalau pun bisa, seberapa besar energi yang diperlukan untuk menumbangkan makhluk itu. Agi mencoba mengepalkan tangannya. Dia memusatkan pikirannya kepada sebuah tinju yang sangat besar. Tangan yang sangat besar. Kemudian dia melesat terbang ke arah Omega, setelah itu ia ayunkan tangannya seolah-olah menghantam Omega. Berhasil, makhluk itu seperti dihantam oleh sesuatu yang tak kasat mata.
"Kau memukulku? Seorang manusia berani memukulku?" geram Omega.
Belum selesai, dua misil menghantam kepala Omega. Ledakannya jelas membuat Omega marah. Kemudian sayapnya mulai dia gerakkan. Angin kencang berhembus membuat seluruh tempat yang ada di sekitarnya seperti terkena angin topan. Ada turbulensi saat angin kencang itu berhembus dirasakan oleh semua pilot. Semua pesawat menjauh, mereka tahu kalau sekarang ini makhluk yang mereka serang sedang marah.
Omega terbang ke atas hingga menyentuh awan. Semuanya paham kalau setelah ini akan ada kejutan yang tidak terduga. Mereka harus siap. Makhluk ini bisa menyerang siapa saja juga dengan cara apapun.
"Semuanya menghindar!" teriak Agi, yang entah didengar oleh siapa. Dengan kekuatan pikirannya ia mencoba untuk masuk ke benak semua orang dan semua makhluk yang ada di sekitarnya hingga Galuh pun bisa mendengarnya. "Semuanya menghindar. Ini akan sakit!"
Galuh yang mengetahuinya segera bertanya, "Agi, ada apa?"
"Kau tetap pada tugasmu. Kami di luar berusaha melindungimu!" ucap Agi. "Jangan hiraukan kami."
Omega membuka mulutnya. Kedua sayapnya mengeluarkan cahaya putih, memanjang dari timur ke barat. Cahaya itu makin lama makin panjang seperti menembus cakrawala. Baru kali ini semuanya melihat pemandangan seindah itu. Setelah itu cahayanya memendek, sedikit demi sedikit berkurang, beralih ke mulutnya yang memancarkan cahaya berwarna putih kebiru-biruan. Dalam hitungan detik Omega memuntahkan semua yang ada di mulutnya. Tembakan cahaya dari mulutnya itu menyembur ke segala arah. Beberapa pesawat yang tidak siap dihantam oleh serangan tersebut. Ledakan besar terjadi kepada apapun yang dihantam oleh tembakan itu.
Seperti diserang oleh bom nuklir. Itulah yang dilihat dan dirasakan oleh Samudra dan semua pilot. Mereka melihat serangan yang luar biasa. Omega menembaki apapun yang berada di dekat Shangri-La. Bahkan Ultima benar-benar menjauh dari serangnya. Makhluk besar itu tidak berhenti di situ saja. Tembakan itu terus dilepaskan ke segala arah. Serangannya mirip dengan serangan ECHO saat menghancurkan para nomad. Ledakan dimana-mana bumi seperti terbakar. Lautan meluap, ledakan itu membuat lubang besar di lautan, tsunami pun terjadi. Ombak besar berkecepatan tinggi menghantam pesisir.
Galuh masih melawan Garry. Di dalam Shangri-La ia merasa khawatir dengan suara ledakan-ledakan itu. Namun, ia percaya kepada teman-temannya. Ia harus fokus kepada satu hal. Menggunakan kekuatannya untuk bisa mengendalikan Shangri-La.
Cahaya keemasann yang keluar dari matanya pun kini makin lama mendominasi kegelapan. Garry tahu kalau kekuatannya tak akan mampu melawan kekuatan ajaib yang dimiliki oleh Galuh. Kekuatan pesona Galuh lebih kuat daripada kekuatan keputus-asaan miliknya. Di saat tahu Garry sedang terdesak, saat itulah terdengar bunyi bedebum yang menggetarkan lantai Shangri-La. Omega mendarat di atas Shangri-La, ia hendak masuk ke ruang di mana Galuh dan Garry berada.
"Aku percaya kepada teman-temanku!" ucap Galuh dalam hati.
Omega makin mendekat. Ia ingin meraih Galuh agar keluar dari Shangri-La. Tangan raksasa Omega sudah siap untuk meraihnya, hingga tiba-tiba tangan itu pun terhenti. Tubuh Omega seperti ditarik. Ekor Omega ditarik oleh Ultima, bukan saja Ultima, tetapi juga sosok lain dengan wujud ksatria raksasa berbaju zirah bersayap dengan tombak terhunus di tangan. Dia adalah ECHO yang datang untuk membantu Agi dengan mengambil wujud ksatria berbaju zirah bersayap. Wujud tersebut didapatkan dari benak Agi.
Raksasa putih ini ditarik keluar dari Shangri-La. Hingga akhirnya Omega keluar dari Shangri-La lalu dilemparkan ke lautan. Omega tentu saja kesal. Dia meraung, sekali lagi cahaya putih keluar dari kedua sayapnya, kemudian cahayanya menyusut setelah itu dari mulutnya keluar tembakan api lagi yang kali ini diarahkan ke segala arah. Omega mengamuk, tembakannya tak terprediksi. Beberapa pesawat yang sudah menghindar pun terkena. Para pilot mulai menjauh dari pertempuran untuk mengatur strategi, karena mereka tahu tak bisa menghajar monster ini sembarangan.
"Windrider, bagaimana caranya mengalahkan dia?" tanya salah satu pilot.
"Aku tak tahu. Dia bukan makhluk sembarangan. Usia dia lebih tua dari bumi ini. Dia tahan semua serangan, kita hanya bisa membantu sebisanya. Biarkan dua makhluk yang sekarang sedang melawannya itu yang bertugas. Kita hanya menjadi support," jawab Samudra.
"Ada ide?"
"Yang jelas, kita tak bisa melawan semburannya. Kita punya satu misi, cegah monster itu agar tak mendekati Shangri-La. Apapun yang terjadi cegah jangan sampai mendekat ke Shangri-La!" perintah Samudra.
"Roger!"
Burung-burung Besi mulai menjaga jarak. Mereka tahu percuma melawan Omega, tetapi setidaknya membuat Omega sibuk untuk tidak mendekat ke Shangri-La bukanlah ide yang buruk. Paling tidak, sampai Galuh bisa menguasai Shangri-La.
Omega meraung. Raungannya sampai terdengar melebihi suara mesin jet. Mata Omega yang berwarna biru menatap tajam ke semua makhluk yang melawannya. Dia marah. Hanya tinggal menunggu waktu sampai ia meluluh-lantakan semua yang melawannya.
Agi dan ECHO bergabung. Dia sekarang berada di dalam tubuh ECHO mengendalikan makhluk itu untuk bertarung bersama Ultima. Dia juga ngasal tadi membayangkan ksatria baju zirah bersayap dengan tombak. Dia ingat di salah satu game yang pernah dia mainkan ada tokoh seperti ini. Tapi tentu saja hal ini konyol sebenarnya.
"Kau tak suka dengan wujud ini?" tanya ECHO.
"Aku belum bisa memikirkan detail yang lain," jawab Agi.
"Siap atau tidak, dia datang sekarang," kata ECHO. "Aku tak bisa melawan Omega. Dia terlalu kuat. Tapi setidaknya aku bisa membantu untuk menahannya sampai Galuh mengendalikan Shangri-La. Shangri-La hancur, kita menang."
Agi menoleh ke arah Shangri-La. Cahaya keemasan masih berpendar melawan kilatan listrik hitam. Agi berharap Galuh segera menguasainya.
Di dalam Shangri-La, tampak Galuh masih terus melawan kekuatan Garry. Tetapi kali ini ada yang berbeda. Garry mulai mendekati ke Galuh. Melihat gelagat yang tidak baik, Galuh mundur tanpa mengendurkan kekuatannya.
"Kau keras kepala juga ternyata. Kau terlalu meremehkan aku!" gerutu Garry.
Garry terus mendekat, meskipun dengan langkah berat. Kekuatan Galuh perlahan-lahan mulai mempengaruhinya. Sedikit demi sedikit Garry mulai mendekat, lalu ia mencengkeram leher gadis itu. Galuh terkejut dengan perlakuan Garry. Garry mencekiknya dengan kuat sehingga Galuh tak bisa bernapas, kekuatannya pun redup. Matanya tertutup. Cahaya keemasan pun pudar. Hilang.
Melihat hal itu Agi terkejut. "GALUH!"
Agi hendak menuju ke Galuh. Ia yakin pasti terjadi sesuatu kepada gadis itu. Tetapi benak Samudra masuk ke kepalanya. "Biarkan dia! Percaya kepada Galuh, sebagaimana aku percaya kepadanya selama ini. Fokus saja pada tugas kita. Jangan sampai Omega menuju ke Shangri-La!"
Mendengar hal itu, Agi mengurungkan niatnya. Dia hanya bisa berharap kekasihnya baik-baik saja. "Baiklah. Aku percaya kepada Galuh."
Omega tahu kalau Galuh sedang terdesak. Dia segera mendekat ke Shangri-La, tahu maksud monster ini, Agi dan Ultima bergegas menghalanginya. Keduanya menghantam Omega agar mundur. Pertarungan pun tak terelakkan. Meskipun tubuhnya gigantic, tetapi kecepatan serangannya tak bisa diremehkan. Semua hukum fisika tak berlaku di sini. Kecepatan gerakan Omega tak terpengaruh oleh gravitasi dan maupun angin. ECHO dan Ultima berusaha mengimbangi sabetan cakar-cakarnya.
Dari arah lain pesawat-pesawat tempur mulai ikut menembaki Omega. Beberapa misil ditembakkan. Ledakan demi ledakan bersahut-sahutan menghantam Omega. Monster ini mulai mengeluarkan cahaya lagi dari kedua sayapnya. Tahu apa yang akan terjadi Ultima segera menyergap Omega lalu menggigit lehernya. Omega meraung, tak kalah ia pun menggigit Ultima balik. Cahaya di kedua sayap Omega masih menyala. ECHO menyerang Omega dengan menusukkan tombak raksasanya. Tombak itu bisa menusuk sang monster, tetapi sepertinya tak begitu dalam.
Tangan Omega yang besar dan kekar menangkap ECHO. Tubuh ECHO kini seperti dihimpit oleh mesin press raksasa. Agi yang pikirannya menyatu dengan ECHO langsung bisa merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia pun menjerit kesakitan saat tangan raksasa Omega meremas tubuhnya seperti botol air mineral bekas. Setelah itu dilemparkan tubuhnya ke lautan.
Mata Agi berkunang-kunang. Meskipun secara fisik ia tak terluka, tetapi rasa sakit yang diterima ECHO dan dia sama. ECHO dan Agi pun tengelam ke dalam lautan.
* * *
Menuju ke Ending
Semoga bisa segera selesai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top