Bab 4 Bimbang


Sekolah Royale International School milik keluarga Eleanor memiliki fasilitas asrama terutama untuk para siswa-siswi beasiswa luar daerah yang bersekolah di tempat ini. Melalui yayasan yang dimilikinya, Julian Kournikov mengambil putra daerah terbaik berprestasi setiap tahunnya yang kesulitan melanjutkan sekolah, untuk dididik dan ditempa ditempat ini sampai mereka kuliah dan akhirnya mandiri untuk mengembangkan kemampuan mereka sendiri, beberapa malah direkrut untuk bergabung dengan perusahaan keluarga Kournikov.

Eleanor memiliki tiga orang sahabat yang tinggal di asrama ini, kesemuanya adalah murid beasiswa. Putra Purwanto, Aisyah juga Kanaya adalah sahabatnya semenjak masuk ke sekolah ini lima tahun yang lalu.

Eleanora kini sedang bersandar pada dinding yang menempel dengan ranjangnya, khusus miliknya jika sewaktu-waktu menginap di asrama. Gadis itu duduk sambil memeluk bantalnya, bercerita tentang apa yang menjadi kegundahan dan kekesalan hatinya kepada Yaya juga Syah.

"Nape tak kau ambik kesempatan itu je?Tak payah susah-susah lagi dekati Nathan kalo kau sudah jadi fiancée-nya, pastikan saja satu tahun tu, kau sudah taklukkan hati dia orang," ucap Syah, si gadis Melayu asal Kepulauan Riau.

"Iishh, tak baik macam tuh.Itu namanya menusuk dari belakang, frenemy."

Yaya, si gadis manis berdarah Jawa ituikut membalas denganlogat Melayu seperti Syah, "Nathan itu cinta sama Rebecca, lagipula Elterlalu berharga hanya untuk menjadi wanita perebut kekasih orang lain alias pelakor," sambungnya lagi.

"Awalnya aku memang tergoda menerima tawaran itu, berpikiran sama seperti Syah. Tapi dipikir-pikir, aku kok jahat banget rebut kekasih kakakku sendiri, apalagi mereka saling mencintai. Terlalu memaksakan diri, kalau itu tidak berhasil maka hasil akhirnya akan tetap sama, aku juga yang akan kecewa"

"Walau aku tidak berniat merebutnya, dan setuju membantu mereka, hal itu sulit dilakukan. Selama ini aku sudah berusaha melupakan dia, lima tahun tanpa dirinya disini cukup membantu menata hatiku. Dan kini semua usahaku akan kembali ke nol jika dia kembali masuk ke dalam duniaku. Apa yang akan terjadi setahun kemudian? Mungkin saja hati ini akan lebih sakit dari yang kurasakan sekarang."

"Aku sedih saat mereka ingin memanfaatkan aku, tanpa mereka tahu apa akibat yang akan terjadi ke depannya walaupun mereka memang tidak tahu apa-apa mengenai perasaanku," lanjutnya.

"Mereka pasti lagi nyari kamu sekarang, El," sahut Yaya

"Biarkan saja, aku ingin menenangkan diri disini.Aku harus mencari alasan agar mereka tidak mencurigaiku.Mengakui perasaanku pada Kak Iel hanya akan memperburuk keadaan," gumam Eleanora.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, tapi aku mendukungmu untuk tidak menerima tawaran itu. Kamu terlalu berharga hanya untuk menjadi penyebab luka hati wanita lain. Biarlah Nathaniel sebagai pria sejati mencari sendiri solusinya seperti apa, tanpa mengorbankan perasaan kekasihnya dan juga kamu," sahut Yaya lagi.

"Kalau aku jadi kau, kuterima tawaran itu dan kugoda dia sepuas hatiku sampai dia luluh," sela Syah

"Sayangnya El itu bukan wanita macam kau, yang sudah dapat terus kalau bosan dicampakkan begitu saja," elak Yaya.

Eleanor terkekeh melihat wajah Syah yang merengut sebal karena cibiran telak Yaya kepadanya, ia sering berandai bisa selepas Syah dalam mengutarakan perasaannya. Syah adalah gadis pintar dan berparas cantik, banyak juga pria yang mendekati sahabatnya itu, cepat akrab dengan pria yang mendekatinya, mudah berganti pria tanpa patah hati terlalu lama. Tidak seperti dirinya.

Kadang ia dan Syah akan pergi double date, tidak, triple datesebenarnya.Putra dan Yaya dengan setia akan mengikuti dan mengawal sahabat-sahabatnya itu berkencan, mencegah hal konyol yang akan terjadi jika mereka dibiarkan berdua saja.

Berkenalan dan berkencan dengan banyak pria tapi tetap saja belum ada yang benar-benar menyentuh hati Eleanor.

***

Nathaniel gelisah semalaman karena ponsel Eleanor tidak dapat dihubungi, apalagi setelah Rebecca menghubunginya bahwa gadis itu tidak pulang ke rumahnya.Asrama pastilah menjadi tempat persembunyian gadis itu, pikirnya.

Saat matanya terpejam, selalu muncul wajah gadis itu dengan matanya yang berkaca-kaca memancarkan luka juga kesedihan. Bayangan itu seolah roll film yang terus berulang dalam isi kepalanya, selama bertahun-tahun mengenal gadis itu, tidak pernah ia melihat Eleanor bersedih sekalipun, ini yang pertama kalinya dan dirinyalah yang menjadi penyebabnya.Ia mendesah keras, benar-benar menyesali tindakannya yang menyetujui rencana konyol kekasihnya yang membuat hati gadis kecilnya itu tersinggung, sungguh egois dirinya sebagai lelaki melukai hati seorang perempuan.

Dan disinilah dirinya, minggu pagi yang cukup ramai di lapangan asrama Royale.Para penghuni tempat ini tengah menikmati minggu pagi mereka dengan olahraga. Ada yang hanya menggerakkan dan meregangkan otot, ada yang berlari memutari lapangan, ada juga siswa yang bermain basket juga sepak bola.

Mata Nathaniel menemukan obyek yang ia cari sedari tadi, gadis langsing, tinggi berambut coklat blonde yang mengenakan celana pendek dan kaos gombrong itu berada dengan teman-temannya di lapangan basket. Hatinya berdenyut nyeri saat melihat seorang pria menggendong tubuh Eleanor dengan gayabridal style, berlari kecil mengelilingi lapangan. Gadis kecilnya tertawa riang sambil mengalungkan tangannya di leher sang pria, tampak bahagia.

"Itukah kekasih Eleanora?" Tanyanya dalam hati

Nathaniel tidak berani mengganggu keakraban mereka yang kini jatuh terduduk, Eleanor masih betah berada di pangkuan pria itu yang sama-sama tertawa bersamanya.Ia memilih duduk jauh di pinggir lapangan, mengamati Eleanora dari kejauhan. Mencari waktu yang tepat untuk mendekati dan meminta maaf kepadanya.

"Astaga, El. Badan kamu keliatan kurus, tapi kenapa terasa berat sekali," gerutu Putra sambil mengelap peluh yang membasahi dahinya karena kelelahan berlari sambil menggendong sahabatnya itu.Gara-gara taruhan sialannya.

"Sudah kubilang, jangan remehkan aku. Mentang-mentang sekarang jadi kapten tim basket sekolah,kamu meragukan kemampuanku. Aku tidak selemah itu, bro," ucap Eleanora bangga sambil menepuk dadanya.

"Beda satu angka pun," elak Putra.

"Beda satu pun, yang namanya kalah ya kalah Putra Purwanto," balas Eleanor sambil tertawa, "Ayo sayang, dua putaran lagi loh," sambungnya lagi dengan nada menggoda.

Syah dan Yaya tertawa tergelak melihat raut wajah Putra yang memucat karena Eleanor masih menagih hukumannya untuk berlari sambil menggendongnya selama dua putaran lagi.

Berlari dengan piggy back masih mungkin ia lakukan tapi dengan gendong ala bridal style seperti tadi, seluruh tubuhnya serasa remuk. Otot tangan, kaki dan perutnya sudah terasa kencang dan kaku karena beban yang ditanggung sambil berlari.

Putra menjatuhkan tubuhnya ke belakang pura-pura pingsan, "Mati aku !" serunya sambil merentangkan kedua tanganya, menyerah.

Eleanor bangkit dari pangkuan Putra dan beralih ke samping tubuh sahabatnya itu, meletakkan kedua tangannya di dada, pura-pura akan melakukan CPR pada dada pria itu,

"Yaya, nafas buatan. Putra pasti seger kalo dikasih nafas buatan sama kamu, cepetan !" seru Eleanor sambil tertawa dan mengedipkan mata pada Putra yang tertawa terkekeh.

Sudah bukan rahasia diantara mereka berempat jika Putra menyukai Yaya sejak dulu, tapi Yaya enggan untuk menjalin kasih karena beralasan ingin fokus belajar.Pria itupun mengerti, paham pada kondisi Yaya karena dirinya pun adalah siswa beasiswa di sini. Mereka harus terus mempertahankan prestasi mereka bahkan meningkatkannya agar dapat lulus dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah mereka ke depannya.

"Ooggahhhh!" tolak Yaya sambil menyilangkan tangannya di depan dada,

"Dia masih hutang dua putaran, klo dapat kiss dari you pasti dia dapat tenaga lebih. Macam Popeye dan Olive Oil," tambah Syah.

"Malesss!" tolak Yaya lagi.

"Eh El, itu kayaknya Kak Nathaniel yang duduk disana deh.Nyariin kamu tuh," sambungnya lagi.

Yaya sukses mengalihkan pembicaraan dengan keberadaan Nathaniel.Membuat senyum di wajah Eleanor memudar.Putra bangun dan mendudukkan diri di samping sahabatnya, menepuk bahunya pelan.

"Kalau masih ragu, jangan ditemuin dulu.Takutnya emosi malah jadi salah paham lagi", tegur Putra bijak yang kemudian diangguki Eleanor.

Baginya, Putra dan Yaya adalah sepasang sahabatnya yang punya pemikiran dewasa terutama Yaya, ia seperti menemukan sosok kakak melalui mereka berdua. Dia juga berharap agar keduanya bisa berjodoh di masa depan, ia sangat mendukung hubungan keduanya walaupun Yaya masih enggan untuk berhubungan serius.

Nathaniel masih memandangi kearah Eleanor yang masih bermain bersama teman-temannya, ia tahu gadis itu menyadari keberadaanya tapi tetap menghiraukannya. Pria itu hanya mendesah lelah merutuki nasibnya, satu permasalahan belum selesai kini masalah lain datang.

Nathaniel menunggu sampai hari menjelang siang, Eleanor terlihatberjalan membawa ranselnya keluar dari gerbang asrama.Ia bergegas keluar dari mobilnya dan mendekat ke arah gadis itu berdiri, ia bisa melihat wajah Eleanor terkejut saat melihatnya. sebelum gadis itu, melarikan diri, buru-buru ia mengambil tangan Eleanor dan menggenggamnya.

"El, maafkan aku.Maafkan keegoisanku," ucap Nathaniel cepat dengan nada memohon penuh harap."Tidak seharusnya aku melibatkanmu dalam kekacauan masalahku.Aku mohon, maafkan aku," mohonnya lagi.

Eleanor mendesah pelan, ia sudah memaafkan dan memaklumi apa yang pria itu lakukan kepadanya, dia hanya sedang kalut saat itu. Rasa kesal juga kecewa kini menguap saat melihat wajah letih Nathaniel yang memelas mengharapkan maafnya, ia tidak pernah melihatnya dengan wajah seputus asa itu.

Tiit..tiit..

Mobil keluarga Kournikov sudah menjemputnya, Eleanor menoleh dan melepaskan genggaman Nathaniel pada tangannya.

"Iya Kak, aku sudah memaafkanmu," ucap Eleanora sambil tersenyum walaupun tidak menyentuh ke sudut-sudut matanya. Masih ada yang mengganjal dalam hatinya.

Nathaniel sangat senang gadis itu mau memaafkannya, "Terima kasih, El."Spontan pria itu memeluk Eleanora erat, membuat gadis itu terkesiap juga heran dengan tingkah pria di hadapannya.

"Aku harus pulang, Kak. Mami sudah menelpon ku agar cepat pulang," ucap Eleanora sambil melepaskan pelukan pria itu, walaupun sebenarnya ia sangat senang berada dalam dekapan Nathaniel.

"Baiklah.Hati-hati dan selamat tinggal," balas Nathaniel dengan senyumannya yang entah kenapa terlihat sendu dan sedih disana. Eleanor menangkap kesedihan dari manik mata abu-abu itu, tapi ia mengindahkannya karena harus segera pulang ke rumah.

***

Saat makan malam, Eleanora menoleh ke kursi di sebelahnya yang kembali kosong seperti tadi siang.

"Kak Becca masih sakit?" tanya Eleanor pada maminya.

"Dia bilang masih pusing, masuk angin karena tadi malam dia pulang kehujanan," jawab Mariana.

"Sudah panggil dokter, Ana?" tanya Julian kepada Mariana

"Rebecca tidak mau.Badannya hanya hangat sedikit, aku sudah memberikan pereda nyeri kepadanya.Makan siang dan makan malam tadi sudah diantar ke kamarnya," ucap Mariana lagi.

Mereka pun melanjutkan kembali makan malamnya dalam keheningan, Eleanor yang penasaran pun menghampiri kakak sepupunya setelah ia selesai dengan makan malamnya.

Saat ia membuka pintu kamar Rebecca, penerangan hanya berasal dari lampu tidur di atas nakas. Ia bisa melihat koper yang berada di sisi ranjang, sepertinya kakak sepupunya itu telah menyiapkan diri untuk keberangkatanya ke Paris.

"Ku dengar kamu sakit, Kak?" tanya Eleanora.

Ranjang Rebecca bergerak, wanita itu membuka selimutnya setelah suara Eleanora terdengar mencemaskan dan menanyakan kondisinya.

"Kemari, El. Aku hanya pusing saja," ucap Rebecca sambil menepuk sisi ranjangnya yang kosong, meminta agar Eleanor duduk menemaninya.

"Maafkan aku ya, El. Tadi malam aku melakukan hal terbodoh dalam hidupku, egois, tidak memikirkan perasaaanmu."

"Aku sudah memaafkan mu, Kak. Kak Iel juga tadi siang menemuiku dan meminta maaf,"

"Maaf ya, tidak seharusnya kami menarikmu kedalam permasalahan kami,"

"Iya, Kak. Lebih baik cari solusi yang lain untuk mengatasi masalah kalian,"

"Kami sepakat berpisah, El."

Deg

"Ke-Kenapa, Kak?"

Eleanor tidak menyangka bahwa perpisahan adalah hal yang mereka pilih dalam menyelesaikan masalah ini, kenapa mereka selemah itu, pikirnya. Pantas saja tadi wajah Nathaniel pun tidak jauh beda seperti Rebecca, penuh kesedihan.

"Nathan tidak mungkin menolak permintaan Papanya, ia tahu kedua kakak perempuanyya tidak bisa selamanya bekerja di kantor membantu Papanya. Mereka sudah berkeluarga dan memiliki anak yang harus di perhatikan, pekerjaan kantor tidak cocok untuk mereka," ucap Rebecca sendu.

"Dan aku juga tidak ingin melepaskan kesempatan emas yang telah datang di depan mataku, aku sudah menantikan ini sedari dulu. Nathaniel pun melepaskan aku," sambungnya lagi.

Eleanor memeluk Rebecca, hatinya ikut merasakan sedih saat melihat kakak sepupunya itu menangis terisak, menambah besar kantung matanya, tampaknya telah seharian menangis karena patah hati.

Harusnya Eleanor senang akhirnya keduanya berpisah, tapi entah kenapa ia kini merasa bimbang. Melihat kedua orang yang di sayanginya kini bersedih dan menangis karena kekasih hati yang telah pergi, membuatnya iba.Dua hati yang kini terluka.

Jika saja ia menerima usulan Rebecca tadi malam, hanya akan ada dirinya yang bersedih sedangkan Rebecca juga Nathaniel dapat bersama pada akhirnya.

Tapi kini akhirnya tidak ada siapapun yang berbahagia.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top