12 | Mereka Datang
Semuanya berubah setelah kejadian hari itu. Agi ditempatkan di satu sel khusus. Sel untuk orang yang sangat berbahaya. Tetapi di dalam sel tersebut ia bebas berbuat sesukanya. Ia tetap tak diizinkan untuk keluar dari fasilitas rahasia. Maka dari itu selama di fasilitas rahasia ini ia hanya berjalan-jalan berkeliling ruangan saja. Ia juga telah berganti baju menjadi seragam berwarna biru dengan corak putih. Di baju tersebut terdapat nomor 001. Mirip seperti baju tahanan.
Berbeda nasibnya dengan Galuh. Meskipun dia telah resmi mau membantu dalam project rahasia militer itu, dia tetap harus pulang ke rumah mengemasi barang-barang yang perlu dia bawa berikut juga harus membagi waktunya dalam mengajar. Waktunya akan sangat sedikit untuk berada di luar fasilitas. Ia harus menemani Agi karena di dalam fasilitas ini hanya kepada Galuh saja dia percaya. Ia mengancam kalau tidak bertemu Galuh dalam satu hari maka ia akan meluluh lantakan fasilitas militer tersebut. Ini bukan ancaman yang mengada-ada sebagaimana yang hampir saja dia lakukan kemarin.
Galuh pulang ke kosnya malam hari. Tak dia sangka berada di fasilitas militer selama berjam-jam. Ririn juga sempat bertanya-tanya saat ponselnya tak diangkat. Yuyun juga tampak keheranan dengannya.
"Apa yang terjadi Mbak Gal? Koq tadi nggak diangkat teleponnya, bahkan pesan saja tak dibalas?" tanya Ririn khawatir. "Terjadi sesuatukah? Bagaimana kencannya?"
"Hush, saat ini bukan waktunya membahas itu," jawab Galuh.
"Trus?"
"Yuyun!?" panggil Galuh.
"Iya mbak. Ada apa?" sahut Yuyun yang saat itu baru saja keluar dari kamarnya. "Gimana kencannya ama Agi Oni-chan? Sukses? Hehehe."
Galuh cemberut hingga pipinya menggembung. "Kalian ini menggoda aku terus. Saat ini bukan membahas aku berhasil kencan atau tidak, saat ini yang penting adalah membahas apa yang akan aku lakukan ke depannya. Sebab keadaan sedikit genting sekarang ini."
"Genting? Ini ada urusannya ama cowok itu? Kenapa? Kecelakaan? Dia berusaha melindungimu dari preman trus terluka?" kata Ririn memberondongnya dengan banyak pertanyaan.
"Agi Oni-chan terluka??" Yuyun terkejut sambil menutup mulutnya.
Galuh menggeleng. "Please deh. Dengerin aku ngomong dulu kenapa?"
"Baiklah," ucap Ririn sambil membekap mulut Yuyun. "Kita nggak bicara." Ririn juga membekap mulutnya.
"Jadi aku besok akan sangat sibuk. Aku sekarang sedang melakukan penelitian dengan salah satu peneliti dari LAPAN dan aku tidak bisa tinggal di kos untuk sementara waktu. Aku akan mengepak barang-barangku, bahkan mungkin setelah mengajar di kampus aku akan langsung ke tempat penelitian. Penelitian ini sangat rahasia, aku tidak ingin kalian bertanya apapun, membicarakan apapun tentang apa yang terjadi kepadaku, jadi kalau ada yang mencariku cukup kirimkan saja email atau SMS atau apapun. Aku akan membukanya pada jam-jam tertentu. Aku juga akan meminta izin ke prodi dan rektorat, aku juga akan meminta izin ke beberapa orang dan lain sebagainya. Intinya aku tidak ingin ada yang mencariku, baik itu mahasiswaku, dosen, rekan kerja, teman bahkan orangtuaku sekalipun."
"Tapi Mbak Gal, itu tidak mungkin. Apa yang harus aku katakan ke Om dan Tante?" tanya Ririn.
"Kau bisa kasih alasan aku sibuk penelitian. Ini tidak selamanya koq. Cuma sementara, tapi sementaranya kapan aku tak tahu," jawab Galuh.
"Lalu apa hubungannya dengan Mas Agi?" tanya Yuyun.
"Agi ikut serta, jadi aku butuh bantuannya untuk project ini. Jadi kalau kamu tak bisa mencari dia cukup cari aku saja. Oh ya, ingat yah! Ini rahasia. Ini rahasia, jadi semakin sedikit orang semakin baik. Kuharap kalian mengerti," jelas Galuh. "Tapi jangan khawatir kita nggak macem-macem koq."
"Justru kalau mbak bilang gitu, kami malah makin curiga. Apa kalian mau merencanakan kawin lari?" tanya Ririn dengan curiga.
Galuh memutar bola matanya. "Hadeh, dibilangin koq. Terserah kalau tak percaya." Galuh segera masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil koper lalu mengemasi barang-barang di lemarinya. Beberapa catatan serta beberapa dokumen yang dia perlukan. Dia masih ingat apa yang diucapkan Samudra, "jangan membawa barang terlalu banyak, karena apapun keinginanmu akan disediakan oleh fasilitas". Akhirnya Galuh hanya mengambil baju-baju seperlunya, plus sweater karena tempatnya cukup dingin. Dia juga mengambil beberapa buku penelitiannya, laptop dan juga tab miliknya. Setelah selesai ia lalu menutup kopernya lalu menggeretnya keluar kamar.
"Wah, wah, wah, sekarang?" tanya Ririn.
Galuh mengangguk. "Iya, sekarang. Kau jangan khawatir, aku setiap hari tetap ke kampus untuk mengajar koq. Kalau kalian ingin menemui aku maka temui aku pada jam-jam itu. Selebihnya untuk sementara aku tidak tinggal di tempat ini. Kumohon pengertiannya. Aku harus pergi karena jemputanku sudah menunggu di luar."
"Jemputan? Jemputan apa?" tanya Ririn penasaran. Dia dan Yuyun segera melongok ke jendela kaca. Kedua perempuan ini terbelalak melihat apa yang dimaksud "jemputan" oleh Galuh.
Di depan kos mereka tampak mobil SUV berwarna hijau terparkir di sana. Ada logo Kostrad TNI di samping mobil tersebut. Ririn dan Yuyun berpandangan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan sepupunya ini membuat Ririn bertanya-tanya. Terlebih lagi kenapa melibatkan Agi segala? Kenapa mereka sampai terlibat dengan urusan seperti ini? Lalu apa hubungannya dengan militer?
"Aku tak bisa bercerita banyak, tetapi aku ingin kalian mengerti hal ini, OK? Aku sangat memohon bantuan kalian. Jangan bilang keada siapapun tentang apa yang terjadi," pinta Galuh.
Ririn dan Yuyun kemudian menatap Galuh kembali meskipun perasaan mereka tidak bisa menerima apa yang ada di hadapan mereka. Galuh memejamkan matanya sejenak. Dia tahu ini berat, karena ia juga baru pertama kali melakukan hal seperti ini. Menyuruh mereka tutup mulut itu sama saja memberikan suatu pekerjaan yang sangat berbahaya. Dia tak ingin keluarganya dan temannya celaka hanya keteledoran.
Galuh menjamah tangan Yuyun lalu menggenggamnya. Dia menatap mata Yuyun dalam-dalam. "Aku ingin berkata kepadamu. Kakakmu baik-baik saja, kami bekerja sama di project ini. Satu hal lagi, aku akan sangat senang kalau mempunyai adik sepertimu suatu saat nanti. Apapun yang terjadi percayalah kepadaku!"
Yuyun mengangguk, meskipun ia tak begitu paham. Tiba-tiba Galuh memeluknya. Hal itu membuat Yuyun makin bertanya-tanya. Di dalam pelukan itu Galuh membisikkan sesuatu ke telinga Yuyun. "Jaga diri baik-baik dan do'akan kami!"
Setelah itu perempuan berkudung itu pun mohon diri. Dari luar pagar seorang tentara menyambutnya, setelah itu membukakan pintu lalu membawa koper yang dibawanya untuk dimasukkan ke dalam bagasi. Galuh masuk ke dalam mobil SUV tersebut. Tak berapa lama setelah prajurit itu masuk ke dalam mobil, segera mobil itu pergi disusul beberapa mobil yang ada di belakangnya. Tentunya hal itu membuat Ririn makin bertanya-tanya Galuh ini sedang berada dalam urusan apa sebenarnya?
"Yu-chan, telepon kakakmu cepat!" perintah Ririn.
Segera Yuyun mengambil ponsel yang ada di sakunya. Setelah itu ia mencoba untuk menghubungi kakaknya, tetapi tak tersambung. Dia menggeleng kepada Ririn.
"Sesuatu sedang terjadi. Aku tak suka ini. Apa yang harus aku bilang ke Om dan Tante kalau nanti dia tanya kemana Galuh? Aduuuuhhh!!!" Ririn meremas kepalanya. Dia mengacak-acak rambutnya. Sesuatu terjadi. Ririn sadar itu.
"Kuharap Agi Oni-chan baik-baik saja. Tetapi kalau melihat Mbak Galuh rasa-rasanya mereka sedang dalam masalah kali ini. Apa kau tak merasa aneh?" tanya Yuyun.
"Tentu saja aneh! Galuh tidak biasanya seperti ini," jawab Ririn.
"Tetapi apa boleh buat, kita cuma bisa berdo'a saja. Semoga mereka baik-baik saja," ucap Yuyun.
"Tidak. Ini tidak baik-baik saja. Aku akan mencari tahu, kau bantu aku!" pinta Ririn.
"Tapi bagaimana kalau itu berbahaya?"
"Yu-chan. Ini juga tentang kakakmu. Terjadi sesuatu dengan dia, kau harus ingat itu! Apapun itu juga terjadi dengan Mbak Galuh. Aku tak mau terjadi apa-apa kepadanya sebagaimana kamu juga tak ingin terjadi apa-apa kepada kakakmu kan?"
Yuyun mengangguk. Ririn benar, pasti terjadi sesuatu kepada mereka. Salah kalau mereka diam saja terhadap apa yang terjadi, karena apa yang terjadi dengan Galuh dan Agi sangat misterius.
* * *
Galuh kembali lagi ke fasilitas militer tersebut. Memang perjalanan yang melelahkan. Tetapi dia mencoba untuk bisa menerima keadaan ini. Ia telah diminta untuk menjaga rahasia apapun yang dia lihat, apapun yang dia kerjakan dan apapun yang dia dengar di tempat ini. Segala yang berada di dalam fasilitas tidak boleh bocor keluar. Bahkan malam itu ia bersama dengan beberapa orang menandantangi banyak dokumen, sekitar 50 tanda tangan dibubuhkan ke dokumen-dokumen tersebut. Tangannya saja sampai kebas dibuatnya. Setelah menandatangani dokumen terakhir berikut membacanya secara seksama dia pun kemudian diajak ke suatu ruangan yang tampaknya lebih terbuka. Dia tak tahu kalau ada tempat yang lebih terbuka di fasilitas ini. Di tempat terbuka tersebut tampak seseorang sudah menunggunya, Samudra.
Samudra menunjuk ke bangunan seperti shelter box. Meskipun begitu ada jendela dan berbagai tanaman dengan bentuk vertikal di dinding dekat dengan jendela. Bangunan itu dicat dengan warna krem serta pintu berwarna putih.
"Di situ kamu akan tinggal selama di fasilitas ini. Aku tahu ini berat bagimu, tetapi waktu kita tidak banyak. Kuharap kamu bisa bekerja dengan baik. Untuk sementara kau bisa bekerja sama dengan Profesor Garry. Kalau aku tidak suka bekerja sama dengan dia," ucap Samudra.
"Kita tak punya pilihan lain, Sam. Aku butuh profesor," kata Galuh. "Untuk urusan Agi, aku akan membantu sebisaku."
"Teirma kasih, aku akan mengawasi kalian selama ada di sini," ucap Samudra. "Aku tak punya otoritas tinggi di sini. Semuanya ada di Jendral Aris, aku hanya bisa membantu sebisanya. Tetapi kalian adalah tanggung jawabku. Aku sudah melaporkannya kepada Jendral Aris, jadi beliau memberi kuasa penuh kepadaku untuk bisa mengawasi kalian. Sekali lagi terima kasih."
"Baiklah, kurasa tinggal di kotak penampungan tak buruk juga. Mengingatkanku kepada kos-kosan," singgung Galuh saat berjalan menuju ke rumah kotak tersebut.
"Dari luar memang tidak nyaman, tapi di dalamnya lebih daripada yang kau harapkan," ujar Samudra.
"Apa yang aku harapkan? Memangnya kau tahu?" ledek Galuh. Dia melambaikan tangan kepada Samudra. Samudra hanya tersenyum kecil setelah itu pergi meninggalkan Galuh yang sudah membuka pintu.
Ruangan di dalam kotak penampungan itu ternyata besar. Memang terbuat dari box peti kemas yang terkenal itu. Hanya saja ternyata di dalamnya sudah dilapisi sesuatu yang membuat suhu ruangan terasa sejuk dan tidak panas. Ada juga pendingin ruangan di dalam ruangan kecil itu. Tempat tidur empuk dengan sprei berwana putih sudah tertata rapi lengkap dengan bantal dan guling. Ada meja dan kursi, ada pula lemari tempat Galuh bisa menaruh baju-bajunya, ada pula cermin, yang menarik adalah ada kamar mandi di dalam tempat itu meskipun kecil. Kamar mandinya berbentuk shower lengkap dengan toiletnya. Tidak buruk, setidaknya tidak seperti pengungsi, pikir Galuh.
Di dalam kamar tersebut sudah ada jam dinding. Jam itu berdetak, artinya tempat ini memang sengaja diberikan untuk orang-orang yang bekerja dan menginap di fasilitas militer ini. Galuh mencoba melihat dari kaca jendela, ternyata ia tak sendiri. Ada bangunan yang serupa, letaknya beberapa meter dari tempat dia berada. Lampunya masih menyala, artinya ada orang yang tinggal di tempat tersebut.
"Belum tidur?" terdengar suara.
Galuh menoleh kiri dan kanan. "S-Siapa? Siapa?"
"Wow, kau bisa mendengarku? Ini aku Agi, kau bisa mendengarku?" terdengar lagi suara. Kali ini bukan seperti di samping atau di sekitar Galuh, lebih tepatnya di kepalanya.
Ada sesuatu yang tidak diketahui Galuh, dia dan Agi sekarang sudah terpaut pikiran mereka satu sama lain. Dia tidak sadar, tetapi Agi sangat mengetahui hal ini.
Galuh mengernyit. "Bagaimana kau bisa masuk ke pikiranku? Aku seperti orang gila sekarang."
"Kau tidak gila. Kau sadar, kau waras. Aku sebenarnya sudah menyadarinya sejak di ruangan itu kalau sekarang ini pikiran kita tersinkronisasi. Kau tahu, semacam garputala yang beresonansi pada gelombang yang sama? Nah, itulah yang terjadi kepada kita sekarang ini," ucap Agi di dalam pikiran Galuh.
"Maksudmu sekarang ini aku dan kamu telepati?" tanya Galuh dengan pikirannya.
"Iya, lebih mudahnya seperti itu."
Galuh tampak takjub dengan dirinya sendiri. Ia tak pernah menyangka akan mengalami kejadian seperti ini. Bersentuhan dengan Agi di ruangan itu membuatnya bisa melakukan hal seperti ini. Tentu saja hal ini tidak akan terjadi kalau dia tidak melakukannya. Mengingat kembali peristiwa itu membuat dia malu sendiri.
"Kenapa kau menciumku?" tanya Agi tiba-tiba.
"I-itu bukan keinginanku, aku cuma melakukan apa yang aku bisa. Sebab kau ingin menghancurkan fasilitas ini. Aku tak punya cara lain," jawab Galuh dengan suara keras.
"Hahahaha, tak perlu sekeras itu bicaranya. Kan kubilang dengan pikiran saja kau bisa berbicara kepadaku," ucap Agi terkekeh.
Galuh menutupi wajahnya. Dia tak tahu bagaimana cara menyingkirkan Agi dari pikirannya agar berhenti berbicara. "Kau bisa pergi dari pikiranku nggak? Aku nggak mau diganggu malam ini. Biarkan aku istirahat!"
"Hahahaha, baiklah. Aku tak akan mengganggumu. Tidurlah! Aku akan menjagamu."
Galuh menoleh kiri dan kanan. Menjagaku? Bagaimana caranya?
"Kau tak perlu tanya caranya. Aku bisa melakukan hal-hal yang tak bisa kau bayangkan sebelumnya," kata Agi.
"Sebentar. Aku bisa membayangkan hal itu. Maksudmu dengan cara seperti ini kau bisa mengetahui aku melakukan apapun bukan? Jangan-jangan kau bisa tahu kalau aku mandi nanti. Kau mau mengintip?" tanya Galuh sambil cemberut.
"Ehmm, secara teknis bisa sih," jawab Agi.
"APAAA??!"
"Eits. Tapi tunggu dulu. Aku tak akan melakukan itu. Kau kira aku apaan melakukan hal seperti itu?"
"Aku tak percaya. Biasanya cowok memang selalu menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Setiap cowok kan seperti itu. Bagaimana agar aku bisa percaya kepadamu?"
"Tak usah percaya kepadaku. Iya, aku memang tak bisa dipercaya. Hanya saja aku punya prinsip ingin bisa melindungimu, sebagaimana yang telah aku lakukan selama ini. Aku menyelamatkanmu dua kali bukan? Sejak pertama kali bertemu denganmu waktu itu aku sudah menyukaimu."
Galuh kemudian duduk di atas ranjang sambil merebahkan diri di sana. Dia belum membongkar pakaiannya. Ada banyak waktu sebenarnya, tetapi ia memilih melakukannya besok saja. Ia ingin istirahat.
"Kenapa kau menyukaiku?" tanya Galuh.
"Sama seperti alasan kenapa kau menciumku tadi."
"Aku melakukannya karena insting. Kukira kau memang mencintaiku, jadinya aku nekat saja siapa tahu berhasil. Dan ternyata kau bisa tenang bukan?"
"Tetapi nyatanya kau memang membalasnya. Kau juga menyukaiku," kata Agi. "Karena itulah perasaan kita sekarang bisa terhubung seperti ini."
"Tidak, aku tidak percaya. Bagaimana perasaan manusia bisa terhubung seperti ini. Kau pasti dengan kekuatanmu bisa membaca pikiranku bukan? Lalu kau mengirim pikiranmu ke kepalaku," sanggah Galuh.
"Aku bisa membaca pikiran orang lain, tetapi tidak bisa telepati ke orang lain. Aku tak bisa melakukan itu. Dengan berkomunikasi dua arah seperti ini, aku tak pernah melakukan dengan siapapun sebelumnya," jelas Agi. "Jadi ini adalah yang pertama bagiku. Aku juga terkejut ketika bisa menyapamu."
"Betulkah?"
"Iya, aku tak berbohong. Ini pertama kali aku berbicara dengan orang lain memakai pikiranku," jelas Agi. Ia tak berbohong. Entah kenapa Galuh bisa merasakannya. Ada kejujuran di sana. Dia seperti mengerti perasaan Agi yang mengkhawatirkannya karena beberapa jam tidak ada kabar. Juga bisa mengerti bagaimana kejujuran dari ucapannya ini. Hati mereka benar-benar bisa saling berkomunikasi satu dengan yang lain.
"Baiklah, aku ingin tidur. Sudah tengah malam," ucap Galuh. "Besok sepertinya kita harus kerja keras bukan?"
"Iya. Istirahatlah!" ujar Agi.
Galuh memiringkan tubuhnya, ia meraih guling yang ada di samping ranjang, setelah itu dia pun mencoba untuk memejamkan mata. Tubuhnya terlalu lelah malam ini. Dalam hitungan detik dia pun terlelap. Terdengar napasnya yang tertatur seperti tak terbebani apapun.
Agi yang berada di ruangan isolasi menghela napas. Dia senyum-senyum sendiri bisa berkomunikasi dengan Galuh. Sebenarnya sejak dari Galuh keluar dari fasilitas ini, sampai kembali lagi ia mengetahui apapun yang terjadi. Kepalanya seperti tersambung dengan kepala perempuan itu. Apa yang dirasakan Galuh, apa yang didengarnya, diucapkannya semuanya diketahui. Entah bagaimana perasaan mereka terhubung dan hubungan itu sangat kuat. Seolah-olah jiwa mereka menyatu. Apakah ini yang disebut sebagai soulmate yang sebenarnya?
Kalau memang ini yang namanya soulmate, biarlah seperti ini untuk seterusnya.
Malam kian larut, pemuda ini tak bisa tidur. Dia tetap waspada kalau sewaktu-waktu ayahnya bisa masuk ke ruangan tersebut, meskipun Samudra tadi sudah menjaminnya. Sebelum menemui Galuh, Samudra berkata dia akan menjamin kalau Profesor Garry tidak akan bisa menemuinya tanpa seizinnya. Untuk saat ini yang dibutuhkan olehnya hanyalah agar bisa berkomunikasi dengan ECHO, sebutan makhluk asing yang sekarang tak berdaya itu.
Disebut ECHO karena makhluk itu memancarkan gelombang yang menggema di frekuensi radio saat gelombang radio pesawat jet terkena jamming. Ide ini didapat dari Rio sebenarnya, yang kemudian disetujui yang lain. Tidak buruk juga nama ECHO menurut Agi. Dia duduk bersila sambil menatap ke makhluk asing yang ada di hadapannya. Makhluk itu hanya berjarak beberapa meter saja darinya dengan terhalang kaca.
Dia mencoba untuk membuka pikirannya lagi untuk masuk ke pikiran makhluk tersebut. Selama ini makhluk ini hanya mengirimkan kepadanya sesuatu yang ingin ditunjukkan, tetapi Agi tak pernah untuk bisa masuk ke dalam pikiran makhluk tersebut. Kali ini ia ingin mencobanya.
Awalnya dia menatap ECHO. Makhluk yang menyerupai naga itu ditatapnya dengan tajam. Pikirannya pun mulai berpusat kepadanya. Saat itulah pandangannya tiba-tiba mendekat kepada ECHO, seolah-olah Agi keluar dari tubuhnya. Ia sudah berada di luar tubuhnya sekarang mendekat kepada ECHO. ECHO sedang tidur, dia kekurangan energi, bisa jadi. Tubuhnya tak disuntikkan dengan obat penenang atau apapun, makhluk ini tidak bernapas dengan udara, jadi dengan obat bius gas pun tidak akan ada hasilnya. Hanya kaca super tebal yang mengurungnya, serta ratusan moncong senjata mesin terarah kepadanya kalau sewaktu-waktu dia lepas kendali.
Agi mengamati ECHO dengan seksama. Dari dekat ia jelas bisa melihat makhluk ini seperti seekor naga. Apakah jaman dulu memang naga berbentuk seperti ini? Dia telah membaca-baca di perpustakaan tentang wujud alien ini. Makhluk ini seperti Quetzalcoatl. Quetzalcoatl merupakan dewa dari Suku Maya berbentuk seperti naga. Apakah itu artinya suku Maya dulu pernah bertemu dengan alien?
Dengan rasa penasaran, Agi mencoba untuk masuk ke dalam pikiran ECHO. Dia lalu menyentuh kepala naga tersebut. Tubuhnya terhisap lagi kini ke dalam alam yang lebih luas, terang dan gelap silih berganti.
Pandangannya sekarang dipenuhi dengan sesuatu yang sangat luas. Seperti langit malam tanpa batas dengan bintang bertaburan. Dia melihat sekelilingnya lalu mendapati bumi dan bulan. Keduanya dalam jarak dimana mata bisa memandang dengan jelas. Agi tak tahu pasti apakah dia berada di dalam memori ECHO ataukah yang dilihat ECHO. Tetapi melihat ECHO tidak sadar, ini pasti adalah memori ECHO. Ternyata alien itu punya memori, yang lebih mengherankan lagi memori itu terlihat cukup nyata seperti terjadi saat itu juga.
Terdengar ketukan menggema. Sama seperti bagaimana alien itu mencoba menghubungi Agi. Agi mencoba mencari sumber suaranya. Tetapi bukankah ini luar angkasa? Bagaimana mungkin bunyi bisa terdengar di luar angkasa yang mana tanpa ada medium untuk merambatkan bunyi?
Agi terkejut saat melihat sesuatu yang sangat besar berada di balik bulan. Dia bisa melihatnya sesosok entitas yang sangat besar. Mungkin besarnya hampir separuh dari bulan melayang-layang di balik kegelapan bulan. Bentuk entitas itu berupa benda elips, raksasa, serta gelap.
Ada perasaan yang menekan Agi. Perasaan itu seperti meledak di dalam dadanya, menekannya, mengusirnya. Tak bisa dipercaya, bagaimana perasaan itu berusaha menguasai Agi. Ini bukan perasaan biasa. Seolah-olah ada orang lain yang berusaha memberikan perasaan itu kepadanya, memaksakan masuk dengan menekan kuat. Agi berusaha melawan perasaan itu. Dia berusaha menyingkirkannya, hingga kemudian dia bisa menguasainya.
Matanya mulai melihat benda gelap raksasa itu dengan jelas. Sangat jelas seperti cahaya matahari di siang hari. Entitas berbentuk elips, berwarna hitam dengan berbagai garis-garis serta lekuk-lekuk di atas permukaannya. Lekukan-lekukan aneh itu untuk beberapa saat menyala seperti lampu yang merambat ke atas. Akibatnya terlihat seperti lampu yang menyebar lalu berkumpul di satu tititk. Agi di perlihatkan lagi ke suatu bagian di antara tubuh benda elips raksasa tersebut. Ada secuil lubang di sana. Entah bagaimana, saat itulah Agi bisa menyadari kalau bagian yang hilang itu adalah ECHO. Pikirannya langsung tercerahkan begitu saja, saat melihat ada bagian-bagian lain dari benda elips tersebut yang tidak terpisah. Jumlahnya bisa jadi jutaan.
"Oh tidak," gumam Agi. Matanya terbelalak menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Dalam sekejap tubuhnya tiba-tiba ditarik ke belakang. Jauh, kembali ke bumi. Ke tempat di mana fasilitas militer berada. Dia akhirnya kembali ke kesadarannya lagi.
Agi tersadar. Napasnya terengah-engah dengan keringat bercucuran. Dia berguling-guling di lantai merasakan sesuatu yang menyebabkan perutnya mual. Ia ingin muntah, tetapi tak bisa. Seluruh tubuhnya seperti tersengat aliran listrik, tetapi tak ada aliran listrik di tempat ini. Lalu bagaimana ia bisa merasakannya? Dia masih terhubung dengan ECHO. Dia mencoba untuk melepaskan diri dengan susah payah, pikirannya seolah-olah sudah terhubung dengan makhluk itu.
"Lepaskan aku!" gerutu Agi. "Lepaskan aku! Kenapa kau menarikku? Lepaas!!" ia meronta-ronta.
Tubuhnya menggelepar-gelepar seperti ikan yang terdampar di daratan. Orang-orang yang melihat itu segera berusaha untuk masuk ke dalam. Tubuh Agi kemudian dipegang beberapa orang hingga kemudian beberapa mili cairan penenang disuntikkan ke tangannya. Matanya membelalak, pandangannya gelap. Ia pun tak sadar.
"Agi?! Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" ucap Galuh di kamarnya. Ia terbangun ketika mendengar suara jeritan pemuda itu. Dia segera bangkit lalu menuju ke tempat di mana Agi berada. Perasaan mereka yang terhubung sekarang ini benar-benar membuat keduanya bisa merasakan satu sama lain.
Sementara itu di tempat lain Profesor Garry melihat tampilan layar radar di mana ECHO sedang berkomunikasi dengan Agi melalui cara yang entah bagaimana mereka melakukannya. Dia tahu sesuatu ada di bulan, jauh di balik gelapnya sisi bulan yang gelap. Satu Entitas raksasa sedang mengintai, siap untuk mengunjungi bumi dan itu semua secara tak sengaja terekam oleh satelit Kaguya milik Jepang yang baru saja didapatkan oleh JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). Satelit Kaguya ini mengitari bulan setiap harinya dan baru-baru ini menangkap suatu objek misterius. Besar dan gelap.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top