Bab 16 Menjauh

Halooooo .. I'm back.

Maaf ya nunggu lama updatenya. bener sibuk sama kerjaan yang deadlinenya berbarengan, jadi semua kudu cepat selesai dan cerita ini pun tersingkirkan untuk sementara. Masih tersisa sedikit kerjaan tapi sempetin posting ini dulu deh, biar ga tambah di teror pembaca hehehe.

Terimakasih untuk semua yang masih setia menunggu cerita ini.

***

 Ku hanya bisa berharap

Kau bahagia di sana

Dengan dia pilihanmu

Walau dia sahabatku

Biar aku yang pergi

Biar aku yang tersakiti

Biar aku yang berhenti

Berhenti mengharapkanmu

Oh Tuhan kuatkan aku

Menerima semua iniJika dia memang untukku

Kuharap kembalikan dia padaku  

(Biar Aku yang Pergi)

***

Hal menyebalkan bagi Eleanor saat weekend seperti ini adalah, bangun pagi-pagi. Setelah satu minggu berkutat dengan buku, latihan soal dan rumus, ia berencana menghabiskan hari sabtu ini dengan tidur sepuasnya sampai siang. Namun, rencana tinggallah rencana. Sejak jam 05.00 pagi, Mariana sudah membangunkan gadis itu lalu menyuruhnya mandi dan bersiap-siap, tak menghiraukan wajah putri kesayangannya itu yang bertekuk karena kesal. Dia merajuk karena Mariana menyetujui ajakan Talita mengajak dirinya berlibur.

"Mami kenapa sih gak tanya El dulu, setuju atau nggaknya?" Eleanor duduk di tepi ranjang dengan wajah kesal dan mata yang enggan terbuka.

"Loh, Mami kira kamu bakalan senang bisa refreshing setelah stres sama ujian. Jadi Mami iyain aja, toh kamu pergi sama tunangan kamu kan," balas Mariana.

"Yang bikin El bahagia saat ini cuma ranjang sama bantal, Mami. Plus guling, selimut hangat dan AC."

"Astaga, punya anak gadis satu-satunya malesnya minta ampun. Dulu Eyangmu ...."

Eleanor membuka mata cepat saat maminya menyebut nama mendiang Eyang, dia tau bahwa akan mendapat 'petuah' lagi pagi ini dan dipastikan tidak akan sebentar. Ia beranjak dan bergegas menuju kamar mandi.

"El, mandi dulu ya Mi. Takut keburu dijemput." Eleanor lalu menutup pintu kamar mandi dan meninggalkan Mariana yang hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putrinya itu.

***

Pukul 06.00 pagi, Talita, Nathaniel dan Princessa, saingan kecil Eleanor telah datang untuk menjemput Eleanor. Saat keluar dari mobil Toyota Alphard miliknya, Talita langsung memeluk gadis itu yang menyambut di depan teras rumah bersama Mariana. Jantung Eleanor berdebar tatkala Nathaniel keluar dari bangku penumpang depan, tersenyum manis ke arahnya.

Eleanor menatap sendu pria yang beberapa hari ini tidak ditemuinya, hanya saling berkirim pesan bahkan telpon setiap malam pun tidak pernah pria itu lakukan lagi. Kadang gadis itu berpikir, apakah kata-katanya waktu itu terlalu kasar? Apakah dia marah? Gadis itu memalingkan wajah sambil membetulkan letak ransel berisi pakaian, ia mengeraskan hati untuk tetap bertahan atas pilihannya saat ini. Menjauh dan menjaga jarak lebih baik dilakukan sekarang demi hati dan hidupnya.

"Selamat pagi, Princess," sapa Nathaniel.

"Pagi juga, Kak Iel."

Pertahanan Eleanor hampir goyah saat pria itu mendekat dan mengecup keningnya seperti biasa, Talita dan Mariana hanya tersenyum melihat keduanya. Eleanor tidak mampu menolak, karena sudah kesepakatan bersama agar mereka tetap terlihat mesra di depan keluarga masing-masing. Walaupun hatinya sudah berusaha tidak menghiraukan perlakuan Nathaniel, namun tetap saja desiran yang menjalari hati tidak pernah berubah jika sedang berdekatan dengan pria itu.

"Abaaangg ... cuma Cessa yang boleh dipanggil Princess. Kakak itu jangan," rajuk Princessa.

Untungnya, si posesif Princessa menarik pria itu menjauh, gadis kecil itu tak suka akan kedekatan Nathaniel dengan dirinya sehingga ia bisa bernapas lega.

"Uunchh ... si istri tua marah-marah aja, cemburu ya? Tambah tua loh nanti, gak imut lagi. Nggak kayak aku si istri muda yang awet muda." Eleanor menggoda Princessa yang tengah bergelayut manja pada Nathaniel, menatap dirinya sengit.

Setidaknya ada si gadis kecil nan ketus yang bisa dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian dari Nathaniel, pikir Eleanor.

Mariana membawakan sekotak makanan untuk bekal diperjalanan, dan menyerahkannya kepada Talita. Mereka berdua tampak mengobrol sejenak sebelum mobil kembali melaju. Perjalanan ini sengaja direncanakan keberangkatannya pagi-pagi sekali karena takut terjebak macet, apalagi tujuan pertama mereka adalah tempat wisata Taman Safari, tempat favorit Princessa. Dalam perjalanan, gadis kecil itu duduk di depan bersama Nathaniel, bernyanyi segala macam lagu yang ia hafal. Membuat perjalanan mereka tidak membosankan, diselingi nyanyian, candaan dan cerita dari seluruh penumpang mobil.

***

Suasana hati Eleanor membaik karena ada Princessa di dekatnya, ia bisa sesuka hati menggoda, mendekati dan bercanda dengannya walaupun aura persaingan selalu ditampakkan oleh gadis kecil itu.

Setidaknya acara jalan-jalan itu bisa membuat dirinya tertawa lepas dan hatinya terasa lebih baik, iapun dapat menghindari Nathaniel. Eleanor rela menjadi kacung Princessa, menemaninya melihat dan memberi makan para binatang, menonton atraksi sirkus dari satu tempat ke tempat lain, dan juga menemaninya menaiki wahana permainan yang juga tersedia di Taman Safari. Jika Nathaniel kembali mendekatinya maka ia akan memanggil Princessa dan membuat gadis kecil itu kembali memonopoli Nathaniel, sehingga ia bisa beristirahat dan berbincang santai dengan Talita yang juga kelelahan karena mengekori Princessa.

Gadis kecil yang menjadi pusat perhatian mereka akhirnya menunjukkan tanda-tanda kelelahan setelah cowboy circus show berakhir, letak parkiran mobil yang masih jauh membuat Princessa merengek minta di gendong Nathaniel. Tak butuh waktu lama, gadis kecil itu tertidur kelelahan sambil melingkarkan tangannya di leher Nathaniel. Talita memang tidak ikut melihat pertunjukkan terakhir itu dikarenakan tempatnya yang berada di bagian puncak lokasi dan harus berjalan mendaki cukup melelahkan, iapun memilih beristirahat di mobil ditemani sopirnya.

Eleanor, Nathaniel dan Princessa berjalan menyusuri jalanan yang kini menurun, tangan kiri Nathaniel yang bebas menarik tangan Eleanor dan menggenggamnya.

"Pelan-pelan aja, supaya kakinya gak terlalu capek dan pegel."

"Hmm ...." Eleanor hanya membalas sambil bergumam, ia melirik ke tangannya yang tengah di genggam Nathaniel. Pria itupun menyadarinya, "Biarlah seperti ini, Mama bisa saja muncul dan menjemput kita kemari," ucap Nathaniel

"Tentang perkataan kamu waktu itu, aku mengerti, El. Maafkan aku membuatmu dalam posisi sulit, aku tidak menyadari bahwa Rebecca bisa cemburu melihat kedekatan kita," tambahnya lagi.

"Kak Becca hubungi Kakak?"

Nathaniel mengangguk, "Ya, walaupun dia tidak mengakui kecemburuannya tapi secara tersirat aku paham. Sekarang setiap hari dia rajin menghubungiku."

"Pantaslah Kak Iel nggak pernah gangguin El lagi kalau malem, ternyata sudah ada Kak Becca yang nemenin," ledek Eleanor.

"Hahaha ... tidak juga. Dia nelpon gak tentu waktu, hanya saat free aja atau curi-curi waktu saat bekerja."

Eleanor menganggukkan kepala, hatinya merasa bersalah mengetahui sang kakak sepupu cemburu kepada dirinya. Ia sudah menebak hal itu sebelumnya, apalagi Rebecca tidak pernah menghubunginya lagi setelah peristiwa malam itu. Ia yakin kakak sepupunya itu sedang merasa cemburu dan kesal pada Nathaniel dan dirinya.

Hanya kedekatan seperti ini saja Rebecca sudah marah dan cemburu, apalagi jika tahu bahwa dirinya ternyata mencintai Nathaniel. Kekasih hatinya. Ia mendesah keras, merutuki perasaan yang tumbuh tidak seharusnya, kenapa harus kekasih saudara sendiri?

"Kak Iel itu terlalu baik sama orang, cobalah sedikit membatasi terutama perempuan. Mereka bisa berharap lebih kalau sikap Kakak seperti itu. Coba lihat Helena sama sekretaris Kakak yang centil itu, El ketemu sekali pas di kantor waktu itu aja tau kalau mereka menaruh hati sama Kak Iel. Jaga hati Kak Becca selama kalian berjauhan."

"Benarkah? Aku ngerasa biasa aja sama mereka, apalagi perusahaan Helena memang sedang kerjasama dengan perusahaanku. Jadi kami memang sering ketemu. Tapi, aku akan pertimbangkan saran kamu, El. " Nathaniel terdiam sejenak, "aku nggak nyangka aja Rebecca bisa-bisanya cemburu sama kamu. Padahal kan dia tahu, selama kita berdua berstatus tunangan, kita akan dekat seperti ini. Aku sudah berjanji akan memperlakukanmu dengan baik. Harusnya dia mengerti itu, bukannya mencurigai kita."

Eleanor hanya diam, kembali melanjutkan perjalanan sambil mengalihkan pandangan melihat-lihat ke sekitar.

Selama kita berdua berstatus tunangan, kita akan dekat seperti ini. Aku sudah berjanji akan memperlakukanmu dengan baik.

Kata-kata Nathaniel itu benar-benar mengusik hatinya, menyadarkannya dari kesalahannya yang terlena akan perlakuan manis pria itu. Dalam hati ia tersenyum sinis.

Harusnya kamu sadar El, semua ini hanya sementara, pura-pura. Kamu malah terlena dengan perlakuan manisnya, batin Eleanor. Bagaimana dengan ciuman di mobil itu, tidak seharusnya dia menciumku disaat tidak ada siapapun yang melihat.

Eleanor kembali mendesah lelah. Sudahlah, aku memang tidak seharusnya mencintai pria itu pikirnya.

Dalam waktu satu jam, mereka sudah tiba di villa milik keluarga Yusuf Akbar. Villa megah di daerah pegunungan dengan udara yang sangat segar, melewati perkebunan penduduk yang menanam berbagai sayuran segar. Sore itu mereka langsung beristirahat dan membersihkan diri di kamar masing-masing lalu berkumpul kembali saat makan malam. Halaman belakang rumah menjadi tempat barbeque dadakan yang disiapkan oleh penjaga Villa. Bisa dipastikan yang paling antusias adalah Princessa, gadis kecil itu sibuk memerintah Eleanor ke sana kemari. Walaupun dengan wajah kesal, Eleanor tetap melakukannya daripada ia harus menemani Nathaniel duduk di dekat tungku pembakaran.

"El, jalan-jalan malem yuk?"

Nathaniel menghampiri Eleanor yang tengah membawa sisa makanan ke dapur.

"Kemana, Kak?"

"Tidak jauh dari sini ada bukit, kita bisa melihat pemandangan indah dari atas sana."

"Ehmm ... El nggak ikut deh. Capek," tolak Eleanor.

"Oh, baiklah. Istirahat, El. Besok kita akan ke perkebunan," ucap Nathaniel sambil mengelus puncak kepala Eleanor, dibalas anggukan dan senyuman oleh gadis itu. Mereka semua bergegas masuk ke dalam Villa untuk langsung beristirahat, mempersiapkan diri untuk esok.

***

Saat ini mereka berada di perkebunan strawberry, tempat yang juga menjadi kesukaan Princessa, karena strawberry adalah salah satu buah favoritnya. Para wanita memakai topi lebar untuk menghalau sinar matahari yang mulai menyengat di jam 10 pagi ini, membawa keranjang dan gunting kecil di tangan masing-masing.

Princessa masih setia menempeli Nathaniel, mengajak pria itu menemani dirinya dan memegangi keranjang yang ia bawa. Talita juga asyik sendiri memetiki strawberry tersebut, terbayang olehnya strawberry segar itu akan ia bawa lalu diolah dan membaginya kepada calon besannya. Ia tersenyum kecil membayangkannya.

Sementara Nathaniel mencuri-curi pandang kepada Eleanor dan Diego yang berada tak jauh dari tempatnya berada. Ya, Diego ayah Princessa tengah malam tadi menyusul putrinya ke Bandung. Ia langsung terbang dari Bali untuk menemani liburan putri kecilnya itu, walaupun sedikit terlambat dari yang ia janjikan.

"Hati-hati, El. Jangan terlalu dekat jarak gunting dengan jarimu, nanti kamu terluka," ucap Diego. "Kamu ini memang gadis ceroboh, El."

"Ishh...Paman jangan mengingatkanku tentang kejadian tadi pagi. Itu bukan ceroboh, memang jalannya yang licin," elak Eleanor sambil tetap memfokuskan pada buah-buah kemerahan di depannya.

Diego hanya tertawa terkekeh mengingat kejadian pagi tadi bersama gadis itu dan putrinya, Princessa. Talita yang mengetahui kejadian itupun ikut tertawa.

Mendengar tawa itu membuat perasaan tak nyaman menelusup dalam hati Nathaniel. Kehadiran pamannya telah menyita perhatian Eleanor. Pagi-pagi sekali ia disuguhi kabar bahwa Eleanor tengah berjalan-jalan dengan Diego dan Princessa melihat matahari terbit dari bukit dekat Villa. Ia mengernyitkan dahi saat melihat pakaian Diego juga Eleanor berlumuran tanah, lalu Princessa menceritakan kecerobohan Eleanor yang tergelincir jalan licin dan terjatuh. Pipinya memanas saat Princessa berkata bahwa Diego yang hendak menolong pun ikut tergelincir dan berguling bersama Eleanor.

"Terima kasih sudah membuat putriku senang ya, El. Kak Talita menceritakan kepadaku bahwa seharian kemarin, kamu sibuk menjaga dan membuat putriku tertawa. Cessa sangat menikmati liburannya, dia tidak jadi marah kepadaku karena terlambat datang menemaninya," ucap Diego.

Talita yang berada tak jauh dari mereka ikut menyahut, "Eleanor sibuk kesana-kemari karena disuruh ini itu sama tuan putri kita."

"Aku bisa membayangkan wajahnya saat memerintah Eleanor, Kak."

Mereka berdua pun tertawa. Keluarga Yusuf Akbar amat menyayangi Princessa, gadis kecil yang begitu dinantikan bertahun-tahun oleh Tita, adik bungsu Talita, dan Diego. Namun sayang, Tita yang memiliki fisik lemah tidak bisa menikmati perannya sebagai ibu lebih lama karena sakit yang menggerogotinya. Sejak saat itu Diego mengasuh Princessa dibantu orangtuanya yang diboyongnya ke Thailand, dan jika Diego berada di Indonesia maka gadis kecil itu akan selalu berada dibawah asuhan Talita. Mengobati rindu Princessa terhadap bundanya yang memiliki kemiripan wajah seperti Talita.

"Makanya Paman cepetan cari jodoh. Cari bunda buat Princessa, biar ada yang nemenin. Tambah tua nanti nggak laku loh," saran Eleanor.

"Mama sudah berapa kali ngomong gitu sama Paman kamu, tapi dia malah makin sibuk bekerja dan bekerja," sambung Talita.

"Nah, kalo doyan kerja alias workaholic kayaknya harus cari pasangan cerewet dan rame, Paman. Biar hidupnya seru, nanti ada dua orang perempuan yang bisa bikin Paman teralihkan dari pekerjaan. Princessa dan sang istri."

Talita dan Diego tertawa mendengar saran Eeanor, "Ciri-cirinya mirip kamu, El," celetuk Talita

"Waduh, Kak. Istri yang seperti Eleanor sepertinya akan membuat saya kesulitan untuk bekerja ke kantor lagi," balas Diego.

"Kenapa?" tanya Eleanora dan Talita bersamaan, Nathaniel mendengar semua percakapan itu dalam diam. Kali ini bukan hanya pipinya yang memanas, detak jantungnya bertalu tak beraturan.

"Sepertinya akan sibuk memisahkan istri tercinta dan putri kesayangan supaya tidak terus bertengkar."

Hahahhahah ....

"Jangan bayangin El beneran dong, Paman. Kalau El masih sendiri sih boleh hehehe," celetuk Eleanor yang dibalas tawa renyah dari Diego dan Talita.

Tangan Nathaniel yang sedang memetik strawberry kini mengambang di udara saat mendengar pernyataan Eleanor.

Kalau El masih sendiri ....

Pria itu memejamkan mata, menahan rasa yang tidak biasa dalam hatinya. Ia sangat sadar perkataan Eleanor suatu saat akan menjadi kenyataan. Jika sandiwara ini berakhir, maka gadis itu bebas berhubungan dengan pria pilihannya. Pamannya, Diego adalah sosok lelaki mapan dan tampan yang menjadi pria impian seluruh wanita, termasuk Eleanor.

"Nggak berantem kok, Daddy. Kalau Kak Eleanor jadi istri Daddy, berarti hanya Princessa yang akan menjadi istri Abang Nathaniel. Jadi, Cessa nggak akan berantem lagi deh," ucap gadis kecil itu lantang. Ternyata dia juga mendengarkan perbincangan ketiga orang dewasa itu.

Eleanor, Talita dan Diego tersersenyum terkekeh mendengar obsesi Princessa yang tidak pernah berubah, ta[I tanggapan berbeda muncul dari Nathaniel.

"PRINCESSA!! Kita bersaudara, ingat itu!" hardik Nathaniel keras, membuat gadis kecil itu terlonjak kaget. Wajah gadis kecil itu memucat saat melihat wajah Nathaniel yang memerah dan membentaknya keras, hal yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

"NATHANIEL !!" tegur Talita keras. Diego dan Eleanor bergegas mendekati Princessa yang masih berdiri mematung. Diego memeluk dan membawa putrinya, yang kini tampak pucat dengan mata berkaca-kaca. Talita pun mengikuti keduanya.

"Ada apa denganmu, Kak? Dia hanya anak berumur 4 tahun yang tidak tahu apa yang dia katakan dan pikirkan. Bagaimana Kakak bisa bersikap seperti itu padanya?"

"Ooh, jadi kamu menyetujui ucapan Cessa untuk menjadikan kamu Mommy-nya? Apa kamu tidak sabar menunggu beberapa bulan lagi berpisah denganku? Kamu memang tertarik pada Pamanku, kan?"

Eleanor tak menyangka perkataan itu akan keluar dari mulut Nathaniel, tangannya mengepal kuat menahan amarah. Ia berbalik meninggalkan pria itu, enggan melayani seseorang yang sedang emosi. Langkahnya terhenti, dan ia berkata, "Setelah sandiwara ini berakhir, aku bebas memilih siapapun pendamping hidupku. Kakak tidak berhak melarang kepada siapa hatiku akan berlabuh, termasuk pada Paman Diego."

tbc

El disuruh beliin balon sama Princessa heheh

Wajah dinginnya Nathaniel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top