Bab 3 Kenapa Harus Aku (revisi)

Mulmednya 'Pupus' cover by Hanin Dhiya

El banget ini dahhhh.. huhuhuhu....

****
"Jika aku membawa perempuan yang bersedia menikah denganku, orangtuaku akan membatalkan perjodohan itu," ucap Nathaniel.

"Nah tuh gampang, Kak Iel kan udah punya Rebecca," potong Eleanora cepat.

"Aku juga maunya begitu," jawab Nathaniel pelan sambil memandangi wajah Rebecca yang kini berubah tegang dan memucat.

"Kamu kan tau, aku gak bisa menikah selama setahun ke depan," ucap Rebecca pelan.

"Aku tahu," jawab Nathaniel, tersenyum kecut mendengar jawaban kekasihnya.

"Loh, kenapa Kak Becca? Apa yang aku gak tahu di sini?" tanya Eleanor heran.

"Aku keterima magang di rumah busana ternama di Milan. Minggu depan aku berangkat, aku sudah bicarakan ini dengan Kakek, beliau mendukung penuh keputusanku untuk mandiri. Ini kesempatan emas buat aku, El. Di sana aku bisa belajar dan berguru dengan desainer-desainer kondang kenamaan. Program Magangnya dua tahun, dan ada peraturan bahwa dilarang menikah ataupun hamil pada tahun pertama magang," jelas Rebecca.

Eleanor dan Nathaniel terdiam, mereka berdua tahu impian seorang Rebecca adalah menjadi seorang desainer terkenal, mempunyai butik yang menjual pakaian hasil karyanya dengan mereknya sendiri.

"Kalian tahu betul apa cita-citaku, dan ini akan menjadi kesempatan emas bagiku untuk mewujudkan mimpi. Bermodalkan pengalaman dari tempat itu, aku bisa meraih kesuksesan itu lebih cepat," tambah Rebecca.

Suasana di meja itu itu kembali hening, Eleanor cukup sedih jika sepupunya ternyata tidak bisa bersatu dengan pria yang dicintainya. Tapi ia juga mengerti alasan Rebecca menolak menikahi Nathaniel cepat-cepat, karena ia tahu seberapa penting impian Rebbeca itu. Impian yang membuatnya dapat diakui tanpa embel-embel Kournikov dibelakang namanya.

Kakak sepupunya, dulu pernah membuka bisnis bekerja sama dengan teman kuliahnya membuat clothing line hasil karya mereka dan cukup laris walaupun penjualan mereka hanya dilakukan secara online saja, sampai suatu ketika ia berhenti karena mengetahui bahwa kesuksesannya itu ada campur tangan Julian Kournikov, kakek mereka didalamnya.

Rebecca adalah wanita yang mandiri, perfeksionis, pekerja keras sekaligus keras kepala. Dan ia bertekad meraih kesuksesan itu dengan tangannya sendiri tanpa embel-embel nama Kournikov yang disandangnya sejak ia berumur lima tahun. Sejak ibu angkatnya, menantu Julian Kournikov meninggal dunia diumur gadis itu yang ke 13 tahun, ia tinggal bersama kakek angkatnya. Rebecca lebih dekat dengan kakeknya daripada dengan kakak dan ayah angkatnya yang kini tinggal di New York, mengurus perusahaan utama Kournikov yang bergerak di bidang IT.

"Emangnya nikahnya gak bisa ditunda setahun lagi ya? Kenalin aja dulu Rebecca ke keluarga Kakak, jelaskan kalau pernikahan kalian tahun depan akan dilaksanakan." Saran Eleanora.

"Aku sudah mencobanya, Elle," sahut Nathaniel, "Papa bilang, jika aku sudah menikah maka dewan direksi dan pemegang saham akan lebih mempercayaiku. Mereka tak mudah menerima anak muda yang baru lulus kuliah, untuk memegang tampuk pimpinan. Jika aku menikah apalagi dengan seseorang yang cukup berpengaruh, maka itu akan menambah nilai plus untukku," jelasnya lagi.

Nathaniel adalah putra satu-satunya Yusuf Akbar, pengusaha property yang cukup terkenal di negara ini. Kedua kakak perempuannya dipercaya mengurus perusahaan keluarga mereka dibidang kuliner, sedangkan Nathaniel memang sudah dipersiapkan untuk menggantikan kepemimpinan ayahnya.

"Yahhh, gak bisa nunggu setaun ya?!" ucap Eleanora, "Mana ada orang yang mau pura-pura nikah selama setahun terus cerai. Mempermainkan pernikahan namanya. Kena azab baru tahu," gumamnya, mengomentari sendiri pemikiran absurdnya yang juga di dengar jelas oleh Rebecca dan Nathaniel.

"Bisa, El. Kamu aja yang tolongin Nathan, ya!" seru Rebecca senang karena menemukan ide solusi permasalahan ini.

"Eh, kok aku?! Aku masih sekolah, kelas 3 SMA. Mana boleh nikah sama Kanjeng Mami, belum lagi kakak-kakak gantengku. Mereka pasti melarangku, apalagi cuma pernikahan pura-pura. Aku gak mau, dosa!" tolak Eleanor keras.

"Bukan menikah, El. Kalian hanya tunangan," sela Rebecca.

"Hahh ?!" Eleanora dan Nathaniel bergumam tidak mengerti dengan ide Rebecca itu.

"Karena El masih sekolah, dia pasti tidak diijinkan untuk menikah cepat-cepat, pertunangan akan jadi opsi terbaik untuk mengikat kamu dan Nathan. Itu bisa mengulur waktu sampai waktu kepulanganku dan meresmikan hubungan kami sebenarnya."

"Dengan kata lain, aku jadi tunangan pura-puranya Kak Iel selama 1 tahun? Lalu setelah Kak Becca pulang, sandiwara berakhir. Gitu ?!" tanya Eleanor memperjelas lagi maksud Rebecca.

"Iya betul, kalau hanya tunangan kan bisa batal. Janji kepada manusia bukan janji kepada Tuhan kan? Gak dosa. Gimana El, mau ya !" bujuk Rebecca.

Eleanor terkejut dengan ide kakak sepupunya itu, isi kepalanya serasa kosong seketika.

"Kamu mau membantuku kan, El?" tanya Nathaniel.
Eleanor menoleh ke arah pria di sebelahnya yang menatap dirinya penuh harap, ternyata Nathaniel mendukung ide absurd Rebecca.

Seharusnya Eleanor senang mendapat tawaran itu, kesempatan ini bisa saja ia gunakan untuk merebut Nathaniel dari tangan kakak sepupunya. Kurun waktu setahun cukup untuknya membuat pria itu bertekuk lutut padanya.

Tapi yang dirasakan hatinya saat ini adalah rasa sakit juga kecewa karena ditawari hal seperti itu.

Gadis itu menunduk dalam, kedua tangannya mencengkeram ujung bajunya. Hatinya terluka karena mereka bisa berpikiran seperti itu, memperalatnya demi kepentingan pribadi saja. Menyuruhnya bersandiwara lalu mencampakkannya setahun kemudian. Sekarang saja ia susah payah menahan perasaannya agar tidak semakin jatuh cinta pada Nathaniel, apalagi jika nanti mereka harus berperan sebagai pasangan bertunangan, hatinya akan terperosok makin jauh. Perasaanya akan semakin besar untuk pria itu, hatinya akan hancur dan terluka lebih parah saat Nathaniel meninggalkannya lalu menikahi Rebecca dan menjadi iparnya.

Eleanora tersenyum miris akan keadaan ini, sungguh sulit sekali menekan perasaan itu sementara mereka tidak mengetahui bagaimana kondisi hatinya yang sebenarnya.

"Gimana, El?" tanya Rebecca lembut.

"Tidak !"

"Apa maksudmu?" tanya Rebecca lagi, mencoba mencari penjelasan atas penolakan itu.

"Maaf, untuk masalah ini El gak bisa bantu. Terlalu sulit di lakukan," elak Eleanora, tak mungkin mengatakan jika ia juga mencintai pria di hadapannya itu.

"Kita sudah dekat dan akrab, El. Jadi tidak akan sulit terlihat mesra di hadapan orang banyak," bujuk Nathaniel.
Eleanora terperangah dengan perkataan Nathaniel, entah kenapa saat pria itu mengatakannya membuat hatinya sesak seperti di remas-remas.

"Aku juga punya perasaan, punya kehidupan lain. Satu tahun bukan waktu yang sebentar, apa yang akan terjadi nanti pada hatiku dan juga kehidupanku setelah setahun berlalu," lirih Eleanor.

Matanya tampak berkaca-kaca saat mengatakan itu, ingin rasanya ia bercerita mengenai hatinya tapi tak bisa.

"Tolong, jangan gunakan aku sebagai alat untuk memudahkan percintaan kalian, cukup aku yang mengalah akan perasaanku. Jangan paksa aku untuk berkorban lebih banyak lagi, atau aku akan hancur," batinnya dalam hati.

Eleanor beranjak dari kursinya, ia membalikkan tubuhnya keluar dari restoran itu. Tak memedulikan Nathaniel dan Rebecca yang memanggil namanya. Ia berlari ke arah keramaian, lalu mengeluarkan ponselnya menghubungi sahabatnya.

"Yaya, bukain pintu asrama ya. Aku kesana !"

Eleanora mengeluarkan jaket dari dalam tasnya, memakainya sambil berjalan cepat. Ia menutupi rambut coklat blonde-nya agar tidak mudah dikenali dari belakang oleh Nathaniel juga Rebecca.

Kerumunan para pengunjung menyulitkan Nathaniel mengejar Eleanora, tidak mengira respon gadis itu akan semarah ini. ia merasa sangat menyesal telah membebani gadis itu dengan permasalahannya.

Tidak pernah Eleanora bertindak seperti ini sebelumnya, Nathaniel baru tersadar jika Eleanor juga mempunyai kehidupan dan kisah kasih asmara sendiri, gadis kecilnya itu pasti sudah memiliki seseorang yang berarti dalam hidupnya makanya dia menolak permohonannya.

Betapa bodoh dirinya, hanya memikirkan perasaanya dan hubungannya dengan Rebecca tanpa menyadari bahwa ia telah menyakiti hati gadis cantik itu.

"Kemana dia pergi?" tanya Rebecca terengah-engah mengejar Nathaniel.

"Aku tidak tahu, ia tidak terlihat dimanapun," ucap Nathaniel sambil mengedarkan pandangannya ke segala arah, berharap melihat rambut coklat blonde khas Eleanor. Tapi nihil.

"Harusnya aku tidak mengusulkan ide konyol itu, aku egois tanpa mempertimbangkan perasaannya," sesal Rebecca.
Nathaniel juga merasakan apa yang Rebecca rasakan, mereka berdua harus meminta maaf kepada gadis itu karena telah memintanya melakukan hal konyol.

Eleanora tergesa-gesa mendekati pool taksi yang siaga dekat mall tersebut dan menyebutkan alamat asrama Royale. Ia lalu mengirimkan pesan pendek kepada Maminya bahwa ia akan menghabiskan weekendnya dengan menginap di asrama bersama teman-temannya.

Mariana, mami Eleanor sangat mengenal tabiat putrinya yang ceroboh itu, ia tahu jika putrinya hanya mengirimkan pesan seperti ini berarti ia sedang ada masalah dan memilih menghabiskan waktu bersama para sahabatnya. Jika putrinya itu sudah lebih tenang, ia akan kembali dan bercerita kepadanya.

Lagipula, asrama Royale adalah daerah kekuasaan keluarga mertuanya, ia dapat memantau apa yang dilakukan putrinya melalui orang kepercayaan keluarganya disana. Tak heran, ia juga mengetahui semua seluk beluk dan latar belakang keluarga sahabat-sahabat Eleanora. Dan ia bisa bernapas lega karena putrinya tidak salah memilih teman pergaulan.

Bersambung.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top