Bab 26. Paris, l'm in love? ) part 1
***
Nathaniel memeluk Eleanor erat sambil menggoyangkan tubuh mungil yang berada di dekapannya itu. Persis pelukan seorang kakak yang sedang membujuk adik kesayangannya. Mereka saat ini berada di gate keberangkatan internasional, di mana Nathaniel akan berangkat ke Paris untuk mengikuti seminar dan pertemuan dengan investor asing di kota itu.
"Udah dong, Kak," keluh Eleanor. "Sesak nih!."
Nathaniel terkekeh lalu melepaskan pelukannya, ia sudah merasa cukup merekam setiap lekuk tubuh dan aroma khas gadis yang dicintainya itu.
"Buat bekal selama seminggu nggak ketemu, El."
Nathaniel merapikan rambut Eleanor yang sedikit berantakan karena ulahnya yang menciumi rambut dan lekukan leher gadis itu, menyesapi aroma khas yang di sukainya.
"Cuma seminggu aja kok. Bentar aja itu, Kak."
Nathaniel berdecak, "ckck ... kamu ini gak ada sedih-sedihnya mau pisah sama calon suami. Kok kayaknya cuma aku yang ngebet nikah sama kamu, El?"
Eleanor tertawa kecil melihat ekspresi pria di hadapannya.
"Kan emang bener Kak Iel yang ngebet nikah, aku mah nggak tuh."
Nathaniel menghela napas lagi, gadis di hadapannya selalu tidak serius dan mengalihkan pembicaraan jika dirinya sudah membahas mengenai pernikahan. Apalagi saat ini Eleanor telah menyelesaikan Ujian Akhirnya, tinggal menunggu pengumuman kelulusan UN. Namun, tampaknya kedekatan, kemesraan, dan perhatian yang ia tunjukkan untuk Eleanor beberapa bulan terakhir ini tidak cukup menggugah hati gadis itu.
"Tapi aku serius, El. Aku benar-benar ingin menikahi kamu. Nanti kan kalo udah nikah, ada kerjaan ke luar kota atupun ke luar negeri bisa pergi sama istri tercinta. Tenang kerjanya, nggak nahan kangen lagi," ucap Nathaniel sambil menaik turunkan kedua alisnya menggoda Eleanor.
"Isshh ... palingan ntar istrinya di tinggal di hotel, suaminya sibuk kerja. Sama aja dong! Ogahhh!"
"Ciee ... yang udah ngebayangin jadi Nyonya Nathaniel Akbar," goda Nathaniel lagi.
"Apa sih, Kakak!" elak gadis itu berusaha menyembunyikan senyumnya. "Menikah itu nggak gampang, Kak. Masih banyak masalah yang harus diselesaikan terlebih dulu."
Nathaniel mengerti betul apa yang menjadi beban pikiran Eleanor, kenapa gadis itu masih enggan menerima perasaan dan cintanya. Ada seseorang yang masih mengganjal dalam hubungan mereka, dan memang ia harus menyelesaikannya sesegera mungkin. Sebentar lagi Rebecca akan pulang dan mereka bisa duduk bertiga membicarakan tentang ini.
'Semoga ia mau mengerti,' harap Nathaniel dalam hati.
"Inget pesanku ya, El."
"Iya, sudah hapal di luar kepala. Kasih kabar minimal 3x dalam sehari, kalo video call harus diangkat. Tidak boleh jalan-jalan terlalu lama, jangan jajan sembarangan dan menjauh kalo ada cowok ngajak kenalan," ucap Eleanor lantang.
Nathaniel tertawa dan mengecup kening Eleanor sekali lagi.
"Pintar," pujinya sambil memberikan usapan di puncak kepala gadis itu. "Aku mencintaimu, El. Percayalah," ucap Nathaniel tulus.
Eleanor hanya tersenyum, tidak membalas perkataan pria di hadapannya. Tentu saja Eleanor mencintai pria itu, tapi ia tidak bisa mengatakannya sekarang dan mungkin tidak akan pernah ia katakan lagi. Ia memilih diam sebelum hatinya membalas perkataan pria itu dan menimbulkan masalah baru lalu menghancurkan rencana yang telah disusunnya.
Pria itu kini berlalu dari hadapannya melangkah melalui gerbang keberangkatan. Sebelum benar-benar-benar menghilang dari pandangannya, Nathaniel berhenti dan membalikkan tubuhnya. Pria itu tersenyum sambil melambaikan tanganya, bibirnya melafalkan kata 'I love you' yang dapat masih dapat di baca gerakan bibirnya oleh Eleanor, lalu memberikan kecupan jauh untuknya.
Eleanor ikut tersenyum dan membalas melambaikan tangan kepada Nathaniel sampai pria itu berjalan kembali lalu menghilang dari pandangannya.
"Maafkan aku ... mungkin setelah ini kamu akan berterimakasih kepadaku atau bisa saja membenciku," lirihnya.
Sekembalinya pria itu nanti, mungkin keadaanya tidak akan sama lagi. Ia menyadari itu. Yang harus ia lakukan saat ini hanyalah bertahan sedikiit lagi dan semuanya akan selesai. Ia akan melanjutkan hidupnya kembali, terbebas dari permasalahan ini.
Genangan airmata yang sedari tadi ditahannya, kini meluncur bebas ke pipi penuh Eleanor. Tak menghiraukan orang yang lalu lalang dan melihatnya dengan berbagai ekspresi dan tatapan aneh juga iba.
***
Setelah lebih dari 24 jam, akhirnya Nathaniel tiba dengan selamat di kota fashion itu. Masih terasa kurang nyaman di tubuhnya juga kepalanya. Saat ini adalah waktunya musim panas di Kota Paris, ia harus mengenakan sunglasses untuk menghalau teriknya matahari. Hal itu menambah denyut di kepalanya. Ia hanya membawa tas laptop ransel di punggungnya, langsung melenggang keluar dari gerbang kedatangan.
Di belakangnya, ada asisten baru yang membawakan tasnya. Nathaniel mendengarkan saran Eleanor agar menjauhi wanita-wanita yang berpotensi mengundang kesalahpahaman ke depannya, maka ia pun menambah sekretaris pribadinya. Ardi adalah sekeretaris sekaligus asisten pribadi yang mengurus semua kegiatannya, sedangkan Helena tetap menjadi sekretaris administratifnya. Ardi menunjukkan arah menuju seseorang yang mengangkat papan nama bertuliskan namanya, salah satu panitia penyelenggara acara yang akan dihadirinya.
"Nathan !!"
Langkah Nathaniel terhenti saat ia hendak menaiki mobil yang khusus menjemput dirinya itu, ia pun berbalik badan. Ia melihat sesosok wanita cantik tengah berlari lalu menghambur ke arah tubuhnya dan memeluk dirinya. Wanita itu terlihat semakin segar dan cantik, berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu bertatap langsung saat mengantarnya berangkat ke Milan. Ya, wanita itu adalah Rebecca.
"Aku sempat tidak percaya kalau ini beneran kamu, Nath," ucap Rebecca sambil memeluk erat tubuh Nathaniel.
Sementara pria itu tampak mematung juga kaget melihat wanita itu di hadapannya dan tengah memeluknya. Ia tahu jarak Milan ke Paris bisa di tempuh dengan jalan darat ataupun udara dalam waktu beberapa jam, tapi ia tidak menyangka akan bertemu wanita itu di sini.
"Aku merindukanmu, Nathan," ucap Rebecca lagi menyadarkan Nathaniel dari lamunannya.
Tangan Nathaniel kini naik dan membalas pelukan itu, aroma wanita yang telah menjadi kekasih hatinya selama bertahun-tahun itu kembali menelusup ke dalam hidungnya. Mengantarkan kenangan-kenangan manis mereka berdua selama masih bersama. Sampai sebuah suara berdeham menyadarkannya dari lamunan.
Nathaniel meringis saat menyadari bahwa ada pegawainya di sini, pegawai yang tahu bahwa ia telah bertunangan kini berpelukan dengan wanita lain. Mengingat kata tunangan kembali membuatnya teringat Eleanor. Nathaniel pun melepaskan pelukan Rebecca itu.
"Rebecca, aku kemari bersama asistenku," bisiknya pada Rebecca sebelum akhirnya berbalik menatap kepada Ardi.
"Ardi, kenalkan ini Rebecca. Kakak sepupunya El, tunanganku." Nathaniel tak mengerti kenapal ia harus memperkenalkan Rebecca pada asistennya sendiri, tapi hatinya merasa perlu melakukan itu. "Dia juga sahabatku semasa sekolah."
Bung
"Senang berkenalan dengan Anda, Nona Rebecca. Saya Ardi, asisten pribadi Tuan Nathaniel," ucap Ardi sopan sambil sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Hai, Ardi. Senang berkenalan denganmu," balas Rebecca. "Apakah si sekretaris centil itu sudah kamu pecat, Nath?" tanyanya lagi.
"Tidak. Dia hanya bertugas di kantor saja," jawab Nathaniel.
"Oh ya, kenapa kamu ada di sini?"
"Rumah mode tempatku bekerja ambil bagian di acara summer fashion week. Kali ini aku dipercaya menangani proyek ini bersama teman-teman timku yang lain."
Rebecca menoleh dan menunjuk ke arah segerombolan pria dan wanita berpakaian modis dan stylist sedang berkumpul di depan pintu keluar kedatangan.
"Ohh ... aku juga ada acara di sini. Pertemuan para pengusaha property juga penjajakan kerjasama dengan investor asing," jelas Nathaniel.
"Emm ... apakah kamu ada waktu sebentar, kita bisa minum kopi di sana?" tunjuk Rebecca pada salah satu coffee shop yang berada tak jauh dari mereka berdiri.
Nathaniel ragu untuk menolak, ia takut wanita itu tersinggung atas penolakannya. "Sebentar, aku akan tanyakan jadwalku dulu kepada asisten dan panitia yang menjemputku."
"Ohh .. okey. Tidak akan lebih dari 30 menit, aku jamin," jawabnya sambil tersenyum
Nathaniel beranjak dan berjalan menuju asistenya, tampak berbincang sebentar lalu mereka pun mendekati sang supir dan tampak bercakap-cakap bertiga. Setelah sekitar 10 menit, Nathaniel kembali menuju tempat di mana Rebecca berada. Sementara Ardi dan supir itu masuk ke dalam mobil yang tadinya akan digunakan untuk menjemput Nathaniel.
"Aku ada waktu kurang dari satu jam. Kita bisa mengobrol sebentar di sana."
Rebecca mengangguk dan mengikuti langkah Nathaniel menuju coffe shop, lalu duduk di salah satu sudut kafe tersebut dan memesan minuman. Nathaniel memilih secangkir kopi hitam pekat untuk mengurangi penat yang masih di rasakannya. Ia memilih minuman berkafein itu untuk merilekskan saraf-sarafnya
"Bagaimana kabar, El?" tanya Rebecca memecah keheningan yang sempat terjadi beberapa saat.
Terasa canggung bagi mereka berdua, terutama Nathaniel. Pria itu memang sudah berniat jujur kepada Rebecca akan apa yang telah terjadi pada hatinya saat ini, tapi saat melihat wanita itu di hadapannya. Seketika ia meragu, tak tahu harus berkata apa dan memulai darimana. Dan saat wanita itu menanyakan Eleanora, fokusnya kembali teralihkan. Seberkas senyum tampak di sana sebelum menjawab pertanyaan wanita di hadapannya.
Rebecca tersenyum kecut menyadari perubahan ekspresi Nathaniel, dia melihat jelas binar di mata pria itu saat mulai menceritakan tentang Eleanor.
"Dia baru saja menyelesaikan Ujian Nasional. Seharusnya kamu liat tingkahnya saat menjelang ujian. Masih jauh hari pun udah stress duluan dianya. Gampang emosi dan sensitif seperti kamu yang lagi PMS," jelas Nathaniel sambil tertawa terkekeh.
"Benarkah? Aku bisa membayangkan seperti apa tingkahnya."
"Merengek meminta tinggal di asrama bersama teman-temannya sampai ujian tiba, padahal waktu itu masih sekitar sebulan lagi ujiannya."
"Diijinkan?"
"Tentu saja tidak. Kakekmu tidak ingin ditinggal lama-lama olehnya."
Rebecca masih lekat memandangi wajah Nathaniel yang masih terus bercerita tentang Eleanor, sesuatu seakan menusuk hatinya melihat pemandangan itu. Ia pun mengalihkan pembicaraan dengan cepat.
"Berapa lama di sini? Menginap di hotel mana?" tanyanya
"Di Champ Elysees, rencananya hanya 5 hari saja. Kami berencana bertemu beberapa investor asing dan mengunjungi proyek mereka. Bagaimana dengan kamu?"
"Proyek ini dua minggu saja, dan sepertinya kita akan sering bertemu."
Nathaniel meletakkan cangkir kopinya kembali. "Benarkah?"
"Aku juga menginap di sana. Sepertinya kita akan sering bertemu dan bisa melepas rindu," ucap Rebecca santai.
Nathaniel meneguk ludahnya pelan, entah kenapa rasa gugup menjalari hatinya. "O-ohh ... tapi ... emm jadwalku tampak padat. Sepertinya aku tidak bisa sering-sering bertemu denganmu. Lagi pula ...."
"Aku mengerti, Nathan. Rekan-rekan seprofesimu di sini pasti banyak yang mengenalimu sebagai tunangannya, El. Aku tahu itu. Kita bisa menyelinap diam-diam seperti saat masih SMA. Apa kamu masih ingat?"
Nathaniel tertawa mengingat masa lalunya bersama Rebecca, di awal kebersamaan mereka saat masih menutupi hubungan mereka dari oranglain. Seringkali mereka pergi bersama geng mereka masing-masing ke suatu tempat, dan menghilang berdua saja, menjauh dari keramaian.
"Dari tawamu aku yakin kamu masih mengingatnya," ulang Rebecca. "Mungkin jika aku juga sedang tidak sibuk, kita bisa melarikan diri sejenak. Bersama-sama," tawarnya lagi.
Nathaniel hanya tersenyum sambil mengangguk tanda setuju.
tbc.
Holaa.... ini abis ngetik langsung update, maaf klo banyak typo berseliweran. Siapa yang ilfil liat judul di atas wkwkwkkw.
Apa yang terjadi selama di kota Paris? nunggu seminggu lagi ya. aku masih sibuk mau opening usaha baru, jadi keteteran nulisnya. harap dimaklum lutut
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top