23 | Hujan Api

Sepasang mata besar menyala dari kegelapan samudra. Gemuruh kedatangan Shangri-La telah membuat sebagian besar penghuni lautan tergugah. Mereka mendongak menyaksikan kedatangan kristal keabadian yang dulu pernah singgah dan tinggal di bumi memberikan pengetahuan kepada mereka. Keagungan dan kebijaksanaannya telah menyelamatkan bumi dari bencana beribu-ribu tahun yang lalu hingga ia pun akhirnya pergi. Kedatangannya kali ini benar-benar mengejutkan semuanya, termasuk manusia yang merasa diri mereka sudah menjadi pemilik dari bumi. Kedatangan Shangri-La bukan saja menjadi sebuah petunjuk kalau dia punya kekuatan, tetapi juga sebagai pertanda kalau bumi bukanlah tempat tinggal abadi untuk manusia. Dulu ada makhluk yang telah menempati bumi dan kini sedang ingin mengambil lagi bagiannya.

Makhluk bermata menyala tadi muncul ke permukaan laut, dia mengawasi benda besar yang masuk ke atmosfer bumi. Perlahan tapi pasti benda itu benar-benar mendekati bumi. Kobaran api dari gesekan atmosfer telah menampakkan pijaran warna aurora bertebaran di mana-mana, sementara itu para nomad masih diam menjadi target incaran pesawat-pesawat pasukan TNI AU.

Agi sudah berada di dalam barak TNI AU bersama Samudra. Keduanya mendarat beberapa waktu lalu untuk membicarakan apa yang akan mereka lakukan. ECHO mendaratkan Agi di dekat bandara, tentu saja masih dengan bentuk kapal luar angkasa Yamato. Makhluk itu mengeluarkan Agi dan memberinya akses untuk turun ke bawah. Samudra menahan para prajurit untuk tidak menyerangnya, karena bocah itu tak berbahaya demikian juga ECHO. Tentu saja, ECHO menjadi tontonan orang-orang sekarang. Keberadaan makhluk asing ini menjadikan orang-orang percaya bahwa ada kehidupan lain di luar bumi yang tak bisa dijelaskan oleh sains sekarang.

Samudra melihat Agi dengan pakaian lusuhnya, seperti baju pasien rumah sakit jiwa. Entah kenapa bocah ini tidak diberikan baju yang layak. Maka dari itu Samudra menyuruh anak buahnya untuk memberikan Agi baju yang layak. Setelah itu mereka pun berbicara.

"Bagaimana bajunya? Cukup?" tanya Samudra yang melihat Agi memakai kaos warna merah, celana jins dan sepatu kets. "Mungkin bukan yang terbaik tapi hanya itu yang bisa aku bantu untuk sekarang."

"Tak masalah. Aku cukup nyaman," jawab Agi.

"Bagus, sekarang ceritakan apa yang harus kita lakukan untuk menghancurkan benda itu?" tanya Samudra. "Apa yang kau ketahui?"

Agi menghela napas. Dia butuh udara untuk bercerita. "Dia adalah Shangri-La, entitas yang sudah ada di bumi ribuan tahun yang lalu sebelum manusia ada di sini. Dialah yang memberikan banyak pengetahuan kepada makhluk hidup yang ada di bumi, hingga kemudian dia terusir. Kalian tak akan bisa melawannya."

"Maksudmu? Kami hanya tinggal menunggu kepunahan?" tanya Samudra.

Agi mengangguk.

"Itu omong kosong! Aku tak ingin kita mati. Kita pasti bisa menumbangkannya," tukas Samudra.

"Daripada kita menumbangkannya, kenapa kita tidak bicara kepadanya tentang keadaan kita saat ini?" tanya Agi. "ECHO memberitahuku kalau siapapun diri kita tak akan mampu menghadapinya, bahkan dengan senjata secanggih dan sehebat apapun yang dimiliki manusia sekarang, tak akan bisa mengalahkannya."

"Kau tak bercanda?" tanya Samudra.

Agi menggeleng. Samudra menghembuskan napas kesal. Dia melihat sorot tatapan mata serius dari mata Agi.

"Kita harus bisa bicara dengan Shangri-La, untuk itulah aku ingin bisa masuk ke dalam Shangri-La," ucap Agi. "Aku ingin bicara dengannya."

"Masuk ke dalam?"

"Biarkan Shangri-La mendarat. Setelah itu aku akan masuk ke dalamnya bersama ECHO."

"Lalu countdown itu. Bukannya Shangri-La akan menyerang bumi dengan countdown itu?"

"Itu adalah countdown Shangri-La mendarat ke bumi, kau tak perlu khawatir ia akan melakukan penyerangan. Shangri-La bukan entitas yang agresif. Dia tidak akan menyerang, kecuali setelah dia memberikan ultimatum terlebih dahulu, sampai sekarang tak ada ultimatum itu."

"Tetapi kata Profesor Garry, bukan seperti itu."

"Kau ditipu olehnya. Aku tak tahu tujuan ayahku memberitahumu hal itu, tetapi yang jelas Shangri-La bukan seperti itu. Manusia akan diberi pilihan oleh Shangri-La, pergi dari bumi atau dimusnahkan. Ia ingin mengambil lagi haknya sebagai pemilik planet ini. Itu saja. Manusia bisa bernegosiasi dengan Shangri-La, aku bisa bernegosiasi, juga seorang yang bisa bicara dengan planet. Aku bisa mengajaknya untuk bertemu dengan Shangri-La," terang Agi.

"Johan? Kau mau bertemu dengan Johan?" tanya Samudra.

"Namanya Johan? Kau tahu dengan orang yang bisa berbicara dengan planet?"

Samudra mengangguk. "Aku tahu orang itu ada di mana sekarang."

"Aku ingin bertemu dengannya," ucap Agi.

"Aku akan mengantarkanmu kepadanya."

Samudra kemudian memberi isyarat kepada Agi untuk mengikutinya. Pemuda itu mengikuti sang perwira dari belakang sambil bertanya-tanya mau dibawa kemana. Mereka menjauh dari barak, lebih tepatnya menuju ke tempat yang cukup sepi. Setelah dirasa aman Samudra lalu berhenti.

"Kau pegang tanganku!" pinta Samudra.

"Kenapa?"

"Aku akan mengajakmu terbang," jelas Samudra.

"Whoah, kau bisa terbang?"

"Kau tentu tak perlu tanya bagaimana aku bisa terbang. Aku punya kekuatan angin, kau sendiri bisa membaca pikiran orang, setidaknya orang-orang yang pernah bertemu dengan Kesadaran Bumi memiliki keistimewaan seperti kita."

"Kalau untuk itu, kau tak perlu repot-repot," ucap Agi. Dia tersenyum sambil menampakkan giginya. "Terbang sih, aku juga bisa."

"Serius?"

Agi mengangkat bahunya, lalu tiba-tiba tubuhnya melayang di udara. Tentunya kekuatan yang dipakai oleh Agi berbeda dengan Samudra. Agi menggunakan kekuatan psikokinesis yang dimilikinya untuk mengangkat tubuhnya, sedangkan Samudra menggunakan kekuatan angin.

"Baiklah kalau begitu. Ikuti aku!" ucap Samudra. Dia tak butuh berlama-lama untuk kemudian melayang di udara. Secepat angin dia pun melesat pergi, Agi segera mengikutinya. Kedua insan ini terbang saling mengejar satu sama lain. Mereka tak bisa berlama-lama, maka dari itu orang-orang di bawah tak akan mengira kalau ada dua manusia sedang mengudara.

Tujuan Samudra adalah hotel tempat Johan dan yang lain berada. Tentunya mereka sekarang sedang berlindung di sana. Tak butuh waktu lama untuk keduanya mendarat di atap hotel. Ternyata memang benar, mereka masih berada di atap hotel. Mata Agi tertuju kepada satu orang, Galuh. Dia ada di sana. Di dekat Galuh ada orang-orang yang tidak dikenalnya. Ada seseorang yang mana dia langsung bisa menebak adalah Johan. Ada getaran aneh saat pikiran Agi menjamah Johan.

"Agi!" panggil Galuh.

"Mas Agi!?" panggil Yuyun kemudian.

Setelah Agi mendarat dia langsung menuju ke Galuh lalu memeluknya. "Kau tak apa-apa? Syukurlah!"

"Aku tak apa-apa," kata Galuh sambil menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Agi.

"Aku sempat khawatir. Kau tak terluka?" tanya Agi sambil memeriksa apakah ada yang kurang dari tubuh Galuh.

Galuh tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ia cukup senang Agi khawatir kepadanya. Agi memeluk Galuh sekali lagi. Samudra juga mendarat, langsung saja Windi ikut memeluknya. Yang lain cuma bisa memandangi kedua insan yang sedang dimabuk cinta ini melepaskan rindu dan kecemasan.

"Baiklah, aku tahu kami jomblo tapi jangan lama-lama pelukannya!" gerutu Ririn dengan wajah cemberut.

Agi melepaskan pelukannya. Galuh juga. Dia menjulurkan lidahnya ke arah Ririn. "Ih, sirik kau."

Yuyun ikut tersenyum melihat kakaknya yang sedang berpelukan dengan Galuh. "Syukurlah Mas Agi tidak apa-apa."

"Kau juga. Aku bersyukur kau tak apa-apa," ucap Agi ke Yuyun.

"Baiklah, ayas tak menyangka situ bisa terbang, Sob!" puji Indra.

Agi cuma nyengir. "Aku juga baru tahu kok."

"Sompret dah, kalau tahu punya temen superhero macam umak, mending kita bikin komunitas anti kriminal aja dari dulu," ujar Indra.

"Selamat datang, Abisoka atau aku panggil saja Agi," ucap sebuah suara. Suara beratnya membuat Agi merasa tertarik. Dia yakin orang ini adalah yang dimaksud oleh Samudra. "Perkenalkan, aku Johan. Kau baru tahu siapa aku, tetapi aku tahu banyak tentangmu, termasuk siapa Kesadaran Bumi yang bersamamu."

Agi menelan ludah. "Anda Johan?"

Johan mengangguk. "Aku tahu tujuanmu ke sini. Kau ingin mengajakku berbicara dengan Shangri-La?"

Agi mengangguk. "Anda tahu?"

"Bumi yang memberitahuku. Kita sekarang berada pada pilihan yang sangat susah. Aku harus bisa berbicara dengan Shangri-La, tetapi aku tak bisa berbicara dengannya dengan bahasa manusia. Shangri-La bukan makhluk hidup organik seperti kita, mereka berbicara dengan pikiran dan perasaan. Bahasa yang hanya bisa dipakai untuk orang-orang dengan kekuatan sepertimu," kata Johan.

"Lalu, dapatkah Anda membantu kami?" tanya Agi.

"Aku bisa membantu. Shangri-La akan mendarat sebentar lagi, saat itulah kita akan masuk ke dalamnya. Satu hal yang harus kau lakukan untukku, satukan pikiranku dengan Shangri-La. Hanya kau yang bisa melakukannya," jelas Johan. "Aku akan berbicara dengan Shangri-La, bersama bumi."

"Bersama bumi? Jadi, rumor kalau kau bisa berbicara dengan planet ternyata benar," ucap Agi mencoba menegaskan.

"Aku adalah seorang Geostreamer. Salah satu ras yang bisa berbicara dengan bumi. Kami sudah ada sejak manusia ada. Dari zaman ke zaman akan ada seorang Geostreamer yang menjadi perantara antara bumi dan manusia," jelas Johan. "Setiap planet memiliki nyawa, mereka memiliki kehidupan. Di atas mereka ada berbagai jenis makhluk hidup. Ada makhluk hidup organik, ada juga yang anorganik. Mereka semua berkomunikasi, menyatu dengan planet. Setiap saat, bumi dan penghuninya selalu dalam kebaikan, selama mereka bersama-sama membangunnya. Hanya saja, ketika manusia sudah tidak lagi membutuhkan bumi, maka bumi akan memberikan apa yang manusia inginkan, yaitu kehancuran semuanya."

Agi menelan ludah. Johan bukan berusaha menakut-nakutinya, tetapi apa yang dijelaskan Johan mirip dengan apa yang diceritakan oleh ECHO.

"Kalau begitu, segera saja kita berangkat. Semuanya sedang menyambut dia," ucap Johan, tatkala dia menunjuk ke sesuatu yang mana terlihat di langit.

* * *

Benda besar seluas pulau itu mendarat di Laut Jawa, bersebelahan dengan Pulau Bawean. Shangri-La dilihat dari dekat lebih seperti kristal berbentuk aneh dengan kubah besar yang tak bisa ditembus begitu saja. Begitu entitas ini mendarat di bumi semua makhluk tiba-tiba menuju kepadanya. Hewan-hewan yang hidup di air, udara dan darat berjalan menuju kepadanya. Peristiwa itu membuat heran semua orang. Semua binatang itu seolah-olah tersihir dengan kedatangan Shangri-La.

Beberapa hewan dan makhluk yang tak pernah terlihat oleh manusia juga bermunculan. Di langit juga terlihat sekawanan burung yang mungkin berjumlah ratusan terbang menuju Shangri-La. Ada pula binatang melata bersayap terbang dari kejauhan. Binatang seperti naga itu meraung-raung, seolah-olah seperti memanggil rekan-rekannya. Angin juga sepertinya berhembus menuju ke Shangri-La, untuk beberapa saat, bumi benar-benar tenang seperti terdiam dalam keheningan doa. Burung-burung besi yang sebelumnya sibuk menembaki nomad yang ada di udara juga tenang, mereka menunggu apa yang akan terjadi setelah Shangri-La mendarat. Sebagian bertanya-tanya apakah ini akhir dari umat manusia?

"Dia sudah datang," gumam seseorang. Dia adalah Garry. Tak ada yang menyangka orang ini begitu tenang menyaksikan segala hal yang terjadi. Dia malah menjadi orang yang paling bahagia ketika tahu Shangri-La sudah mendarat. Kakinya berdiri di atas landasan pacu helikopter. Seorang pilot sudah berdiri di dekatnya, hanya saja dari raut wajahnya menampakkan ekspresi ketakutan.

"Kau tak perlu takut," kata Garry. "Semua orang pada akhirnya akan mati. Sekarang, antar aku menuju ke Shangri-La!"

"Baik, Prof." Sang pilot menurut. Dia lalu berjalan menghampiri satu helikopter yang telah siap untuk terbang. Profesor Garry menenteng alat yang dia gunakan untuk menangkap gelombang komunikasi antara ECHO dan Agi. Dia mengikuti pilot masuk ke dalam pesawat helikopter milik TNI AU.

Tak berapa lama kemudian pesawat berisi dua orang itu pun terbang meninggalkan bumi. Dari udara, Garry bisa melihat semua yang ada di bawah. Dari kejauhan hewan-hewan menuju ke arah Shangri-La, bahkan pesawat helikopternya didampingi oleh ratusan kawanan burung yang mana seolah-olah seperti melindunginya.

Para nomad yang berada di udara tiba-tiba bergerak. Sebagian di antara mereka mendampingi helikopter yang ditumpangi oleh Garry. Mereka berjibaku membentuk lorong hingga sampai kepada Shangri-La, seolah-olah Garry disambut. Para pemegang kekuatan ajaib adalah satu-satunya yang bisa melihat Kesadaran Bumi, namun kini tidak lagi. Setiap orang bakalan melihat sesuatu yang tak biasa sekarang, semua kesadaran Bumi muncul begitu saja.

Ultima menampakkan diri, Anemoi menampakkan diri, Putri Aneok Laut juga menampakkan diri. Ketiga Kesadaran Bumi yang menjadi sumber kekuatan Agi, Samudra dan Windi terlihat berada di dekat mereka. Semua orang yang ada di atap hotel terkejut.

"Apa ini? Siapa mereka?" ucap Indra panik ketika melihat sesosok Naga sebesar hotel tempat mereka berada bertengger di atap hotel. Juga sesosok makhluk tembus pandang dengan tubuh sangat tinggi terlihat seperti asap berdiri di sebelah Samudra, dia adalah Anemoi. Di sebelah Windi muncul seorang perempuan dengan tubuh dari ujung kepala sampai kaki terbuat dari air juga menampakkan diri, dia adalah Putri Aneok Laut. Hanya Galuh saja yang tidak didampingi oleh Kesadaran Bumi.

Ririn langsung memeluk Galuh, setiap orang benar-benar panik melihat makhluk-makhluk ini muncul di dekat mereka, kecuali mereka yang sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Jangan takut! Mereka adalah Kesadaran Bumi. Setiap dari mereka adalah sumber kekuatan teman-teman kalian," ucap Johan.

Agi menatap Ultima. Naga hitam itu juga menatapnya. Mereka bertemu lagi setelah sekian lama. Kepala naga itu lalu menatap jauh ke depan. Dia seolah-olah ingin menunjukkan Agi sesuatu. "Perang akan dimulai," kata Ultima.

"Perang? Perang apa?" tanya Agi.

"Omega sudah bertemu Shangri-La. Semua Kesadaran Bumi akan berperang melawannya. Kita sudah bersepakat," ucap Ultima.

"Woahh, me-mereka b-bisa bicara?!" ucap Indra gemetar.

Sheila yang saat itu ada di tempat tersebut melihat pita berwarna-warni menyelimuti para Kesadaran Bumi. Mereka seperti dilindungi oleh pita-pita tersebut. Warnanya berbagai macam, indah dan tak pernah Sheila melihat sesuatu seindah itu sebelumnya. Baru kali ini dia melihat Kesadaran Bumi.

Galuh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia dulu pernah bertemu kakek-kakek yang memberinya kekuatan ajaib. Namun, kali ini kakek-kakek itu tidak menampakkan dirinya. Ada apa? Dia penasaran.

"Tunggu dulu, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Johan.

"Bumi tidak memilih Geostreamer sekarang ini. Omega sekarang yang akan menjadi penentu," kata Anemoi. "Dia telah memutus alam ikatan, kau tak akan bisa bicara dengan bumi untuk sementara waktu. Satu-satunya yang bisa kau ajak bicara sekarang hanyalah Shangri-La."

"Mustahil, bagaimana Omega bisa sampai ada di Shangri-La lebih dahulu?" tanya Johan.

"Kau sungguh tak tahu siapa yang bersama Omega?" tanya Ultima.

Johan menggeleng.

"Dia adalah Garry, ayah Agi," kata Ultima.

Semuanya terkejut. Terutama Agi. Dahinya berkerut mencoba memahami apa yang dikatakan oleh Ultima.

"Katamu, ayahku? B-bagaimana mungkin?" Agi tak percaya.

"Bertahun-tahun yang lalu dia tahu tentang kekuatanmu dan dia takut. Omega memilih untuk memberikan kekuatannya kepada ayahmu, karena dia tahu satu-satunya cara untuk mengendalikanku adalah dengan menjadikan orang terdekatmu sebagai pemilik kekuatan. Seharusnya kau tak perlu takut dengan siapa pun, karena aku adalah kekuatanmu. Namun, dia terus menekanmu agar kau takut kepadanya. Sehingga kekuatanmu tidak bisa keluar dan terpenjara setiap kau melihat ayahmu," jelas Ultima.

Lutut Agi lemas. Dia tak menyangka kalau ayahnya selama ini adalah pemegang kekuatan Omega. Agi menjatuhkan lututnya, air matanya tak bisa dibendung lagi. "Kenapa? Apakah itu alasan ayahku melakukan hal ini?"

"Ada alasan lain, yang jelas hanya Garry yang bisa menjelaskannya," kata Ultima. "Kau bisa bertanya langsung kepada ayahmu atas alasan kenapa dia melakukan ini semua."

"Apakah ini sebabnya ia berperilaku kasar kepadaku selama ini?" gumam Agi. Dia mengingat-ingat bagaimana perlakuan kasar ayahnya. Dia dipukul, dikurung di dalam toilet, tidak diberi makan, bahkan setiap ada kesalahan sedikit ia pasti kena pukul, sehingga ia benar-benar takut kepada ayahnya.

"Aku sangat membenci hal ini, tetapi benar. Inilah yang sebenarnya terjadi," ujar Ultima.

"Aku tak menyangka kalau selama ini Profesor Garry adalah pemilik kekuatan Omega, memangnya apa yang akan dilakukannya?" tanya Samudra.

"Kau bisa tanya langsung ke orangnya," ucap Ultima.

"Kita berdua bisa menyusul Garry ke Shangri-La, kita tak punya waktu lagi. Ayo!" ajak Samudra.

Agi masih bersimpuh. Dia mendadak tak punya kekuatan. Semua kenangan masa kecilnya membuat ia lumpuh. Samudra menggoyang-goyangkan bahunya, mencoba untuk menyadarkannya. Mereka akan menghadapi kekacauan alam semesta, kalau tidak segera bertindak entah apa yang terjadi kepada umat manusia nantinya.

"Agi! Sadarlah! Kita harus bergegas. Tak ada waktu lagi!" ujar Samudra sambil menggoyang-goyangkan bahunya.

Yuyun juga ikut panik. "Mas Agi! Sadarlah! Mas kenapa?"

"Aku tak bisa. Aku tak bisa," ucap Agi.

"Sadarlah, aku ada di dekatmu. Kau akan baik-baik saja!" ucap Galuh.

"Inilah yang aku takutkan. Dia tak akan bisa melawan ayahnya," tukas Ultima.

Tubuh Agi gemetar. Matanya menatap kosong apapun yang ada di depannya. Keringat dingin mulai muncul di dahinya, hal yang tidak pernah dilihat oleh siapapun sebelumnya. Saat itulah Galuh mendekatinya. Tangan gadis itu kemudian diletakkan di punggung Agi.

"Kalian berangkatlah dulu. Aku akan menenangkan Agi. Aku yakin Profesor Garry pasti membawa alat buatannya," kata Galuh sambil menatap Samudra.

"Alat buatannya?" Samudra mengernyit.

"Iya, alat buatannya yang dia gunakan untuk menangkap gelombang frekuensi antara ECHO dan Shangri-La. Dia pasti ingin berkomunikasi dengan Shangri-La dengan menggunakan alat tersebut. Pergilah!" ucap Galuh.

"Aku ingin membantu," kata Windi. Dia membunyikan semua persendiannya. "Setidaknya aku tidak ingin berdiam diri di sini saja. Aku akan menggunakan kekuatanku untuk apapun itu."

Indra dan gengnya saling berpandangan. Mereka seolah-olah adalah makhluk-makhluk unfaedah berada di lingkaran para superhero. Bagaimana ia tidak merasa sinting berada di dekat orang yang bisa berbicara dengan planet, teman yang punya kekuatan psikokinesis, orang yang bisa terbang, cewek yang bisa berbicara dengan air. Mereka benar-benar berada di luar jangkauannya sebagai manusia biasa. Ia merasa tak bisa berbuat banyak untuk mereka.

"Kau bisa memulai dengan menolong orang-orang yang terluka," usul Samudra kepada kekasihnya.

Windi mengangguk. "Aku mengerti."

"Baiklah, aku serahkan Agi kepadamu. Aku dan Johan akan pergi ke Shangri-La," ucap Samudra.

"Bagaimana cara kita untuk bisa pergi ke sana?" tanya Johan.

"Kau tak perlu cemas. Aku bisa memasukkanmu ke dalam jet tempurku. Setelah itu kita akan keluar dengan kursi pelontar. Untuk saat ini pegang tanganku!" pinta Samudra sambil mengulurkan tangannya.

Johan menatap ke istrinya. "Kau tak apa-apa aku tinggal sendiri?"

"Pergilah, ini sudah menjadi tugasmu," kata Sheila sambil tersenyum.

Johan dengan cepat mencium istrinya sebelum menggapai tangan Samudra. "Doakan aku."

"Selalu," kata Sheila.

"Pegang yang kuat, karena aku tidak akan terbang dengan kecepatan rendah," kata Samudra. Dalam hitungan detik kedua lelaki ini sudah terbang pergi meninggalkan tempat mereka tadi berdiri.

"Gal, aku akan ke bawah. Aku yakin saat ini banyak orang-orang yang membutuhkan bantuanku," kata Windi.

Galuh mengangguk. "Aku mengerti."

"Kalian mau membantuku?" tanya Windi kepada Indra dan gengnya.

"Dengan cara apa?" tanya Indra.

"Entahlah, tapi aku yakin kalian pasti akan bisa membantuku nanti," jawab Windi.

"Aku akan tetap di sini menemani Mas Agi," ucap Yuyun.

Indra dan kawan-kawan mengangguk. Mereka setuju. Setelah itu Windi bergegas untuk pergi dari hotel diikuti yang lainnya. Sekarang di atap hotel hanya tinggal Ririn, Galuh, Agi dan Sheila. Agi masih menggigil. Ada sesuatu yang tidak biasa terjadi kepadanya. Ketakutan Agi ini tidak wajar.

Para Kesadaran Bumi kemudian menghilang seperti asap. Mereka tidak muncul lagi setelah pemilik kekuatan mereka pergi dari tempat tersebut. Galuh mulai merasakan sesuatu yang aneh.

Apakah kekuatan Garry adalah memberikan rasa takut kepada orang lain? Apakah itu kekuatan sejati Omega? Dan ketika Galuh menyadari hal itu Profesor Garry sudah mendarat di atas Shangri-La.

Mereka mendarat di salah satu tempat yang datar. Shangri-La benar-benar besar. Bentuknya seperti istana pada kerajaan-kerajaan zaman kuno. Hanya saja tak ada ukiran, tak ada pahatan nilai seninya. Bentuknya memang seperti bangunan tetapi pastinya dengan kemampuan ECHO berubah wujud, Shangri-La menggunakan wujud ini untuk bisa menyesuaikan diri dengan manusia.

Sang pilot tak beranjak dari kokpit. Tubuhnya gemetar. Dia sangat ketakutan. Garry meninggalkannya, dengan santai ia berjalan masuk ke dalam lorong yang telah disediakan oleh Shangri-La. Tak terasa Omega juga menampakkan diri. Kesadaran Bumi itu juga masuk ke dalam bersama Garry. Pria paruh baya itu menoleh ke arah Omega. Wujud Omega yang sesungguhnya benar-benar nampak sekarang. Tubuhnya berwarna putih metalic, ada sepasang sayap lebar di punggungnya, tangannya berkuku panjang dan kekar. Telapak kakinya sangat lebar, setidaknya ada empat kaki. Dia merupakan perwujudan dari seekor naga super besar. Lebih tepatnya monster terbesar yang pernah ada dalam sejarah.

Jalan di dalam tubuh Shangri-La adalah jalan lurus. Tak ada belokan ataupun turunan. Tak ada juga anak tangga. Jauh di depan, Garry melihat sebuah Orb yang sedang berputar-putar. Setelah lama berjalan ia baru menyadari kalau orb tersebut dilindungi dinding kaca yang sangat tebal.

"Inikah Shangri-La?" gumam Garry.

"Kau sudah sejauh ini. Lanjutkan rencanamu!" perintah Omega.

"Tentu saja," ucap Garry.

Dia menurunkan alat yang dia bawa, setelah itu dia membuka keyboard, menyalakan konsole-nya. Dia mengetikkan dan mengoperasikan beberapa perintah. Di layar monitor ia bisa melihat sebuah interface yang dia gunakan untuk menangkap sinyal frekuensi yang digunakan oleh ECHO.

"Selamat datang kembali di bumi, Shangri-La," sapa Garry.

Garry butuh waktu sesaat sampai kemudian di layar monitor dia melihat beberapa simbol. Simbol-simbol tersebut lebih mirip seperti beberapa gambar random dari kristal salju. Bahasa yang tidak dipahami oleh makhluk seperti manusia. Garry lalu merentangkan tangannya. Omega kemudian melangkah maju ke depan kaca tepat di depan orb.

"Berikan kami pengetahuanmu, Shangri-La!" ucap Garry. "Berikan kami pengetahuanmu agar kami bisa memilihi manusia-manusia yang pantas untuk menempati planet ini. Aku akan menyingkirkan orang-orang yang tidak berkompeten. Mereka yang hanya merusak, lemah dan tidak punya kemauan mencintai planet ini, berhak untuk dimusnahkan. Aku akan menanamkan rasa takut kepada mereka, hingga pilihan mereka tidak lain hanyalah kematian. Namun, sebelum itu aku ingin kau takut kepadaku terlebih dulu."

Kedua tangan Garry diliputi kabut hitam, setelah itu dari tubuh Omega juga keluar kabut hitam. Kabut hitam itu lambat laun memenuhi ruangan, hingga akhirnya tak ada lagi yang tersisa di dalam ruangan tersebut selain kegelapan.

Serpihan-serpihan nomad yang telah hancur, tiba-tiba saja perlahan-lahan mulai bergerak. Mereka saling menempel antara satu sama lain diiringi asap hitam yang tiba-tiba saja mengerubungi potongan-potongan tubuh tersebut. Sedikit demi sedikit, mereka tersusun kembali, tetapi bukan seperti bentuk sebelumnya, melainkan menjadi satu tubuh raksasa dengan badan polos seperti logam dan mata sipit seperti Cyclops.

Di dalam ruangan Shangri-La, Garry tersenyum puas melihat orb yang menyala tadi berubah menjadi hitam. Hanya kegelapan yang berada di dalam Shangri-La. Kini Garry bisa melihat banyak hal. Lebih tepatnya ia bisa mengendalikan seluruh nomad yang ada di udara menjadi apapun yang dia inginkan. Dia tertawa puas. Kali ini ia membentuk nomad-nomad tersebut menjadi senjata yang bisa melayang di udara.

Para pilot yang berusaha membersihkan nomad-nomad terkejut melihat perubahan bentuk tersebut. Mereka keheranan dengan adanya meriam melayang di udara. Bukan saja meriam, tetapi juga senjata-senjata mesin berlaras panjang, misil, serta berbagai senjata seperti terpasang di udara siap menembak bumi.

"Aku ingin mencoba satu kali serangan dulu," kata Garry.

Dia menjentikkan jarinya, seketika itu seluruh nomad yang berbentuk senjata tadi menembak. Terjadilah pesta ledakan di bumi. Seluruh tempat yang ditempati oleh nomad terkena hujan peluru dan meriam. Pesawat-pesawat yang tadinya hanya termangu melihat perubahan wujud para nomad, kini harus membayar mahal. Mereka dihabisi oleh tembakan-tembakan itu. Korban-korban berjatuhan. Manusia-manusia yang berada di bawah, terkena tembakan tersebut. Sebagian tubuh mereka hancur karena meriam, sebagian lagi selamat. Tembakan-tembakan itu juga mengenai gedung sekolah yang digunakan anak-anak untuk berlindung, rumah sakit, kantor pemerintahan dan lain-lain.

Untunglah langit udara di Malang sudah dibersihkan oleh ECHO, sebagian besar tidak ada nomad sehingga Sheila dan yang lainnya yang masih berada di atap hotel selamat. Mereka hanya bisa melihat bagaimana hujan peluru dari udara menghantam seluruh penjuru bumi yang diduduki oleh nomad.

"Ini gila! Apa yang Profesor Garry inginkan?" gumam Galuh tak percaya melihat ini semua.

"Dia sepertinya ingin memusnahkan manusia," ujar Sheila. "Ayo, kita harus pergi berlindung, tak aman kita berada di tempat ini."

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top