Part 6
"Mama, Om yang tadi kenal mama ya. Dia siapa?" tanya Abi.
"Bukan siapa-siapa. Cuma teman waktu sekolah dulu saja, sayang. Sudah ya, tidak usah tanya lagi,"
"Kenapa?"
"Karena sekarang kamu sudah ketemu dan kita bersama lagi."
"Tapi dia kan yang menolong Abi,"
"Abi, kamu kan sudah bilang terima kasih sama dia. Itu sudah cukup. Lagipula orangnya gak ada sama kita, ngapain sih kamu tanya-tanya lagi tentang dia!?" Dilly bicara ketus hingga membuat Abi tersentak.
Bani yang sedang menyetir langsung menoleh pada Dilly.
Dilly memijat-mijat kecil keningnya. "Astagfirullah..maafin Mama, sayang.. Mama jadi bentak kamu...," Dilly menengok ke bangku belakang dan menggapai tangan putra semata wayangnya itu. "Mama tadi sempat stress nyariin kamu, masih berasa paniknya..maaf ya, Nak?"
Abi tak menjawab, dia hanya menatap mata ibunya itu.
"Hmm.. Biar nggak bete, Abi dan Mama mau kemana lagi sekarang? Mau makan es krim nggak?" tanya Bani mencairkan suasana.
"Abi mau pulang, Om. Mau ketemu Nini aja," jawab Abi pelan.
'Selalu seperti itu, kalau sedang merasa tidak akur dengan ibunya, pasti lari ke neneknya, hhh,' ujar Dilly dalam hati. Membuat bibirnya otomatis ikut merengut.
Begitu sampai di rumah yang masih berbagi dengan toko, Abi langsung turun dari mobil dan berlari ke dalam mencari neneknya.
"Abi! Pelan-pelan sayang!" Seru Dilly.
"Kamu yang sabar, namanya juga anak-anak." Celetuk Bani sambil membawakan kantung belanjaan berisikan perlengkapan ulang tahun. Besok Abi akan merayakan ulang tahunnya yang ke-5. Sebenarnya ulang tahun Abi sudah seminggu yang lalu, tapi karena kesibukan Dilly yang sedang bersiap masuk kuliah, membuat Dilly menunda seminggu untuk membahagiakan anaknya.
"Yaa tapi Aa kan nggak tahu bagaimana rasanya punya anak yang hidupnya sehari-hari sama kita, memang kuncinya itu adalah sabar, tapi mood anak-anak dan kelakuan mereka tidak bisa diprediksi. Begitupun dengan mood orang tua,"
"Aku mau mengimbangi emosi itu, Dil," ujar Bani seraya menaruh kantong belanjaan di atas meja kasir toko. Untuk kesekian kalinya Bani mengungkapkan perasaannya pada Dilly. Sejak dulu hingga sekarang, perasaan Bani pada Dilly tidak pernah berubah. Dia selalu merasa jatuh hati pada Dilly meski dengan masa lalu Dilly yang tidak mengenakkan, meski Dilly sudah mempunyai anak. Bani tetap setia dengan perasaannya.
Namun untuk kesekian kalinya juga, Dilly tetap menolak keinginan Bani. Bagi Dilly, kehadiran Bani tidak lebih dari seorang kakak. Dilly tidak mampu memaksakan perasaannya hanya untuk sekedar memberikan sosok seorang ayah bagi Abi. Bani baik, sangat baik dan begitu menjaga Abi. Tapi dengan pengalaman yang pernah Dilly lewati, seakan-akan menepis semua kepercayaan dia pada seorang pria. Kalaupun dia suatu saat harus menikah, dia tidak ingin hanya sebuah kewajiban saja. Dilly ingin memiliki sebuah cinta dalam dirinya. Dilly ingin merasakan jatuh cinta.
Lagi-lagi Dilly hanya tersenyum mendengar keinginan Bani. "Aa nggak capek ya ngomong begitu terus sama Dilly?"
"Nggak. Aa sayang sama Dilly, juga sama Abi."
"Aa ini kan sudah umur dua puluh tujuh tahun, ada baiknya Aa mencari yang sudah siap menikah. Yang juga mencintai Aa,"
Bani memegang bahu Dilly. "Apa kamu masih belum bisa membuka mata dan hati kamu untuk setidaknya belajar mencintai Aa?"
"Sudahlah A.. Dilly capek. Harusnya Aa bisa menelaah jawaban Dilly. Semua jawaban tetap sama. Aa jangan menyiksa diri Aa hanya untuk Dilly,"
Bani menghela napas. "Kita lihat nanti,"
"Dillyyy! Kamu tadi kehilangan si Abi di mall!?" Kedatangan Ibun pun memotong obrolan mereka.
"Begitulah...," jawab Dilly sekenanya.
"Pasti kamu terlalu serius belanja sampai tidak ngeh anak kamu jalan kamamana,"
Dilly menghampiri Abi yang bersembunyi di belakang tubuh Ibun.
"Iya, maaf ya.. Mama salah. Mama masih harus banyak belajar, Mamanya Abi ini kan masih muda," ujar Dilly mencubit lembut pipi Abi.
"Terus.. Ibun kok udah rapi aja, mau kemana?"
"Mau visit toko yang di Dago,"
"Abi ikuut, Ni..." rajuk Abi.
"Boleeh, Abi sayaang..., tapi izin dulu sama Mama," jawab Ibun.
"Ma.. Abi boleh ikut sama Nini nggak?"
"Tapi kalau Abi ikut, Mama sama siapa dong?"
"Ya udah, Mama ikut juga,"
"Dilly boleh ikut, Bun? Di sini kan sudah ada Mang Adun,"
"Boleh atuuh, ya udah kita berangkat sekarang,"
"Boleh Bani antar, Bun?" tanya Bani menimpali.
"Nggak usah, Nak Bani. Kan sekarang Ibun sudah ada supir, jadi tinggal minta antar sana sini," jawab Ibun diiringi senyuman.
"A, maaf ya bukannya tidak sopan..tapi kami tinggal dulu ya A," ucap Dilly.
"Iya, mangga...," meski ada sedikit rasa kecewa, Bani lagi-lagi harus merelakan penolakan Dilly.
Mereka bertiga pun masuk ke dalam mobil MPV Nissan Serena berwarna putih, menuju toko bunga Ibun yang lain yang berada di Dago. Usaha Ibun kini sudah berkembang dengan adanya 2 toko bunga yang Ibun miliki, selain itu kini Ibun mempunyai kebun bunga sendiri yang berada di Lembang. Namun meski terbilang cukup sukses, Ibun tetap mengurus semua bisnisnya sendiri, termasuk menjaga toko. Ia lakukan itu semua dengan mengajak Dilly untuk membantunya dan itu dilakukan secara profesional alias Ibun menggaji Dilly, walau Dilly tidak sepanjang hari menjaga dan mengurus administrasi toko, karena dia masih harus bekerja dengan sistem shift di 2 tempat lainnya.
"Si Bani mengutarakan lagi ya?" tanya Ibun sembari mengusap-usap kepala Abi yang bersiap mau tidur. Dilly tidak menjawab.
"Kali ini apa lagi alasan kamu ke dia?"
Lagi-lagi Dilly tidak menjawab.
"Kamu teh mau cari yang siga kumaha deui sih, Dil? Jarang ada cowok seperti dia, yang baik, yang perhatian sama kamu, pekerjaannya juga sudah tetap di bank, ganteng, dan yang penting dia itu sayang sama Abi. Bukan hanya itu, nih yang paling pentingnya adalah dia bisa menerima kondisi kamu, dia sayang sama kamu apa adanya, termasuk dengan masa lalu kamu. Coba masa pria seperti itu kamu lewatkan begitu saja?"
"Sshhh, Bun. Nanti saja kita bicarakan ini, kasihan kalau Abi dengar,"
"Abi sudah bobo, makanya Ibun berani ngomong begini ke kamu,"
Dilly yang duduk di sebelah supir menoleh ke belakang, memastikan putranya sudah benar-benar tertidur apa belum.
"Jadi, kamu tadi bilang apa ke Bani?"
"Jawaban yang sama seperti yang sebelumnya,"
"Aduh Dilly, jarang-jarang pria seperti itu. Ibun memang tidak memaksakan kamu untuk bisa bersama dia, tapi coba dipikir-pikir lagi, apalagi si Abi udah dekat dengan dia, kamu jangan kasih dia harapan palsu, kasihan dia bisa-bisa jadi bujang lapuk nungguin kamu terus,"
"Bukan salah Dilly kalau misalnya nanti dia jadi bujang lapuk. Dilly kan sudah tegas-tegas menolak, bukan menggantungkan hubungan. Dilly juga nggak pernah kasih harapan palsu ke dia. Dilly nggak bisa, Bun. Dilly tahu tidak semua pria bisa menerima masa lalu Dilly, tapi Dilly yakin, suatu hari nanti pasti ada dan Dilly juga jatuh cinta pada pria itu. Karena cinta itu nggak semudah membalikkan telapak tangan, Bun. Dilly tidak mau memaksakan cinta, Dilly udah pernah berada di situasi dipaksa, kalau Ibun ingat hal itu, itu tidak pernah menjadi sesuatu yang baik buat Dilly," jawab Dilly yang kali ini membungkam mulut Ibun yang langsung merasa tidak enak hati begitu mendengar rentetan kata di akhir kalimat Dilly.
"Dilly ini masih dua puluh satu tahun, sedangkan Abi sudah besar dan sekolah, sekarang sudah waktunya Dilly kuliah lagi, hal yang Dilly harusnya lakukan bertahun-tahun lalu," lanjutnya.
"Ya sudahlah, Ibun hanya mengingatkan kamu dan ingin yang terbaik buat kamu. Ingin kamu selalu merasa terlindungi..., Ibun harap kamu juga sudah bisa memilah mana yang baik untuk hidup kamu,"
"Insyaa Allah," jawab Dilly.
---
"Yank, tadi gimana tanggapan Tante Maudy tentang aku? Dia ada komen-komen lagi nggak ke kamu?" tanya Elle.
Yang ditanya malah sedang sibuk melamun sambil melihat keluar jendela.
"Mas?" panggil Elle, kali ini dengan sentuhan lembut di bahunya.
"Hmm?" Al langsung menoleh.
"Kok kamu malah melamuun? Pasti tadi nggak dengar deh aku nanya apa, ya kan?"
"Aduh maaf, maaf sayang, aku skip banget, masih terasa jetlag kali ya. Bisa tolong ulangi lagi pertanyaannya?" tanya Al berbohong. Barusan dia lagi sedang asyik berspekulasi usai pertemuan dengan Dilly, Abi dan Bani. Begitu banyak pertanyaan berputar-putar di kepalanya. Termasuk menghitung tanggal, hari, bulan dan tahun dari tragedi 6 tahun yang lalu. Kalau Dilly memang sudah menikah dengan Bani, kenapa tadi Abi memanggilnya dengan sebutan 'OM'? Apakah dia langsung dinikahkan setelah kejadian itu? Tapi kemana suami Dilly? Apa dia sudah bercerai?
'Kalau memang Dilly membenci aku, kenapa dia memberi nama Abimanyu pada putranya? Bukankah itu hanya akan mengingatkan dia akan aku?' pikir Al dalam hati. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sedari tadi mengisi otak di kepalanya.
"Aku tadi tanya, gimana tanggapan Tante Maudy tentang aku?"
Al tersenyum pada wanita ayu itu. "Kalau aku cerita semua, nanti kamu GR lagi,"
"Ya nggak laah, kan bisa sebagai masukan biar nanti pas ketemu orang tua kamu bisa lebih baik lagi,"
"Pokoknya aman, aku juga yakin kok Mema bakalan jatuh hati sama kamu, pilihan aku."
Aura kecantikan Elle semakin terpancar saat dia tersipu mendengar pujian dari calon suaminya itu. Elle memang gadis yang mempesona, wajar jika Al memilih dia. Selain wajah yang membuat Al jatuh cinta, sifat rendah hati Elle juga membuat Al semakin yakin akan pilihannya tersebut.
"Mas, aku boleh tanya sesuatu nggak?"
"Kalau ada jawabannya, pasti aku jawab."
"Umur kamu kan masih dua puluh tiga tahun ya.. buat cowok bukannya umur itu masih terlalu muda ya untuk menikah? Biasanya umur segitu cowok itu masih bandel-bandelnya. Kok kamu malah sebaliknya?"
"Aku udah puas bandel," jawab Al.
"Emang kamu bandelnya kayak gimana, Mas?"
Pertanyaan Elle tersebut justru membuat kepala Al rasanya semakin berputar, bayangan masa lalunya yang hitam kembali hadir sekelibat. Al memejamkan mata.
"Mas? Kamu kenapa? Pusing ya?"
"Dikit,"
"Yaaa... bukan gara-gara pertanyaan dari aku, kaan??"
"Itu salah satu pemicunya," Al menarik satu sudut bibirnya, dia sedang menggoda Elle.
"Mas, ah! Resee...,"
"Ya habiiis yang kayak begitu kok ditanya, aku malas ngomongin masa lalu. Sudah ya? Jangan ditanya-tanya lagi yang seperti itu, aku itu dari dulu sudah nikah muda, bedanya sekarang aku mau nikahin gadis pilihan aku, bukan pilihan Papap,"
"Terus, kalau Papap nggak setuju sama aku, gimana?"
"Percaya deh sama aku, kali ini, Papap akan bertekuk lutut sama kamu. Mau taruhan?"
"Yeee... malah ngajak taruhan segalaaa...," Elle mencubit mesra kekasihnya itu.
"Ngomong-ngomong, Bapak dan Ibu kamu kapan pulang dari London?"
"Paling cepat dua minggu lagi, kalau nggak ya ngikutin jadwal pulang sebelumnya aja, bulan depan,"
"Duh, lama amat, kan aku pengen cepat-cepat nikah sama kamu," goda Al.
"Sabaaarrr!"
Elle lalu melihat ke sekaliling jalanan yang mereka lalui. "Mas, di sini banyak yang jualan bunga ya?"
"Nggak juga sih, tapi memang ada beberapa toko yang jualan bunga,"
"Mema suka bunga nggak?"
"Jangan ditanya dia mah,"
"Kalau gitu kita berhenti dulu sebentar ya. Pak Rozak, boleh minta tolong berhenti di toko bunga yang di depan itu ya,"
"Mau ngapain?" tanya Al.
"Mau pesan bunga buat Mema besok, boleh kan?"
"Boleh aja sih..., tapi biar Pak Rozak aja nanti yang beli, aku agak capek nih, yank...,"
"Sebentaaaarrr aja, ya? Kan lebih afdol kalau aku yang pilih bunganya, kalau kamu nggak mau ikut nggak apa-apa, Mas. Kamu tunggu di sini aja sebentar ya," ujar Elle.
"A..Anu...," Pak Rozak berusaha memotong pembicaraan mereka.
"Oke deh,"
Elle lalu semangat membuka pintu mobil dan bergegas turun menuju toko bunga Ibu Dewi.
Pak Rozak yang mau memotong pembicaraan mereka pun menepuk jidat tanda pasrah. Dia sedari tadi berusaha mencegah Elle masuk ke toko Ibu Dewi guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Elle masuk ke toko bunga yang bernuansa warna putih dengan dekor shabby chic itu, dia terkesima dengan koleksi bermacam bunga yang ada di dalamnya.
"Indah bangeeet...," gumam Elle.
"Selamat sore, selamat datang ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang wanita.
"Halo..., saya mau memesan satu buket bunga untuk calon ibu mertua saya, apa Mba bisa membantu saya?"
"Bisa, Mba. Yuk, saya tunjukkan pilihan-pilihannya, maunya bunga apa?"
"Dominan mawar bagus kali ya..., kalau saran dari Mba apa?"
"Mawar sudah cukup, tinggal nanti diatur jenis warna mawarnya saja,"
"Maaf, dengan Mba siapa ya saya dilayani?"
"Saya Picadilly, panggil saja Dilly,"
"Saya Michelle, panggil saja Elle. Mba yang punya toko ini?"
"Bukan, yang punya Ibu saya, saya hanya membantu beliau saja."
"Yang mana Ibunya? Saya boleh ketemu?"
"Boleh, sebentar saya panggilkan. Sementara itu, silakan Mba Elle pilih-pilih dulu jenis buket bunganya ya,"
"Terima kasih, Mba Dilly,"
Tak lama, Ibun datang menghampiri Elle. "Halo, saya dengan Ibu Dewi, ada yang bisa saya bantu?"
"Oh..nggak.. saya amaze sama toko Ibu, penasaran aja sama pemiliknya. Ibu sudah lama bisnis ini?"
"Lumayan, Neng...,"
"Punya kebun bunga sendiri?"
"Punya, ada di Lembang," jawab Ibun seraya tersenyum. "Si Eneng cantik pisan....,"
"Aduh.. terima kasih, Bu. Putri Ibu juga cantik sekali kok...," jawab Elle. "Ibu Dewi terima kirim bunga ke Jakarta juga?"
"Kadang-kadang sih,"
"Begini, Bu Dewi... Kebetulan saya bisnis dekorasi di Jakarta. Sebenarnya sudah lama saya bisnis ini tapi selama setahun kemarin saya tinggalkan dulu. Selama saya di London, bisnisnya dipegang oleh orang kepercayaan saya. Sekarang saya mau terjun langsung lagi seperti sebelumnya. Nah..., saya sedang mencari rekanan tambahan untuk dekorasi bunga, siapa tahu kita bisa kerja sama,"
"Oh begituu.. wah bagus itu, Neng. Ibu tertarik juga,"
"Tapi karena saya tidak bisa berlama-lama di sini hari ini, nanti saya telepon Ibu lagi boleh ya? Kita ketemuan lagi untuk saya jelaskan sistemnya seperti apa."
"Memang Neng Elle tidak akan lama di Bandung?"
"Iya, Bu. Rencananya saya kembali ke Jakarta lusa atau besoknya lagi."
"Kenapa sebentar sekali, Neng? Sayang atuh ke Bandung tidak jalan-jalan,"
"Hehe. Kan Jakarta ke Bandung dekat, Bu. Bisa bulak balik, hubungan jarak jauh juga tidak akan berasa," jawab Elle seraya tersenyum.
"Pacarnya di sini, Mba?" tanya Dilly.
"Calon suami lebih tepatnya.. makanya hari ini saya mau pesan bunga untuk calon mertua, besok rencananya kami akan bertemu. Selama saya dan calon berada di London, saya belum sempat ketemu orang tuanya," Elle berceloteh begitu semangat. "Ya ampun, maaf ya. Saya benar-benar baweeelll,"
Ibun dan Dilly tertawa mendengarnya. "Namanya juga lagi kasmaraan...," jawab Ibun.
"Mba Dilly, aku mau buketnya dibentuk seperti ini ya. Mawar putih, merah dan pink dicampur, bisa kan?"
"Bisa, Mba. Besok mau diantar atau diambil?"
"Diantar saja, sebentar ya saya tanya alamatnya dulu," Elle menekan tombol nomor hp Al.
Di dalam mobil yang sedang menunggu di luar toko, Al yang sedang tertidur langsung terbangun begitu mendengar bunyi pada handphonenya.
"Halo? Kenapa, Yang?"
"Aku mau minta alamat rumah kamu,"
"Ooh.. sebentar. Apa aku ke sana aja deh. Tunggu ya aku turun,"
"Eeehhh..punteen Gan...," kata Pak Rozak.
"Kenapa, Pak?"
"Jangan turun, di sini aja. Biar saya yang kasih alamatnya ke Non Elle,"
"Nggak apa-apa cuma sebentar, biar Elle juga gak lama-lama di sana,"
"Tapi Gaan...,"
Terlambat. Al sudah sigap turun dari mobil dan berjalan menuju toko bunga itu.
"Sebentar ya, Bu.. calon suami saya mau ke sini,"
Pintu toko pun dibuka. Begitu Ibun melihat sosok Al, darahnya mendidih seketika. Napasnya tak karuan menahan emosi.
'Dia!??' tanya Ibun dalam hati.
Begitu juga dengan Dilly yang menatap tak sudi pada Al.
Mata Al terbelalak begitu melihat kehadiran Ibun dan Dilly yang ada di depan matanya.
'Ini toko bunga milik Ibu Dilly. Bodohnya gue tidak mengecek dulu. Pantes tadi Pak Rozak melarang turun,'
Pada saat itu, Al bisa saja berbalik badan dan memilih pergi menghindari konflik. Tapi tidak kali ini. Al merasa dia sudah bisa menghadapi apapun masalah yang ada bahkan di depan matanya sekalipun. Inilah saatnya menjadi dewasa. Pikir Al.
Dengan tenang, Al berjalan pelan menghampiri mereka. Dia lalu tersenyum pada Ibun dan Dilly yang tentunya tidak membalas senyum dia.
Sejujurnya Ibu tidak sudi toko dia kedatangan makhluk seperti Al yang sudah menodai putrinya.
'Najis!!' Maki Ibun dalam hati. Tapi dalam hati juga Ibun terus mengucap Istighfar agar dirinya tidak dikuasai emosi. Terlebih lagi, dia mencoba menghormati sosok Elle yang sepertinya tidak tahu menahu soal Al. Elle sepertinya gadis yang sangat baik dan meski saat ini adalah waktu yang tepat untuk menghancurkan hubungan Al dan Elle. Ibun tidak akan pernah tega melakukan itu pada wanita sebaik Elle. Jadi apa yang akan Ibun lakukan hanya untuk menjaga perasaan Elle. Bukan Nepal bajingan itu.
"Silakan alamatnya," kata Ibun datar.
"Yang..ini namanya Ibu Dewi, dia yang punya toko ini. Dan aku barusan ajak dia kerja sama untuk bisnis dekorasi aku, penyediaan bunga segar. Gimana menurut kamu?"
"Hmm..i..iya bagus. Aku dukung," jawab Al kikuk sambil menulis alamat di selembar kertas.
"Bun, Dilly tinggal dulu sebentar ya. Cari udara segar, tiba-tiba hawanya panas," bisik Dilly yang terdengar oleh Al dan Elle. Mereka berdua melirik Dilly bersamaan.
Ibun mengangguk. Begitu Dilly berjalan keluar, suara malaikat kecilnya memanggil.
"Mama?" panggilnya parau sambil mengucek-ngucek mata, Abi sudah bangun.
"Abi? Kok sudah bangun? Biasanya tidurnya lama,"
"Abi lapar lagi...,"
Dilly menghampiri Abi dan menggandengnya. "Kita cari cemilan yuk ke luar. Mama juga lapar,"
"Kamu sudah punya anak, Dilly? Waah sudah besar pula.. namanya siapa, sayang?" Elle menghampiri Abi.
"Abimanyu, Tante."
"Wah, calon suami Tante juga namanya Abimanyu. Nepal Abimanyu namanya, tuh orangnya," Elle menunjuk Al yang sedang berdiri memperhatikan Abi secara detail. Dari rambut hingga ujung kaki. Al tersenyum dan melambai pada Abi.
"Halo, Abi. Kita ketemu lagi," sapa Al.
Ibun langsung menatap cepat pada Al. Lalu bergantian ke Abi lalu ke Dilly.
"Ketemu lagi?" tanya Ibun keheranan.
Abi berlari kecil mendekat pada Al.
"Om Nepal," Abi mencium punggung tangan Al. "Nini, tadi Om Nepal yang bantuin Abi ketemu lagi sama Mama di mall. Om Nepal yang nemenin Abi sampai Mama datang jemput,"
"Kok bisa?" tanya Ibun.
"Wah ada cerita apa tadi di Mall? Kalian sudah ketemu sebelumnya ya?" Kali ini Elle yang bertanya.
"Nanti aku ceritain," jawab Al dan Dilly bersamaan.
Al menatap Dilly lekat. Dilly membuang muka.
"Ayo, Abi. Nini sedang melayani pembeli. Katanya kamu lapar? Ayo sayang," ajak Dilly setengah memaksa Abi untuk keluar.
"Sebentar, Ma. Abi mau undang Om Nepal sama Tante itu boleh ya?"
"Nggak, Abi. Besok itu kan bukan acara besar-besaran," Dilly melarang.
"Kok Mama tidak berterima kasih ke Om Nepal? Kita undang aja boleh kan, Ma?"
"Kan tadi Mama udah ngucapin terima kasih, Abi. Ayo kita keluar."
"Abi, itu kan acara keluarga Abi. Om nggak usah diundang nggak apa-apa kok...," ujar Al yang berjongkok agar sejajar dengan tinggi Abi.
"Nggak mau! Om Nepal kan udah baik sama Abi. Udah nolongin Abi. Kalau tadi Om Nepal nggak bawa Abi ke petugas. Abi nggak ketemu Mama. Pokoknya Abi mau Om Nepal datang besok ke acara ulang tahun Abi di rumah Nini!"
Dilly mulai geregetan dan menggeretakkan giginya.
"Abi sayang.. Om Nepal sepertinya besok sibuk," jawab Ibun mencoba membatalkan niat anak kecil itu.
"Sebenarnya kalau acaranya bukan siang, kami bisa usahakan datang sih.. itu juga kalau dibolehin sama Mama dan Nini-nya Abi, ya nggak, Mas?
Gimana?" Elle angkat bicara memberi usul.
"Please, Mama? Mama kan bilang sama Abi untuk tahu terima kasih. Kalau kita harus selalu ingat ditolong orang, tapi jangan ingat..," Abi berhenti bicara karena lupa.
"Jangan ingat kalau kita menolong orang," jawab Dilly. Dilly menghembuskan napas menyerah. "Oke. Boleh."
Ibun menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yeeayy yeaayy asiiikk! Horee horee!" Abi melonjak girang hingga membuat Al tersenyum melihatnya.
"Besok jam empat sore." Ujar Dilly datar pada Al. Al mengangguk kecil.
"Ayo, Abi. Kita cari makan,"
"Sampai jumpa besok ya Om, Tante,"
"Sampai jumpa besok, Abi...," jawab Elle.
"Kacaauu kacaauuuu kacaaauuu!" seru Dilly begitu berada di luar dengan nada bisik yang tertahan.
***
Helooo haayy maaf baru update lagiii.. mudah2an cerita ini beneran ditunggu #eciegitu
Hahaha.
Mohon maaf kalau di chapter ini agak sedikit kurang greget. Eh gak tau juga sih. Author ngerasa gitu. Apa karena nulisnya sembari diganggu kerjaan hp yang mati nyala mati nyala yak? :DD
Ah syutralah begitu inti perasaan saya. Ini sebenernya lagi ngomongin apa sih? Kenapa jd bingung sendiri #ew
Selamaat membacaahh yaa semua.. i hope u guys will give ur comment. Share ur thought gituu deehh
Author mau hempaskan perasaan kantuk ini di atas kasuur ciiinn
Adios amigoos
Ciaaooo!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top