13 | Komunikasi
Kampus pagi itu cukup sepi. Bukan berarti tidak ada aktivitas di sana, melainkan tidak ada kehadiran dosen baru mereka. Galuh tidak nampak hari itu. Yang paling khawatir terhadap Galuh tentu saja Ririn. Dia tak habis pikir bagaimana sepupunya bisa berhubungan dengan orang-orang militer, mana dijemput oleh pasukan sekompi. Rasanya ada yang tidak masuk akal, ada yang tidak beres.
Indra datang ke tempat kos Agi. Tetapi anak itu tidak ada di sana. Dia lalu pergi ke kampus sendirian. Ada yang aneh karena ponselnya tak bisa dihubungi dan juga tak ada orang yang tahu keberadaannya hari itu, seolah-olah anak itu menghilang begitu saja. Kuliah hari itu terasa beda tanpa kehadiran kawannya. Namun, hal yang membuatnya penasaran adalah beberapa teman sekelasnya tampak sedang asyik membicarakan sesuatu. Indra kemudian ikut nimbrung.
"Ada apa?" tanya Indra yang berusaha masuk ke dalam kerumunan.
"Satelit Selene milik Jepang yang berada di bulan, tahu bukan? Nah, di video siaran langsungnya kemarin menangkap objek aneh di bulan," ucap salah satu temannya.
"Buset dah, kalian masih percaya ama begituan? Itu pasti hoax," ujar Indra.
"Bro, ini resmi dari channelnya JAXA. Coba deh umak lihat!" seloroh temannya sambil menunjukkan video di ponselnya.
Indra mau tak mau melihat video tersebut. Memang itu dari channel video resminya JAXA milik Jepang. Ada huruf-huruf yang tidak dimengerti olehnya, tetapi yang menjadi perhatian Indra adalah video tersebut. Setelit Kaguya atau yang dikenal dengan Selene sedang mengitari bulan. Satelit itu memang bertugas untuk mengitari bulan, guna penelitian luar angkasa. Tak jarang foto-foto yang diambil kemudian jadi bahan penelitian oleh badan penelitian luar angkasa itu serta dunia. Satelit tersebut melihat di antara sisi terang dan sisi gelap bulan, hingga kamera menangkap sesuatu objek gelap, besar dan misterius.
"Lihat kan?" temannya menekan tombol pause.
"Iya sih lihat, emang itu apaan? Bukan efek kamera bukan?" tanya Indra yang mencoba menganalisa.
"Bukan coy. Ini jelas bukan efek kamera. Mana ada efek kamera gelap seperti ini trus gedhe. Ini jadi trending topik lho di sosmed, dishare berkali-kali. Kira-kira apa itu? Pesawat alien? Kita sudah tak asing lagi ama alien ini, seperti peristiwa kemarin itu. Di langit Malang men, ada pertempuran pesawat lawan alien. Masa' kita sudah skeptis ama kehidupan di luar bumi?"
Indra mengangkat bahu. Dia tahu kalau memang ada perkara yang sulit diungkapkan, seperti misalnya pertempuran di langit Malang beberapa waktu lalu. Ia juga melihatnya. Memang tidak biasa ada alien berkunjung di bumi, tetapi untuk alasan apa? Semua orang sekarang sedang membahas alien dan alien, bahkan orang-orang komunitas Alien juga mulai banyak diundang untuk menjadi pembicara seminar. Mereka seolah-olah berkata, "Kaan? Apa kubilang. Nggak percaya sih."
Indra merasa kesepian hari itu. Dia pun tak semangat lagi untuk mengikuti jam kuliah berikutnya. Dia dengan mudah mengabaikan teman-temannya yang sedang ribut soal alien. Baginya kuliah itu nomor satu, persoalan seperti itu ia biasa cuek. Tak ada pengaruh buatnya. Dengan langkah gontai Indra berjalan keluar kelas.
"Lho, mau kemana Ndra?" tanya salah seorang temannya.
"Pulang, titip absen yah!" ucapnya.
"Hayyah!"
Indra cuma nyengir. Dia segera berjalan menyusuri koridor untuk menuju ke taman. Ia ingin menenangkan diri sambil kalau-kalau ketemu dengan Yuyun. Terus terang semenjak tahu Agi punya adik yang cakepnya bikin sakit gigi membuat dia tak bisa berhenti membayangkan sosok Yuyun dari otaknya. Rasa-rasanya Yuyun itu ibarat gadis impiannya yang selama ini dicarinya.
Taman waktu itu sepi, cuma terlihat beberapa mahasiswa yang sedang asyik membaca buku di bangku. Indra lalu duduk di atas rerumputan sambil melihat-lihat sekeliling. Dia mendongak ke atas, tampak bulan masih berada di atas meskipun langit sudah cerah. Bulan kesiangan berwarna perak bertengger di antara birunya langit. Indra lalu berbaring di atas rerumputan dengan tangannya sebagai bantal. Rasanya memang nyaman tidur dengan posisi seperti ini. Matanya kemudian dipejamkan sejenak, suasana angin sepoi-sepoi di atas rerumputan memang menggiurkan bagi siapapun yang ingin bersantai di sana.
Indra tak tahu kalau ada seseorang yang sudah berada di hadapannya. Ia lalu membuka matanya dan melihat wajah seorang perempuan. Perempuan itu Yuyun Syahputra. Senyumnya yang manis membuat Indra merasa ia terbayang-bayang dan berhalusinasi tentang gadis itu.
"Ah, andainya kau ada di sini dan bukan mimpi," gumam Indra.
"Mas Indra?!" sapa Yuyun.
"Nah, koq sekarang seperti dipanggil ya?"
"Mas, ini aku Yuyun!?"
"Eh, koq seperti beneran ya?" Indra merasa aneh karena bayangannya bisa bicara.
Tiba-tiba sesuatu menghantam pahanya. Dia menoleh ke arah lain, tampak ada seorang perempuan galak sedang menendangi pahanya. Segera ia bangkit dari tidurnya. Sekarang ia sadar kalau di hadapannya ada dua perempuan, yang satu seperti bidadari, yang satunya seperti Xena The Warrior Princess.
"Alamak, Yuyun? Ini beneran kamu?" tanya Indra.
"Iya mas. Kenalkan ini mbak kosku. Namanya Ririn," ucap Yuyun sambil menunjuk ke Ririn.
"Temennya Agi?" tanya Ririn sambil menyalami Indra. Hampir saja tangan Indra diremukkan oleh eratnya genggaman tangan Ririn. "Aku Ririn, sepupunya Galuh."
"Galuh? Dosen baru itu?" tanya Indra.
"Iya. Kamu kenal Agi bukan? Temenan?" selidik Ririn.
"Iya, kami satu angkatan, satu jurusan pula. Ada apa ya?" tanya Indra.
"Kamu lihat dia pagi ini?"
Indra menggeleng. "Nggak ada."
Ririn menghela napas. "Galuh juga nggak ada."
"Wah, sebentar. Jangan bilang kalau anak itu ada main ama dosen baru. Iya sih dia pernah bilang suka ama dosen itu, tetapi masa' sampai sejauh itu?"
"Sejauh apa? Jangan mikir yang macem-macem! Ini persoalan serius. Kemarin Mbak Galuh dijemput pasukan TNI sekompi, trus bilang kalau mereka sedang ada project. Entah proyek apa yang mereka maksudkan. Tetapi kalau sampai ada urusan sama militer itu artinya proyek yang sangat penting dan bisa jadi menyangkut rahasia negara," ujar Ririn.
"Sebentar, maksudnya Agi dan Bu Galuh diculik?" tanya Indra memastikan.
"Bukan diculik, tetapi diamankan. Dan kita tak tahu mereka ada dimana. Sebagai sepupunya, aku khawatir. Yu-chan juga khawatir. Kita semua khawatir," ujar Ririn. "Kamu sebagai kawannya apa tidak khawatir?"
Indra mengangguk paham. Memang ada sesuatu yang terjadi. Kalau memang benar apa yang dikatakan oleh Ririn, itu berarti memang ada sesuatu yang terjadi dengan kawannya. "Trus apa yang harus kita lakukan?"
"Kita harus cari tahu keberadaan Mbak Galuh dan Agi. Saat ini keberadaan mereka misterius. Tak ada berita tentang mereka baik di surat kabar ataupun sosmed. Kalau memang mereka ada sesuatu yang berhubungan dengan aparat pasti ada beritanya, tetapi mereka seperti menghilang begitu saja," ujar Ririn.
Indra mengangguk-angguk. Dia mengambil ponselnya. "Ada nomor yang bisa aku hubungi?" tanya Indra.
"Kenapa?" tanya Ririn.
"Sebab, mungkin aku punya kenalan yang paham soal-soal konspirasi seperti ini. Dia bisa membantu kita," jawab Indra.
"Siapa?" tanya Ririn.
"Nanti aku ceritakan. Sekarang aku butuh kontak kalian. Aku akan kabari kalau aku dapat sesuatu," jawab Indra.
Ririn dan Yuyun saling berpandangan. Mereka pun akhirnya menyerahkan nomor ponsel mereka ke Indra. Setelah bertukar nomor telepon Indra kemudian mohon diri.
"Kabari aku kalau kamu tahu sesuatu, sam!" ucap Ririn.
"Tentu saja mbak!" ujar Indra. Dia segera berlari menuju ke sepeda motornya. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Bukan karena dia mendapatkan nomor telepon Yuyun, meskipun dia memang menginginkannya tetapi lebih dari itu. Dia punya kepedulian untuk mengetahui apa yang terjadi dengan sahabatnya. Instingnya berkata bahwa sahabatnya itu sedang terlibat sesuatu yang sangat buruk. Adrenalinnya terpacu, hingga antara perasaat takut, bersemangat dan rasa penasaran tinggi berkumpul menjadi satu.
* * *
Agi terbangun di tengah padang rumput. Dia sendiri bingung bagaimana bisa berada di tempat tersebut. Apakah ia sedang bermimpi? Mungkin. Atau ini adalah halusinasi. Yang lebih menarik adalah apa yang dia lihat di atas. Langit berwarna jingga dan biru saling silih berganti. Agi melihat kakinya tak memakai alas, sehingga ia bisa merasakan tanah tempat ia berpijak.
Aku dimana?
Galuh? Kau dimana?
Tak ada yang mendengar. Agi langsung berasumsi dia berada di dalam mimpi atau sedang berhalusinasi. Sebab tidak mungkin Galuh tidak mendengarnya. Pikirannya sudah tersinkronisasi dengan gadisi itu. Kalau begitu seharusnya dia bisa terbangun sekarang. Tetapi ia tak bisa. Ada sesuatu yang menahannya di sini. Perlahan-lahan ia mencoba untuk berjalan menjelajah tempat yang ada di sekitarnya.
Dia terkejut ketika tiba-tiba tak jauh dari tempat ia berdiri ada sesosok makhluk berwarna hitam. Agi mundur beberapa langkah, sampai kemudian ia menyadari siapa makhluk berwarna hitam tersebut. Seekor naga hitam, bersayap lebar dengan sulur-sulur di kepalanya. Mata naga itu terbuka.
"Abisoka?" geramnya. Suaranya berat, hingga membuat dada Agi bergetar.
"U-Ultima? Bagaimana bisa kau ada di sini?" Agi bertanya-tanya. Dia tahu bahwa naga hitam itu adalah Ultima. Kesadaran Bumi yang bertemu dengannya hingga dia mendapatkan kekuatan ajaib tersebut.
Ultima bangkit. Kepalanya mendongak, lalu menoleh kiri dan kanan. Ia juga sepertinya bingung kenapa bisa sampai di tempat seperti ini. Kakinya mencoba melangkah menjauhi Agi. Ekornya meliuk-liuk setiap ia berjalan, rerumputan yang ada di tempat itu pun berterbangan saat hembusan angin kuat dari kibasan ekornya melintas.
"Ini bukan ruang hijau, juga bukan mimpi. Kau dan aku bisa terhubung di tempat ini. Kalau begitu ada sesuatu entitas yang menjebak kita di dimensi ini," ujar Ultima.
"Maksudmu ECHO, si makhluk asing itu?" tanya Agi.
"Mungkin. Seharusnya kita tak bertemu seperti ini. Terakhir kali kita berkomunikasi saat kau sedang ada masalah dengan orangtuamu. Tapi sepertinya kondisi ini berbeda."
"Kalau memang benar ini adalah karena makhluk asing itu, pasti aku bisa memanggilnya," ucap Agi. Dia lalu berteriak, "KELUARLAH! SIAPAPUN KAU! Kalau kau ingin bicara aku ada di sini!"
"Tak perlu berteriak seperti itu, aku bisa mendengarmu," terdengar sebuah suara. Agi langsung menoleh ke arah sumber suara.
Tak jauh dari tempat Agi berdiri ada seekor burung raksasa dengan bulu-bulu berwarna merah menyala. Bukan seperti burung yang berasal dari bumi. Lebih tepatnya wajahnya polos, hanya berbentuk mengerucut seperti peluru, dengan leher berbulu merah, serta sepasang sayap lebar mengatup. Ekornya juga panjang berwarna-warni. Tak ada satupun burung di bumi yang bisa menyamai burung ini. Seperti seekor burung jenis baru yang tidak pernah ada sebelumnya.
"Siapa kau?" tanya Ultima.
"Aku adalah Li-Pherus-Hyan-Ge-Rha-Yar-Tha-Mugni-Per-Agni-Ji-Ver-Hur-Akhon," jawab sang burung raksasa.
"Bisa kita persingkat namamu? Aku tak bisa mengeja namamu yang panjang itu," ucap Agi.
"Kalian menyebutku alien, ECHO, dan makhluk asing. Aku mengambil wujud ini karena wujud inilah yang disambut oleh manusia pada zaman dulu. Mereka menyebut kami Quetzalcoatl."
"Sebelumnya kau berbentuk seperti naga, sekarang burung. Aku tak mengerti," kata Agi. "Apa yang kau inginkan sebenarnya?"
"Naga yang kau lihat adalah salah satu gambaran lain dari Quetzalcoatl. Sedangkan ini adalah wujud pertama kali yang diterima manusia. Aku hanya mengambil bentuk dari apa yang mereka persepsikan. Nyatanya seiring dengan berkembangnya zaman, kalian berubah dengan cepat. Peradaban yang dulunya hanya mengandalkan batu dan api sekarang telah berubah menjadi peradaban yang bisa mengandalkan cahaya," terang ECHO.
Ultima bergerak maju mendekat. Dia tampak waspada hingga melingkari Agi agar terlindungi dari apapun yang hendak dilakukan oleh ECHO sewaktu-waktu.
"Aku tak punya kekuatan untuk bangun. Maka dari itu, satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah melakukan komunikasi dengan orang yang memiliki gelombang otak yang sama denganku. Dan ternyata itu adalah kau. Aku sudah berusaha berbicara dengan manusia-manusia, tetapi mereka tak bisa diajak bicara malah menyerangku. Aku ingin memperingatkan kalian tentang kehadiran Shangri-La. Dia sudah dekat. Waktu kita tidak banyak lagi," ujar ECHO.
"Kami sudah mengetahuinya," kata Ultima.
"A-apa? Kau sudah tahu? Bagaimana kau bisa tahu sedangkan aku tidak tahu?" protes Agi.
"Omega, dia yang memanggil kalian ke sini," ucap Ultima.
"Sebenarnya tidak dalam arti memanggil. Lebih tepatnya Omega menginginkan sesuatu yang lain untuk kami. Dulu kami ada untuk membantu manusia," jelas ECHO. "Kami membantu manusia untuk membangun peradaban, membantu mereka untuk memelihara bumi, memberikan mereka pengetahuan dan teknologi, hingga kemudian kami kembali pergi. Kami juga terikat perjanjian dengan Omega."
"Ultima, ceritakan kepadaku. Apa yang tidak aku ketahui?!" pinta Agi.
"Aku adalah makhluk Alpha, Abisoka. Semenjak bumi sudah tercipta bermilyar-milyar tahun yang lalu, aku kemudian terbentuk. Planet ini diisi oleh energi-energi besar yang tidak bisa dikendalikan, hingga akhirnya kami terpisah-pisah menjadi serpihan-serpihan kecil di planet ini. Lalu manusia mulai menghuni bumi. Sebagian yang beruntung melihat kami akhirnya mendapatkan kekuatan kami, sebagian yang tidak hidup sebagai manusia biasa tanpa kemampuan apapun. Hanya saja, ada manusia yang culas, serakah dan kejam. Mereka membunuh bangsa mereka sendiri hanya untuk kekayaan yang tidak seberapa.
"Omega adalah Kesadaran Bumi terakhir. Dia muncul setelah semua kesadaran bumi lahir. Dia adalah penutup, sedangkan aku adalah pembuka. Sudah lama tidak ada orang yang bisa melihatku, tak ada satupun manusia yang cukup kompeten untuk menerima kekuatan terkuat yang aku miliki hingga akhirnya kau muncul. Aku yang semula membenci manusia, kemudian mulai berubah setelah bertemu denganmu. Omega sama sepertiku, dia tidak pernah bertemu dengan satu manusia pun. Kami selalu bertempur satu sama lain hingga menyebabkan banyak bencana di atas bumi. Pertarunganku dan Omega akan terus abadi hingga salah satu dari kami tumbang.
"Perbedaan yang paling mendasarlah yang menyebabkan aku dan dia akan selalu bertempur. Aku punya harapan untuk manusia, sedangkan Omega tidak memiliki harapan untuk itu. Atas dasar inilah kami akan terus bertarung selama-lamanya. Untuk mencegah peperangan di antara kami serta untuk menolong umat manusia, maka ibu pertiwi melahirkan manusia-manusia yang bisa berbicara dengan planet. Mereka kemudian disebut dengan Geostreamer. Tugas Geostreamer untuk bisa menolong bumi, berbicara dengan kesadaran bumi, hingga akhirnya menyeimbangkan planet ini. Sebagian di antara mereka berkorban untuk bisa menjadi bagian dari planet agar planet ini tidak murka. Sebagian yang lainnya hanya bisa melihat dan menjadi saksi dari kehancuran akibat dari ulah manusia itu sendiri."
ECHO dengan wujud burung raksasanya melayang. Dia seolah-olah hendak memberitahukan sesuatu kepada Agi. Tempat yang dipijak oleh Agi pun tiba-tiba berubah. Padang rumput berubah menjadi gurun pasir yang tandus, bebatuan terjal serta kabut tebal berwarna warni dari merah, hijau dan biru.
"Ini adalah planet tempatku berasal. Planet ini berada jauh dari galaksi tempat kalian berada. Besarnya lebih besar daripada bintang tempat kalian tinggal. Planet kami hancur tak menyisakan peradaban sama sekali. Apa yang kau lihat sekarang ini adalah visualisasi dari pikiranku. Kami berbeda dengan makhluk manusia, bahasa yang kami gunakan juga berbeda. Kami berbicara melalui apa yang kalian sebut dengan gelombang. Sekali gelombang kami diterima oleh kalian, maka kalian bisa berbicara dengan kami. Sayangnya, tidak setiap manusia bisa mendengar dan merasakannya," ujar ECHO.
"Jadi ada orang lain selain aku yang bisa mendengarnya?" tanya Agi.
ECHO tak menjawab. "Saat itu keadaan darurat. Aku tak bisa mengetahuinya selain dirimu. Shangri-La telah sampai di bulan, sebentar lagi dia akan berada di bumi. Ketika dia datang ia akan bersekutu dengan Omega, aku hanya ingin membantu kalian untuk bisa melawan Shangri-La."
"Bagaimana cara kami melawannya? Lagipula aku tak tahu apa-apa tentang Omega, Shangri-La, juga kalian," kata Agi.
"Kami menyebut diri kami Z'c. Suatu entitas seperti kalian, hanya saja kami hidup saling berhubungan satu sama lain. Dulu kami merupakan satu kesatuan hingga kemudian kami memecah diri kami menjadi entitas-entitas yang lebih kecil lagi, meskipun kecil tidak sekecil kalian. Sebagian dari diri kami memisahkan diri ketika merasa ada bertolak belakang dengan sifat induk. Sifat induk akan membuang kami hingga kami berdiri sendiri seperti yang kalian lihat. Aku Li-Pherus-Hyan-Ge-Rha-Yar-Tha-Mugni-Per-Agni-Ji-Ver-Hur-Akhon, tidak setuju dengan persekutuan Shangri-La dengan Omega. Z'c, pernah punya memori dengan manusia dan itu menyenangkan.
"Manusia adalah makhluk yang unik. Mereka bangkit setiap kali mereka jatuh, mereka selalu berjuang untuk berubah, meskipun ada sebagian mereka menginginkan kerusakan, maka mereka akan melawan kerusakan itu. Mereka merusak, mereka lalu membangun. Sesuatu yang tidak pernah dimiliki oleh Z'c. Mungkin juga tak dimiliki oleh entitas lain di dunia lain. Saat ini Z'c hanya tinggal Shangri-La dan aku. Kami berpindah dari satu planet ke planet lain hingga salah satu entitas di bumi mengirimkan pesan kepada kami. Omega memakai salah satu perjanjian yang pernah terjalin antara Z'c dengan dia ribuan tahun yang lalu. Tak ada yang bisa menghapus perjanjian tersebut, kami tidak hanya membawa alat agar manusia bisa berubah, tetapi kami juga membawa alat agar manusia bisa musnah," jelas ECHO.
"Kalau begitu, apakah ini artinya perang antara Z'c dengan manusia?" tanya Agi.
"Bukan, perang ini adalah perang untuk menyelamatkan manusia dari kepunahan. Z'c bisa membantu kalian, aku bisa berbicara dengan Z'c, tetapi aku butuh bantuanmu. Tenagaku lemah, tak sanggup untuk bisa mengirimkan gelombang ke Shangri-La. Aku membutuhkanmu agar bisa berkomunikasi dengan mereka," kata ECHO.
"Dan satu-satunya cara untuk itu adalah menggunakan kemampuanku?"
"Iya, tepat sekali. Waktu kita tak banyak."
Tiba-tiba semuanya gelap. Agi tak bisa melihat apapun. Tak ada lagi Ultima, tak ada lagi ECHO, hanya kegelapan yang tiba-tiba menyelimutinya.
"Aku membutuhkan kekuatanmu untuk berbicara dengan Shangri-La. Yang harus kita lakukan pertama kali adalah keluar dari tempat ini," ujar ECHO.
Agi membuka matanya. Dia sekarang berada di atas ranjang. Dia masih berada di ruangan putih tempat dia tadi berada. Hanya saja sekarang ada yang berubah. Di dekatnya ada seorang perempuan yang sedang tertidur. Kepalanya disandarkan di atas lengannya yang dilipat dengan pipinya menempel di lengan. Napasnya teratur, sepertinya dia sangat kelelahan.
"Galuh?" bisik Agi. Dia mendesah.
"ECHO, kau bisa mendengarku?" tanya Agi dengan pikirannya.
"Ya, aku bisa mendengarkanmu," jawab ECHO. "Ada apa?"
"Ah, tidak apa-apa. Aku hanya memastikan kalau aku tidak bermimpi sekarang ini. Mereka, para ilmuwan sedang mengamati tubuhmu. Apa mereka akan dapat sesuatu?"
"Mereka tak akan dapat apapun, karena struktur tubuhku berbeda dengan struktur tubuh manusia. Kami tidak dinilai hidup dari sesuatu yang memompa sebagian organ tubuh seperti yang kalian miliki."
"Maksudmu jantung?"
"Iya, kami hidup apabila masih ada energi yang menopang tubuh kami, meskipun itu sedikit. Energi itu ada dan berpusat di dalam sebuah bola di tubuh kami. Bola itu adalah sumber energi. Kita menyebutnya Cnz'trm. (:cyenztreum)"
Agi mengernyit mencoba untuk bisa mengucapkan kata asing tersebut. Pelafazhan ECHO mirip dengan kata centrum yang berarti tengah atau pusat. Tapi yang pasti dia tak bisa memberikan petunjuk tentang bahasa yang sesuai dengan apa yang dimengerti oleh manusia. Semuanya serba susah. Tetapi Agi bisa mengerti tentang apa yang dimaksud oleh ECHO. Semuanya hanya perlu saling mengerti.
Tiba-tiba mata Galuh terbuka. Melihat Agi sudah membuka matanya dia sangat bahagia. Itu bisa terlihat dengan jelas dari raut wajahnya.
"Kau sudah bangun?!" tanya Galuh. "Kami khawatir sekali tadi. Apa yang terjadi kepadamu?"
"Entahlah, kepalaku rasanya sakit sekali," jawab Agi.
"Jangan bicara apapun, kita lebih aman kalau komunikasi lewat telepati. Kita harus kabur dari tempat ini," ujar Agi dengan pikirannya.
Galuh mengernyit. Dia terkejut ketika Agi berkata seperti itu di dalam kepalanya. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Agi memberi isyarat dengan matanya.
"Kita harus membantu ECHO keluar dari tempat ini. Kira-kira temanmu Samudra bisa membantu?" tanya Agi.
"Aku tak tahu, kita butuh waktu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kau bisa memberitahukannya kepadaku," jawab Galuh.
"Aku akan mentransfer memoriku kepadamu. Kau akan melihat semuanya," ucap Agi.
Dia tak memberikan kesempatan bagi Galuh untuk mempersiapkan diri. Dengan tiba-tiba seluruh memori yang tidak dikenal oleh Galuh masuk ke dalam otaknya. Ia cukup terkejut tetapi mencoba bersikap biasa, sebab dia tahu kalau ada sesuatu yang aneh terjadi kepadanya akan membuat curiga orang-orang yang sedang mengamatinya dari CCTV. Gadis itu melihat semuanya. Semua percakapan yang dibicarakan oleh Agi, Ultima dan ECHO terlihat seperti rekaman video di dalam otaknya. Galuh sangat takjub dengan kekuatan yang dimiliki Agi. Kekuatan yang kalau berada di tangan yang salah pasti akan digunakan untuk kejahatan.
Galuh memejamkan matanya sejenak. Meresapi memori yang dikirimkan Agi kepadanya. Akhirnya dia membuka matanya sambil menghirup napas dalam-dalam.
"Aku melihat semuanya," kata Galuh dengan pikirannya.
* * *
A/N
Ok, bab ini agak absurd. Saya memang kurang dapat feel ketika nulis bab ini. Sebab aneh gitu loh. Bagaimana kita bisa berbicara dengan sesuatu yang tidak bisa kita ajak bicara secara fitrah. Aku sendiri tidak bisa begitu menerima bab ini, karena manusia berbicara dengan alien. Lucu kan?
Tapi sebagaimana yang sudah-sudah. Ini genre fantasi. Lupakan semua realita, masuklah ke dalam dunia tanpa batas. Di sini Agi berkomunikasi dengan ECHO menggunakan gelombang otaknya. Di "Kisah Orang IT" orang bisa berkomunikasi dengan gelombang otak mereka dengan menggunakan Virtual Consiousness. Emangnya cerita ini nyambung ke sana? Who knows? :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top