16 | Ajakan Berbicara
15 Tahun yang lalu
Setelah mengalami kecelakaan, Agi mendapatkan mimpi buruk. Dia tinggal bersama ayahnya. Sebenarnya tidak ada masalah yang berarti ketika ia harus tinggal bersama ayahnya. Karena sikap ayahnya pada awalnya adalah biasa saja. Tetapi semakin jarang ayahnya berada di rumah membuat keluarganya retak. Ibunya sudah mengajukan cerai ke pengadilan, tetapi tidak pernah ditanggapi olehnya, hingga akhirnya pengadilan memaksa pengacaranya untuk mengurus lalu menandatangani surat cerai. Tetapi masalahnya ternyata tidak berakhir di situ.
Meskipun ayah dan ibunya sudah bercerai tetapi masih saja ada yang tertinggal yaitu hak asuh anak. Garry tetap menolak Erina mengasuh Agi di luar negeri. Agi harus berada di Indonesia, karena Garry punya hak juga sebagai ayah. Keberatan ini tentunya dilawan oleh Erina, karena ia merasa selama ini Garry tak pernah memperhatikan mereka, maka dari itulah berpisah adalah jalan yang terbaik. Persidangannya alot, hingga akhirnya sebelum pengadilan hendak memutuskan sehari sebelum sidang tragedi pesawat jatuh itu pun terjadi.
Setelah siuman, Agi berusaha mencari-cari keberadaan ibunya. Ayahnya yang datang menjenguknya pun memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Anak itu shock, terlebih lagi ketika tahu ibunya telah mengganti nama yang diberikannya sejak kecil "Abisoka" menjadi "Agi Syahputra".
"Kau itu anakku, maka kau harus memakai nama pemberianku. Jangan pernah memakai nama Agi Syahputra karena itu bukan namamu! Syahputra itu bukan ayahmu!" bentak Garry setiap kali anaknya merengek tak mau dipanggil dengan nama Abisoka.
Sekarang Agi mulai terbiasa dengan panggilan Abisoka. Lagipula toh itu adalah namanya sejak dulu. Tak masalah kalau toh ia kembali memakai nama itu.
Ada kejadian yang aneh setelah ia selamat dari kecelakaan tersebut. Dia merasakan sesuatu yang tidak biasa dirasakan oleh orang lain. Dia bahkan mengetahui ada yang aneh dengan dirinya. Kejadiannya bermula saat ia masih berada di rumah sakit. Ketika berbaring di atas ranjang pasien, ia malas untuk mengambil segelas air yang ada di meja. Entah bagaimana ketika ia hendak menggapai gelas tersebut, tiba-tiba saja gelas itu meluncur dengan cepat ke arahnya. Nyaris saja gelas itu tak tertangkap. Akibatnya air tumpah di baju dan selimut yang ia pakai. Tak cukup berhenti di sana, karena masih dalam keadaan keheranan ia pun membuat gerakan seperti mengibaskan tangannya. Secara ajaib meja yang ada di ruangannya ikut bergerak. Tentu saja Agi menelan ludah. Ada rasa cemas, takut, tetapi juga senang dengan kemampuan barunya.
Untuk sementara selama di rumah sakit ia sangat berhati-hati untuk tidak menampakkan kemampuannya itu kepada siapapun bahkan juga kepada ayahnya. Setelah pulang dari rumah sakit pun dia menyembunyikan kemampuannya ini. Tetapi, sepandai-pandainya Agi menyembunyikannya dia tetap ketahuan.
Hari itu sebenarnya adalah hari ulang tahun Agi. Kebetulan hari ulang tahunnya bertepatan dengan hari kelahiran ibunya. Maka dari itulah kenangan dia dengan ibunya tidak akan pernah tergantikan. Pagi itu sebenarnya jadwal Garry tidak padat. Ia memang sudah mempersiapkan kejutan hari ulang tahun untuk putra semata wayangnya. Dia ingin agar kedukaan yang ada di dalam dada bocah itu bisa terobati.
Agi terbangun. Tak ada wajah kegembiraan padanya pagi itu. Bayangannya tentang ibunya makin jelas setiap kali ia mengingat tentang hari ulang tahunnya. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00. Dia terlambat bangun. Tetapi, tentu saja ia sadar ayahnya sudah pergi pada jam-jam seperti itu.
Kaki kecilnya menuruni tempat tidur. Dia berjalan menuju ke dapur untuk mencari makanan. Pertama, sebelum mengisi perutnya dengan sesuatu yang bisa dikunyah, ia lebih memilih air putih. Diambilnya segelas air putih yang ada di dispenser. Air mengalir membasahi kerongkongannya yang kering semenjak tadi malam. Rumah sepi, tak ada siapapun. Ia memastikan sekali lagi kalau-kalau ada orang di sekitarnya. Tak ada.
Tangan kanannya ia julurkan ke depan untuk meraih buah apel yang ada di atas meja makan. Jaraknya cukup jauh, tetapi buah apel itu tiba-tiba melayan, melesat menuju ke telapak tangan kanannya. Bocah itu segera menangkap buah tersebut lalu mengunyahnya. Sedangkan, tangan kirinya ia gerakkan seperti menepis sesuatu. Pintu kulkas yang berjarak beberapa meter di depannya terbuka. Masih dengan tangan kirinya ia membuat aba-aba seperti menarik sesuatu. Tak lama kemudian kotak sereal melayang di udara.
Dapur pun menjadi heboh pagi itu. Berbagai aktivitas seperti menuangkan sereal, susu, kemudian mengaduk dengan sendok dilakukan oleh Agi tanpa menggunakan kedua tangannya. Semuanya serba dengan kekuatan pikirannya. Ia sendiri takjub dengan kekuatan yang dimilikinya. Bahkan, kalau biasanya ia perlu menggerakkan sesuatu dengan isyarat melalui tangan, kali ini ia melakukannya cukup diperintahkan saja. Seolah-olah setiap yang ia sentuh, rasakan dan ia cium sudah berada di dalam otaknya. Semuanya rela untuk dijamah dengan sukarela oleh kekuatan pikirannya yang tanpa batas. Untuk menghidupkan tv ia sudah tak butuh remote lagi, itu pun dia ketahui tanpa sengaja.
Kekuatan Agi dari hari ke hari makin kuat. Ia tak tahu seberapa kuat lagi nanti ke depannya. Sesuatu yang ia kira mimpi tentang naga hitam besar itu ternyata adalah kenyataan. Naga hitam bernama Ultima telah memberikannya kekuatan yang luar biasa. Bocah itu baru mengenal sedikit dari kekuatannya, meskipun begitu ia bisa menggerakkan sesuatu yang melebihi ukuran badannya sendiri. Dia bermain-main dengan kekuatannya itu tanpa mengenal waktu. Ketika bermain, ia mencoba menggerakkan mobil-mobilan miliknya, bola-bola kecil, serta berbagai mainan seperti leggo dan sejenisnya. Ia bahkan bermain catur dengan pikirannya sendiri, sehingga pion-pion catur itu bisa bergerak sendiri bermain melawan dirinya.
Sayangnya, Agi belum siap menunjukkan kekuatan itu kepada siapapun, termasuk kepada ayahnya. Ada beberapa sebab, pertama ayahnya seorang ilmuwan yang kemungkinan akan membenci terhadap apa yang dia lakukan. Ilmuwan lebih berpikir logis, realistis dan tentunya butuh sesuatu yang masuk akal untuk dijelaskan. Kedua, Agi terlalu takut untuk dijadikan bahan eksperimen seperti film-film yang pernah ia tonton dimana orang-orang yang baru saja diberi kekuatan oleh alien dijadikan bahan percobaan. Ketiga, dia takut akan menjadi terkenal karena memiliki kekuatan ajaib ini dan ia belum siap.
Akhirnya waktu itu pun tiba. Saat Agi bermain-main dengan kekuatannya, ia tak tahu kalau Garry akan pulang memberikan kejutan ulang tahun kepadanya. Agi asyik bermain kotak rubik tanpa menyentuhnya. Orang yang melihatnya akan mengira ia sedang bermain sulap. Kotak rubik bisa melayang-layang di udara lalu berputar-putar menyusun pola warna yang sesuai. Saat itulah ayahnya yang sudah siap dengan sebungkus kado mainan di tangannya terkejut ketika masuk secara tiba-tiba mendapati apa yang dilakukan oleh Agi. Agi terkejut lalu menghentikan aktivitasnya. Kotak rubik pun jatuh. Mimpi buruk pun dimulai.
Ayahnya marah tanpa sebab. Dia memaksa Agi untuk menceritakan darimana ia peroleh kekuatan itu. Garry panik. Ia telah melihat bagaimana pemberitaan di tv-tv tentang kejadian aneh beberapa waktu lalu saat ibukota Jakarta tumbuh pohon raksasa yang mempengaruhi orang-orang, lalu tak lama kemudian muncul api yang membakar habis pohon raksasa tersebut. Dia yakin semuanya ada hubungannya dengan orang-orang yang memiliki kemampuan khusus.
"Darimana kau dapatkan kekuatan itu? Siapa yang mengajarimu? JAWAB!" bentaknya.
Mata Agi berkaca-kaca. Dia menggeleng. Dia takut ayahnya tidak akan mempercayainya, menganggapnya berbohong karena ia tahu sang ayah tak akan percaya dengan cerita-cerita mistis, fantasi dan segala sesuatu yang tidak nyata. Apa harus dia mengatakan kalau dia mendapatkan kekuatan ini dari naga hitam bersayap lebar?
Tiba-tiba rasa takut menyelimuti bocah itu. Dia tak mengerti, padahal sebelumnya ia tak memiliki rasa takut kepada ayahnya. Tangan ayahnya mulai diangkat kemudian memukul pahanya. "Katakan! Cepat!! Darimana kau mendapatkan kekuatan ini? Siapa yang mengajarimu? Bagaimana kau melakukannya?"
Agi mulai menangis.
"Tidak, jangan menangis! Cepat katakan!" bentaknya lagi.
Tangis Agi mulai pecah.
"Dasar bocah tak tahu diuntung! Aku tanya nggak dijawab!" bentak Garry lagi. Rasanya beban yang ada di kepalanya tiba-tiba saja makin berat. Sebenarnya dia meninggalkan sesuatu yang penting di tempat kerjanya hanya untuk memberikan kejutan kepada putranya. Tetapi melihat putranya melakukan sesuatu yang aneh, ia pun makin stress, tekanan darahnya naik secara tiba-tiba. Ia tak bisa mengendalikan dirinya.
Agi makin takut kepada ayahnya. Ia dipukul berkali-kali, setelah itu diseretnya bocah itu untuk masuk ke dalam kamarnya. Kemudian dikunci dari luar. Agi terus menangis di dalam kamarnya sambil berusaha menggedor-gedor pintu kamar.
"Katakan kepada ayah, darimana kau dapatkan kekuatan itu?! Abisoka, kau tak boleh keluar sebelum mengatakannya!"
* * *
Agi terbangun dari mimpi buruk. Ruangan tempat dia tidur masih sama. Tembok putih, dengan dinding dilapisi gabus dan spons berwarna senada. Di sampingnya ada kaca besar tembus pandang yang menghubungkannya langsung dengan ECHO. Makhluk itu hidup. Hanya Agi yang tahu.
"Galuh, masih tidur?" tanya Agi mengirimkan sinyal telepati ke Galuh.
Galuh yang saat itu sedang berada di kamarnya tersentak. Ia juga tengah berbaring di atas ranjangnya. Waktu telah menunjukkan jam 3 pagi. Tetapi, keduanya tak bisa tidur nyenyak. Bukan karena kasurnya yang tidak nyaman, tetapi pikiran mereka sibuk satu sama lain. Tubuh bisa beristirahat tetapi otak mereka seakan-akan menolak untuk beristirahat.
"Aku tak bisa nyenyak tidur. Seharian ini aku tak melihat Kapten Samudra," kata Galuh menanggapi Agi.
"Dia mungkin tidak berada di fasilitas ini. Kalau dia ada aku bisa langsung tahu. Setiap manusia yang ada di tempat ini berisik, mereka selalu berbicara di dalam hati mereka, entah mengingat-ingat kenangan, ataupun bahkan bernyanyi di dalam hati. Sebagian merindukan keluarganya, sebagian lagi memikirkan tentang skandal yang telah dilakukannya selama ini," kata Agi.
"Kau melihat semua itu?"
"Iya, aku melihat seperti berada di tengah pasar. Semua penjual menjajakan barang dagangannya. Awalnya ketika aku bisa membaca pikiran manusia, kepalaku pusing dibuatnya. Tetapi setelah itu, aku terbiasa. Aku hanya perlu konsentrasi terhadap pikiran orang tertentu saja."
"Aku ingin berbicara kepadamu satu hal," kata Galuh dengan pikirannya. Ia bangun dari tempat tidurnya.
"Apa itu?"
"Tentang ciuman kita."
Agi mengernyitkan dahi. "Ada apa?"
"Kau tahu, aku waktu itu melakukannya karena reflek. Dan aku... baiklah aku akui aku juga suka kepadamu. Kau gigih untuk itu, tetapi ciuman itu. Mungkinkah kau melupakannya? Sebab aku tak mau mengingatnya lagi, seperti... aku seperti....murahan."
"Wow, kenapa kau berpikir seperti itu?" Agi cukup terkejut mendengarnya.
"Agi, aku ini bukan orang yang langsung begitu saja mencium orang yang baru aku kenal. Apalagi lip to lip! Hanya saja entahlah. Kau sebut apa ciuman kita tadi? Anggap saja aku tadi menolongmu, anggap saja aku menyelamatkan banyak nyawa di sini. Tetapi, aku tak bisa menganggap itu sebagai sesuatu yang spesial."
"Baiklah, aku paham," jawaban Agi cukup mengejutkan.
"Kau paham?" tanya Galuh keheranan.
"Tentu saja aku paham. Kau cewek baik-baik, pakai kerudung dan rasanya tak pantas untuk melakukan itu, aku bisa memahaminya."
"Tidak, kau salah! Kau tak memahaminya."
"Lalu apa yang harus aku pahami? Itu sudah terjadi."
"Aku tak mau kau salah sangka. Aku bisa saja tidak menciummu, aku tahu kau bisa mendengarku tetapi entahlah, mungkin karena ciuman itu kita bisa berkomunikasi dengan cara ini sekarang."
Agi terdiam beberapa saat. Dia lalu mengangguk-angguk sendiri. "Kau tahu, aku tak pernah berbicara dengan telepati kepada siapapun selama ini. Kau yang pertama."
"Sungguh?"
"Iya. Apa aku harus mencium orang lain agar bisa berkomunikasi seperti ini denganku?"
"Apa maksudmu?" wajah Galuh menampakkan raut muka yang gusar. "Kau tak berpikir bakalan mencium orang lain kan?"
"Itu cuma perkiraanku saja. Misalnya aku ingin agar bisa berkomunikasi dengan Pak Samudra mungkin dengan menciumnya. Oh, itu menjijikkan. Aku tak bakalan mau melakukan itu."
Galuh tertawa. "Kau konyol."
"Tetapi itu masuk akal bukan? Setelah kita berciuman, entah kenapa kita terhubung. Mungkin bisa dicoba."
"Iya, coba saja. Setelah itu kita putus," ancam Galuh.
"Woy! Jangan gitu dong. Bercanda!"
Keduanya terdiam lagi. Agi turun dari ranjangnya untuk berjalan mendekat ke kaca. Dia mengamati ECHO dari kejauhan. Tangan kanannya menempel ke kaca tersebut.
"Aku tahu dia masih hidup, tetapi bagaimana cara untuk mengeluarkan dia? Aku tak punya rencana sama sekali." Agi bersedih karena tak bisa berbuat banyak untuk ECHO. "Melihatnya dikurung seperti ini membuatku teringat dengan kenangan masa kecilku."
"Aku melihatnya saat kita terhubung pertama kali. Kenangan masa kecilmu terlihat, sebagian... sebagian," ujar Galuh.
"Apa yang kau lihat?"
"Kulihat ibumu. Lalu, aku melihat naga besar. Apakah itu Kesadaran Bumi?"
"Iya, dia Ultima. Karena dia aku sekarang bisa memiliki kekuatan ajaib ini."
"Kau tahu, mungkin ini semua terjadi karena takdir. Kita sudah ditakdirkan memiliki kekuatan ini. Kau dengan kekuatan psikokinesismu, aku dengan kekuatan pesonaku. Kesadaran Bumi tidak memberikan kekuatan mereka secara sembarangan. Mereka memiliki alasan tersendiri, mungkin mereka melihat kita sebagai orang yang benar-benar pantas. Bukan hanya itu, bumi telah memilih kita."
Tiba-tiba, pintu kamar diketuk. Agi segera menoleh ke arah pintu. Pemuda ini berdiri untuk menuju pintu, ia mencoba mengintip dari lubang pintu.
"Agi, ayahmu ingin berbicara kepadamu," terdengar suara Samudra. Ternyata dia ada di depan pintu.
"Ada urusan apa dengan dia? Aku menolak," tolak Agi.
"Ini persoalan yang sangat penting. Hari ini, aku mendapatkan informasi yang tidak aku percayai, tetapi ini adalah alasan yang sangat masuk akal kau perlu berbicara dengan ayahmu," kata Samudra.
"Aku tak bisa," ucap Agi. "Kau tahu apa yang telah dia lakukan kepadaku? Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk menemuinya?"
"Semua kita bisa bicarakan. Kita akan atur agar kau tak menemuinya secara langsung, tetapi sekarang ini keadaan sedang gawat. Kami telah mendeteksi sesuatu di bulan dan itu sangat buruk. Mereka sudah datang," ujar Samudra.
"Apa? Siapa yang datang?"
"Kau tahu siapa yang datang."
Agi tak perlu menebak. Dia sudah tahu siapa yang datang. Mereka yang dimaksud Samudra adalah makhluk-makhluk asing yang datang dari tata surya lain atau dari galaksi lain atau mungkin dari sistem lain. Tidak jelas bagaimana dan kenapa mereka harus mampir ke bumi untuk memusnahkan manusia. Ia juga masih belum mendapatkan jawaban dari ECHO.
"Kapten, aku ingin berbicara denganmu. Bisa kita bicara empat mata?" tanya Agi.
Samudra menangkap sesuatu yang aneh. "Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Tolonglah. Aku tak ingin ada orang lain yang mengetahuinya selain kita berdua. Kau bisa berikan waktumu sejenak?"
Tak perlu menunggu waktu lama, Samudra segera membuka pintu ruangan Agi. Samudra cukup memberikan isyarat kepadanya agar mengikutinya dari belakang. Sementara itu dua prajurit yang berjaga di pintu tampaknya disuruh untuk tetap tinggal di tempat. Agi segera melangkah mengikuti Samudra yang sudah berjalan lebih dulu menyusuri koridor bercat putih suram.
Samudra mengajak Agi ke suatu tempat yang dirasa aman. Sebagai seorang yang sudah lama berada di bidang kemiliteran, ia tahu kalau banyak ruangan yang memiliki kamera pengawas, bahkan koridor yang ia susuri saja terpasang kamera di kiri kanan. Merasa diawasi tentunya membuat Agi merasa tidak nyaman, ia bisa saja menghancurkan semua kamera yang dilihatnya, tetapi itu akan menimbulkan hal buruk yang akan sangat ia sesali. Samudra berhenti di salah satu pintu. Ia lalu membukanya kemudian mengajak Agi untuk masuk ke dalamnya. Tentu saja Agi sangat terkejut melihat apa yang ada di balik pintu itu.
"Ini adalah ruangan terbuka. Banyak tanaman di sini, serta cctv tidak akan merekam suara. Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Samudra.
Agi bisa melihat langit. Ternyata hari masih gelap. Bintang tampak bertaburan. Angin berhembus membawa hawa dingin. Dedaunan gemerisik digerakkan oleh angin yang membelai lembut. Agaknya tempat yang dipilih Samudra sangat cocok.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Samudra.
"Aku ingin keluar dari fasilitas ini. Kau bisa membantuku?"
"Secara resmi aku tak bisa membantumu. Aku akan terkena tindakan indisipliner. Aku tak bisa membantumu. Tapi setidaknya, katakan apa alasanmu?"
"Aku bisa berbicara dengan ECHO. Dia hidup dan dia harus keluar dari tempat ini, hanya saja aku perlu keluar lebih dulu," jelas Agi.
"Kau.. bisa bicara dengannya?"
"Iya, aku bisa. Bahkan aku telah melakukan kontak dengannya," jawab Agi.
"Agi, ini suatu kemajuan! Lalu apa yang dia katakan?"
"Aku tak bisa memberitahumu sekarang. Aku harus keluar dari fasilitas ini, setelah itu aku akan beri tahukan semuanya."
Samudra mengernyit. Ia agak sebal juga kalau harus bernegosiasi. Ia bisa menolak dan harus menolak, karena ia harus patuh kepada atasannya. Masalahnya adalah ia juga punya misi lain. Agi memang harus keluar dari fasilitas ini tapi tidak sekarang. Dia harus berbicara dulu kepada Garry. Ada sesuatu yang harus dia sampaikan kepada Agi dan ini sangat penting.
"Baiklah, aku akan cari caranya. Tetapi aku tak bisa membantumu untuk saat ini. Kau harus berbicara dengan ayahmu, jangan khawatir aku akan mendampingimu," ucap Samudra.
"Kau tahu apa yang akan terjadi kalau sampai aku berbicara dengannya?"
"Kau akan didampingi aku dan Galuh. Apa itu cukup?"
Agi mengambil napas dalam-dalam. "Semoga saja."
"Kalau begitu ayo! Waktu kita tidak banyak."
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top