10 | Tirai Kegelapan

They broke my wings and forgot I have claws ~ Anonymous


~o~

Sehari sebelumnya Johan dan Sheila sudah mendarat di Malang. Suasana yang sangat berbeda dia rasakan setelah jauh dari Jakarta. Tujuannya tentu saja bukan berlibur ke Malang meskipun kota ini merupakan tujuan orang-orang berlibur, terutama kota Batu. Setelah pesawat mendarat mereka langsung naik taksi untuk menuju ke hotel. Ketiga anaknya sengaja tidak diajak karena akan berbahaya kalau sampai melibatkan anak-anak dalam urusan ini. Johan tahu waktunya tidak banyak.

Setelah sampai di hotel dia langsung menyusun rencana untuk bisa bertemu dengan orang-orang yang dia kenal. Dia mengetahui kalau Samudra, Galuh dan Windi ada di kota ini, maka ia berusaha untuk bertemu dengan mereka dulu sebelum melakukan tindakan selanjutnya.

"Kita langsung bertemu dengan mereka?" tanya Sheila.

Johan mengangguk. Mereka baru saja masuk ke dalam kamar dan mengeluarkan barang-barangnya dari koper. Mereka ada rencana di kota ini sampai urusan mereka selesai. Mungkin dalam waktu yang lama. Uang bukan masalah bagi Johan untuk tinggal sampai beberapa hari di hotel. Ia lebih mengkhawatirkan tentang apa yang terjadi kalau sampai makhluk asing itu melakukan sesuatu yang buruk.

Sheila tak bisa berbuat apa-apa. Dia cukup senang bisa mendampingi suaminya. Sebab, apa yang sekarang Johan rasakan sudah benar-benar berat, seolah-olah beban yang ada di punggungnya terlalu berat. Sheila berusaha agar beban itu tak lebih berat lagi. Butuh waktu bertahun-tahun lamanya bagi Johan untuk menyimpan rahasia tentang Omega dan Ultima.

Ada dua Kesadaran Bumi terkuat. Omega dan Ultima, Johan bercerita tentang keduanya. Tak tahu kekuatan apa yang dimiliki oleh dua Kesadaran Bumi ini, hanya saja keduanya tak bersahabat. Omega memiliki keingingan untuk memusnahkan umat manusia, berbeda dengan Ultima yang bertindak semaunya. Kalau kedua kekuatan ini dimiliki oleh orang yang salah, maka sudah pasti akan terjadi chaos. Siapapun tak akan bisa selamat dari kekuatan mereka. Johan tak bisa menyembunyikan hal ini lebih lama karena persoalan ini sangat berat. Ia butuh teman untuk bisa berbagi dan hanya kepada Sheila saja ia bisa berbagi semuanya. Bahkan saat menceritakan apa yang dilihatnya di Ruang Hijau pun membuatnya gemetar. Dia sangat takut berhadapan dengan Ultima. Hanya saja, dari apa yang dikatakan Ultima, Johan tahu kalau Kesadaran Bumi itu memberikan kekuatannya kepada seorang manusia yang baik. Anak kecil yang baik.

"Kita akan bertemu mereka sambil jalan-jalan. Kau sendiri sudah lama tidak berlibur bukan?" tanya Johan. "Anggap saja ini liburan."

Sheila tersenyum. "Baiklah, bagaimana kalau kita habiskan waktu untuk menikmati kuliner nanti?"

"Kau tidak ingin menghabiskan waktu hanya makan saja bukan?"

"Ayolah, pertama kali orang berkunjung ke suatu daerah adalah untuk menikmati kulinernya, baru hari kedua kita belanja-belanja dan menikmati tempat-tempat wisatanya," jawab Sheila.

Johan terkekeh. "Baiklah, My Lady. As your wish."

Tak lama kemudian mereka segera keluar dari kamar hotel. Mereka menuju ke lobi untuk kemudian memesan taksi. Tak lama taksi pesanan mereka datang. Keduanya naik taksi untuk menuju ke suatu tempat. Sopir taksi sendiri keheranan ketika dengan detail Johan memberikan petunjuk tentang tempat yang ditujunya.

* * *

Alunan musik melayu terdengar dari ponsel yang tergeletak di meja. Suasana kamar asrama prajurit tampak syahdu dengan lagu-lagu tersebut. Terlihat Samudra sedang melakukan push up. Dia tak menghitung sudah berapa kali dia menaik turunkan badannya. Siang hari yang tak bisa dibilang panas, juga tak bisa dibilang dingin, hanya saja keringatnya bercucuran. Hari itu tak ada tugas khusus baginya selain menghabiskan waktu di kamar menyendiri sambil membakar kalori. Kurang lebih sudah dua jam ia melatih otot-ototnya yang sekarang terlihat berisi. Kaos sempit abu-abunya membentuk lekuk tubuh atletisnya kian basah dengan keringat.

Sesaat kemudian ponselnya berbunyi. Ada telepon masuk. Samudra bangkit dari posisinya untuk mengambil ponsel yang nadanya beralih ke dering telepon daripada alunan musik sebelumnya.

"Halo? Samudra?" sapa suara di teleponnya.

"Ya, ini aku. Siapa ya?" tanya Samudra.

"Aku Johan. Bisa kita bertemu?" ajak Johan.

"Johan? Jo-Johan??" Samudra terkejut mendengar suara Johan di telepon. Ia masih saja heran bagaimana lelaki itu bisa mengetahui nomor teleponnya. "Tentu saja."

"Kalau begitu temui aku di mini market yang tak jauh dari asramamu. Aku sudah ada di sana," ucap Johan.

Samudra hampir tak percaya dengan apa yang dia dengar. Tetapi ia tak bisa meremehkan kemampuan seorang geostreamer seperti Johan. Kemampuannya berbicara dengan planet membuat dia mengetahui hampir semua hal yang terjadi di bumi. Bahkan, kalau perlu ia bisa saja menjadi orang jahat dengan kekuatannya itu. Bayangkan saja, ia bisa saja mencuri kode nuklir dari negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk kemudian digunakannya untuk memeras. Tetapi Tuhan memang punya cara lain yang lebih ajaib. Dia memberikan kekuatan hebat kepada orang-orang baik.

Samudra segera berganti baju, setelah itu ia keluar dari asramanya. Dia memakai kaos berwarna putih dengan ditutup jaket jins. Setelah keluar dari gerbang asrama, dia berjalan menyusuri trotoar untuk sampai di suatu mini market yang tak jauh dari asrama itu berada. Di sana sudah ada dua orang duduk di gazebo yang terpasang di teras mini market.

Pilot muda ini langsung bisa mengenali dua orang yang ada di situ. Seorang lelaki dengan potongan rambut pendek, berwajah persegi serta sorot mata ramah menjadi ciri khas dari dirinya. Sementara itu di sebelahnya seorang wanita berkerudung dengan iris mata biru safir ikut menatapnya. Mereka seolah-olah sudah tahu akan kehadiran Samudra di tempat itu. Samudra lantas menghampiri keduanya lalu duduk di gazebo tersebut.

"Lama tidak jumpa," ucap Johan sambil menjabat tangan Samudra.

"Iya, lama tidak jumpa," kata Samudra.

"Baiklah, Sam. Aku tak ingin basa-basi lagi. Sebab tak ada waktu lagi. Kau akan diutus atasanmu untuk menjemput seorang yang kemungkinan memiliki kemampuan khusus bisa berbicara dengan makhluk asing itu," ujar Johan. "Yang aku inginkan kau lihat dulu seperti apa orangnya. Apakah dia berbahaya ataukah tidak? Apakah dia bisa diajak kerja sama ataukah tidak? Sebab dia pemilik salah satu kekuatan dari Kesadaran Bumi. Entah Omega ataukah Ultima."

"Sebentar-sebentar, maksudmu aku akan ditugaskan?" tanya Samudra kebingungan.

"Iya, sebentar lagi. Makanya aku tak ingin berlama-lama. Mereka sudah tahu siapa orangnya," jawab Johan.

"Mereka tahu, tetapi bagaimana mereka bisa tahu?"

"Mereka telah melacaknya dengan menggunakan alat pelacak gelombang. Alat itu bisa mendeteksi pancaran frekuensi dimana makhluk itu berkomunikasi. Namanya Abisoka. Itu saja yang bisa aku ketahui sekarang ini. Kau mungkin akan mengerti setelah mendapatkan tugas ini," ucap Johan.

"Apa yang harus aku lakukan kalau bertemu dengannya?"

"Kerjasamalah dengannya. Kita butuh bantuan anak ini, saat ini kondisi kita tidak baik. Aku sudah sangat lelah mencoba bertemu para pemilik kekuatan ajaib. Sebagian ada yang ikut sebagian lagi merasa apa yang mereka dapatkan anugerah sehingga ingin berbuat semau mereka. Aku benar-benar dibuat kesal," ujar Johan. "Kau sendiri tahu bagaimana dengan Rahardian, orang yang bertarung denganmu dulu. Aku bertemu dengan orang-orang seperti dia lebih dari sekali. Berkali-kali. Mereka dengan sombongnya mengatakan nasib umat manusia tak ada hubungannya dengan diri mereka."

Johan mendesah. Dia merasakan sendiri bagaimana sedikit orang yang tidak takabur. Peduli dengan planet ini dan juga umat manusia. Sheila mengusap bahunya untuk menenangkan Johan.

"Samudra, kau bertemu dengan Windi?" tanya Sheila tiba-tiba kepada Samudra.

"Oh, itu. Iya, kami bertemu beberapa hari yang lalu," jawab Samudra.

"Bagaimana hubungan kalian?"

"Baik. Maksudku... kami baik-baik saja," jawab Samudra kikuk.

"Kalau kau tak tahu harus berbuat apa coba bicarakan dengan Windi. Dia gadis yang baik. Beberapa kali aku bertemu dengannya secara tak sengaja," ucap Sheila sambil mengenang bagaimana dia bertemu Windi beberapa waktu yang lalu secara tak sengaja pada suatu acara. "Aku tahu sebagai seorang abdi negara tugasmu cukup berat. Tetapi kuharap kalian bisa tetap berkomunikasi, karena dalam suatu hubungan yang terpenting itu komunikasi."

Bagai tertohok Samudra menyadari betapa ia selama ini jarang sekali berkomunikasi dengan Windi. Hanya sesekali atau mungkin kalau ingat. Hubungannya tak seperti ketika mereka masih sekolah dulu atau ketika masih kuliah. Kali ini ia sangat menyesal karena jarang sekali berkomunikasi dengan Windi.

"Aku sudah menemuinya beberapa waktu lalu, tetapi karena ada suatu hal aku tidak bisa menemuinya. Sebenarnya aku sangat ingin, tetapi ah... begitulah," ujar Samudra sambil menghela napas berat.

"Tak apa. Lalu kamu bertemu dengan Galuh juga?" tanya Sheila.

"Iya, dia ada di kota ini juga. Sekarang mengajar di kampus," jawab Samudra.

"Dia anak yang cerdas. Aku sekali dua kali bertemu dengannya juga. Anaknya agak pendiam, jadinya aku tak begitu banyak bicara dengannya. Kau tahu sesuatu tentang dirinya?"

Samudra mengernyit. Dia mencoba mengingat kembali kenapa Galuh sampai sedikit pendiam. Ia tak menemukan jawaban itu. Setahu dia, dulu gadis itu sangat takut dengan kekuatannya sendiri. Tetapi apakah karena itu sampai ia jadi pendiam. Hal itu sudah lama terjadi, apakah Galuh masih saja merasakan perasaan bersalahnya?

"Galuh sedang dalam masa di mana dia ingin membuang perasaan bersalahnya. Setelah apa yang dia lakukan kepada Gagah Prambudi, agaknya ia mulai menjaga dirinya dengan orang lain. Jarang berhubungan dengan orang lain hingga sampai memilih-milih pertemanan," ucap Johan. Sekali lagi Samudra takjub dengan Johan yang mengetahui persoalan seperti ini.

Samudra berdehem membersihkan tenggorokannya. "Aku bisa menyuruh Windi untuk sering-sering dekat dengannya nanti."

"Kau mungkin tak perlu melakukannya," ucap Johan.

"Oh, kenapa?" tanya Samudra.

"Galuh sedang dekat dengan seseorang," jawab Johan.

"Oh ya?"

"Berharaplah orang itu orang baik dan dia pemilik kekuatan Ultima," ucap Johan.

Ada teka-teki lagi pada kata-kata Johan. Pemilik kekuatan Ultima. Johan telah mengatakan kalau Kesadaran Bumi Ultima merupakan salah satu yang terkuat, tetapi kalau pemilik kekuatannya bukan orang baik lantas bagaimana cara untuk menaklukkannya? Bayangannya tentang Rahardian kembali membuat Samudra bergidik. Orang dengan kekuatan besar seperti itu telah melakukan banyak kejahatan, sekarang dia mendekam di penjara khusus.

* * *

Memang setelah bertemu dengan Johan, Samudra mendapatkan perintah dari atasannya untuk menangkap Abisoka alias Agi Syahputra. Ternyata pihak militer telah menerjunkan intel ke lapangan setelah alat pendeteksi gelombang mereka selesai dikerjakan. Selama dua hari penuh pihak militer bekerja keras menyelidiki dari sudut-sudut kota untuk mendapatkan sinyal dari gelombang tersebut. Mereka pun akhirnya menemukan keberadaan Agi. Selama beberapa hari mereka mengamati Agi dari jauh, untuk memastikan kalau anak itulah orang yang selama ini dicari.

Akhirnya pada waktu sebelum acara pengepungan itu, Samudra telah dibriefing mengenai target sasaran. Sekali lagi Johan benar dan tidak meleset. Ramalannya benar-benar terjadi. Samudra memimpin tim untuk membawa Agi Syahputra ke pangkalan rahasia. Dengan pasukan lengkap dua peleton pun diturunkan. Samudra tak bisa menganggap ini berlebihan, sebab salah satu dari perwira tentara merekam kejadian yang mengejutkan di mana Agi Syahputra mengeluarkan kekuatannya untuk menyelamatkan seseorang di jalan raya dengan menghentikan semua benda yang bergerak pada radius tertentu. Dari sinilah Samudra tahu apa yang dimaksud Johan sebagai kekuatan terhebat yang pernah ada. Samudra sendiri keheranan bagaimana pihak militer bisa mengetahui dengan detail data mengenai Agi Syahputra, sampai kapan kekuatannya didapatkan untuk pertama kali.

Pengepungan pun dimulai saat Agi dan Galuh masuk ke dalam toko buku. Tanpa mereka sadari seluruh pengunjung di arahkan untuk keluar dari gedung sementara Agi dan Galuh berjalan-jalan di dalam toko buku untuk melihat-lihat. Sampai akhirnya mereka sadar sudah terkepung lalu Samudra melakukan konfrontasi kepada mereka.

Agi dan Galuh bergandengan tangan berjalan perlahan meninggalkan toko buku untuk di arahkan menuju ke mobil MPV. Setelah masuk, iring-iringan mobil militer itu pun pergi meninggalkan toko buku tempat mereka mencari buku. Semua orang yang berada di luar toko buku keheranan dengan apa yang terjadi. Mereka mengira ada bom di dalam toko buku tersebut sehingga pihak militer mengosongkan sementara toko buku itu sampai kemudian meninggalkan tempat tersebut.

Di dalam mobil Agi merasa seakan-akan tak percaya kalau dia berada di dalam mobil bersama Galuh. Dia kira dirinya saja yang akan dibawa, tetapi kenapa Galuh juga dibawa? Apa hubungannya gadis itu dengan ini semua? Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai-sampai harus membawa Galuh ikut serta.

Rombongan mobil itu kemudian berjalan makin menjauh dari kota Malang menuju ke daerah pinggiran. Agi tak bisa melihat karena mobil yang mereka tumpangi bertirai, sehingga kedua orang ini tak bisa melihat keluar. Kurang lebih selama dua jam perjalanan hingga mereka pun sampai di tempat yang tidak diketahui dimana letaknya. Begitu keduanya keluar dari mobil segera digiring menuju ke koridor yang cukup panjang. Sementara itu Di depan Agi dan Galuh ada Samudra yang terus mengawal beserta dua orang bersenjata lengkap yang berada di belakang mereka.

Mereka akhirnya sampai di suatu ruangan yang luas. Di sinilah keduanya bisa melihat sesuatu di tengah ruangan tersebut yang dilindungi dengan kaca yang cukup tebal. Agi menelan ludah melihat sosok makhluk asing berbentuk seperti naga bersayap meringkuk tak berdaya. Baru kali ini ia melihat betapa besarnya kuasa Tuhan yang bisa menciptakan makhluk seperti itu. Hanya saja, bagaimana bisa makhluk itu berwujud seperti naga? Apakah pada zaman dulu makhluk itu pernah datang ke bumi sehingga kemudian orang-orang menggambarkan makhluk in sebagai naga ke lukisan-lukisan dan patung yang selama ini dikenal?

Luar biasa. Agi berdecak kagum. Selama ini dia yang berkomunikasi kepadaku dengan telepati.

"Gal, kamu ikut mereka. Ada seseorang yang ingin bicara denganmu di ruangan lain. Abisoka, kau tetap di sini!" ucap Samudra.

Agi rasanya tak rela untuk melepas genggaman tangannya. Tetapi ia pun harus melepas genggaman tangan itu. Galuh menatapnya dengan anggukan seolah-olah berkata, "Aku akan baik-baik saja"

Galuh kemudian digiring ke lorong yang lain. Tak jelas apakah mereka sekarang berada di bawah tanah ataukah masih di permukaan bumi. Tetapi rasa-rasanya di dalam fasilitas ini seluruh oksigen yang ada di sekeliling mereka serasa terhisap hingga sulit untuk bernapas. Langkah kaki Galuh berat, ia sedikit takut berada di dalam tempat yang tidak ia kenal. Meskipun ia bisa menggunakan kemampuannya, tetapi tak mungkin ia bisa lolos dari orang-orang yang memiliki hati yang kuat seperti para prajurit ini. Mereka telah dilatih untuk menguatkan hati mereka agar tidak goyah dengan sesuatu apapun. Jadinya akan sangat sulit mempengaruhi mereka.

Koridor yang dia jelajahi akhirnya berakhir di suatu ruangan dengan pintu yang cukup tebal dan lebar. Tak ada informasi yang bisa didapat tentang apa yang ada di balik pintu itu selain tulisan yang cukup bisa terbaca di atasnya, "Ruang laboratorium". Galuh mengangkat alisnya. Kedua orang yang mengawalnya tadi berhenti tidak melanjutkan jalannya. Salah satu dari orang tersebut mengambil kartu ID yang ada di sakunya, lalu menempelkan kartu tersebut kepada Card Reader yang berada di sebelah pintu. Suara kunci terbuka terdengar di pintu tersebut.

"Silakan masuk!" perintah salah satu dari mereka.

Dengan sedikit ragu Galuh kemudian mendorong pintu tersebut. Dia berdebar-debar tentang apa yang berada di balik pintu itu. Begitu dia membuka pintu seberkas cahaya lampu berwarna merah menyala. Ada seseorang yang sudah menyambutnya di dalam. Galuh terbelalak melihat siapa orang yang menyambutnya. Tampak seseorang yang sedikit beruban dengan rambut acak-acakan memakai kemeja putih tersenyum kepadanya.

"P-profesor?!" seru Galuh.

"Iya, apa kabar?" ucap Profesor Garry. Mereka akhirnya bertemu, mantan dosen dengan mahasiswanya.

"Ada apa Anda di sini?" tanya Galuh.

"Menurutmu?" Profesor Garry balik bertanya sambil mengangkat kedua tangannya. "Tentunya mereka tak sekedar mengganggu penelitianku dengan memaksaku untuk datang ke fasilitas ini kecuali karena makhluk asing yang tadi kau lihat di ruang isolasi."

"Apa yang diinginkan mereka?" tanya Galuh. "Kenapa mereka membawa Agi? Dan juga aku?"

"Ikut denganku sebentar!" ajak Profesor Garry.

Mereka lalu berjalan menuju ke pintu geser dengan bunyi unik.

Phiii...

Ternyata begitu masuk tadi Galuh belum berada di dalam ruangan tetapi masih berupa lorong, kemudian ada lorong yang disebut sebagai jembatan yang berguna untuk membersihkan kuman dan virus agar steril. Untuk beberapa detik kemudian Galuh disemprot dengan gas antiseptic dan disinfektan. Ia baru pertama kali mendapatkan pengalaman seperti itu. Setelah selama kurang lebih satu menit di ruangan kecil berukurang 3x2 meter tersebut, keduanya keluar untuk menuju ke ruangan laboratorium yang sesungguhnya.

Ruangan laboratorium itu tidak seperti ruangan laboratorium pada umumnya. Dalam satu ruangan itu dibagi menjadi beberapa sekat. Sekat tersebut terbuat dari kaca tebal. Sekat-sekat itu membatasi antara laboratorium satu dengan laboratorium yang lain. Masing-masing laboratorium itu terdapat para pekerja.

"Oh, Profesor? Sudah datang rupanya. Siapa dia?" sapa seseorang yang tiba-tiba muncul.

"Rio, perkenalkan. Dia Galuh, dulu anak didikku. Dia profesor juga ahli geofisika," jelas Profesor Garry.

"Wow, masih muda," ucap Rio tampak takjub dengan Galuh. Mereka pun bersalaman.

"Galuh Savitri Devi," kata Galuh.

"Rio Prasetya. Aku cuma pembantu profesor di sini," kata Rio sambil tersenyum.

"Galuh, sekarang ini aku sangat membutuhkan bantuan, terutama dari orang sepertimu. Kau tahu, persoalan makhluk asing ini sangat membuatku frustasi, penelitianku terbengkalai padahal penelitian itu sangat berguna bagi negara ini, khususnya dalam bidang pangan. Kau tahu ahli genetika sekarang ini sangat dibutuhkan negeri ini, tetapi akhirnya harus terhenti gara-gara alien sialan itu," gerutu Profesor Garry.

"Profesor, aku ingin bertanya. Apakah profesor tahu sesuatu tentang Agi Syahputra?" tanya Galuh.

Profesor Garry tak menjawab. Dia terus berjalan menuju ke sekat yang paling ujung. Di sana dia langsung masuk begitu saja ke laboratorium yang sering dia pakai di fasilitas ini. Di dalam laboratorium itu ada suatu alat yang dia gunakan beberapa waktu ini untuk mendeteksi gelombang yang dipancarkan makhluk asing. Alat itu dibuat maraton selama dua hari dan hasilnya sangat memuaskan.

Galuh penasaran dengan alat tersebut. Dia memperhatikan Profesor Garry mengetuk-ngetukkan jemarinya ke atas alat tersebut.

"Alat ini bisa mendeteksi gelombang yang dipancarkan makhluk tersebut. Ketika radar kita mati, alat komunikasi dari radio, ponsel dan lain-lain juga jamming. Semuanya seperti terganggu gelombang lain. Dan ketika aku mencoba untuk memecah gelombang tersebut dari rekaman penerbangan pilot kita. Dari situ diketahui jika ada gelombang statis yang terus menggangu. Baru ketika dipecah dan ditelaah lagi ada suatu gelombang dengan frekuensi tinggi menimpa sistem komunikasi kita. Akhirnya kita ketahui kalau itu gelombang dari makhluk itu. Setelah itu aku menyuruh beberapa orang untuk membuat alat ini dan hasilnya....," penjelasan Profesor Garry dipotong Galuh.

"Hasilnya kau mengetahui kalau Agi berkomunikasi dengan makhluk itu," potong Galuh.

"Tepat sekali," ucap Profesor Garry.

"Kalau begitu dia akan berada di tempat ini?" tanya Galuh.

"Benar sekali," celetuk Rio. "Dan Profesor Galuh, saya sangat berharap Anda dan Profesor Garry bisa membantu kita dalam hal ini."

"Sebentar, kenapa harus aku? Apa hubungan keahlianku dengan makhluk asing itu?"

"Ada tentu saja. Kita membutuhkan banyak ahli dan ilmuwan untuk bisa memecahkan misteri alam semesta. Kita sementara ini tidak tahu kenapa dia menyerang bumi," ucap Rio.

"Menyerang bumi?" Galuh bertanya-tanya.

"Iya, dia menumbangkan pesawat-pesawat kita. Tentu saja itu namanya menyerang," ujar Rio. "Kita tak tahu apakah dia membawa pasukan ataukah tidak. Satu saja bisa menumbangkan tiga pesawat kita, kalau misalnya dia juga membawa teman bisa-bisa kita dalam kehancuran. Ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Terlebih negara-negara lain mendesak agar kita memberikan data mengenai makhluk asing itu. Semakin lama kita mengumpulkan data, maka mereka akan ikut campur dan mendesak kita, terutama Amerika. Kau tahu sendiri mereka seperti polisi di dunia ini. Ada bargain-bargain yang harus kita kelola supaya kita tidak mendapatkan kerugian dari peristiwa ini."

"Galuh, aku tahu Abisoka dekat denganmu. Aku ingin kau membantu kami. Cuma kau satu-satunya yang bisa berkomunikasi dengan dia sekarang. Aku tak bisa mendekat kepadanya," jelas Profesor Garry yang makin membuat Galuh bertanya-tanya.

"Kenapa?" tanya Galuh. "Kau bisa mengatakan sendiri kepadanya agar bekerja sama dengan kalian."

"Tidak bisa," jawab Profesor Garry.

"Iya prof, kenapa tidak bisa?" tanya Rio yang juga keheranan.

"Karena dia anakku," ucap Profesor Garry yang membuat Galuh dan Rio terperangah.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top