13 ~ Tumbang
Seperti tumbuhan yang kekurangan air, aku gersang!
Mereka tidak mengerti kesusahanku.
Mereka tidak tahu apa yang aku rasa.
Cukuplah mereka tahu aku baik-baik saja.
Biarlah itu yang mereka tahu, sebab jika tahu yang sebenarnya,
aku khawatir mereka tak 'kan sanggup
(Hanggara Syauqi)
🍂🍂🍂
Ketika seseorang sudah meletakkan kepercayaannya di bahumu, maka jagalah. Jangan sampai berkhianat atau menusuk dari belakang. Apalagi kepada mereka yang sudah banyak berjasa dalam hidupmu.
Sosok Ardi Rusman tampak mondar-mandir di ruang kerjanya. Sesekali dia melihat beberapa karyawan dan kurir yang keluar-masuk kantor. Dia mengenal sosok Ahmad Syauqi bekan setahun dua tahun.
Sedari kecil dia sudah mengenal sosok pendiri J.A Express. Dia yang latar belakang keluarganya tidak jelas karena sudah tinggal di panti asuhan sejak bayi, berhasil menarik simpati Pak Ahsya.
Keluarga besar Ahmad Syauqi adalah donatur tetap di Panti Asuhan Ar-Rahman. Bahkan, Angga si putra tunggalnya juga sering bermain di sana. Dari situlah sebenarnya Angga kenal dengan sosok Ardi Rusmah yang kerap dipanggil dengan Kak Didi
"Mas, apa tidak sebaiknya kamu ceritakan saja tentang kita dan panti ini pada Angga? Aku khawatir adik angkatmu itu berpikiran buruk tentangmu." Raras istri Ardi Rusman menyampaikan kekhawatirannya.
"Nggak perlu, Ras. Nggak perlu. Aku nggak mau membebaninya dengan banyak hal. Dia sudah cukup sulit akhir-akhir ini."
"Lantas, apa yang menyebabkan Angga lupa padamu? Kenapa tidak dikatakan saja bahwa kamu itu adalah Kak Didi yang dulu."
"Tidak bisa, sayang. Kata Pak Ahsya, Angga sempat tidak terima saat kami terpisah karena keluarga Syauqi pindah ke luar kota. Hal itu menyebabkan bocah gembul itu demam tinggi. Entah bagaimana kelanjutannya, yang pasti saat sembuh, segala ingatannya tentangku seperti sirna."
"Bagaimana mungkin?"
"Apa yang tidak mungkin? Nanti aku tanyakan pada dokter jika membutuhkan penjelasan soal itu. Sekarang, biarkan aku untuk berangkat ke kantor dan berjumpa dengan gembulku. Jangan cemburu!"
"Tidak akan! Jauh sebelum aku mengenalmu, kamu sudah mengenalnya, meski terlupakan." Raras terkekeh kerena berhasil menyindir suaminya.
Bapak dari satu anak perempuan itu akhirnya menuju kantor. Pembahasan soal Angga dicukupkan sampai di situ. Belum juga sampai di kantor, salah satu penanggung jawab kantor cabang tiba-tiba menelepon dan mengatakan bahwa tempatnya dilalap si jago merah.
Ardi menepikan mobilnya sejenak, dia menghubungi Angga dan menyampaikan kabar buruk itu. Besar harapan Ardi si anak tunggal itu mau untuk ikut meninjau lokasi dan memperkirakan berapa taksiran kerugian atas kejadian tersebut.
Setelah sampai di kantor, Ardi sudah menemukan Angga yang berdiri di depan pintu masuk. Dia melihat gelagat yang tidak baik dari Angga. Lelaki itu menumpukan satu tangannya pada dinding sebelah pintu.
"Dek? Kenapa?" sapa Ardi sambil menepuk punggung Angga.
Angga mengibaskan tangandan berusaha menegakkan punggungnya. "Nggak apa-apa, Kak. Jadi kita berangkat ke kantor cabang?"
Ardi mengangguk. "Nanti bawa sopir kantor saja. Terlalu riskan kalau kita berdua yang membawa mobil."
"Kalau gitu, saya ke ruang atas dulu." Angga pamit dan berjalan melewati Ardi yang berdiri di hadapannya.
Ardi menatap punggung yang menjauh itu. Semakin dipandang dia menyadari langkah Angga memelan. Hingga beberapa saat kemudian, tubuh yang sudah berada di depannya itu tertunduk dengan tangan bertumpu di lutut.
Sosok yang dikenal sebagai adik angkat di masa kecilnya itu tiba-tiba saja tumbang. Ardi bergegas menghampiri dan berhasil menangkap kepala Angga supaya tidak membentur lantai. Beberapa karyawan wanita yang melintas menjerit melihat kejadian tersebut.
🍂🍂🍂
Padahal belum sampai dua puluh menit Angga meninggalkan kafe dan pamit untuk kekantor, tetapi mereka sudah menerima kabar tumbangnya si pewaris J.A Express. Rafka yang belum melakukan ritual paginya langsung melesat dan bersiap-siap.
Rafka dan Bang Satya bergegas menuju rumah sakit yang diberitahukan oleh Ardi. Sepanjang perjalanan Rafka merutuki ucapan Bang Satya yang seolah mendoakan sahabatnya itu tumbang.
"Lo masa nggak ngeh kalau Angga itu sudah capek?" Bang Satya mengungkapkan kesalnya.
"Lo aja yang ngedoain jelek dan pas malaikat lewat langsung dah tuh diijabah!"
"Hohoy, apalah gue yang kentang? Doa siang malam minta jodoh aja belum dijawab, masa iya sekalinya ngomong gitu langsung terkabul?" balas Rafka.
"Ya kali? Siapa tahu mulut lo lebih manjur buat doa jelek, Bang!"
"Lo bisa diem, nggak? Jangan sampe gue munculin doa jelek dan membahayakan kita!"
"Iya, gue diem, Bang. Gitu aja ngambek!" putus Rafka.
Kedua lelaki itu langsung menuju ruang UGD begitu sampai di rumah sakit. Keduanya melambaikan tangan saat melihat sosok Ardi Rusman berdiri sambil menempelkan ponsel pintarnya di telinga.
Tidak ada percakapan sampai pada akhirnya percakapan via telepon itu berakhir.
"Saya sudah kasih kabar sama keluarganya. Sebentar lagi Ibu Ayu akan datang. Maaf sudah merepotkan dan membuat kalian datang ke sini."
"Nggak apa-apa, Kak. Tadi Angga ada di kafe pas Kak Ardi telepon dan bilang ada masalah dengan kantor cabang. Kenapa bisa pingsan begitu, Kak?"
"Entahlah, begitu saya sampai, dia sudah ada di pintu masuk, dan dia sepertinya memang tidak sehat. Apa karena semalam suntuk dia begadang?"
"Bukan, Kak. Sepertinya dia memang kelelahan, dan hari ini puncaknya."
"Itu kenapa bajunya Kak Ardi banyak bercak darahnya?"
Pertanyaan Bang Satya itu mengalihkan pandangan Rafka dan Ardi, keduanya kompak menatap baju bagian depan milik Ardi. Kemeja putihnya itu tidak lagi bersih karena noda darah yang bisa dikatakan tidak sedikit.
"Dia mimisan, demamnya terlalu tinggi kata dokter."
Dalam diam yang canggung, mereka menunggu hasil pemeriksaan dan observasi yang dilakukan oleh dokter. Setelah hasil pemeriksaan keluar, akhirnya mereka bisa menentukan dan membawa Angga menuju ruang rawat.
Ardi Rusman berpamitan pada Rafka dan Bang Satya untuk melanjutkan tugas yang memang sudah menunggunya. Sebenarnya dia sangat tidak tega meninggalkan Angga yang sedang sakit, tetapi tugas tetaplah tugas. Toh sudah ada Rafka dan Bang Satya yang menungguinya.
Rafka memilih duduk di samping brankar, sedangkan Bang Satya memilih duduk di ruang tunggu di depan kamar sambil memberi kabar pada beberapa temannya.
Si pasien masih tetap menutup mata. Rupanya Angga betah untuk terlelap hingga mengigau tak jelas. Sudut matanya basah. Hal itu membuat Rafka memanggil Bang Satya.
"Bang, Angga nggak apa-apa 'kan?" ujar Rafka setelah berhasil menyeret Bang Satya masuk ke ruangan.
"Nggak apa-apa. Biarin aja dia begitu. Biar lega juga. Sudah lama dia nggak pakai air mata dengan benar. Nahan diri supaya nggak nangis itu nggak baik."
Rafka menatap sahabatnya dengan iba. Sebegitu sesak dan menyiksanya hidup Angga sampai terbawa ke alam bawah sadar dan menangis saat matanya justru terpejam.
🍂🍂🍂
ANFIGHT BATCH 8
#DAY 13
Bondowoso, 16 April 2021
Na_NarayaAlina
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top